-->

09 Agustus 2012

Bolehkan Shalat / Beribadah Dengan Memejamkan Mata?

Jawabannya adalah tidak boleh, karena merupakan tasyabbuh (menyerupai) dengan Yahudi / Nashrani yang memejamkan mata ketika mereka beribadah. Sementara kita dilarang dari berbuat tasyabbuh dari orang-orang kafir –Yahudi, Nashrani, Majusi, dan yang lainnya-. Secara umum tidak boleh kita tasyabbuh dengan orang kafir.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من تشبه بقوم فهو منهم (من حديث إبن عمر رواه أحمد)
“barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari kaum itu.” (Dari hadits Ibnu Umar, riwayat Ahmad)

Dalam hal yang dia tasyabbuh bukan dalam seluruh hal diikutkan dengan suatu kaum yang dia tiru, tapi dalam hal yang tasyabbuh. Dalam hal ini ia termasuk dari mereka, sama dengan mereka yang melakukan ibadah dengan memejamkan mata.
Hadits tersebut diatas tsabit, ma’ruf.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan : “Sanadnya jayyid.” Dan Al Albani, Asy Syaikh Muqbil semuanya menshahihkan hadits tersebut.

Berdasarkan hadits ini maka para ulama mengatakan itu makruh. Tasyabbuh tersebut larangannya dalam seluruh hal bukan hanya dalam perkara ibadah, dalam perkara lainpun apabila itu merupakan ciri mereka, pakaian misalnya, masuk dalam keumuman hadits. Apalagi, tentunya kalau itu dalam perkara syi’ar agama (ibadah). Maka oleh karena itulah para ulama mengatakan makruh apabila seseorang melakukan hal itu. Artinya sempurnanya shalat seseorang sunnahnya adalah melihat/membuka mata dan jangan dipejamkan.

Akan tetapi kalau sampai seseorang melakukannya (memejamkan mata) maka tidak membatalkan shalat, karena ia jatuh dalam perkara makruh karena tasyabbuh dengan ibadahnya orang Yahudi dan Majusi.

Maka kalau ada yang mengatakan “Saya lebih khusyu’ kalau shalat dengan memejamkan mata.” Maka jawabannya adalah engkau shalatlah dan jangan pejamkan matamu, maka engkau akan lebih khusyu’ insya Allah.

Bagaimana agar bisa khusyu’ yaitu dengan memperhatikan/mengingat bahwa engkau shalat menghadap Allah Subhanahu wa ta’ala di depanmu ada Allah yang engkau sembah, engkau hormati, engkau agungkan, engkau muliakan dengan gerakan-gerakan shalat yang engkau lakukan sehingga betul-betul diperhatikan bagaimana sunnahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apa yang dibaca dalam setiap gerakan dan dzikir-dzikir yang ada, do’a yang ada, atau bahkan surat yang ada, maknanya diperhatikan, yang demikian akan khusyu’ tanpa harus memejamkan mata, bahkan justru syaithan akan masuk nanti disana –ketika memejamkan mata-. Syaithan tidak akan berhenti tidak peduli melihat atau memejamkan mata, syaithan akan tetap datang, justru nanti kalau memejamkan mata akan banyak bayangan-bayangan yang muncul karena gelap, kita justru bisa terbayang suatu yang mengagetkan.

Berkata Asy Syaikh al Utsaimin –rahimahullah- : “Jangan sampai engkau tertipu dengan bisikan syaithan yang dia masukkan kepadamu ke dalam hatimu dengan bisikan dalam hatimu bahwasanya engkau kalau memejamkan mata engkau akan lebih khusyu’.”

Karena syaithan ketika mengetahui itu ibadahnya (cara ibadah) orang-orang Yahudi/Majusi (kafir) dan kita dalam syari’at ini oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dilarang tasyabbuh dengan mereka sehingga kita betul-betul menyempurnakan bara’ (kebencian) kita terhadap orang-orang kafir dalam masalah aqidah, ibadah, persoalan sehari-hari, sehingga kita betul-betul tertanam kebencian terhadap mereka dan tidak ada sedikitpun terbersit  adanya kecenderungan kepada mereka, rasa suka kepada mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup celah itu dengan melarang kita tasyabbuh dengan mereka. Karena kalau kita tasyabbuh dengan mereka dalam perkara dunia saja seperti mengikuti model pakaian mereka, dan seterusnya, maka akan ada perasaan sama antara kita dengan mereka, serupa dengan mereka. Sementara seseorang kalau memiliki kesamaan dengan yang lainnya ada kecenderungan dia senang dan cenderung cocok, dan ini dikhawatirkan nanti terjadi tasyabbuh yang dianggap sebagai perkara biasa saja (meniru pakaian misalnya), akan melahirkan tasyabbuh dalam perkara yang zhahir.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Dikhawatirkan mereka akan mewariskan tasyabbuh dalam batin, kita meniru mereka berarti ada kecenderungan kita senang dan menyukai mereka sehingga terus menerus syaithan akan menyeret ke sana sampai dalam aqidah mereka. Jadi jangan sampai terpedaya dengan hal seperti ini.”
(Asy Syarhul Mumti’  3/316-317 & 52)

Ditranskrip dari Dars Fiqh “Asy Syarhul Mumti’” di Ma’had Minhajus sunnah Muntilan. Oleh Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Sarbini hafizhahullah.

Diberdayakan oleh Blogger.