Fadhilah & Bentuk Pengamalannya (Berdasarkan Sunnah)
Tidak
diragukan bahwa Dzikrullaah merupakan salah satu ibadah yang agung.
Dengan Dzikrullaah, seorang hamba mendekatkan diri kepada Rabb-nya,
mengisi waktunya dan memanfaatkan nafas-nafasnya.
FADHILAH MAJELIS DZIKIR
Demikian
juga majelis dzikir, merupakan majelis yang sangat mulia di sisi Allah
Ta’ala dan memiliki berbagai keutamaan yang agung. Diantaranya:
Pertama: Majelis dzikir adalah taman surga di dunia ini. Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
”Jika
kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para
sahabat bertanya, “Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,
“Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” [Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2562]
Kedua:
Majelis dzikir merupakan majelis malaikat. Juga menjadi penyebab
turunnya ketenangan dan rahmat Allah. Allah membanggakannya kepada
malaikat. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
لَا
يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ
الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ
السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Tidaklah
sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah ‘Azaa wa Jalla, kecuali
para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka,
ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di
hadapan (para malaikat) yang ada di sisiNya. [HR Muslim, no. 2700]
BENTUK-BENTUK MAJELIS DZIKIR
Perlu
dicatat bahwa fadhilah majelis dzikir sebagaimana tersebut di atas,
hanya bisa diraih jika diamalkan dengan cara yang dituntunkan oleh Nabi r
dan para Sahabat.
Dari hadits-hadits yang menyebutkan tentang majelis dzikir, dapat kita ketahui bentuk-bentuk majelis dzikir sebagai berikut:
(1) BERKUMPUL BERDZIKIR
Bentuk
majelis dzikir yang pertama adalah; duduk bersama-sama, kemudian
masing-masing berdzikir dengan pelan. Lafaz dzikir yang dibaca adalah
Tahmid (ucapan Alhamdulillaah), Takbir (Allaahuakbar), Tashbih
(Subhaanallaah), Tahlil (Laa ilaaha illallaah), dan istigfar
(Astagfirullaah).
Bentuk dzikir ini ditunjukkan oleh hadits-hadits ini: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
”Sesungguhnya Allah Ta'ala memiliki malaikat-malaikat yang berkelana di
jalan-jalan mencari orang-orang yang berdzikir. Jika mereka telah
mendapatkan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, mereka duduk
bersama dengan orang-orang yang berdzikir. Mereka saling mengajak:
‘Kemarilah kepada hajat kamu’. Maka para malaikat mengelilingi
orang-orang yang berdzikir dengan sayap mereka sehingga langit dunia.
Kemudian Allah Azza wa Jalla bertanya kepada mereka (sedangkan Dia lebih
mengetahui daripada mereka), ’Apa yang diucapkan oleh hamba-hambaKu?’
Para malaikat menjawab,’Mereka mensucikanMu (mengucapkan tasbih:
Subhanallah), mereka membesarkanMu (mengucapkan takbir: Allah Akbar),
mereka memujiMu (mengucapkan Alhamdulillah), mereka mengagungkanMu’.
Allah bertanya, ’Apakah mereka melihatKu?’ Mereka menjawab,’Tidak, demi
Alah, mereka tidak melihatMu’. Allah berkata, ’Bagaimana seandainya
mereka melihatKu?’ Mereka menjawab, ’Seandainya mereka melihatMu,
tentulah ibadah mereka menjadi lebih kuat kepadaMu, lebih mengagungkan
kepadaMu, lebih mensucikan kepadaMu’.....” [Muslim, no. 2689]
Dalam hadits lain disebutkan: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
pernah keluar menemui satu halaqah dari para sahabat beliau. Kemudian
beliau bertanya, ’Apa yang menyebabkan engkau duduk?’.” Mereka menjawab,
“Kami duduk berdzikir kepada Allah.” Beliau bertanya lagi, “Demi,
Allah. Tidak ada yang menyebabkan engkau duduk, kecuali hanya itu?”
Mereka menjawab, “Demi, Allah. Tidak ada yang menyebabkan kami duduk,
kecuali hanya itu?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya, aku tidaklah meminta
engkau bersumpah karena sangkaan (bohong, Pent) kepadamu. Akan tetapi
Jibril telah mendatangiku, lalu memberitahukanku, bahwa Allah Ta'ala
membanggakanmu kepada para malaikat.” [HR Muslim, no. 2701].
Dari pertanyaan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
kepada para sahabat, mengisyaratkan bahwa dzikir yang mereka lakukan
adalah dengan cara pelan. Karena jika keras, tentulah tidak perlu
ditanya. Bahkan tentu diingkari, sebagaimana hadits di bawah ini.
Abu Musa Al-Asy’ari berkata: Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
menuju Khaibar, orang-orang menaiki lembah, lalu mereka meninggikan
suara mereka dengan takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illa
Allah. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Pelanlah! Kasihanilah diri kalian! Sesungguhnya engkau tidaklah menyeru
kepada (Tuhan) yang tuli dan yang tidak ada. Sesungguhnya, engkau
menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersamamu
(dengan ilmuNya, pendengaran-Nya, penglihatanNya, dan pengawasanNya,
Pent.).....” [HR Bukhari, no. 4205; Muslim, no. 2704].
Dan dzikir secara pelan merupakan adab yang Allah perintahkan. Dia berfirman:
Artinya:
“Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di
waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai.” [Al A’raf:205].
(2) TADARUS AL-QUR-AAN
Bentuk
bajelis dzikir yang kedua adalah; duduk bersama-sama untuk membaca dan
mempelajari Al Qur-aan. Yaitu dengan cara salah seorang membaca dan yang
lainnya mendengarkan. Hal ini ditunjukkan oleh dalil-dalil berikut.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
لَا
يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ
الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ
السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Tidaklah
sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, kecuali
malaikat mengelilingi mereka, rahmat meliputi mereka, ketenangan turun
kepada mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para
malaikat) di hadapanNya. [HR Muslim, no. 2700].
Dalam
hadits ini disebutkan keutamaan “sekelompok orang yang berdzikir kepada
Allah”. Dalam hadits lain lebih dijelaskan bentuk dzikir yang mereka
lakukan:
وَمَا
اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ
اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ
السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ
وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
bersabda, “Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah
di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling
belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat
meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut
mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no.
2699].
Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata:
Nabi bersabda kepadaku, “Bacakanlah (Al Qur’an) kepadaku.” Aku menjawab,
”Apakah aku akan bacakan kepada Anda, sedangkan Al Qur-aan diturunkan
kepada Anda” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku suka mendengarkannya
dari selainku..” Maka aku membacakan kepada beliau surat An Nisa’,
sehingga aku sampai pada (ayat ke-41), Beliau lantas bersabda,
“Berhentilah,” ternyata kedua mata Beliau meneteskan air mata. [HR
Bukhari, no. 4582; Muslim, no. 800 dan lain-lain].
Syaikh
Dr. Muhammad Musa Nashr menjelaskan tata cara tadarus yang sesuai
sunnah, “Berkumpul untuk membaca Al Qur-aan yang sesuai dengan Sunnah
Nabi dan perbuatan Salafush Shalih, yaitu satu orang membaca dan
orang-orang selainnya mendengarkan. Barangsiapa mendapatkan keraguan
pada makna ayat, (maka hendaklah) dia meminta qari’ (orang yang
membacakan) untuk berhenti, dan orang yang ahli berbicara tentang tafsir
menjelaskannya, sehingga tafsir ayat itu menjadi jelas dan terang bagi
orang-orang yang hadirin … Kemudian qari’ mulai membaca lagi. [Kitab Al
Bahts Wal Istiqra’ Fi Bida’il Qurra’, hlm. 50-51].
(3) MENGKAJI ILMU
Bentuk majelis dzikir yang ketiga adalah Majelis ilmu, dan inilah Majelis dzikir yang paling afdhol.
‘Atha rahimahullah
berkata, “Majelis-Majelis dzikir adalah Majelis-Majelis halal dan
haram; bagaimana seseorang membeli, menjual, berpuasa, shalat,
bershadaqah, menikah, bercerai, dan berhaji.” [Al 'Ilmu Fadhkuhu Wa
Syarafuhu, hlm. 132]
Dalam kitab Riyadhush
Shalihin, Imam An Nawawi membuat satu bab (no. 247) dengan judul:
“Keutamaan Halaqah-halaqah Dzikir dan Anjuran Menetapinya, dan Larangan
Meninggalkannya Dengan Tanpa Udzur (alasan)”. Beliau menyebutkan empat
hadits. Salah satu hadits berisi tentang majelis ilmu. Ini menunjukkan,
bila Imam Nawawi rahimahullah mengisyaratkan, bahwa majelis ilmu termasuk majelis dzikir. Wallahu a’lam.
Hadits yang kami maksudkan ialah: Dari Abu Waqid Al Laitsi, bahwa ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sedang duduk di dalam masjid, dan orang-orang bersama Beliau; tiba-tiba datanglah tiga orang. Dua orang mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, yang satu pergi. Kedua orang tadi berhenti di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Yang satu melihat celah pada halaqah (lingkaran orang-orang yang
duduk), lalu dia duduk padanya. Adapun yang lain, dia duduk di belakang
mereka. Adapun yang ketiga, maka dia berpaling pergi. Setelah Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam selesai, Beliau bersabda,”Maukah
aku beritahukan kepada kamu tentang tiga orang tadi? Adapun salah satu
dari mereka, dia mendekat kepada Allah, maka Allah-pun mendekatkannya.
Adapun yang lain, dia malu, maka Allah-pun malu kepadanya. Dan Adapun
yang lain, dia berpaling, maka Allah-pun berpaling darinya.” [HR
Bukhari; Muslim, no. 2176.]
Di antara
perkataan Imam Nawawi rahimahullah tentang hadits ini, beliau
menyatakan: “Di dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya halaqah-halaqah
ilmu dan dzikir di dalam masjid”. [Shahih Muslim Syarh An Nawawi,
7/413, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Cet. 4, Th 1422 H/2001 M.]
Ketika
menyebutkan fiqih hadits ini, Syaikh Salim Al Hilali berkata, “Majelis
dzikir-Majelis dzikir adalah halaqah-halaqah ilmu yang diadakan di
rumah-rumah Allah untuk belajar, mengajar dan mencari pemahaman terhadap
agama.” [Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin, 2/521, Cet. 1,
Th. 1415 H/ 1994 M.]
Bahkan sebagian ulama
menjelaskan, majelis ilmu lebih baik daripada majelis dzikir. Syaikh
Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr, berkata, “Tidak ada keraguan,
bahwa menyibukan dengan menuntut ilmu dan menghasilkannya, mengetahui
halal dan haram, mempelajari Al Qur’anul Karim dan merenungkannya,
mengetahui Sunnah Rasulullah r dan sirah (riwayat hidup) Beliau serta
berita-berita Beliau, adalah sebaik-baik dzikir dan paling utama.
Majelis-Majelisnya adalah Majelis-Majelis paling baik. Majelis-Majelis
itu lebih baik daripada Majelis-Majelis dzikrullah dengan tasbih, tahmid
dan takbir. Karena Majelis-Majelis ilmu berkisar antara fardhu ‘ain
atau fardhu kifayah. Sedangkan dzikir semata-mata (hukumnya) adalah
tathawwu’ murni (sunnah, tidak wajib).” [Fiqhul Ad’iyah Wal Adzkar,
1/104].
***
Diringkas
dari artikel karya Ust. Abu Isma’il Muslim al-Atsari, dimuat di majalah
As-Sunnah Edisi 01/Tahun VIII/1425H/2004 dan www.almanhaj.or.id
Murojaah: Ust. Mizan Qudisah, Lc.