-->

11 Agustus 2012

Antara Ibnul ‘Arabi Dengan Ibnu ‘Arabi




Tanya: Ana pernah baca sebuah tulisan yang isinya banyak menukil keterangan Ibnul Arabi dan merujuk kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan pemahaman Salaf. Tapi di tulisan yang lain Ibnul Arabi dikatakan sesat oleh para Ulama karena memiliki pemahaman yang berbahaya yang benarnya bagaimana? [Alif mabexxxxxx@yahoo.com] 
Jawab: Sesungguhnya ada dua tokoh yang berbeda dan saling bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya.  

Tokoh yang pertama adalah Al-Imam Al-’Allaamah Al-Haafidzh Al-Qaadhi Abu Bakr Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah Ibnul ‘Arabi Al-Andalusi Al-Isybiili Al-Maaliki atau lebih masyhur dengan Abu Bakr Ibnul ‘Arabi. 

Beliau seorang Ulama Ahlussunnah yang wafat di daerah bernama Faas pada tahun 543 H [Lihat Siyar A'laamin Nubalaa' 20/203].

Syaikh Shiddiiq Hasan Khaan berkata, “Ibnul ‘Arabi adalah Imam dalam bidang Ushul dan Furu’, beliau menyimak dan belajar Fiqh dan Ushul, menduduki kursi nasehat dan tafsir, menyusun karya tulis dalam berbagai disiplin ilmu, konsisten dalam beramar ma’ruf nahi mungkar, sehingga kerap mendapatkan teror. Sebab itulah buku-bukunya dan hartanya banyak yang hilang, namun ia menghadapi semuanya itu dengan kesabaran.” [At-Taajul Mukallal hal. 280]

Di antara karya tulis beliau yang menakjubkan ialah “Aaridhatul Ahwadzi fi Syarh Jaami’ Abi ‘Iisa At-Tirmidzi”, “Kawkabul Hadits wal Musalsalaat”, “Al-Mahshuul fil Ushuul”, “Al-Ashnaaf”, “Tartiibur Rihlah lit Targhiib fil Millah”, “Al-Fiqhul Ashghar” [Lihat Siyar A'laamin Nubalaa' 20/199]. Selain itu, “Ahkaamul Qur’aan”, “Qanuunut Ta’wiil”, “An-Naasikh wal Mansuukh”, “Al-’Awaashim minal Qawaashim” dan masih banyak lagi, semoga Allah merahmati beliau. 

Adapun yang kedua adalah Muhyiddin Abu Bakr Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad At-Thaa’i Al-Haatimi Al-Mursi Ibnu ‘Arabi seorang tokoh shufi ekstrim atau lebih dikenal dengan Muhyiddin Ibnu ‘Arabi. Ia dimakamkan di Damaskus dan wafat pada tahun 638 Hijriah [Lihat Siyar A'laamin Nubalaa' 33/48].

Ibnu ‘Arabi divonis sesat oleh para Ulama karena mengusung pemahaman “Wihdatul Wujud”. Yakni menetapkan semua yang ada ini (berwujud) adalah satu pada hakikatnya. Artinya semua yang kita lihat merupakan Dzat Allah subhanahu wa ta’ala. Pemahaman ini sesungguhnya sama dengan Animisme yang meyakini unsur-unsur alam sebagai Tuhan.

Hanya saja pemahaman “Wihdatul Wujud” ini dipoles dengan berbagai atribut keislaman seperti zuhud, wara’ dan semisalnya sehingga diklaim bagian dari Islam.Berangkat dari pemahaman yang sesat inilah Ibnu ‘Arabi menganggap Fir’aun mati dalam keadaan beriman dan ia pun habis-habisan memujinya. Ia juga mencaci Harun karena keingkarannya terhadap kaumnya yang menyembah anak sapi. Ia juga mengatakan bahwa orang-orang Nashrani adalah orang-orang kafir karena mereka mengkhususkan ‘Iisa ‘alaihissalam sebagai tuhan. Seandainya mereka menjadikan tuhan itu umum pada segala sesuatu, maka mereka tidak akan menjadi kafir. [Lihat Haqiqatus Shuufiyah fi Dhau'il Kitab was Sunnah oleh Syaikh DR. Muhammad bin Rabii' bin Haadi Al-Madkhali hafidzhahullah] 

Keyakinan Ibnu ‘Arabi yang nyeleneh ini tertulis dalam kitabnya yang “monumental” berjudul Fushuusul Hikam, ia mengatakan:

 ان الذين عبدوا العجل ما عبدوا غير الله
“Orang-orang yang menyembah anak sapi, sesungguhnya mereka tidaklah menyembah kepada selain Allah.” [Fushuushul Hikam hal. 192]

Jadi orang-orang yang sesungguhnya dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya, ia rendahkan dan ia cela dengan penuh pengingkaran. Sementara orang-orang yang dimurkai Allah dan Rasul-Nya justru ia puji secara berlebihan dan dianggap telah beriman.

Kendati demikian Al-Imam Adz-Dzahabi mencatat, bahwa sebelum kematiannya Ibnu ‘Arabi telah ruju’ dari berbagai tulisannya yang sarat kekufuran. [Lihat Taarikhul Islam 46/380 dan Siyar A'laamin Nubalaa' 23/49] 

Namun para Ulama tidak berdiam diri dan melupakan pemikiran Ibnu ‘Arabi yang sesat dan kufur tersebut dan bahkan telah menyebar di tengah-tengah kaum Muslimin sampai saat ini.

Di antara para Ulama yang kokoh dalam membantah pemikirannya ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam “Majmuu’ Fataawa” beliau dan Al-’Allaamah Burhaanuddin Al-Biqaa’i rahimahullah (wafat tahun 885 H) dalam “Tanbiihul Ghabi ilaa Tafkiir Ibni ‘Arabi” dan kitab “Tahdziirul ‘Ibaad min Ahli ‘Inaad Bibid’atil Ittihaad.”

Dengan demikian kedua tokoh ini harus dibedakan sehingga tidak salah kaprah dalam mengambil rujukan.

Sumber: http://madrasahjihad.wordpress.com/2012/03/27/antara-ibnul-arabi-dengan-ibnu-arabi/

Diberdayakan oleh Blogger.