-->

12 Agustus 2012

Imam Sufyan Ats-Tsauri (77 H - 161/162 H)



“Sufyan Ats-Tsauri adalah pemimpin ulama-ulama Islam dan gurunya. Sufyan rahimahullah adalah seorang yang mempunyai kemuliaan, sehingga dia tidak butuh dengan pujian. Selain itu Ats-Tsauri juga seorang yang bisa dipercaya, mempunyai hafalan yang kuat, berilmu luas, wara’ dan zuhud”, demikian kata Al-Hafidz Abu Bakar Al-Khatib rahimahullah.


Nama, Kelahiran dan Tempatnya

Nama lengkapnya adalah: Sufyan bin Said bin Masruq bin Rafi’ bin Abdillah bin Muhabah bin Abi Abdillah bin Manqad bin Nashr bin Al-Harits bin Tsa’labah bin Amir bin Mulkan bin Tsur bin Abdumanat Adda bin Thabikhah bin Ilyas.

Kelahirannya: Para ahli sejarah sepakat bahwa beliau lahir pada tahun 77 H. ayahnya adalah seorang ahli hadits ternama, yaitu Said bin Masruq Ats-Tsauri. Ayahnya adalah teman Asy-Sya’bi dan Khaitsamah bin Abdirrahman. Keduanya termasuk para perawi Kufah yang dapat dipercaya. Mereka adalah termasuk generasi Tabi’in.

Tempat kelahirannya: beliau rahimahullah dilahirkan di Kufah pada masa khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Dan beliau keluar dari Kufah tahun 155 H dan tidak pernah kembali lagi.


Sanjungan Para Ulama Terhadapnya

Sufyan bagaikan lautan yang tidak diketahui kedalamannya, bagaikan air bah yang mengalir yang tidak mungkin terbendung.

Diantara pujian para ulama terhadap beliau adalah:

Waqi’ berkata : “ Sufyan adalah bagaikan lautan”.

Sedang Al-Auza’I juga mengatakan, “Tidak ada orang yang bisa membuat ummat merasa ridha dalam kebenaran kecuali Sufyan.”

Sufyan bin ‘Uyainah juga telah berkata, “Aku tidak melihat ada orang yang lebih utama dari Sufyan, sedang dia sendiri tidak merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling utama.”

Dari Yahya bin Said, bahwa orang-orang bertanya kepada kepadanya tentang Sufyan dan Syu’bah, siapakah diantara keduanya yang paling disenangi?

Yahya bin Said menjawab, “Persoalannya bukan karena senang, sedangkan jika karena rasa senang, maka Syu’bah lebih aku senangi dari Sufyan, karena keunggulannya. Sufyan bersandarkan kepada tulisan sedang Syu’bah tidak bersandar kepada tulisan. Namun Sufyan lebih kuat ingatannya dari Syu’bah, aku pernah melihat keduanya berselisih, maka pendapat Sufyan Ats-Tsauri yang digunakan.”

Dari Yahya bin Ma’in, dia berkata, “Tidak ada orang yang berselisih tentang sesuatu dengan Sufyan, kecuali pendapat Sufyanlah yang digunakan.”

Ahmad bin Abdullah Al-Ajli berkata, “Sebaik-baik sanad yang berasal dari Kufah adalah dari Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dari ‘Alqamah dari Abdullah.”

Ulama-ulama besar, seperti Syu’bah, Sufyan bin Uyainah, Abu ‘Ashim An-Nabil, Yahya bin Ma’in dan yang lain berkata, “Sufyan adalah Amirul Mukminin dalam hadits.”

Ibnu Al-Mubarak pernah berkata, “Aku telah menulis hadits dari 1100 guru, namun aku tidak tidak bisa menulis sebaik Ats-Tsauri.”

Al-Hafidz telah menuturkan sifat-sifat baik yang dimiliki Sufyan sebagai berikut, “Sufyan adalah pimpinan orang-orang zuhud, banyak melakukan ibadah dan takut kepada Allah. Ats-Tsauri juga pimpinan orang-orang yang mempunyai hafalan yang kuat, dia banyak mengetahui tentang hadits dan mempunyai pengetahuan tentang ilmu fikih yang mendalam. Ats-Tsauri juga seorang yang tidak gentar cercaan dalam membela agama Allah. Semoga Allah mengampuni semua kesalahannya, yaitu kesalahan-kesalahan yang bukan hasil ijtihad.”

Dan masih banyak lagi pujian-pujian para ulama mengenai beliau rahimahullah, dan cukuplah apa yang disebutkan menjadi bukti bahwa beliau adalah seorang ulama yang sangat dipercaya dan diakui keluasan ilmunya.


Keteguhan Beliau Dalam Mengikuti Sunnah

Dari Syu’aib bin Harb rahimahullah, dia berkata, “Aku berkata kepada Sufyan, “Ceritakanlah sebuah hadits yang karena hadits itu Allah akan memberikan karunia kepadaku, dan jika aku berada di sisi-Nya dan Dia menanyaiku, maka aku akan katakan, “Wahai Tuhanku, Sufyan telah menceritakan hadits ini kepadaku, maka menjadi selamatlah diriku.”

Maka Sufyan berkata, “Tulislah, ‘Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Al-Qur’an adalah Kalamullah bukan makhluk(ciptaan-Nya). Dari-Nya segala sesuatu ada dan hanya kepda-Nya semua akan kembali, dan barang siapa tidak mengakuinya maka dia telah menjadi kafir. Iman adalah perwujudan dari ucapan, perbuatan dan niat, kadar keimanan bisa bertambah dan bisa berkurang.”

Setelah aku menulisnya, kemudian aku tunjukkan tulisan itu kepadanya, dia berkata, “Wahai Syu’aib, apa yang telah kamu tulis tidak akan bermanfaat kepadamu hingga kamu membasuh khuffain (muzzah) dan menganggap bahwa melirihkan basmalah lebih utama dari mengeraskannya. Dan hendaknya kamu beriman kepada ketentuan atau qadar Allah, melakukan shalat berjamaah brsama imam, baik imam shaleh ataupun tidak shaleh.”

Kemudian Sufyan berkata, “Jihad hukumnya wajib, mulai zaman dahulu sampai Hari Kiamat, bersabarlah di bawah pemerinyahan seorang penguasa, baik penguasa yang adil maupun penguasa yang lalim.”

Aku bertanya, “Wahai Abu Abdillah, apakah aku harus berjamaah dalam setiap shalat?” dia menjawab, “Tidak, namun shalat Jum’at, shalat Idul Fithri dan shalat Idul Adha. Berjamaahlah di belakang imam yang kamu dapatkan dalam shalat-shalat tersebut. sedangkan untuk shalat-shalat yang lain hendaknya kamu memilih imam, janganlah kamu shalat berjamaah kecuali bersama imam yang telah kamu percaya, yaitu imam yang memegang teguh Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika kamu berada dihadapan Allah dan ditanya tentang hal-hal yang telah aku pesankan kepadamu tersebut, maka katakan, “Wahai Tuhanku, sufyan bin Said telah memberitakan komentar seperti ini, lalu biarkan masalahmu menjadi tanggungan antara aku dan Tuhanku.”

Adz-Dzahabi memberikan komentar tentang keterangan diatas, dia berkata, “Keterangan ini benar-benar dari Sufyan.”


Guru dan Murid-Murid Beliau Rahimahullah

Guru-Guru Beliau:

Al-Hafidz berkata, “Sufyan meriwayatkan dari ayahnya, Abu Ishaq Asy-Syaibani, Abdul Malik bin Umair, Abdurrahman bin ‘Abis bin Rabi’ah, Ismail bin Abu Khalid, Salamah bin Kuhail, Tharik bin Abdirrahman, Al-Aswad bin Qais, Bayan bin Bisyr, Jami’ bin Abi Rasyid, Habib bin Abi Tsabit, Husain bin Abdirrahman, Al-A’masy, Manshur, Mughirah, Hammad bin Abi Sulaiman, Zubaid Al-Yami, Shaleh bin Shaleh bin Haiyu, Abu Hushain, Amr bin Murrah, ‘Aun bin Abi Jahifah, Furas bin Yahya, Fathr bin Khalifah, Maharib bin Datsar dan Abu Malik Al-Asyja’i.”

Beliau juga meriwayatkan dari guru-guru yang berasal dari Kufah, yang diantaranya adalah: Ziyad bin Alaqah, ‘Ashim Al-Ahwal, Sulaiman At-Tamimi, Hamaid Ath-Thawil, Ayyub, Yunus bin Ubaid, Abdul Aziz bin Rafi’, Al-Mukhtar bin Fulful, Israil bin Abi Musa, Ibrahim bin Maisarah, Habib bin Asy-Syahid, Khalid Al-Hadza’, Dawud bin Abi Hind dan Ibnu ‘Aun.

Disamping itu, beliau juga meriwayatkan dari sekelompok orang dari Bashrah, yaitu Zaid bin Aslam, Abdullah bin Dinar, Amr bin Dinar, Ismail bin Umayyah, Ayyub bin Musa, Jabalah bin Sakhim, Rabi’ah, Saad bin Ibrahim, Sima budak Abu bakar, Suhail bin Abi Shaleh, Abu Az-Zubair, Muhammad, Musa bin Uqbah, Hisyan bin Urwah, Yahya bin Said Al-Anshari, dan sekelompok orang dari Hijaz dan yang lain.


Murid-Murid Beliau:

Al-Hafidz berkata, “Orang-orang yang meriwayatkan darinya tidak terhitung jumlahnya, diantaranya adalah: Ja’far bin Burqan, Khusaif bin Abdurrahman, Ibnu Ishaq dan yang lain, mereka ini adalah tergolong guru-guru Sufyan Ats-Tsauri yang meriwayatkan darinya.

Sedangkan murid-murid Ats-Tsauri yang meriwayatkan darinya adalah: Aban bin Taghlab, Syu’bah, Zaidah, Al-Auza’I, Malik, Zuhair bin Muawiyah, Mus’ar dan yang lain, mereka ini adalah orang-orang yang hidup sezaman dengannya.

Diantara murid-muridnya lagi adalah Abdurrahman bin Mahdi, Yahya bin Said, Ibnu Al-Mubarak, Jarir, Hafsh bin Ghayyats, Abu Usamah, Ishaq Al-Azraq, Ruh bin Ubadah, Zaidah bin Al-Habbab, Abu Zubaidah Atsir bin Al-Qasim, Abdullah bin Wahab, Abdurrazzaq, Ubaidillah Al-Asyja’I, Isa bin Yunus, Al-Fadhl bin Musa As-Sainani, Abdullah bin Namir, Abdullah bin Dawud Al-Khuraibi, Fudhail bin Iyadh, dan Abu Ishaq Al-fazari.

Selain yang disebutkan diatas murid-muridnya yang lain adalah Makhlad bin Yazid, Mush’ab bin Al-Muqaddam, Al-Walid bin Muslim, Mu’adz bin Mu’adz, Yahya bin adam, Yahya bin Yaman, Waki’, Yazid bin Nu’aim, Ubaidillah bin Musa, Abu Hudzaifah An-Nahdi, Abu ‘Ashim, Khalad bin Yahya, Qabishah, Al-faryabi, Ahmad bin Abdillah bin Yunus, Ali bin Al-Ju’di, dan dia adalah perawi tsiqat (terpercaya) paling akhir yang meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri.


Beberapa Mutiara Perkataannya

Dari Abdullah bin Saqi, dia berkata, “Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata, melihat kepada wajah orang yang berbuat zhalim adalah suatu kesalahan.”

Dari Yahya bin Yaman, dia berkata, “Sufyan menceritakan sebuah hadits kepada kami, ‘Isa bin Maryam ‘Alaihis Salam telah berkata: mendekatlah kalian kepada Allah dengan membenci orang-orang yang berbuat maksiat dan dapatkanlah ridha-Nya dengan menjauhi mereka.”

Orang-orang bertanya, “Dengan siapa kami harus bergaul, wahai Sufyan?” Sufyan menjawab, “Dengan orang-orang yang mengingatkan kamumuntuk berdzikir kepada Allah, dengan orang-orang yang membuat kamu gemar beramal untuk akhirat, dan dengan orang-orang yang akan menambah ilmumu ketika kamu berbicara kepadanya.”


Dari Abdulah bin Bisyr, dia berkata, “Aku mendengar Sufyan berkata, ‘Sesungguhnya hadits itu mulia, barang siapa menginginkan dunia dengan hadits maka dia akan mendapatkannya, dan barangsiapa menginginkan akhirat dengan hadits maka dia juga akan mendapatkannya.”

Dari Hafsh bin Amr, dia berkata, “Sufyan menulis sepucuk surat kepada Ubbad bin Ubbad, dia berkata, ‘Amma ba’du, sesungguhnya kamu telah hidup pada zaman dimana para sahabat terlindungi dengan keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka mempunyai ilmu yang tidak kita miliki, mereka mempunyai keberanian yang tidak kita miliki.

Lalu, bagaimana dengan kita yang mempunyai sedikit ilmu, mempunyai sedikit kesabaran, mempunyai sedikit perasaan tolong menolong dalam kebaikan dan manusia telah hancur serta dunia telah kotor?

Maka, hendaknya kamu mengambil suritauladan pada generasi pertama, yaitu generasi para sahabat. Hendaknya kamu jangan menjadi generasi yang bodoh, karena sekarang telah tiba zaman kebodohan.

Juga, hendaknya kamu menyendiri dan sedikit bergaul dengan orang-orang. Jika seseorang bertemu dengan orang lain maka seharusnya mereka saling mengambil manfaat, dan keadaan seperti ini telah hilang, maka akan lebih baik jika kamu meninggalkan mereka.”

Dalam surat tersebut Sufyan juga berkata, “Aku berpendapat, hendaknya kamu jangan mengundang para penguasa dan bergaul dengan mereka dalam suatu masal;ah. Hendaknya kamu jangan berbuat bohong, dan jika dikatakan kepadamu, ‘Mintalah pertolongan dari perbuatan yang zhalim atau kezhaliman,’ maka perkataan ini adalah kebohongan dari iblis.

Hendaknya kamu mengambil perkataan orang-orang yang benar, yaitu orang-orang yang mengatakan, “Takutlah fitnah dari orang yang taat beribadah namun dia seorang yang bodoh, dan fitnah dari orang yang mempunyai banyak ilmu namun dia seorang yang tidak mempunyai akhlak terpuji.”

Sesungguhnya fitnah yang ditimbulkan dari mereka berdua adalah sebesar-besar fitnah, tidak ada suatu perkara kecuali mereka berdua akan membuat fitnah dan mengambil kesempatan, janganlah kamu berdebat dengan mereka.”

Sufyan juga mengatakan, “Hendaknya kamu menjadi orang yang senang mengamalkan terhadap apa yang telah dia katakan dan menjadi bukti dari ucapannya, atau mendengar ucapannya sendiri. Jika kamu meninggalkannya maka kamu akan menjadi orang celaka.

Hendaknya kamu jangan mencintai kekuasaan, barangsiapa mencintai kekuasaan melebihi cintanya dengan emas dan perak, maka dia menjadi orang yang rendah. Seorang ulama tidak akan menghiraukan kekuasaan kecuali ulama yang telah menjadi makelar, dan jika kamu senang dengan kekuasaan maka akan hilang jati dirimu. Berbuatlah sesuai dengan niatmu, ketahuilah sesungguhnya ada orang yang diharapkan orang-orang disekitarnya agar cepat mati. Wassalam.”


Wafat Beliau

Adz-Dzahabi berkata, “Menurut pendapat yang benar, Sufyan meninggal pada bulan Sya’ban tahun161 H, Al-Waqidi juga mengatakan demikian, sedangkan Khalifah meragukannya dan dia berkata bahwa meninggalnya Sufyan adalah pada tahun 162 H.

Sufyan rahimahullah memberikan wasiat kepada Abdurrahman bin Abdul Malik, agar menyalatinya. Dan ketika beliau meninggal Abdurrahman pun memenuhi wasiatnya tersebut dengan menyalatinya bersama penduduk Bashrah. Mereka telah menjadi saksi meninggalnya Sufyan.

Abdurrahman bin Abdul Malik bersama Khalid bin Al-Haritsah dan dibantu penduduk Bashrah menguburkan Sufyan. Setelah acara pemakaman selesai, dia bergegas ke Kufah dan memberitahu keluarga Sufyan perihal meninggalnya Sufyan.

Demikian, semoga Allah memberikan rahmatNya yang luas dan memasukkannya ke dalam surgaNya yang tinggi yang buah-buahan didalamnya tidak tinggi hingga mudah dipetik oleh orang yang didekatnya. Amiin.


Sumber: dinukil dari kitab “Min A’lamis Salaf” karya, Syaikh Ahmad Farid, edisi indonesia : “60 Bigrafi Ulama Salaf” cet. Pustaka Azzam, hal : 212-230 dengan sedikit diringkas.

Diberdayakan oleh Blogger.