ORANG KAYA MENINGGAL DAN BELUM HAJI LALU DIHAJIKAN DARI HARTANYA
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta ditanya
: Seseorang meninggal dan belum haji tapi mewasiatkan untuk di badal
hajikan dari hartanya. Apakah haji orang lain seperti hajinya sendiri.?
Jawaban
Jika
seorang Muslim meninggal dan belum haji sedangkan dia memenuhi syarat
kewajiban haji maka hajinya wajib digantikan dari harta yang
ditinggalkan, baik dia mewasiatkan untuk dihajikan maupun tidak. Dan
jika orang yang menggantikan hajinya bukan anaknya sendiri namun dia
anak yang sah melakukan haji dan juga telah haji maka hajinya sah untuk
menggantikan orang lain dan telah mencukupi dari gugurnya kewajiban.
Adapun
penilaian haji seseorang yang menggantikan orang lain, apakah pahala
hajinya seperti jika dilakukan sendiri, lebih sedikit, atau lebih
banyak, maka demikian itu kembali kepada Allah. Dan tidak syak bahwa
yang wajib bagi seseorang adalah segera haji jika telah mampu sebelum
dia meninggal berdasarkan beberapa dalil yang menunjukkan hal tersebut
dan dikhawatirkan dosa karena menunda-nunda.
MENINGGAL KETIKA DEWASA DAN BELUM HAJI
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Anak saya meninggal ketika usia 16 tahun dan dia belum haji. Apakah saya wajib menggantikan haji untuknya ?
Jawaban
Jika
seseorang telah baligh atau genap usia 15 tahun maka dia wajib haji
jika telah mampu dan tidak cukup baginya haji yang telah dilakukan
sebelum dia baligh. Maka jika dia meninggal setelah baligh dan mempunyai
kemampuan untuk haji, dia dihajikan dari hartanya, atau walinya
menghajikan untuknya.
MENGGANTIKAN HAJI IBUNYA ATAS DANA SENDIRI
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta ditanya
: Saya mempunyai ibu belum haji dan beliau telah lanjut usianya kurang
lebih 50 tahun. Tapi beliau tidak kuat bepergian dengan kendaraan
meskipun jarak dekat dimana dia pingsan jika naik kendaraan. Apakah saya
boleh haji untuk ibu saya dengan biaya saya sendiri karena saya anak
satu-satunya ?
Jawaban
Jika
permasalahannya seperti yang kamu sebutkan maka kamu boleh menggantikan
haji ibumu walaupun biayanya dari dirimu sendiri. Bahkan demikian itu
sebagai bentuk berbakti dan berlaku baik kepadanya.
MENGGANTIKAN HAJI IBU ATAUKAH MEMBAYAR ORANG LAIN ?
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya
: Ibu saya meninggal ketika saya masih kecil dan beliau telah membayar
seseorang yang dipercaya untuk menggantikan hajinya. Dan bapak saya juga
telah meninggal ketika masih kecil. Saya tidak mengetahui keduanya.
Tapi saya mendengar dari sebagian kerabat bahwa bapak saya telah haji.
Apakah saya boleh membayar seseorang untuk haji atas nama ibu saya,
ataukah saya haji sendiri untuknya ? Dan untuk bapak saya, apakah saya
boleh haji untuknya sedangkan saya pernah mendengar bahwa beliau telah
haji ? Mohon penjelasan dan terima kasih
Jawaban
Jika
anda haji sendiri untuk kedua orang tua dan telah menyempurnakan haji
sesuai syari’ah, maka demikian itu lebih utama. Tetapi jika anda
membayar orang lain yang pandai agama dan amanat untuk menggantikan haji
kedua orang tua anda, maka tidak apa-apa. Adapun yang utama adalah bila
anda haji dan umrah untuk kedua orang tua. Demikian juga jika
mengamanatkan orang lain untuk melakukan hal tersebut, maka hendaknya
memerintahkan dia agar berhaji dan umrah untuk kedua orang tua anda. Dan
demikian itu adalah sebagai bentuk bakti dan kebaikan kepada kedua
orang tua. Semoga Allalh menerima amal anda dan amal kita semua
HAJI UNTUK KEDUA ORANG TUA YANG MENINGGAL
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya
: Apakah hukumnya jika saya haji untuk kedua orang tua saya yang telah
meninggal dan keduanya belum haji karena keduanya miskin ?
Jawaban
Jika
anda telah haji, maka boleh haji untuk kedua orang tua, baik dilakukan
sendiri atau dengan menggantikan kepada orang lain yang telah haji.
Sebab Abu Dawud dalam Sunnannya menyebutkan riwayat dari Abdullah bin
Abbas Radhiallahu ’anhu, ia berkata : "Bahwa Nabi Shallalalhu a’laihi wa
sallam mendengar seseorang berkata, "Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu
atas nama Syubrumah", Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam berkata
:"Siapakah Syubrumah ?" Ia menjawab : "Saudaraku atau kerabatku," Nabi
Shallallahu ’alaihi wa sallam berkata : "Kamu sudah haji untuk dirimu
sendiri ?" Ia menjawab : "Belum". Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam
berkata : "Hajilah kamu unuk dirimu sendiri (dulu), kemudian kami haji
atas nama Syubrumah".
Hadits
tersebut juga ditakhrijkan Ibnu Majah, dan Al-Baihaqi berkata :
"Sanadnya shahih, dan dalam bab ini tidak terdapat hadits yang lebih
shahih dari pada hadits tersebut".
HAJI UNTUK ORANG YANG TIDAK DIKETAHUI NAMANYA
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya
: Empat orang laki-laki dan perempuan dari keluarga saya meninggal dan
saya ingin membiayai empat orang untuk menggantikan haji mereka, tapi
saya tidak mengetahui sebagian nama keluarga saya tersebut. Mohon fatwa
dan penjelasan.
Jawaban
Jika
permasalahannya seperti yang kamu sebutkan, maka orang yang kamu
ketahui namanya dari laki-laki dan perempuan maka tidak ada masalah
didalamnya. Sedang untuk orang yang tidak kamu kenali namanya maka
sesungguhnya niat kamu sudah cukup untuk itu.
MERUBAH NIAT DALAM HAJI DARI UNTUK DIRINYA SENDIRI KEPADA ORANG LAIN
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya
: Seseorang niat haji untuk dirinya sendiri dan sebelum itu dia telah
haji. Kemudian dia ingin merubah niat hajinya yang kedua itu untuk
kerabatnya dan dia sudah di ’Arafah. Bagaimana hukum yang demikian itu ?
Apakah demikian itu boleh ataukah tidak boleh ?
Jawaban
JIka
seseoran telah ihram dengan niat haji untuk dirinya sendiri maka
setelah itu dia tidak boleh merubah niatnya tersebut, baik ketika di
jalan atau sudah di Arafah. Bahkan dia wajib menyempurnakan hajinya
untuk dirinya sendiri dan tidak boleh merubah niat hajinya untuk
bapaknya, ibunya atau yang lain sebab Allah berfrman.
"Artinya : Dan sempurnakan haji dan umrahmu karena Allah" [Al-Baqarah : 196]
Jika
dia telah niat haji ketika ihram untuk dirinya sendiri maka dia wajib
menyempurnakan haji untuk dirinya sendiri, dan jika dia niat ihram untuk
selain dirinya, maka dia wajib menyempurnakan haji yang dilakukan itu
untuk orang lain yang telah dia niatkan dan tidak boleh merubah niatnya
setelah ihram.
ORANG YANG MEWAKILI ORANG LAIN NAMUN DIA TIDAK MAMPU LALU DIA MEWAKILKAN KEPADA ORANG LAIN LAGI.
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya
: Sebelum empat tahu lalu seseorang menerima amanat sebagai badal haji
dari seseorang namun dia tidak melaksanakan haji untuk orang yang
diwakilkannya tersebut karena dia butuh harta atau karena menganggap
enteng hal tersebut. Lalu sekarang dia ingin melaksanakan haji yang
dalam tanggungannya, tapi dia tidak mampu karena sakit. Lalu dia
membayar orang lain untuk menggantikan agar dia terlepas dari
tanggungannya. Perlu diketahui, bahwa orang pertama yang mewakilkan haji
tidak ada dan tidak diketahui tempatnya. Bagaimanakah tentang
permasalahan tersebut ? Mohon penjelasan.
Jawaban
Jika
kondisinya seperti yang disebutkan penanya, maka cukup bagi orang
tersebut membayar orang lain yang diyakini pandai dalam agama dan amanat
untuk haji atas nama orang yang telah menyerahkan biaya haji kepadanya.
Sebab Allah berfirman.
"Artinya : Maka bertaqwalah kamu sesuai dengan kemampuanmu" [At-Thagabun : 16]
Semoga Allah memberikan taufiq kepada semuanya, kepada apa yang diridai-Nya.
SATU HAJI ATAU UMRAH TIDAK BOLEH UNTUK DUA ORANG
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya
: Alhamdulillah, saya setiap tahun pergi ke Mekkah untuk umrah dalam
bulan Ramadhan. Pada suatu ketika saya niat umrah untuk bapak saya dan
pada kesempatan lain saya niat umrah untuk ibu saya. Tapi dalam
kesempatan terakhir saya niat umrah untuk keduanya. Maka ketika saya
bertanya tentang umrah terkahir saya ini dijawab bahwa umrah saya
dinilai untuk saya sendiri dan tidak untuk kedua orang tua saya. Apakah
demikian itu benar ?
Jawaban
Ya
itu benar. Ulama menyatakan bahwa satu umrah tidak dapat diniatkan untuk
dua orang. Satu umrah hanya untuk satu orang. Adakalanya untuk
seseorang, atau untuk bapaknya atau untuk ibunya. Dan tidak mungkin
seseorang niat umrah untuk dua orang. Dan jika dia melakukan demikian
itu maka umrahnya tidak untuk kedua orang, tapi menjadi untuk dirinya
sendiri.
Tapi
saya ingin mengatakan, bahwa seyogianya seseorang menjadikan amal
shaleh yang dilakukan diniatkan untuk dirinya sendiri, baik umrah, haji,
sedekah, shalat, membaca Al-Qur’an atau yang lainnya. Sebab seseorang
butuh kepada amal-amal shalih tersebut yang akan datang kepadanya hari
yang dia berharap bila dalam catatan amalnya terdapat suatu kebaikan.
Dan Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam tidak pernah membimbing umatnya
untuk memalingkan amal shalihnya kepada bapaknya atau ibunya, juga tidak
kepada orang yang masih hidup atau orang yang telah meninggal. Tapi
Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam membimbing umatnya untuk mendo’akan
orang yang meninggal dalam iman. Di mana Nabi Shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda.
"Artinya
: Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal
; sedekah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak shaleh yang mendoa’akan
kepada (orang tua)nya" [Hadits Riwayat Muslim dan lainnya[
Maka
renungkanlah sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam, "Anak shalih
yang mendo’akan kepada (orang tua)nya", dan beliau tidak mengatakan,
"Anak shalih yang membaca Al-Qur’an, shalat dua raka’at, haji, umrah
atau puasa untuknya". Namun beliau mengatakan, "Anak shalih yang
mendo’akannya".
Padahal
rangkaian hadits berkaitan dengan amal shalih. Maka demikian itu
menunjukkan bahwa yang utama bagi seseorang adalah mendo’akan kedua
orang tuanya dan bukan beramal shalih yang diperuntukkan mereka berdua.
Meskipun demikian tidak mengapa baik seseorang beramal shalih dan
diperuntukkan kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya. Hanya
saja haji dan umrah tidak dapat diniatkan untuk dua orang sekaligus.
Disalin
dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi
Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka
Imam Asy-Sfai’i hal. 67 – 73, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari,
Lc