oleh Fadhl Ihsan
Para ulama membahas penyebab yang menjadikan lailatul qadr disebut
dengan nama demikian. [1] Ada beberapa pendapat dalam hal ini yang
uraiannya sebagai berikut.
Pendapat pertama, dinamakan lailatul
qadr karena, pada malam itu, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menakdirkan
segala ketentuan yang berkaitan dengan makhluk yang akan terjadi pada
tahun itu. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhu dan
sejumlah ulama lain. Sebagian ulama menganggap itu sebagai pendapat
kebanyakan ahli tafsir. Pendapat ini bisa dikuatkan dengan firman Allah
Subhânahu wa Ta’âlâ,
ﻓِﻴﻬَﺎ ﻳُﻔْﺮَﻕُ ﻛُﻞُّ ﺃَﻣْﺮٍ ﺣَﻜِﻴﻢ
“Pada malam itu, dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhân: 4)
Pendapat kedua, dinamakan lailatul qadr karena keagungan dan
kemuliaannya. Dalam bahasa Arab, bila dikatakan bahwa si fulan memiliki
qadr, berarti dia memiliki kedudukan dan kemuliaan. Demikian pendapat
Imam Az-Zuhry rahimahullâh dan selainnya. Pendapat ini bisa dipahami
dari firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ,
ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (Al-Qadr: 3)
Ayat di atas menunjukkan keagungan lailatul qadr bahwa malam itu lebih baik daripada seribu bulan.
Keagungan lailatul qadr ini kembali kepada dua hal:
1. Kembali kepada pelaku. Siapa saja yang mengerjakan amalan ketaatan
pada malam itu, dia akan menjadi pemilik keagungan dan kemuliaan.
2. Kembali kepada amalan perbuatan, yaitu setiap amalan ketaatan pada
malam itu adalah amalan yang sangat agung dan mulia, yang keutamaan dan
kemuliaannya bernilai seribu kali lipat dibanding dengan amalan pada
malam lain.
Pendapat ketiga, dinamakan lailatul qadr karena,
pada malam itu, bumi menjadi sempit dan sesak oleh para malaikat. Oleh
karena itu, kata qadr dalam hal ini bermakna penyempitan. Pendapat ini
bisa dikuatkan oleh sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang
lailatul qadr,
ﺇِﻧَّﻬَﺎ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺳَﺎﺑِﻌَﺔٍ ﺃَﻭْ ﺗَﺎﺳِﻌَﺔٍ
ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ ﺇﻥَّ ﺍﻟْﻤَﻼَﺋِﻜَﺔَ ﺗِﻠْﻚَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻠَﺔَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺃَﻛْﺜَﺮُ
ﻣِﻦ ﻋَﺪَﺩِ ﺍﻟْﺤَﺼَﻰ
“Sesungguhnya (lailatul qadr) itu (berada
pada) malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh sembilan, dan
sesungguhnya para malaikat di muka bumi pada malam itu lebih banyak
daripada jumlah batu-batu kerikil.” [2]
Al-Hâfizh Ibnu Hajar
menyebutkan sisi lain dari keterkaitan lailatul qadr dengan makna
penyempitan, yaitu lailatul qadr terkesan sempit karena penentuannya
adalah hal yang tersembunyi, tidak dipastikan.
Pendapat
keempat, dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, Allah
menurunkan Al-Qur`an yang merupakan kitab yang penuh dengan keagungan
dan kemuliaan.
Demikian beberapa pendapat ulama yang, jika
diperhatikan secara saksama, tidaklah saling bertentangan, bahkan
seluruh kandungan pendapat itu menunjukkan keagungan dan kemuliaan
lailatul qadr.
Catatan kaki:
[1] Tentang pembahasan ini,
silakan membaca Al-I’lâm bi Fawâ`id ‘Umdatul Ahkâm 5/391-393, Fathul
Bâry 4/255 karya Ibnu Hajar, Kasyful Litsam 4/26-27, dan selainnya.
[2] Dikeluarkan oleh Ath-Thayâlisy, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Abu
Ya’la dari hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu. Dihasankan oleh
Syaikh Al-Albany rahimahullâh dalam Silsilah Al-Ahâdits Ash-Shahîhah no.
2205.
Sumber: http://dzulqarnain.net/
sebab-penamaan-lailatul-qadr.html
Posted in: Puasa