-->

11 Agustus 2012

‘Aisyah Adalah Istri Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam di Dunia dan di Akhirat




Telah berkata Al-Imam At-Tirmidziy rahimahullah :
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ الْمَكِّيِّ عَنْ ابْنِ أَبِي حُسَيْنٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ جِبْرِيلَ جَاءَ بِصُورَتِهَا فِي خِرْقَةِ حَرِيرٍ خَضْرَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ زَوْجَتُكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abd bin Humaid : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaq, dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Alqamah Al-Makkiy, dari Ibnu Abi Husain, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari ‘Aaisyah : “Bahwasannya Jibriil datang kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersama gambar Aisyah dalam secarik kain sutera hijau, lalu berkata :
‘Sesungguhnya ini adalah isterimu di dunia dan akhirat’” [Jaami’ At-Tirmidziy no. 3880, At-Tirmidziy berkata : “Hadits ini hasan ghariib, kami tidak mengetahuinya selain dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Alqamah”].Hadits ini shahih.

Ada penguat lain, yaitu :
أخبرنا بن خزيمة حدثنا سعيد بن يحيى الأموي حدثني أبي حدثني أبو العنبس سعيد بن كثير عن أبيه قال حدثنا عائشة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر فاطمة قالت فتكلمت انا فقال أما ترضين ان تكونى زوجتى في الدنيا والآخرة قلت بلى والله قال فأنت زوجتى في الدنيا والآخرة

Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Khuzaimah : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Yahyaa Al-Umawiy : Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepadaku Abul-‘Anbas Sa’iid bin Katsiir, dari ayahnya, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aaisyah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan Faathimah. ‘Aaisyah berkata : “Maka, akupun protes kepada beliau”. Beliau kemudian bersabda : “Apakah engkau tidak ridla menjadi istriku di dunia dan di akhirat”. Aku berkata : “Tentu, demi Allah”. Beliau bersabda : “Engkau adalah istriku di dunia dan di akhirat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 7095]. Hadits ini shahih lighairihi

‘Ammaar bin Yasiir pun mengakui bahwasannya ‘Aisyah adalah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akhirat, dan Al-Hasan bin ‘Aliy pun men-taqrir-nya radliyallaahu ‘anhum.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ سَمِعْتُ أَبَا وَائِلٍ قَالَ لَمَّا بَعَثَ عَلِيٌّ عَمَّارًا وَالْحَسَنَ إِلَى الْكُوفَةِ لِيَسْتَنْفِرَهُمْ خَطَبَ عَمَّارٌ فَقَالَ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّهَا زَوْجَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَكِنَّ اللَّهَ ابْتَلَاكُمْ لِتَتَّبِعُوهُ أَوْ إِيَّاهَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar : Telah menceritakan kepada kami Ghundar : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-Hakam : Aku mendengar Abu Waail berkata : Ketika ‘Aliy mengutus ‘Ammaar dan Al-Hasan ke Kuufah untuk mengerahkan mereka berjihad, ‘Ammaar berkhutbah : “Sungguh aku mengetahui bahwa ia (‘Aaisyah) adalah istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat. Akan tetapi sekarang Allah menguji kalian apakah akan mentaati-Nya (yaitu tidak keluar ketaatan dari ‘Aliy dan melawannya) atau mengikutinya (‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa dalam melawan ‘Aliy)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3772. Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhaariy no. 7100 & 7101, Ahmad 4/265, Al-Bazzaar dalam Al-Musnad no. 1408-1409, Al-Baihaqiy 8/174, dan yang lainnya].

Lihatlah keadilan ‘Ammaar. Ia tetap mengakui keutamaan ‘Aaisyah sebagai istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akhirat meskipun posisinya saat itu berseberangan dengannya. Ia jauh dari celaan sebagaimana celaan orang-orang Syi’ah. Begitu pula Al-Hasan bin ‘Aliy yang men-taqrir (menyetujui) apa yang dikatakan ‘Ammaar.

Mungkin orang Syi’ah akan berkelit bahwa Al-Hasan tidak ada di hadir di tempat itu dan belum tentu ia men-taqrir apa yang dikatakan ‘Ammaar. Sungguh kerdil logika mereka !. ‘Ammaar dan Al-Hasan adalah dua orang yang diutus secara khusus oleh ‘Aliy bin Abi Thaalib dalam mengatasi pasukan Jamaal. Sesampainya di Kuufah, ‘Ammaar berkhutbah di depan khalayak. Tentu saja apa yang dikatakannya itu didengar banyak orang, baik rombongannya maupun orang-orang Kuufah. Tidak terkecuali Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhum. Riwayat berikut adalah pemutusnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ حَدَّثَنَا أَبُو مَرْيَمَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ الْأَسَدِيُّ قَالَ لَمَّا سَارَ طَلْحَةُ وَالزُّبَيْرُ وَعَائِشَةُ إِلَى الْبَصْرَةِ بَعَثَ عَلِيٌّ عَمَّارَ بْنَ يَاسِرٍ وَحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ فَقَدِمَا عَلَيْنَا الْكُوفَةَ فَصَعِدَا الْمِنْبَرَ فَكَانَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ فَوْقَ الْمِنْبَرِ فِي أَعْلَاهُ وَقَامَ عَمَّارٌ أَسْفَلَ مِنْ الْحَسَنِ فَاجْتَمَعْنَا إِلَيْهِ فَسَمِعْتُ عَمَّارًا يَقُولُ إِنَّ عَائِشَةَ قَدْ سَارَتْ إِلَى الْبَصْرَةِ وَ وَاللَّهِ إِنَّهَا لَزَوْجَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَكِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ابْتَلَاكُمْ لِيَعْلَمَ إِيَّاهُ تُطِيعُونَ أَمْ هِيَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad : Telah menceriakan kepada kami Yahyaa bin Aadam : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy : Telah menceritakan kepada kami Abu Hushain : Telah menceritakan kepada kami Abu Maryam ‘Abdullah bin Ziyaad Al-Asadiy, ia berkata : Tatkala Thalhah, Az-Zubair, dan ‘Aaisyah berangkat ke Bashrah, Aliy mengutus ‘Ammaar bin Yaasir dan Hasan bin Aliy mendatangi kami di Kuufah. Lalu keduanya naik minbar. Ketika itu Al-Hasan bin ‘Aliy di atas mimbar di tangga paling atas, sedangkan ‘Ammaar berdiri di bawah Al-Hasan. Kami berkumpul di sekelilingnya, dan aku mendengar ‘Ammaar berkata : ‘Aisyah sedang berangkat ke Bashrah. Demi Allah, ia adalah isteri Nabi kalian shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akherat. Namun Allah tabaaraka wa ta’ala menguji kalian agar Dia mengetahui, apakah kalian taat kepada-Nya atau kepada Aisyah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7100].

Seandainya Al-Hasan tidak sependapat yang dikatakan ‘Ammaar, tentu ia akan segera menyanggah. Kedudukannya tidaklah lebih rendah daripada ‘Ammaar. Ia putra seorang khalifah. Apalagi situasi saat itu sangat mendukung, dimana ‘Aisyah merupakan pihak kontra yang hendak dilawan. Seruan mereka berdua (‘Ammaar dan Al-Hasan) adalah seruan untuk membela ‘Aliy bin Abi Thaalib melawan pasukan Jamal (yang padanya terdapat Ummul-Mukminiin ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa). Dalam kaedah pun dikatakan : ta’khiirul-bayaan fil-waqtil-haajah, la yajuuz (mengakhirkan penjelasan pada waktu dibutuhkan adalah tidak diperbolehkan). Apa yang menghalangi Al-Hasan bin ‘Aliy tidak mengingkari perkataan ‘Ammaar bin Yaasir seandainya perkataannya itu salah ? Memuji orang yang telah jelas kefasikannya atau tidak mengkafirkan orang yang sudah jelas kekafirannya adalah perbuatan yang keliru. Takut ? Tidak pernah sekalipun terbersit di hati hal itu terhadap Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa

Jika orang Syi’ah mengeluarkan senjata pamungkasnya, yaitu : taqiyyah, I have no comment bout this…Dan perlu diketahui oleh rekan-rekan sekalian, ‘Ammaar bin Yaasir bahkan mencela orang yang mencela ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhumaa.

Perhatikan riwayat berikut :
حدثنا يحيى بن آدم قثنا إسرائيل عن أبي إسحاق عن عريب بن حميد قال رأى عمار يوم الجمل جماعة فقال ما هذا فقالوا رجل يسب عائشة ويقع فيها قال فمشى إليه عمار فقال اسكت مقبوحا منبوحا اتقع في حبيبة رسول الله إنها لزوجته في الجنة

Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Aadam, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Israaiil, dari Abu Ishaaq, dari ‘Uraib bin Humaid, ia berkata : ‘Ammaar pada peperangan Jamal pernah melihat sekumpulan orang. Lalu ia berkata : “Apakah ini ?”. Mereka berkata : “Seorang laki-laki yang mencaci dan mencela ‘Aisyah”. ‘Ammaar pun berjalan menuju orang tersebut dan berkata : “Diamlah engkau dari perkataan yang jelek itu. Apakah engkau mencela seorang yang menjadi kesayangan/kekasih Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam ?. Sesungguhnya ia adalah istri beliau di surga” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 1647].Riwayat ini shahih li-ghairihi.

Giliran Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa memberi kesaksian :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ ابْنِ خُثَيْمٍ عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ ذَكْوَانَ مَوْلَى عَائِشَةَ أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ لِابْنِ عَبَّاسٍ عَلَى عَائِشَةَ وَهِيَ تَمُوتُ وَعِنْدَهَا ابْنُ أَخِيهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ فَقَالَ هَذَا ابْنُ عَبَّاسٍ يَسْتَأْذِنُ عَلَيْكِ وَهُوَ مِنْ خَيْرِ بَنِيكِ فَقَالَتْ دَعْنِي مِنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَمِنْ تَزْكِيَتِهِ فَقَالَ لَهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ فَقِيهٌ فِي دِينِ اللَّهِ فَأْذَنِي لَهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْكِ وَلْيُوَدِّعْكِ قَالَتْ فَأْذَنْ لَهُ إِنْ شِئْتَ قَالَ فَأَذِنَ لَهُ فَدَخَلَ ابْنُ عَبَّاسٍ ثُمَّ سَلَّمَ وَجَلَسَ وَقَالَ أَبْشِرِي يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَكِ وَبَيْنَ أَنْ يَذْهَبَ عَنْكِ كُلُّ أَذًى وَنَصَبٍ أَوْ قَالَ وَصَبٍ وَتَلْقَيْ الْأَحِبَّةَ مُحَمَّدًا وَحِزْبَهُ أَوْ قَالَ أَصْحَابَهُ إِلَّا أَنْ تُفَارِقَ رُوحُكِ جَسَدَكِ فَقَالَتْ وَأَيْضًا فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتِ أَحَبَّ أَزْوَاجِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ يُحِبُّ إِلَّا طَيِّبًا وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بَرَاءَتَكِ مِنْ فَوْقِ سَبْعِ سَمَوَاتٍ فَلَيْسَ فِي الْأَرْضِ مَسْجِدٌ إِلَّا وَهُوَ يُتْلَى فِيهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ وَسَقَطَتْ قِلَادَتُكِ بِالْأَبْوَاءِ فَاحْتَبَسَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَنْزِلِ وَالنَّاسُ مَعَهُ فِي ابْتِغَائِهَا أَوْ قَالَ فِي طَلَبِهَا حَتَّى أَصْبَحَ الْقَوْمُ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا } الْآيَةَ فَكَانَ فِي ذَلِكَ رُخْصَةٌ لِلنَّاسِ عَامَّةً فِي سَبَبِكِ فَوَاللَّهِ إِنَّكِ لَمُبَارَكَةٌ فَقَالَتْ دَعْنِي يَا ابْنَ عَبَّاسٍ مِنْ هَذَا فَوَاللَّهِ لَوَدِدْتُ أَنِّي كُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Ibnu Khutsaim, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Dzakwaan maulaa ‘Aaisyah : Bahwasannya ia (Dzakwaan) memintakan ijin Ibnu ‘Abbaas kepada ‘Aaisyah yang waktu itu sedang sakit menjelang kematiannya dan di sisinya ada anak saudaranya, ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman. Dzakwan berkata : “Ini Ibnu ‘Abbaas meminta ijin kepadamu dan ia termasuk putra terbaik kaummu”. ‘Aaisyah menjawab : “Bebaskan aku dari Ibnu ‘Abbaas dan tazkiyah-nya”. ‘Abdurrahmaan berkata kepada ‘Aaisyah : “Ia adalah Qaari` Kitabullah dan orang yang faqih dalam agama. Ijinkanlah ia mengucapkan salam kepadamu dan menjengukmu”. ‘Aaisyah berkata : “Ijinkan ia jika engkau berkenan”. ‘Abdurrahmaan pun mengijinkan Ibnu ‘Abbaas masuk, maka Ibnu ‘Abbaas pun masuk, mengucapkan salam dan duduk. Lalu Ibnu ‘Abbaas berkata : “Bergembiralah wahai Ummul-Mukminiin. Demi Allah, tidak ada yang menghalangi antara dirimu dan perginya segala penyakit dan bala’, serta pertemuan dengan orang-orang tercinta, Muhammad dan pengikutnya – atau dalam satu riwayat -, para sahabatnya, melainkan ruh yang berpisah dari jasadmu”. ‘Aaisyah berkata : “Tambah lagi”. Ibnu ‘Abbaas lalu berkata : “Engkau adalah isteri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang paling dicintai, sedangkan beliau tidak mencintai melainkan yang baik. Allah menurunkan ayat yang berisi pembebasan dirimu dari atas langit ketujuh, maka tidak satu pun masjid yang luput dari membaca ayat tersebut di waktu pagi dan petang. Dan ketika kalungmu terjatuh di Abwaa’, maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun tertahan bersama para sahabatnya untuk mencari kalung tersebut hingga shubuh mendatangi mereka dalam keadaan tidak mendapatkan air untuk berwudlu, kemudian Allah menurunkan ayat : ‘Maka bertayammumlah dengan tanah yang suci’ (QS. Al Maidah : 6), yang mana perkara tayammum ini adalah keringanan untuk umat yang disebabkan olehmu. Maka demi Allah, engkau adalah wanita yang penuh dengan berkah”. ‘Aaisyah berkata :  ”Wahai Ibnu ‘Abbaas, tinggalkan aku dari itu semua. Demi Allah, sungguh aku ingin sekali menjadi orang yang lupa dan dilupakan” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/349 dan dalam Al-Fadlaail no. 1639].Riwayat ini shahih.

Oleh karenanya, Adz-Dzahabiy rahimahullah berkata :

ولا أعلم في أمه محمد صلى الله عليه وسلم، بل ولا في النساء مطلقا، أمرأة أعلم منها.
وذهب بعض العلماء إلى أنها زوجة نبينا صلى الله عليه وسلم في الدنيا والآخرة، فهل فوق ذلك مفخر
“Aku tidak mengetahui seorang pun di kalangan umat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahkan di kalangan wanita secara mutlak, ada wanita yang lebih pandai darinya. Dan sebagian ulama berpendapat bahwa ia merupakan istri Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat. Apakah ada kebanggan yang melebihi hal itu ?” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 2/140].

Ya benar, tidak ada kebanggaan bagi seorang wanita melebihi kebanggaan mendampingi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akhirat (jannah).

Segala karunia yang Allah ta’ala berikan kepada ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ternyata tidaklah membuat senang semua pihak. Ada saja pihak-pihak tertentu yang senantiasa sakit kepala membaca riwayat-riwayat ini. Misalnya, Al-‘Ayyaasyiy – salah seorang mufassir Syi’ah – menukil riwayat ‘tandingan’, demi menjatuhkan kedudukan ‘Aaisyah,

‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa adalah istri/wanita yang paling dicintai oleh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ قَالَ خَالِدٌ الْحَذَّاءُ حَدَّثَنَا عَنْ أَبِي عُثْمَانَ قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ فَقُلْتُ مِنْ الرِّجَالِ فَقَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَعَدَّ رِجَالًا
Telah menceritakan kepada kami Ma’laa bin Asad : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Mukhtaar, ia berkata : Telah berkata Khaalid Al-Hadzdzaa’ dari Abu ‘Utsmaan, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya beserta rombongan pasukan Dzatus-Sulaasil. Lalu aku (‘Amru) bertanya kepada beliau : “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?”. Beliau menjawab : “‘Aisyah“. Aku kembali bertanya : “Kalau dari kalangan laki-laki?”. Beliau menjawab : “Bapaknya (yaitu Abu Bakr)”. Aku kembali bertanya : “Kemudian siapa lagi?”. Beliau menjawab : “‘Umar bin Al-Khaththab”. Selanjutnya beliau menyebutkan beberapa orang laki-laki” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3662].

Oleh karenanya, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering memanggilkan dengan kata-kata indah bagi ‘Aisyah yang menunjukkan kedekatan dan kasih-sayang. Di antaranya beliau kadang memanggilnya dengan ‘Aaisy’ :

حدثنا أبو اليمان: أخبرنا شعيب، عن الزُهري قال: حدثني أبو سلمة بن عبد الرحمن، أن عائشة رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (يا عائش هذا جبريل يقرئك السلام). قلت: وعليه السلام ورحمة الله، قالت: وهو يرى ما لا نرى.
Telah menceritakan kepada kami Abul-Yamaan : telah mengkhabarkan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu Salamah bin ‘Abirrahmaan : Bahwasannya ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Yaa ‘Aaisy, ini Jibril mengucapkan salam kepadamu”. Aku (‘Aaisyah) berkata : “Wa’alaihis-salaam warahmatullaah”. ‘Aaisyah berkata : “Jibril itu melihat sesuatu yang tidak kita lihat” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6201].

Beliau pun memanggil ‘Aaisyah dengan Humairaa’ (yang kemerah-merahan).
أنا يونس بن عبد الأعلى قال أنا بن وهب قال أخبرني بكر بن مضر عن بن الهاد عن محمد بن إبراهيم عن أبي سلمة بن عبد الرحمن عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت : دخل الحبشة المسجد يلعبون فقال لي يا حميراء أتحبين أن تنظري إليهم فقلت نعم فقام بالباب وجئته فوضعت ذقني على عاتقه فأسندت وجهي إلى خده قالت ومن قولهم يومئذ أبا القاسم طيبا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم حسبك فقلت يا رسول الله لا تعجل فقام لي ثم قال حسبك فقلت لا تعجل يا رسول الله قالت ومالي حب النظر إليهم ولكني أحببت أن يبلغ النساء مقامه لي ومكاني منه

Telah memberitakan kepada kami Yuunus bin ‘Abdil-A’laa, ia berkata : Telah memberitaan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Bakr bin Mudlar, dari Ibnul-Haad, dari Muhammad bin Ibraahiim, dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahmaan, dari ‘Aaisyah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : Orang-orang Habasyah masuk ke masjid dan bermain-main. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku : “Wahai Humairaa’, apakah engkau suka melihat mereka ?”. Aku berkata : “Ya”. Lalu beliau berdiri di samping pintu, lalu aku menghampiri beliau dan aku letakan daguku di atas pundak beliau. Lalu akupun menyandarkan wajahku di pipi beliau”. ‘Aaisyah melanjutkan : “Dan yang termasuk perkataan orang-orang Habasyah tersebut adalah : ‘Wahai Abul-Qaasim yang baik’. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Cukupkah engkau (melihatnya)”. Aku berkata : “Wahai Rasulullah, janganlah terburu-buru”. Maka beliau pun kembali berdiri. Setelah itu beliau kembali berkata : “Cukupkah engkau (melihatnya)?”. Aku berkata : “Jangan terburu-buru, wahai Rasulullah”. Sebenarnya aku tidak begitu tertarik melihat mereka, akan tetapi aku senang memperlihatkan kepada para wanita lainnya tentang kedudukan beliau bagiku, dan juga kedudukanku di hati beliau” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa, 8/181 no. 8902 dan Ath-Thahaawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar 1/268 no. 292].Hadits ini shahih.

Itu semua merupakan wujud kecintaan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa.

Bagaimana Allah ta’ala bisa murka dengan sesuatu yang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam cinta kepadanya. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan ridla dengan nama Humairaa’. Telah banyak riwayat yang menyatakan bahwa beliau mengganti nama-nama buruk sebagian shahabat menjadi nama-nama yang baik sesuai syari’at. Dan Humairaa’ adalah salah satu nama/sebutan yang dipilihkan beliau untuk istrinya. Allah tidak murka dengan nama Humairaa’. Justru, Allah ta’ala murka dengan ulah orang-orang Syi’ah yang telah memanipulasi riwayat dengan mengatasnamakan Allah dan Ahlul-Bait.

Allah ta’ala telah menyebut istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa salah satu di antaranya – dengan sebutan Ummahatul-Mukminiin (ibunya orang-orang yang beriman) sebagaimana tersebut dalam firman-Nya :
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka” [QS. Al-Ahzaab : 6].

Itulah Ummul-Mukminiin ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ketinggian derajat dan kedudukannya di mata Islam. Istri yang paling dicintai beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akhirat. Sekaligus sedikit informasi tentang mauqif Syi’ah kepadanya. Tidak memudlaratkan kebencian orang-orang yang membenci dari kalangan Syi’ah Raafidlah. Tidaklah salah jika kita mengambil kesimpulan bahwa Islam di satu sisi dan Syi’ah di sisi lain.

Semoga Allah ta’ala memberikan manfaat dari tulisan kecil ini.

Artikel: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/11/aisyah-adalah-istri-nabi-shallallaahu.html

Diberdayakan oleh Blogger.