-->

09 Agustus 2012

Haji Menggantikan orang lain (Badal) Bag. 1



HAJI KARENA MENGGANTIKAN ORANG LAIN DENGAN UPAH
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seseorang mengambil upah untuk haji (3000 riyal tanpa dam), dan dia melaksanakan haji dengan sempurna. Apakah dia mendapatkan pahala haji ? Ataukah pahala haji seperti itu hanya untuk orang yang meninggal yang digantikan dan orang yang membayar ongkos haji tersebut, sedangkan orang yang menggantikan haji dengan upah tidak mendapatkan pahala ?
Sebab ada sebagian orang yang memfatwakan bahwa orang yang haji dengan upah tidak mendapatkan pahala, tapi hanya mendapatkan upah haji yang telah diambilnya. Kami ingin mengetahui yang benar dalam ketidak jelasan ini. Mohon penjelasan.
Jawaban
Jika seseorang mengambil upah untuk menggantikan orang lain karena ingin mendapatkan dunia, maka dia dalam keadaan bahaya besar dan dikhawatirkan tidak diterima hajinya. Sebab dengan itu berarti dia lebih mengutamakan dunia atas akhirat. Tapi jika seseorang mengambil upah badal haji karena ingin mendapatkan apa yang di sisi Allah, memberikan kemanfaatan kepada suadaranya yang muslim dengan menggantikan hajinya, untuk bersama-sama kaum muslimin dalam mensyi’arkan haji, ingin mendapatkan pahala thawaf dan shalat di Masjidil haram, serta menghadiri majelis-majelis ilmu di tanah suci, maka dia mendapatkan keuntungan besar dan diharapakan dia mendapatkan pahala haji seperti pahala orang yang digantikannya.


MENGGANTIKAN HAJI ORANG YANG MAMPU MELAKSANAKAN SENDIRI
Pertanyaan
AL-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seseorang sehat badannya, tapi dia menyuruh orang lain untuk menggantikan hajinya. Apakah haji tersebut sah .?
Jawab
Ulama telah sepakat (ijma’) tentang tidak bolehnya menggantikan haji orang yang mampu melaksanakan sendiri dalam haji wajib.Ibnu Qudamah Rahimahullah dalam kitabnya Al-Mughni berkata : "Tidak boleh menggantian haji orang yang mampu melaksanakan sendiri dengan ijma ulama". Bahkan menurut pendapat yang shahih, tidak boleh menggantikan haji orang yang mampu mengerjakan sendiri meskipun dalam haji sunnah. Sebab haji adalah ibadah, sedangkan pedoman dasar semua ibadah adalah dalil syar’i. Dan sepengetahuan kami tidak terdapat dalil syar’i yang menunjukkan bolehnya menggantikan haji bagi orang yang mampu melaksanakan sendiri. Bahkan terdapat hadits dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam yang menegaskan :
"Artinya : Barangsiapa yang mengadakan dalam urusan (agama) kami ini apa yang tidak kami perintahkan, maka amal itu ditolak" [Hadits Riwayat Bukhari Muslim]
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
"Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak sesuai perintah kami, maka amal itu di tolak" [ Hadits Riwayat Muslim]
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah juga mendapat pertanyaan senada.
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah diperbolehkan orang yang mampu melaksanakan haji sendiri dan menggantikannya kepada orang lain ?
Jawaban
Orang yang mampu melakukan haji sendiri tidak boleh digantikan kepada orang lain. Sesungguhnya diperbolehkannya menggantikan haji orang lain hanya terhadap haji orang yang meninggal, orang tua yang lemah fhisiknya, dan orang sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya. Dan hukum asal dalam semua ibadah adalah tidak boleh digantikan, maka wajib menetapkan hukum padanya.
Dan Tentang Hal Yang Sama, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga ditanya sebagai berikut.
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita ingin mewakilkan seseorang yang dipercayai kredibilatas dan keilmuan untuk menggantikan hajinya. Demikian itu karena sedikitnya pengetahuan wanita tersebut tentang manasik haji, takut atas dirinya dari kondisi adat masyarakat dan yang lainnya, juga agar dia dapat mendidik dan merawat anak-anaknya di rumah dengan baik. Apakah demikian itu diperbolehkan dalam tinjauan syar’i ?
Jawaban
Seseorang yang mewakilkan orang lain untuk melaksanakan hajinya itu tidak terlepas dari dua hal.
Pertama, dalam haji wajib. Jika dalam haji wajib, maka seseorang tidak boleh mewakilkan kepada orang lain kecuali jika dalam kondisi yang tidak memungkinkan dirinya dapat sampai ke Masjidil Haram , karena sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya, usia tua, dan lain-lain. Tapi jika seseorang sakit tapi dapat diharapkan kesembuhannya , maka dia menunggu hingga Allah memberikan kesehatan kepadanya, dan mampu melaksanakan haji sendiri.
Namun jika seseorang yang tidak ada hambatan apapun untuk haji sendiri, maka dia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk menggantikan hajinya. Sebab dialah yang secara pribadi diperintahkan Allah untuk haji. Firman-Nya.
"Artinya : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah" [Ali-Imran : 97]
Sebab maksud ibadah adalah untuk dilakukan sendiri, agar seseorang dapat sepenuhnya dalam mengabdi dan merendahkan diri kepada Allah. Padahal telah maklum bahwa orang yang mewakilkan kepada orang lain, maka dia tidak akan mendapatkan makna besar yang menjadi tujuan ibadah tersebut.
Kedua, menggantikan haji sunnah. Artinya jika seseorang telah melaksanakan haji dan ingin haji lagi dengan mewakilkan kepada orang lain untuk haji dan umrah atas namanya. Maka demikian itu terdapat perselisihan pendapat di antara ulama. Di antara mereka ada yang melarangnya. Dan pendapat yang mendekati kebenaran menurut saya adalah pendapat yang mengatakan bahwa seseorang tidak boleh mewakilkan haji atau umrah sunnah kepada orang lain jika dia masih mampu melakukannya sendiri. Sebab hukum asal dalam semua ibadah adalah untuk dilakukan sendiri. Dan sebagaimana seseorang tidak dapat mewakilkan puasa kepada orang lain, padahal jika seseorang meninggal dan mempunyai tanggungan puasa wajib maka puasanya dapat dilakukan oleh walinya, demikian pula haji, maka sesungguhnya haji adalah ibadah badaniah (fisik) dan bukan ibadah maliah (harta) yang dimaksudkan untuk dapat digantikan kepada orang lain. Dan karena haji sebagai ibadah badaniah yang harus langsung dilakukan seseorang maka haji tidak boleh digantikan kepada orang lain kecuali jika terdapat keterangan dari Sunnah Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam, sedangkan menggantikan haji sunnah kepada orang lain tidak terdapat dalil dari Sunnah. Bahkan Imam Ahmad dalam satu dari dua riwayat darinya mengatakan : "Bahwa manusia tidak mewakilkan kepada orang lain dalam haji sunnah atau umrah, baik dia mampu ataupun tidak mampu melakukannya sendiri".
Sebab jika kita mengatakan bolehnya mewakilkan haji sunnah dan umrah kepada orang lain maka yang demikan itu akan menjadi alasan bagi orang-orang kaya untuk tidak haji atau umrah sendiri dan akan mewakilkan kepada orang lain. Karena ada sebagian manusia dalam beberapa tahun tidak pernah haji karena menganggap dia telah mewakilkan orang lain untuk haji atas namanya dalam setiap tahun. Wallahu a’lam
HAJI UNTUK KEDUA ORANG TUA
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kedua orang tua kami telah meninggal dan keduanya belum haji, namun keduanya tidak mewasiatkannya kepada kami. Apkah kami boleh menghajikan untuk keduanya. Dan bagaimana hukumnya demikian itu ?
Jawaban
Jika keduanya orang yang kaya dalam hidupnya dan mampu haji dari harta mereka sendiri, maka kalian wajib haji untuk keduanya dari harta mereka. Dan jika kalian haji untuk keduanya dengan dana selain dari harta mereka berdua karena keikhlasan kalian, maka kalian mendapatkan pahala dalam hal itu. Tapi jika keduanya tidak kaya dan tidak mampu haji pada masa hidup mereka berdua maka kalian tidak wajib haji untuk keduanya. Atau jika salah satunya tidak kaya dan tidak mampu haji maka kalian tidak wajib haji untuk dia. Tapi jika kalian ikhlas mengeluarkan dana sendiri untuk haji kedua orang tua maka kalian mendapatkan pahala besar sebagai bentuk berbakti kepada kedua orang tua.
HAJI UNTUK IBUNYA NAMUN LUPA NIAT KETIKA IHRAM
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bagaimana hukum orang yang haji untuk ibunya dan ketika di miqat tidak talbiyah untuk ibunya ?
Jawaban
Selama niat dan tujuan haji seseorang untuk ibunya maka haji itu untuk ibunya, meskipun dia lupa talbiyah haji untuk ibunya ketika miqat. Sebab niat kedatangannya untuk haji adalah yang lebih kuat dalam hal ini. Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Sesunguhnya amal itu tergantung pada niatnya" [Mutaafaqun ’Alaih]
Maka jika tujuan kedatangan seseorang untuk menghajikan ibunya atau ayahnya kemudian dia lupa ketika talbiyah dalam ihramnya maka hajinya itu untuk orang yang dia niatkan dan dia maksudkan, apakah itu untuk ibunya, bapaknya atau yang lain.
MENGANTIKAN HAJI KEDUA ORANG TUA DENGAN MEWAKILKAN KEPADA ORANG LAIN
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Saya bersedekah untuk menghajikan bapak dan haji ibu saya. Dan saya memberikan dan haji untuk bapak kepada seorang wanita agar diberikan kepada suaminya, sedang dana haji untuk ibu saya berikan kepada wanita tersebut. Bagaimana hukum demikian itu ?
Jawaban
Sedakah anda untuk menghajikan bapak dan ibunya merupakan bentuk berbakti dan perbuatan baik anda kepada kedua orang tua, dan Allah akan memberikan pahala kepada anda atas kebaikan tersebut.
Adapun penyerahan uang yang anda niatkan untuk menghajikan bapak anda kepada seorang wanita agar diserahkan kepada suaminya untuk dana haji, maka demikian itu merupakan bentuk perwakilan dari anda kepada wanita tersebut sesuai yang anda jelaskan, dan perwakilan dalam hal ini diperbolehkan. Sedangkan menggantikan haji juga diperbolehkan jika orang yang menggantikan telah haji sendiri. Demikian pula dana yang diserahkan kepada seorang wanita untuk menggantikan haji ibu. Maka penggantian haji seorang wanita dari seorang wanita dan lelaki untuk lelaki, maka demikian itu diperbolehkan. terdapat dalil shahih dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam tentang demikian itu. Tapi bagi orang yang ingin menggantikan haji kepada orang lain seyogianya mencermati orang yang akan menggantikannya, yaitu kepada orang yang kuat agamanya dan amanat, sehingga dia tenang dalam melaksanakan kewajiban. Dan kepada Allah kita memohon pertolongan. Dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
MENINGGAL BELUM HAJI DAN TIDAK MEWASIATKAN
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika seorang meninggal dan tidak mewasiatkan kepada seseorangpun untuk menggantikan hajinya, apakah kewajiban haji dapat gugur darinya jika anaknya haji untuknya .?
Jawaban
Jika anaknya yang Muslim menggantikan haji bapaknya dan ia sendiri telah haji maka kewajiban haji orang tuanya telah gugur darinya. Demikian pula jika yang menggantikan haji selain anaknya dan dia juga telah haji untuk dirinya sendiri. Sebab terdapat hadits dalam shahihain dari Ibnu Abbas : "Bahwa seorang wanita berkata kepada Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah kepada hamba-hamba-Nya telah berlaku kepada ayahku yang sudah tua yang tidak mampu mengerjakan haji. Apakah aku dapat haji menggantikan dia ?". Nabi Shallallahu ’Alaihi wa sallam berkata :
"Artinya : Ya. Hajilah kamu untuk menggantikan dia". [Muttafaqun ’alaihi]
Dalam hal ini terdapat beberapa hadits lain yang menunjukkan apa yang telah kami sebutkan.
Bersambung ke bagian ke 2..

Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Sfai’i hal. 61 – 67, Penerjemah H.ASmuni Solihan Zamakhsyari, Lc


Diberdayakan oleh Blogger.