Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya
: Seseorang mengambil upah untuk haji (3000 riyal tanpa dam), dan dia
melaksanakan haji dengan sempurna. Apakah dia mendapatkan pahala haji ?
Ataukah pahala haji seperti itu hanya untuk orang yang meninggal yang
digantikan dan orang yang membayar ongkos haji tersebut, sedangkan orang
yang menggantikan haji dengan upah tidak mendapatkan pahala ?
Sebab
ada sebagian orang yang memfatwakan bahwa orang yang haji dengan upah
tidak mendapatkan pahala, tapi hanya mendapatkan upah haji yang telah
diambilnya. Kami ingin mengetahui yang benar dalam ketidak jelasan ini.
Mohon penjelasan.
Jawaban
Jika
seseorang mengambil upah untuk menggantikan orang lain karena ingin
mendapatkan dunia, maka dia dalam keadaan bahaya besar dan dikhawatirkan
tidak diterima hajinya. Sebab dengan itu berarti dia lebih mengutamakan
dunia atas akhirat. Tapi jika seseorang mengambil upah badal haji
karena ingin mendapatkan apa yang di sisi Allah, memberikan kemanfaatan
kepada suadaranya yang muslim dengan menggantikan hajinya, untuk
bersama-sama kaum muslimin dalam mensyi’arkan haji, ingin mendapatkan
pahala thawaf dan shalat di Masjidil haram, serta menghadiri
majelis-majelis ilmu di tanah suci, maka dia mendapatkan keuntungan
besar dan diharapakan dia mendapatkan pahala haji seperti pahala orang
yang digantikannya.
MENGGANTIKAN HAJI ORANG YANG MAMPU MELAKSANAKAN SENDIRI
Pertanyaan
AL-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seseorang sehat badannya, tapi dia menyuruh orang lain untuk menggantikan hajinya. Apakah haji tersebut sah .?
Jawab
Ulama telah sepakat (ijma’) tentang tidak bolehnya menggantikan haji orang yang mampu melaksanakan sendiri dalam haji wajib.Ibnu
Qudamah Rahimahullah dalam kitabnya Al-Mughni berkata : "Tidak boleh
menggantian haji orang yang mampu melaksanakan sendiri dengan ijma
ulama". Bahkan menurut pendapat yang shahih, tidak boleh menggantikan
haji orang yang mampu mengerjakan sendiri meskipun dalam haji sunnah.
Sebab haji adalah ibadah, sedangkan pedoman dasar semua ibadah adalah
dalil syar’i. Dan sepengetahuan kami tidak terdapat dalil syar’i yang
menunjukkan bolehnya menggantikan haji bagi orang yang mampu
melaksanakan sendiri. Bahkan terdapat hadits dari Nabi Shallallahu
’alaihi wa sallam yang menegaskan :
"Artinya : Barangsiapa yang mengadakan dalam urusan (agama) kami ini apa yang tidak kami perintahkan, maka amal itu ditolak" [Hadits Riwayat Bukhari Muslim]
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
"Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak sesuai perintah kami, maka amal itu di tolak" [ Hadits Riwayat Muslim]
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah juga mendapat pertanyaan senada.
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah diperbolehkan orang yang mampu melaksanakan haji sendiri dan menggantikannya kepada orang lain ?
Jawaban
Orang
yang mampu melakukan haji sendiri tidak boleh digantikan kepada orang
lain. Sesungguhnya diperbolehkannya menggantikan haji orang lain hanya
terhadap haji orang yang meninggal, orang tua yang lemah fhisiknya, dan
orang sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya. Dan hukum asal
dalam semua ibadah adalah tidak boleh digantikan, maka wajib menetapkan
hukum padanya.
Dan Tentang Hal Yang Sama, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga ditanya sebagai berikut.
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya
: Seorang wanita ingin mewakilkan seseorang yang dipercayai
kredibilatas dan keilmuan untuk menggantikan hajinya. Demikian itu
karena sedikitnya pengetahuan wanita tersebut tentang manasik haji,
takut atas dirinya dari kondisi adat masyarakat dan yang lainnya, juga
agar dia dapat mendidik dan merawat anak-anaknya di rumah dengan baik.
Apakah demikian itu diperbolehkan dalam tinjauan syar’i ?
Jawaban
Seseorang yang mewakilkan orang lain untuk melaksanakan hajinya itu tidak terlepas dari dua hal.
Pertama, dalam
haji wajib. Jika dalam haji wajib, maka seseorang tidak boleh
mewakilkan kepada orang lain kecuali jika dalam kondisi yang tidak
memungkinkan dirinya dapat sampai ke Masjidil Haram , karena
sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya, usia tua, dan
lain-lain. Tapi jika seseorang sakit tapi dapat diharapkan kesembuhannya
, maka dia menunggu hingga Allah memberikan kesehatan kepadanya, dan
mampu melaksanakan haji sendiri.
Namun
jika seseorang yang tidak ada hambatan apapun untuk haji sendiri, maka
dia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk menggantikan hajinya. Sebab
dialah yang secara pribadi diperintahkan Allah untuk haji. Firman-Nya.
"Artinya
: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah" [Ali-Imran : 97]
Sebab
maksud ibadah adalah untuk dilakukan sendiri, agar seseorang dapat
sepenuhnya dalam mengabdi dan merendahkan diri kepada Allah. Padahal
telah maklum bahwa orang yang mewakilkan kepada orang lain, maka dia
tidak akan mendapatkan makna besar yang menjadi tujuan ibadah tersebut.
Kedua, menggantikan
haji sunnah. Artinya jika seseorang telah melaksanakan haji dan ingin
haji lagi dengan mewakilkan kepada orang lain untuk haji dan umrah atas
namanya. Maka demikian itu terdapat perselisihan pendapat di antara
ulama. Di antara mereka ada yang melarangnya. Dan pendapat yang
mendekati kebenaran menurut saya adalah pendapat yang mengatakan bahwa
seseorang tidak boleh mewakilkan haji atau umrah sunnah kepada orang
lain jika dia masih mampu melakukannya sendiri. Sebab hukum asal dalam
semua ibadah adalah untuk dilakukan sendiri. Dan sebagaimana seseorang
tidak dapat mewakilkan puasa kepada orang lain, padahal jika seseorang
meninggal dan mempunyai tanggungan puasa wajib maka puasanya dapat
dilakukan oleh walinya, demikian pula haji, maka sesungguhnya haji
adalah ibadah badaniah (fisik) dan bukan ibadah maliah
(harta) yang dimaksudkan untuk dapat digantikan kepada orang lain. Dan
karena haji sebagai ibadah badaniah yang harus langsung dilakukan
seseorang maka haji tidak boleh digantikan kepada orang lain kecuali
jika terdapat keterangan dari Sunnah Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam,
sedangkan menggantikan haji sunnah kepada orang lain tidak terdapat
dalil dari Sunnah. Bahkan Imam Ahmad dalam satu dari dua riwayat darinya
mengatakan : "Bahwa manusia tidak mewakilkan kepada orang lain dalam
haji sunnah atau umrah, baik dia mampu ataupun tidak mampu melakukannya
sendiri".
Sebab
jika kita mengatakan bolehnya mewakilkan haji sunnah dan umrah kepada
orang lain maka yang demikan itu akan menjadi alasan bagi orang-orang
kaya untuk tidak haji atau umrah sendiri dan akan mewakilkan kepada
orang lain. Karena ada sebagian manusia dalam beberapa tahun tidak
pernah haji karena menganggap dia telah mewakilkan orang lain untuk haji
atas namanya dalam setiap tahun. Wallahu a’lam
HAJI UNTUK KEDUA ORANG TUA
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya
: Kedua orang tua kami telah meninggal dan keduanya belum haji, namun
keduanya tidak mewasiatkannya kepada kami. Apkah kami boleh menghajikan
untuk keduanya. Dan bagaimana hukumnya demikian itu ?
Jawaban
Jika
keduanya orang yang kaya dalam hidupnya dan mampu haji dari harta
mereka sendiri, maka kalian wajib haji untuk keduanya dari harta mereka.
Dan jika kalian haji untuk keduanya dengan dana selain dari harta
mereka berdua karena keikhlasan kalian, maka kalian mendapatkan pahala
dalam hal itu. Tapi jika keduanya tidak kaya dan tidak mampu haji pada
masa hidup mereka berdua maka kalian tidak wajib haji untuk keduanya.
Atau jika salah satunya tidak kaya dan tidak mampu haji maka kalian
tidak wajib haji untuk dia. Tapi jika kalian ikhlas mengeluarkan dana
sendiri untuk haji kedua orang tua maka kalian mendapatkan pahala besar
sebagai bentuk berbakti kepada kedua orang tua.
HAJI UNTUK IBUNYA NAMUN LUPA NIAT KETIKA IHRAM
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bagaimana hukum orang yang haji untuk ibunya dan ketika di miqat tidak talbiyah untuk ibunya ?
Jawaban
Selama
niat dan tujuan haji seseorang untuk ibunya maka haji itu untuk ibunya,
meskipun dia lupa talbiyah haji untuk ibunya ketika miqat. Sebab niat
kedatangannya untuk haji adalah yang lebih kuat dalam hal ini. Nabi
Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Sesunguhnya amal itu tergantung pada niatnya" [Mutaafaqun ’Alaih]
Maka
jika tujuan kedatangan seseorang untuk menghajikan ibunya atau ayahnya
kemudian dia lupa ketika talbiyah dalam ihramnya maka hajinya itu untuk
orang yang dia niatkan dan dia maksudkan, apakah itu untuk ibunya,
bapaknya atau yang lain.
MENGANTIKAN HAJI KEDUA ORANG TUA DENGAN MEWAKILKAN KEPADA ORANG LAIN
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya
: Saya bersedekah untuk menghajikan bapak dan haji ibu saya. Dan saya
memberikan dan haji untuk bapak kepada seorang wanita agar diberikan
kepada suaminya, sedang dana haji untuk ibu saya berikan kepada wanita
tersebut. Bagaimana hukum demikian itu ?
Jawaban
Sedakah
anda untuk menghajikan bapak dan ibunya merupakan bentuk berbakti dan
perbuatan baik anda kepada kedua orang tua, dan Allah akan memberikan
pahala kepada anda atas kebaikan tersebut.
Adapun
penyerahan uang yang anda niatkan untuk menghajikan bapak anda kepada
seorang wanita agar diserahkan kepada suaminya untuk dana haji, maka
demikian itu merupakan bentuk perwakilan dari anda kepada wanita
tersebut sesuai yang anda jelaskan, dan perwakilan dalam hal ini
diperbolehkan. Sedangkan menggantikan haji juga diperbolehkan jika orang
yang menggantikan telah haji sendiri. Demikian pula dana yang
diserahkan kepada seorang wanita untuk menggantikan haji ibu. Maka
penggantian haji seorang wanita dari seorang wanita dan lelaki untuk
lelaki, maka demikian itu diperbolehkan. terdapat dalil shahih dari
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam tentang demikian itu. Tapi bagi
orang yang ingin menggantikan haji kepada orang lain seyogianya
mencermati orang yang akan menggantikannya, yaitu kepada orang yang kuat
agamanya dan amanat, sehingga dia tenang dalam melaksanakan kewajiban.
Dan kepada Allah kita memohon pertolongan. Dan shalawat serta salam
kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
MENINGGAL BELUM HAJI DAN TIDAK MEWASIATKAN
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya
: Jika seorang meninggal dan tidak mewasiatkan kepada seseorangpun
untuk menggantikan hajinya, apakah kewajiban haji dapat gugur darinya
jika anaknya haji untuknya .?
Jawaban
Jika
anaknya yang Muslim menggantikan haji bapaknya dan ia sendiri telah
haji maka kewajiban haji orang tuanya telah gugur darinya. Demikian pula
jika yang menggantikan haji selain anaknya dan dia juga telah haji
untuk dirinya sendiri. Sebab terdapat hadits dalam shahihain dari Ibnu
Abbas : "Bahwa seorang wanita berkata kepada Nabi Shallallahu ’alaihi wa
sallam : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah kepada
hamba-hamba-Nya telah berlaku kepada ayahku yang sudah tua yang tidak
mampu mengerjakan haji. Apakah aku dapat haji menggantikan dia ?". Nabi
Shallallahu ’Alaihi wa sallam berkata :
"Artinya : Ya. Hajilah kamu untuk menggantikan dia". [Muttafaqun ’alaihi]
Dalam hal ini terdapat beberapa hadits lain yang menunjukkan apa yang telah kami sebutkan.
Bersambung ke bagian ke 2..
Disalin
dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi
Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka
Imam Asy-Sfai’i hal. 61 – 67, Penerjemah H.ASmuni Solihan Zamakhsyari,
Lc