Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: “Apabila lalat jatuh di bejana salah satu diantara kalian maka celupkanlah karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat penawarnya”.(Diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (3320), Ahmad dalam Musnadnya (2/229), Abu Dawud (3844), Ibnu Majah (3505), dll)
Dari Abu Said Al-Khudri dari Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya pada salah satu diantara dua sayap lalat itu terdapat racun dan sayap lainnya terdapat obat penawarnya. Apabila lalat jatuh di makanan maka celupkanlah karena lalat mengedepankan racun dan mengakhirkan obat penawarnya (Diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya (3/24), Ibnu Majah (3504), Nasa’i (4259), Al-Baihaqi dalam Sunan Kubra (1/253),dll)
Dari Anas bahwasanya Nabi bersabda: “Apabila lalat jatuh pada bejana salah satu diantara kalian, maka celupkanlah karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan sayap lainnya terdapat obat”.(Diriwayatkan At-Thabrani dalam Al-Aushat (5891), Al-Bazzar (2866) dan Ibnu Abi Khaitsamah dalam Tarikh Kabir sebagaimana dalam At-Talkhis (1/38), Ibnu Qutaibah dalam Ta’wil Mukhtalif Hadits hal. 429 dan diisyaratkan oleh ad-Darimi dalam Sunannya (2045).
Diantara mu’jizat kenabian Rasulullah dari aspek kedokteran yang harus ditulis dengan tinta emas oleh sejarah kedokteran adalah alat pembuat sakit dan alat pembuat obat pada kedua sayap lalat sudah beliau ungkapkan 14 abad sebelum dunia kedokteran berbicara.
Dan penyebutan lalat pada hadits itu adalah bahwa air tetap suci dan bersih jika dihinggapi lalat yang membawa bakteri penyebab sakit kemudian kita celupkan lalat tersebut agar sayap pembawa obat (penawarnya) pun tercelup ke air.
Dan percobaan ilmiah kontemporer pun sudah dilakukan untuk mengungkapkan rahasia di balik hadits ini. Bahwasanya ada kekhususan pada salah salah satu sayapnya yang sekaligus menjadi penawar atau obat terhadap bakteri yang berada pada sayap lainnya. Oleh karena itu, apabila seekor lalat dicelupkan ke dalam air keseluruhan badannya, maka bakteri yang ada padanya akan mati, dan hal ini cukup untuk menggagalkan “usaha lalat” dalam meracuni manusia, sebagaimana hal ini pun telah juga ditegaskan secara ilmiah. Yaitu bahwa lalat memproduksi zat sejenis enzim yang sangat kecil yang dinamakan Bakter Yofaj, yaitu tempat tubuhnya bakteri. Dan tempat ini menjadi tumbuhnya bakteri pembunuh dan bakteri penyembuh yang ukurannya sekitar 20:25 mili mikron. Maka jika seekor lalat mengenai makanan atau minuman, maka harus dicelupkan keseluruhan badan lalat tersebut agar keluar zat penawar bakteri tersebut. Maka pengetahuan ini sudah dikemukakan oleh Nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam dengan gambaran yang menakjubkan bagi siapapun yang menolak hadits tentang lalat tersebut.
Dr. Amin Ridha, Dosen Penyakit Tulang di Jurusan Kedokteran Univ. Iskandariyah, telah melakukan penelitian tentang “hadits lalat ini” dan menegaskan bahwa di dalam rujukan-rujukan kedokteran masa silam ada penjelasan tentang berbagai penyakit yang disebabkan oleh lalat. Dan di zaman sekarang, para pakar penyakit yang mereka hidup berpuluh-puluh tahun, baru bisa mengungkap rahasia ini, padahal sudah dibongkar informasinya sejak dahulu. Yaitu kurang lebih 30-an tahun yang lalu mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri obat berbagai penyakit yang sudah kronis dan pembusukan yang sudah menahun adalah dengan lalat.
Berdasarkan hal ini, jelaslah bahwa ilmu pengetahuan dalam perkembangannya telah menegaskan penjelasannya dalam terori ilmiah sesuai dengan hadits yang mulia ini. Dan mukjizat ini sudah dikemukakan semenjak dahulu kala, 14 abad yang silam sebelum para pakar kedokteran mengungkapkannya baru-baru ini. ( www.islamicmedicine.org )
Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah berkata: “Ketahuilah bahwa pada lalat terdapat racun (kuman penyakit) yang terletak pada sengatnya yang merupakan senjata bagi dirinya. Jika ia jatuh atau hinggap pada sesuatu, maka yang pertama menyentuh adalah senjata tadi. Oleh sebab itulah Nabi Muhammad memerintahkan agar mencelupkan lalat itu ke dalam makanan atau minuman yang dihinggapinya. Tujuannya agar kuman penyakit itu menjadi tawar (tidak berfungsu lagi) dan hilanglah bahaya yang ditimbulkannya. Teori ini tidak pernah keluar dari para pakar dan pemuka ahli kedokteran, melainkan ia merupakan percikan kemilauannya cahaya kenabian Muhammad. Dengan demikian, maka seorang dokter/tabib yang arif akan tunduk terhadap sistem kedokteran ini dan akan mengakui bahwa Rasulullah adalah makhluk yang paling sempurna dan dikuatkan oleh wahyu ilahi diluar jangkauan kekuatan manusia”.[Zadul Ma’ad (4/112-113)]
FATWA DAN KOMENTAR ULAMA TENTANG HADITS LALAT
Untuk melengkapi pembahasan ini agar bertambah ilmiyyah, maka penulis nukilkan sebagian fatwa dan komentar para ulama rabbaniyyun yang telah menjelaskan masalah hadits ini secara gamblang. Berikut komentar mereka:
1. Lajnah Daimah pernah ditanya tentang hadits ini, maka mereka menjawab: “Hadits ini sanadnya shahih diriwayatkan Bukhari dan memiliki penguat dari jalur Abu Said diriwayatkan Nasa’i dan Ibnu Majah serta jalur Anas bin Malik diriwayatkan Al-Bazzar. Matan hadits ini juga tidak bertentangan dengan akal, lantaran akal tidak menjangkau bahwa pada dua sayap lalat terdapat penyakit dan obat. Hal itu hanyalah dapat diketahui lewat cara penelitian atau lewat informasi dari wahyu. Dan secara penelitian tidak dijumpai hal yang menegaskan akan hal ini. Hal itu hanyalah perasaan jijik yang timbul dari perasaan dan tabiat manusia. Adapun rasulullah, beliau tidak mengetahui masalah ini berdasarkan penelitian dan penyelidikan karena beliau adalah buta huruf tetapi beliau mengetahui berdasarkan informasi dari Allah yang menciptakan segala sesuatu
"Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan) dan Dia Maha halus lagi Maha mengetahui" (QS. Al-Mulk: 14)
Apabila hadits ini secara sanad adalah shahih dan bersumber dari Dzat yang mengetahui segala sesuatu melalui lisan Nabi yang jujur, maka wajib bagi kita untuk menegaskan keabsahan hadits ini. Sedangkan alasan bahwa hadits ini bertentangan dengan akal adalah alasan yang rapuh dan prasangka belaka yang harus dibuang sejauh mungkin. Dengan demikian, maka teranglah kebenaran dan lenyaplah kebatilan, sesungguhnya kebatilan pasti hancur musnah”.
[Fatawa Lajnah Daimah 4/425.]
2. Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz mengatakan: “Adapun hadits tentang lalat, maka hadits tersebut berderajat shahih. Diriwayatkan Bukhari dalam Shahihnya dan mempunyai syawahid (penguat) dari hadits Abu Said Al-Khudri dan Anas bin Malik. Seluruhnya shahih dan diterima oleh umat. Barangsiapa yang mencela hadits ini, berarti dia adalah salah dan jahil, tidak boleh dianggap perkataannya. Dan salah juga orang yang menganggap bahwa hadits ini berkaitan dengan urusan dunia.sedangkan Nabi sendiri bersabda: "Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian" Alasannya, karena Rasul menegaskan akan hal ini dan mengambil hukum syar’i darinya. Tidaklah beliau mengatakan “Saya menyangka” tetapi tegas dan perintah. Hal ini menunjukkan bahwa hadits tersebut adalah syari’at dari Rasul karena beliau bersabda: "Apabila lalat jatuh dalam minuman seorang diantara kalian, maka celupkanlah lalu buanglah" Ini adalah perintah dan syari’at dari Rasul pada umatnya, sedangkan beliau tidak mungkin berbicara dengan hawa nafsu, tetapi hanya dari wahyu saja”. [Majmu Fatawa wa Maqalat 6/373.]
3.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan:“Salah satu bentuk akhlak yang mulia terhadap Sang Pencipta adalah membenarkan segala berita-Nya dengan tiada keraguan secuilpun dalam hati karena berita Allah dibangun di atas ilmu dan kebenaran. Allah berfirman tentang diri-Nya:"Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan (nya daripada Allah? (QS. An-Nisa’: 87)
Konsekuensi dari pembenaran ini adalah menyakininya dengan mantap, membela dan berjuang mempertahankannya sehingga tidak ada sedikitpun keraguan dan kerancuan dalam masalah khabar Allah dan rasul-Nya. Apabila seorang hamba berakhlaq dengan akhlaq mulia ini, niscaya dia akan dapat menampik segala kerancuan yang dilancarkan oleh para pengacau agama baik internal, kaum muslimin yang menyimpang dan berbuat bid’ah dalam agama maupun eksternal, kaum kafirin yang sengaja menebarkan kerancuan di hati orang-orang Islam untuk menyesatkan dan menfitnah mereka.[Makarimul Akhlaq” hal. 16-18]
FAWAID HADITS LALAT
Dalam hadits ini terdapat beberapa faedah dan hokum yang penting, diantaranya:
1. Kesempurnaan syari’at Islam, dimana dia menjelaskan secara gamblang masalah penyakit badan dan juga penyakit hati. Oleh karenanya, tidak ada satu permasalahanpun kecuali Allah dan rasulNya telah menjelaskannya.
2. Kemampuan Allah yang telah menjadikan pada satu hewan dua hal yang kontradiksi yaitu penyakit dan obatnya. Semua ini menunjukkan bahwa Allah Maha mampu atas segala sesuatu.
3. Lalat itu suci dan tidak najis, baik masih hidup maupun sesudah mati. Sebab seandainya najis, tentu Nabi akan memerintahkan supaya airnya dibuang.
4. Apabila lalat mati di air maka tidak menajiskan air tersebut. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dan tidak diketahui adanya perselisihan tentangnya[31]. Demikian pula hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir seperti semut, tawon, laba-laba dan sejenisnya. Segi pandalilannya, karena Nabi memerintahkan dalam hadits ini supaya kita mencelupkannya yang kemungkinan besar akan menyebabkan kematiannya. Nah, kalau hal itu menajiskannya maka Nabi akan memerintahkan supaya membuang minuman yang dihinggapi lalat, sedangkan Nabi tidak memerintahkan demikian[Zadul Ma’ad Ibnu Qayyim 4/102, Syarh Sunnah al-Baghawi 11/260)]
5. Apabila lalat masuk ke minuman maka dianjurkan untuk mencelupkannya kemudian membuang lalatnya serta memanfaatkan minuman tersebut.
6. Hadits ini merupakan salah satu bukti keajaiban hadits Nabi. Sebab ilmu medis masa kini telah menyingkap bahwa pada lalat memang terdapat penyakit pada salah satu sayapnya dan obat pada sayap lainnya.
7. Anjuran untuk mencari sebab, karena Nabi menganjurkan untuk melawan penyakit dengan obatnya. Dan Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan juga obat penawarnya.
8. Boleh membunuh setiap hewan yang mengganggu dan menyakiti.
9. Tidak setiap sesuatu yang dianggap jijik oleh tabiat manusia itu dianggap najis dalam hukum syari’at.
10. Hendaknya manusia mengampil pelajaran dari segala sesuatu, sekalipun dari seekor lalat yang dianggap binatang hina.
Allah Ta'ala berfirman artinya:"Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?"(QS. Yunus: 32)”.
Di kutip dari berbagai sumber terpercaya