-->

09 Agustus 2012

MUTIARA-MUTIARA RAMADHAN YANG BERSERAKAN (Kajian agar Ramadhan lebih bermakna)


 TUJUAN HARUS JELAS
Seseorang yang keluar dari rumahnya dan mengendarai mobil tanpa memiliki tujuan yang jelas, biasanya banyak membuat bingung orang yang dibelakangnya.
Bahkan bisa-bisa ia menabrak atau ditabrak.
Kalau tidak, dia akan dicaci oleh orang-orang yang disekitarnya.
Begitupula kiranya kehidupan kita di muka bumi ini
Hidup seorang mu'min penuh dengan arti.
Iya mengetahui target dan maksud dari keberadaannya di muka bumi ini.
Tujuannya jelas dan terang seterang mentari di pagi hari.
Ia telah menentukan garis-garis besar yang akan dijalaninya dalam kehidupan ini.
Ia meyakini bahwa Allah menciptakannnya tidak sia-sia.
{أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ} [المؤمنون: 115]
"Apakah kalian mengira bahwa kami menciptakan kalian dengan sia-sia (tidak diurus) dan kalian tidak bakal kembali kepada kami". (al Mu'minun: 115).
Oleh karenanya, hati seorang mu'min senantiasa bersambung dengan Allah.
Langkahnya selalu di jalan-jalan yang diridhai Allah.
Pendengarannya terjaga dari yang murkai Allah.
Pandangannya tertundukkan dari yang diharamkan Allah.
Lisannya selalu basah dengan dzikrullah.
Nafsunya dikekang dari mahaarimullah.
Slogannya adalah slogan orang-orang yang beriman:
{سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ}
"Kami mendengarkan dan kami patuh, namun kami memohon ampunanMu wahai Rabb kami, kepadaMulah tempat kembali". (Al Baqarah : 285)
Hidup seorang muslim penuh pengabdian yang mendalam dan berarti.
Ibadahnya bukan hanya gerakan beraturan yang diulang-ulang tanpa dihayati.
Shalat, zakat, sedekah dan puasanya serta segala bentuk ibadah yang lainnya.
Dan begitulah seharusnya seorang mu'min, walaupun pada realitanya masih banyak yang belum bisa menjalankannya.
MACAM-MACAM BENTUK PUASA
Dalam pelaksanaan puasa Ramadhan, manusia terbagi menjadi tiga golongan:

  • Golongan yang berpuasa karena tradisi dan kebiasaan:
Dia melihat bulan puasa sebagai musim untuk begadang dan berwisata kuliner.
Menghabiskan waktu dengan hal-hal yang sia-sia: berjalan-jalan di sore hari dengan dalih mencari malam.
Pelaksanaan ibadah, seperti tadarus dan shalat terawih  tiada lain hanya sekedar partisipasi dan karena tidak enak dengan teman-teman atau lingkungan.
  • Golongan kedua adalah yang berpuasa lahirnya belaka:
Ia meninggalkan makan dan minum serta bercinta di siang hari Ramadhan seperti yang dilakukan oleh kaum muslimin, tanpa ada dorongan untuk berburu keutamaan dan keistimewaan Ramadhan yang lebih berharga dari butiran mutiara dan kilaunya permata.
Sehingga ia kurang menjaga panca indranya dari yang seharusnya dihindari. Golongan pertama dan kedua ini biasanya sangat menginginkan berlalunya Ramadhan dengan segera, karena bagi mereka Ramadhan adalah beban yang berat.
  • Golongan ketiga adalah mereka yang menanti Ramadhan dibalut kerinduan yang membara.
Sejak berpisah dari Ramadhan, hatinya senantiasa memandang dan berkata: kapan engkau akan kembali???
Dia menjadikan Ramadhan sebagai bulan untuk memanen pahala dan melebur dosa serta menempa jiwa, untuk lebih dekat kepada sang Pencipta.
Maka dalam rangka mencapai golongan yang termulia ini, agar puasanya lebih bermakna, maka seorang hamba harus meyakini bahwa tuhannya memiliki misi hebat dan tujuan mulia dengan menentukan hari-hari terbilang untuk menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya mentari di ufuk barat, dengan mengetahui tujuan dan misi yang jelas niscaya perjalan puasanya akan lebih mudah dan membawa berkah.
Di antara tujuan disyariatnya puasa di bulan Ramadhan adalah:

BAB PERTAMA: AGAR BERTAQWA
{لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}

"Menghindarkan diri dari murka dan azab Allah, dengan menjauhi laranganNya dan melaksanakan perintahNya".
Allah berfirman menegaskan tentang tujuan ini, dalam sebuah ayat yang hampir di hafal oleh setiap muslim:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ} [البقرة: 183]
"Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian puasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kalian agar kalian bertaqwa". (al Baqarah: 183)
{لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}
Itulah tujuan utama disyariatkannya puasa Ramadhan.
Dengan berpuasa seorang mu'min telah menjalankan perintah ilahi yang suci dan penuh arti, dan dengan berpuasa sendiri  akan terwariskan banyak cabang ketaqwaan dan keimanan di dalam diri.
Di mana manusia dilatih untuk meninggalkan syahwat perut dan kemaluannya yang menjadi faktor penggerak nafsu kebanyakan manusia dan motor yang menggantarkan ke lembah nista.
Dengan menahan lapar dan haus serta keinginan untuk bercinta, ia akan terlatih, bahwa ia dapat mengatur dan mengontrol nafsunya, serta mengekangnya dari hal-hal yang dilarang oleh sang Pencipta.
Seorang mu'min meninggalkan segala pembatal puasa adalah karena kepatuhan kepada penciptanya, dan ini adalah inti dari taqwa.
Dan bacalah perincian dari taqwa yang akan diraih dalam pembahasan selanjutnya:
LATIHAN MENINGGALKAN ZINA
Manusia dibekali kecondongan kepada pasangan hidupnya, dan untuk menyalurkan hasratnya itu Allah membuka pintu pernikahan dan menutup pintu zina.
Zina adalah perbuatan keji dan nista yang sangat dimurkai baik itu dilakukan suka sama suka atau dengan pemaksaan.
Keburukannya oleh semua agama diakui, Namun Islam tidak hanya mengingkari, ia menutup semua lorong dan pintu yang mengantarkan kepadanya, sebagaimana firman Allah:
{وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا}
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (al Isra' :32)
Puasa melatih seorang hamba untuk menjauhi jendela-jendela zina dan itu adalah taqwa.
Bagaimana tidak???
Seorang yang berpuasa dilarang untuk menggauli istrinya, bahkan bercinta dengan istri  sampai menjima'nya akan membuatnya terjerumus pada sangsi yang besar, yaitu  membebaskan seorang budak, atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau kalau tidak mampu memberi makan 60 orang miskin, disamping puasa yang rusak dan murka ilahi, karena telah melanggar batasan-batasan puasa dan mengotori kesucian bulan Ramadhan.
Tengoklah bagaimana puasa menempa seorang mu'min untuk menjauhi zina:
Seorang hamba harus mengontrol nafsunya dari istrinya sendiri, Istri yang menjadi pasangan hidupnya, yang halal baginya, yang terbiasa mengenakan pakaian mini di dalam rumah, yang kadang auratnya tersingkap dan dilihat olehnya tidak boleh digaulinya dan mungkin dia harus menjaga jarak darinya, padahal tatkala mentari terbenam di ufuk ia boleh melakukan apa saja kepada istrinya.
Dan ini adalah pelatihan bagi seorang muslim untuk menundukkan pandangannya tatkala berada di luar rumahnya, dia ditempa untuk bisa meninggalkan bisa jahat jiwanya untuk berzina, karena pada waktu puasa dia bisa, maka dia harus lebih bisa.
Makna ini harus diresapi oleh orang-orang yang berpuasa, khususnya di masa kini yang penuh godaan, dan cobaan terberat bagi kaum lelaki adalah wanita.
Bila kita bisa menahan nafsu dari istri kita di siang hari Ramadhan, maka seharusnya kita bisa menahan diri dari melihat dan memandang wanita-wanita yang bukan miliknya yang dapat mengantarkannya pada murka ilahi dan azab yang pedih.
Dan dalam larangan berihram pun terdapat makna di atas.
LATIHAN MENGHINDARI MAKANAN, MINUMAN DAN USAHA YANG HARAM
Untuk hidup manusia harus makan, tapi hidup bukan untuk makan, dalam mengais rizki dan mecari makan tidak jarang seorang muslim berhadapan dengan hal-hal yang menggiurkan namun ia diharamkan.
Dan daging yang tumbuh dan berkembang di suatu tubuh dari hasil yang haram, maka neraka adalah tempat yang paling layak baginya, dia tidak masuk surga:
Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda kepada Ka'ab bin Ujrah:
((يا كعب بن عجرة إنه لا يدخل الجنة لحم نبت من سحت))
"Wahai Ka'ab bin 'Ujrah! Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari yang haram". (HR Ibnu Hibban, dishahihkan Albani dalam Shahih Targhib: 1728).
Seorang yang berpuasa, ditempa untuk bisa menahan laparnya dari makanan-makanan yang mubah dan halal di siang hari Ramadhan.
Nasi uduk yang mengepul, atau nasi pecel yang menggiurkan, atau nasi padang yang menggoda dan segala bentuk makanan dia tinggalkan, karena dia sedang berpuasa.
Dia kuat dan bersabar menahan rasa lapar yang melilit, karena dia sedang berpuasa.
Maka dia akan lebih bisa menahan diri dari makanan dan hasil jerih payah yang haram di luar bulan Ramadhan.
Air es yang menyegarkan, atau juice buah yang menggoda hati dia tinggalkan, walau rasa dahaga telah menyatu dengan tenggorokannya, semuanya ditinggalkan karena dia sedang berpuasa.
Maka tentunya bukanlah hal yang berat untuk berhenti dan menghindari minuman-minuman haram di luar bulan Ramadhan.

SAATNYA HIDUP SEHAT MENINGGALKAN ROKOK
Apakah belum tiba saatnya bagimu untuk menghargai ragamu dan menghormati sekitarmu.
Bulan Ramadhan adalah moment yang tepat untuk menghindari rokok.
Seorang perokok siap untuk tidak merokok sepanjang hari, mulai fajar terbit hingga mentari bersembunyi di ufuk barat.
Dia telah melatih dan menempa dirinya untuk tidak mendekat dari asap rokok, bahkan dia sembunyikan bungkus rokoknya, dia juga menjauhi majlis-majlis para perokok yang mereka tidak berpuasa. Ini adalah bentuk taqwa.
Dia menghindari semua itu karena dia sedang berpuasa, walaupun kesabarannya meninggalkan rokok kadang berbalut dengan harapan akan menghisap rokok pada saat mentari terbenam.
Walau sebagian perokok bisa meninggalkan rokok karena harapan akan mendapatkan sebatang rokok, apa tidak pantas baginya untuk meninggalkan rokok dengan harapan yang lebih besar dari sekedar sebatang rokok.
Harapan hidup sehat, harapan terhindar dari jantung koroner, haparan terjauhkan dari impoten, harapan selamat dari kanker, harapan bisa menabung untuk anak-anak dan keluarga.
Dan lebih besar dari itu semua, ada ridha Allah, restu Allah  bagi orang-orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantikan baginya yang lebih baik dari itu.
((من ترك شيئاً لله عوضه الله خيراً منه))
"Barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggatikan baginya lebih baik dari yang ia tinggalkan". ((HR. Ahmad, 5/28))
Surga yang luasnya seluas langit dan bumi dengan segala kenikmatan yang tak tergambarkan.
Maka sudah saatnya, para perokok untuk berhenti merokok.
Jangan memulai berbuka dengan menyulut rokok, jangan mengakhiri puasa dengan yang tidak disukai Allah, dan bila jiwamu membisikkan kepadamu untuk merokok, katakan padanya Rabbku menyuruhku untuk meninggalkan hal-hal yang sepertimu
MURAQABAH
Dalam bulan suci Ramadhan, seorang hamba ditempa untuk senantiasa menghadirkan pengawasan (Muraqabah) Allah atas dirinya.
Seorang muslim bisa saja berpuasa di rumahnya, tapi ia makan dan minum di kantor atau diluar rumahnya.Di sebuah tempat yang tiada dilihat manusia.
Namun ia meninggalkan makan dan minum, baik di rumah atau di luar, bukan karena teman atau keluarganya, tapi dia melakukan semua itu karena ia sedang berpuasa, dan ia meyakini bahwa Allah mengawasi dan memandangnya.
Oleh karena itu, puasa memiliki kedudukan khusus di mata Allah, sehingga Rasulullsah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda, bahwa Allah berfirman dalam hadits qudsi:
{يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ}
“Dia meninggalkan makanannya, minumannya, & syahwatnya karena Aku.” (Bukhari Muslim).
Puasa benar-benar pelatihan untuk senantiasa berada di dalam pengawasan ilahi, orang-orang kafir banyak yang terheran-heran melihat seorang muslim meninggalkan makan dan minum dalam waktu yang cukup lama, sebagian mereka pernah bertanya, "Apa kamu tidak takut mati dengan berpuasa?". Subhanallah… umat Islam berpuasa karena takut dengan mati, karena dia akan mempertanggungjawabkan perintah ilahi itu kelak setelah mati.
Pelatihan muraqabah ini bila dihayati dengan dengan hati, maka kelak akan berpengaruh dalam segala aktivitas hidupnya, di kantor, di tempat kerjanya, di manapun ia berada dia tidak butuh pengawasan manusia, karena ia selalu sadar dengan pengawasan penciptanya atas dirinya, dia meyakini bahwa Allah melihat dan mengawasinya.
{وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ} [الحديد: 3]  
"Dan Dia senantiasa bersama kalian di manapun kalian berada, dan Allah Maha melihat dengan apa yang kalian amalkan". (Al Hadid: 3)
Diceritakan bahwa pada suatu hari Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu sedang dalam perjalanan menuju mekah, di tengah jalan ibnu Umar berjumpa dengan seorang pengembala di gunung, dan Umar berkata kepadanya, "Wahai pengembala, juallah kepadaku seekor kambing!
Maka pengembala itu berkata; "Aku adalah seorang hamba sahaya" (maksudnya kambing itu bukan miliknya).
"Katakan kepada tuanmu bahwa kambingnya dimangsa srigala!", kata Ibnu Umar.
"Kemudian dimanakah Allah?? Kata pengembala.
Mendengar ucapan itu, maka ibnu Umar menangis, kemudian beliau pergi menuju tuan budak itu dan membelinya serta membebaskannya, kemudian berkata kepadanya, "kata-katamu itu telah dapat membebaskanmu dari perbudakan di dunia, semoga ia dapat membebaskanmu kelak di akhirat".(as Siyar, Dzahabi: 3/216). 

MEMPERSEMPIT PENGARUH SYAITAN DAN GERAKANNYA
Syaitan tidak pernah putus asa dalam mencari sebanyak-banyak kawan yang akan menemaninya di dalam api neraka, segala cara dia lakukan, dan dia telah diberi kekuatan oleh Allah dalam menggoda dan menyesatkan anak Adam, Nabi shallallahu 'alahi wa sallam bersabda:
(إن الشيطان يجري من الإنسان مجرى الدم)
"Sesungguhnya syaitan itu bergerak di dalam tubuh manusia mengikuti aliran darah".(HR. Bukhari Muslim).
Dengan berpuasa, maka gerakannya syaitan akan dipersempit bahkan dapat menutup jalan-jalannya, sebagaimana orang yang banyak makan dan minumnya akan membuahkan kemalasan pada dirinya, membuatnya kurang bergerak dan banyak tidur, maka jalan syaitanpun semakin leluasa dan diapun akan ditimpa banyak kerugian, Nabi shallallahu 'alahi wa sallam:
«ما ملأ آدمي وعاء شرا من بطنه»
"Tidaklah manusia mengisi sebuah tempat yang lebih buruk dari perutnya". (HR Tirmidzi, dishahihkan  Syaikh Al Albani)
Diceritakan bahwa Iblis pernah menampakkan dirinya kepada Yahya bin Zakaria alaihimassalam, kemudian Yahya berkata kepadanya, "Pernahkah kamu berhasil menggodaku ???
Maka Iblis berkata, "Tidak, kecuali pernah pada suatu hari didangkan untukmu sajian makan malam, maka akupun membuatmu bergairah sehingga kamu melahapnya sampai kenyang, dan kamupun ketiduran dari melaksanakan wiridmu (shalat malam)".
Mendengar itu, maka Yahya berkata, "Aku berjanji pada Allah untuk tidak kenyang makan selamanya".
Maka Iblis menimpali, "Dan aku berjanji pada Allah untuk tidak memberikan nasehat kepada manusia selamanya"([1]).
Maka seharusnya puasa menjadi moment penting dalam penyempitan gerak dan ruang syaitan, bukan malah menjadikan Ramadhan bulan wisata kuliner, bahkan waktu berbuka menjadi waktu balas dendam sehingga tidak sedikit selepas Ramadhan yang badannya telah melar dan bertambah bobotnya.


MENUMBUHKAN EMPATI DAN SIMPATI
Orang kaya yang merasakan pedihnya lapar, dan keringnya tenggorokan karena dahaga akan tumbuh di dalam hatinya pohon empati dan simpati sehingga ia akan mudah membantu dan menolong fakir miskin, dan itu termasuk makna taqwa.
Lihatlah kekasih pilihan Allah, Muhammad shallallahu 'alahi wa sallam, bagaimana Ramadhan membuat beliau lebih dermawan daripada hari-hari biasa:
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ (صلى الله عليه وسلم) أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ (صلى الله عليه وسلم) أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ.».
"Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau menjadi lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan tatkala dijumpai oleh Jibril pada setiap malam, membacakan kepadanya Al Qur'an, dan sungguh Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam lebih dermawan dengan kebaikan dari pada angin yang berhembus". (HR Bukhari Muslim).
Untuk lebih menanamkan rasa empati dan simpati ini Nabi shallallahu 'alahi wa sallam mengajurkan umat Islam yang berpuasa untuk berbagi dan memberikan buka untuk orang-orang yang sedang berpuasa:
«من فطر صائما كان له مثل أجره غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا»
"Barang siapa yang memberi buka kepada orang yang berpuasa, niscaya ia akan mendapatkan seperti pahalanya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu". (Ahmad, Tirmdzi dishahihkan Syaikh Al Albani).
Sudah saatnya bagi orang yang memiliki kelebihan rizki untuk berbagi, mengirim buka ke tetangganya atau ke rumah Allah, khususnya bagi fakir miskin.
Biarkan sekali-kali mereka merasakan hidangan bukan yang biasa kita makan, atau undang mereka ke rumah kita agar bisa duduk di kursi dan meja makan kita, yang mungkin belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Sehingga kita benar-benar merasakan indahnya berbagi dalam bulan puasa.
JANGAN LUPA ZAKAT FITRI (Zakat Fitrah)
Setelah berhari-hari melaksanakan puasa.
Meninggalkan makan dan minum serta bercinta di siang hari Ramadhan.
Maka tibalah saatnya untuk membersihkan puasa kita dari hal-hal yang mungkin tidak seharusnya dilakukan, karena kita memang makhluk yang sulit berpisah dari dosa dan terlepas dari perbuatan nista, namun Allah memaklumi keterbatasan kita.
Dan telah tiba pula saatnya berbagi kepada sesama, maka disyariatkanlah sebuah amalan penyempurna puasa yaitu zakat fitrah. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
((فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ)) 
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan kotor, sekaligus untuk memberikan makan orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Dishahihkan Albani dalam Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud)
Bagikanlah zakat fitri pada orang-orang yang berhak, bantulah fakir miskin, sucikanlah puasa, dengannya kita berhak untuk merayakan 'Iedul fitri bersama mereka yang juga saudara kita.
Zakat fitri adalah berupa makanan pokok, dan ingat masih banyak saudara kita yang susah untuk mendapatkan beras yang bagus, maka jangan pelit-pelit untuk memberikan beras yang bagus seperti yang kita makan di rumah kita, bukalah mata dan carilah yang benar-benar membutuhkannya.
Zakat fitri Tidak besar jumlahnya, setiap kepala hanya berkewajiban mengeluarkan satu Sha', suatu ukuran liter yang diperselisihkan kadarnya, sebagian mengatakan 2,5 kg dan ada yang berpendapat 3 kg, pilihlah yang lebih aman.
Dan perlu dicatat, zakat fitri bukanlah zakat harta, banyak orang mengira dengan mengeluarkan zakat fitri dia telah terlepas dari zakat. Zakat fitri adalah hanya berhubungan dengan berpuasa, di mana diwajibkan membayarnya semua orang selain orang yang benar-benar tidak memiliki. Adapun bagi orang-orang kaya yang memiliki nishab zakat, maka ia harus mengeluarkan zakatnya.
MENAHAN EMOSI DAN MENINGGALKAN PERBUATAN BODOH
Emosi yang tidak terkontrol biasanya membuat suasana keruh, mengusir tawa dan suka, membuat tali pernikahan putus, menjadikan keluarga tercerai berai, dengan puasa seseorang akan melatih dirinya untuk menahan dan mengontrol amarahnya.
Dan ini merupakan salah satu perwujudan makna taqwa, Nabi shallallahu 'alahi wa sallam pernah kedatangan seseorang sahabat yang meminta nasehat, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata kepadanya:
((لا تغضب))
"Jangan marah".(HR Bukhari).
Dan puasa adalah salah satu perisai yang menghalangi hamba dari hawa nafsu dan amarahnya, sehingga ia lebih dapat mengendalikan dirinya untuk tidak marah dengan mengingat bahwa saat itu ia sedang berpuasa, Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda
{وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يصخب وفإن سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِم}" 
"Puasa adalah perisai, barang siapa yang sedang berpuasa maka hendaklah ia tidak berbicara yang kotor dan tidak mencela, bila seseorang mencacinya atau menantangnya berkelahi, hendaklah ia berkata: sesungguhnya aku sedang berpuasa, ".(HR Bukhari Muslim)
Puasa adalah perisai multi fungsi, di dunia dia sebagai penghalang dari banyak kemaksiatan dan di akhirat ia adalah perisai dari api neraka, maka pandai-pandailah menggunakan perisai itu.
Apa guna perisai yang bagus dan kuat, bila ternyata kita tidak dapat mengangkat dan menggunakannya.
Puasa juga perisai untuk menjaga diri dari berbuat hal-hal bodoh yang dapat mengurangi pahala puasanya, sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu 'alahi wa sallam:
((مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ اَلزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ, وَالْجَهْلَ, فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ)) 
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan beramal dengannya serta kejahilan, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR Bukhari )
Puasa adalah perisai dari makan dan minum yang pada dasarnya mubah, maka diapun adalah perisai dari hal-hal munkar.
BERGUGURAN SEBELUM SAMPAI GARIS FINISH
Perjalanan berburu harta karun ramadhan adalah bak suatu perlombaan atau game mendaki sebuah gunung tinggi nun terjal, serta penuh dengan godaan dan tantangan.
Sebagian orang terhenti di tengah karena lelah dan sibuk mengumpulkan hal-hal remeh yang melalaikannya akan harta karun hakiki yang terdapat di puncak gunung.
Sebagian hanya sampai dua pertinga perjalanan, kemudian  mereka memilih untuk singgah di sana, sebelum akhirnya mereka turun perlahan tapi pasti dan tidak melanjutkan perjalanan ke puncak.
Hanya sedikit dari manusia yang pendakiannya terus tidak berhenti, langkah mereka pasti penuh nyali, mereka tidak tergiur dengan godaan-godaan yang memikat hati, karena buat mereka tiada yang lebih berarti dari yang ada di puncak gunung tinggi.
Sepuluh malam terakhir dari Ramadhan adalah malam-malam istimewa nun penuh kejutan, di sana terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, malam diturunkannya Al Qur'an dan ditentukannya takdir alam, Allah berfirman:
{لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ }
"Malam kemuliaan/ketentuan  itu lebih baik dari seribu bulan. (QS. al-Qadar:3)

Di malam-malam akhir ini, banyak manusia yang sudah mempersiapkan diri untuk lebaran:
Pasar-pasar di malam sesak dengan umat Islam yang berburu baju baru.
Rumah-rumah Allah mulai sepi dari jemaah shalat terawih.
Para ibu di rumah sibuk membuat kue dan jajan.
Al Qur'an dan tadarusnya sudah tak dilanjutkan karena kelelahan.
Begitulah kebanyakan orang di akhir Ramadhan, padahal game belum over.
Perjalanan masih memanas, dan perjuangan masih berlanjut.
Namun mereka telah berguguran sebelum garis finish.

I'TIKAF UNTUK HASIL TAQWA YANG LEBIH DAHSYAT
Bila garis finish semakin dekat, maka gerakan pada perserta semakin keras, semangat yang tadinya kendur perlahan menjadi kencang, dengan harapan menjadi salah satu pemenang yang pulang membawa tropy.
Di sepuluh malam terakhir dari Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam memberikan contoh indah bagi ummatnya. Beliau yang telah diampuni dosa-dosanya, dan dijamin masuk surga, beliau menyingsingkan lengannya untuk beribadah, A'isyah radhiyallahu 'anha berkata:
"Bahwa bila masuk sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam mengencangkan sarungnya (sebagai pertanda giat beribadah dan menjauhi para istrinya, pent), beliau menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya, kesungguhan beliau beribadah di malam-malam itu tidak  didapati di malam-malam lainnya".(HR Bukhari Muslim)
Demi untuk meraih hasil yang lebih baik, Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam beri'tikaf dan berdiam di masjid serta menganjurkan umatnya untuk melakukan itu, maka istri-istri beliau dan juga para sahabat berlomba-lomba untuk turut beri'tikaf.
Di dalam I'tikaf ada makna berdiam diri atau mungkin semacam bersemedi(dalam istilah jawa), meninggalkan segara kesibukan dunia, untuk mengabdi pada sang Pencipta.
Menceraikan dunia sesaat yang memang kelak akan diceraikan selama-lamanya, Merenungkan akan akhirat yang bakal kelak menjadi tempat tinggal yang hakiki.
Mengkhatamkan kitab Rabbi, dan berlatih untuk lebih mengenali hakikat diri sendiri, ditambah berburu lailatul qadr yang lebih baik dari seribu bulan.
Kenapa di masjid? Karena masjid adalah rumah Allah, tempat yang bukan milik kita, masjid bisanya jauh dari hiruk pikuk dunia, yang tentunya ibadah di sana akan lebih bermakna, lebih banyak dan lebih mudah mencapai khusyu' dan thuma'ninah.
Berbeda dengan di rumah, di Masjid tiada tamu yang datang berkunjung, tiada kolega yang hendak bertamu. Tiada canda dan tawa anak-anak yang menggoda hati, tiada urusan  perniagaan atau pekerjaan yang dapat memalingkan orang yang beri'tikaf masjid.
Di Masjid konsentrasi sejenak, 10 malam dari 360 malam yang Allah berikan dalam setahun, berdiam  mengabdi kepada Rabby
BERBAGAI KEINDAHAN BAGI YANG BERTAQWA
  • Diterima amal ibadahnya:
Sebulan penuh berpuasa, menahan lapar dan dahaga.
Sebulan penuh giat shalat terawih tanpa kenal lelah dan malas, kalau ternyata tidak diterima, maka sangatlah merugi, puasa disyariatkan agar kita bertaqwa, karena hanyak ibadah para muttaqin aja yang diterima oleh Allah dan diberi ganjaran yang lebih, Allah berfirman:
{إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ}
"Sesungguhnya yang diterima oleh Allah hanyalah dari orang-orang yang bertaqwa". (al Maidah: 27)
Bukan lapar dan dahaga yang menjadi ukuran diridhainya hamba, tapi ketaqwaannyalah yang membawa berkah, sebagaimana firman Allah dalam masalah qurban:
{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ } 
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwan dari kamulah yang dapat mencapainya.(al Hajj: 37)
  • Urusannya dimudahkan dan rizkinya diberikan dari arah yang tidak dikira:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ }
"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidda disangka-sangkanya" (at Thalaq:2-3)
Betapa menyenangkannya hidup di dunia bila setiap ada permasalahan Allah senantiasa memberikan solusi dan jalan keluar, setiap kita membutuhkan karunianya Ia menurunkannya dari arah yang tidak diduga-duga, itu di dunia, bagaimana kelak nasib orang yang bertaqwa di akhirat??
  • Surga menantinya, di kehidupan yang lainnya:
{إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِندَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ} [القمر: 54]
"Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi (Rabb) Yang Maha Berkuasa". (al Qamar: 54-55).




([1])         lihat Madarijussalikin, Ibnul Qayyim 1/456)sumber: Makalah Kajian Agar Ramadhan Lebih Bermakna yang disampaikan Al Ustadz Syafiq Riza Hasan Basalamah MA di Masjid Mubasysyirin Sabtu 7 Juli 2012


Diberdayakan oleh Blogger.