(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi)
Profesi dukun banyak bertebaran di sekitar kita. Mereka mengklaim bisa
membantu urusan manusia dalam banyak hal, mulai dari mencari kesembuhan
sampai meluluskan berbagai hajat. Bolehkah kita meminta tolong pada
dukun?
Hukum mendatangi dukun secara umum adalah haram
sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallahu ‘laihi wasallam
dalam beberapa sabdanya:
Dari ‘Aisyah Radhiallahuanha ia
berkata: Beberapa orang bertanya kepada Rasulullah tentang dukun-dukun.
Rasulullah Shallahu ‘laihi wasallam berkata kepada mereka: “Mereka
tidak (memiliki) kebenaran sedikitpun.” Mereka (para shahabat) berkata:
“Terkadang para dukun itu menyampaikan sesuatu dan benar terjadi.”
Rasulullah menjawab: “Kalimat yang mereka sampaikan itu datang dari
Allah yang telah disambar (dicuri, red) oleh para jin, lalu para jin itu
membisikkan ke telinga wali-walinya sebagaimana berkoteknya ayam dan
mereka mencampurnya dengan seratus kedustaan.” (HR. Al-Bukhari no. 5429,
5859, 7122 dan Muslim no. 2228)
Mu’awiyah ibnul Hakam
As-Sulami berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, saya baru masuk
Islam yang datang dari sisi Allah, dan sesungguhnya di antara kami ada
yang suka mendatangi para dukun.” Beliau bersabda: “Jangan kalian
mendatangi para dukun.” Dia (Mu’awiyah ibnul Hakam) berkata: Aku
berkata: “Di antara kami ada yang gemar melakukan tathayyur (percaya
bahwa gerak-gerik burung memiliki pengaruh pada nasib seseorang).”
Beliau berkata: “Demikian itu adalah sesuatu yang terlintas dalam dada
mereka, maka janganlah menghalangi mereka dari aktivitas mereka (untuk
berangkat -pen/yakni gerakan burung itu jangan menghalangi orang-orang
tersebut untuk berbuat sesuatu -ed).” (HR. Muslim, no. 735)
Diriwayatkan dari sebagian istri Rasulullah, dari Nabi Shallahu ‘laihi
wasallam bahwa beliau bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang
mendatangi tukang ramal maka tidak akan diterima shalatnya selama empat
puluh malam.” (HR. Muslim, no. 2230)
Dari Abu Mas’ud Al-Badri
Radhiallahuanhu, ia berkata: “Rasulullah Shallahu ‘laihi wasallam telah
melarang memakan harga anjing (keuntungan dari menjual anjing -ed),
hasil pelacuran dan hasil perdukunan.” (HR. Al-Bukhari no. 5428, dan
Muslim no. 1567)
Abu Hurairah Radhiallahuanhu berkata:
Rasulullah Shallahu ‘laihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mendatangi
tukang ramal atau dukun lalu dia membenarkan apa-apa yang dikatakan maka
sungguh dia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada
Muhammad .” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 2006, dinukil dari Al-Qaulul Mufid)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin Rahimahullah mengatakan:
“Dari hadits ini diambil hukum haramnya mendatangi dan bertanya kepada
mereka (dukun) kecuali apa-apa yang dikecualikan dalam masalah ketiga
dan keempat (sebagaimana pada paragraf selanjutnya -red). Sebab dalam
mendatangi dan bertanya kepada mereka terdapat kerusakan yang amat
besar, yang berakibat mendorong mereka untuk berani (mengerjakan hal-hal
perdukunan -red) dan mengakibatkan manusia tertipu dengan mereka,
padahal mayoritas mereka datang dengan segala bentuk kebatilan.”
(Al-Qaulul Mufid, 2/64)
Adapun jawaban secara rinci tentang hukum mendatangi para dukun dan bertanya kepada mereka adalah:
1. Mendatangi mereka semata-mata untuk bertanya. Ini adalah perkara yang diharamkan sebagaimana dalam hadits:
Abu Hurairah Radhiallahuanhu berkata: Rasulullah Shallahu ‘laihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun lalu
dia membenarkan apa-apa yang dikatakan maka sungguh dia telah kafir
terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad.”
Penetapan
adanya ancaman dan siksaan karena bertanya kepada mereka, menunjukkan
haramnya perbuatan itu, sebab tidak datang sebuah ancaman melainkan bila
perbuatan itu diharamkan.
2. Mendatangi mereka lalu
bertanya kepada mereka dan membenarkan apa yang diucapkan. Ini adalah
bentuk kekufuran karena membenarkan dukun dalam perkara ghaib termasuk
mendustakan Al Qur`an. Allah berfirman:
“Katakan bahwa tidak ada
seorangpun yang ada dilangit dan dibumi mengetahui perkara ghaib selain
Allah dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.”
(An-Naml: 65)
3. Mendatangi mereka dan bertanya dalam rangka
ingin mengujinya, apakah dia benar atau dusta. Hal ini tidak mengapa
dan tidak termasuk ke dalam hadits di atas. Hal ini pernah dilakukan
oleh Rasulullah Shallahu ‘laihi wasallam di mana beliau bertanya kepada
Ibnu Shayyad:
“Apa yang aku sembunyikan buatmu?” Ibnu Shayyad
berkata: “Ad-dukh (asap).” Rasulullah Shallahu ‘laihi wasallam berkata:
“Diam kamu! Kamu tidak lebih dari seorang dukun.” (HR. Al-Bukhari no.
1289 dan Muslim no. 2930)
4. Mendatangi mereka lalu bertanya
dengan maksud membongkar kedustaan dan kelemahannya, menguji mereka
dalam perkara yang memang jelas kedustaan dan kelemahannya. Hal ini
dianjurkan bahkan wajib hukumnya. (Al-Qaulul Mufid, Ibnu ‘Utsaimin,
2/60-61, Al-Qaulul Mufid Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushshabi, hal.
140-143)
Dukun, Penciduk Agama dan Harta
Tidak ada
keraguan bagi orang yang telah menikmati ilmu As Sunnah dan tidak ada
sesuatu yang tersembunyi bagi mereka tentang kejahatan para dukun dan
tukang ramal. Mereka adalah para penciduk agama dan juga harta.
Penciduk agama artinya mereka telah merusak keyakinan kaum muslimin
khususnya dalam masalah ilmu ghaib. Bahkan dengan sebab mereka,
seseorang bisa menjadi kafir keluar dari agama. Mereka adalah perusak
salah satu prinsip agama bahkan pondasi keimanan yaitu beriman dengan
perkara yang ghaib, karena perkara ghaib ilmunya hanya milik Allah
Ta’ala.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Itulah
Al-Kitab yang tidak ada keraguan padanya menjadi petunjuk bagi
orang-orang yang bertaqwa yaitu orang-orang yang beriman dengan perkara
yang ghaib.” (Al-Baqarah: 201)
“Katakan: Tidak ada siapapun
yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara ghaib selain Allah dan
mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (An-Naml: 65)
“Allah tidak memperlihatkan kepada kalian hal-hal yang ghaib.” (Ali ‘Imran: 179)
“Di sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” (Al-An’am: 59)
“Maka katakanlah: Sesungguhnya yang ghaib itu hanya kepunyaan Allah.” (Yunus: 30)
“Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan
tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.
Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentunya aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak
lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman.” (Al-A’raf: 177)
Dari Abdullah bin ‘Umar Radhiallahuanhu , ia berkata: Rasulullah Shallahu ‘laihi wasallam bersabda:
“Kunci-kunci perkara ghaib itu ada lima dan tidak ada yang
mengetahuinya melainkan Allah: Tidak ada yang mengetahui apa yang
terjadi besok kecuali Allah; tidak ada seorangpun yang mengetahui apa
yang ada di dalam rahim kecuali Allah; tidak ada satu jiwapun mengetahui
apa yang akan diperbuatnya besok; tidak mengetahui di negeri mana
(seseorang) meninggal kecuali Allah; tidak ada yang mengetahui kapan
turunnya hujan melainkan Allah ; dan tidak ada seorangpun yang
mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah.” (HR. Al-Bukhari
no. 992, 4351, 4420, 4500, 6944 dan Ahmad, 2/52)
Adapun sebagai
gerombolan penciduk harta artinya mereka melakukan penipuan terhadap
umat sehingga betapa banyak harta hilang dengan sia-sia dan termakan
penipuan mereka. Betapa banyak harta terkorbankan karena kedustaan para
dukun, sementara persoalan setiap orang yang datang kepada mereka tidak
juga tuntas dan tidak terjawab. Persyaratan demi persyaratan datang
silih berganti mulai dari tingkat yang paling kecil sampai tingkat yang
paling besar, dari yang paling murah sampai yang paling mahal.
Persyaratan itu harus terpenuhi sehingga umat pun berusaha untuk
memenuhinya. Mereka masuk dalam peringkat pertama sabda Rasulullah
Shallahu ‘laihi wasallam:
“Barangsiapa menipu kami maka dia tidak termasuk (golongan) kami.” (HR. Muslim)
Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Dukun
Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad Ath-Thahawi menyebutkan akidah Ahlus
Sunnah terhadap dukun dalam kitab beliau Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah:
“Kita tidak boleh membenarkan dukun dan tukang ramal, dan tidak boleh
membenarkan orang yang mengakui sesuatu yang menyelisihi Al Qur`an, As
Sunnah dan ijma’.”
Ibnu Abi ‘Izzi mengatakan: “Wajib bagi
pemerintah dan orang yang memiliki kesanggupan untuk melenyapkan para
dukun dan tukang ramal serta permainan-permainan sihir sejenisnya
seperti menggunakan garis di tanah atau dengan kerikil atau undian. Dan
mencegah mereka untuk duduk-duduk di jalan dan memperingatkan mereka
supaya jangan masuk ke rumah-rumah orang. Cukuplah bagi orang yang
mengetahui keharamannya lalu dia tidak berusaha melenyapkannya padahal
dia memiliki kesanggupan, (cukup baginya) firman Allah:
“Mereka
tidak saling mengingkari perbuatan mungkar yang telah mereka kerjakan,
amat buruklah apa yang telah mereka perbuat.” (Al-Maidah: 79) (Syarah
Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah hal. 342)
Al-Lajnah Ad-Da‘imah
(Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi) berkata: “Kaum muslimin tidak boleh
shalat di belakang mereka (para dukun) dan tidak sah shalat di belakang
mereka. Bila seseorang kemudian mengetahui hal itu hendaklah dia meminta
ampun kepada Allah dan mengulangi shalatnya.” (Fatawa Al-Lajnah
Ad-Da‘imah, 1/394)
http://asysyariah.com/
26 Agustus 2012
Awas, Dukun & Tukang Ramal, Penciduk Agama dan Harta
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar