Saudaraku… mudah-mudahan Allah menjagamu. Apakah kamu mendengar perkataan ahli ilmu tentang jamaah yang kamu berada di dalamnya?
Telah ditanya al-Muhadits Syaikh Muqbil al-Waadi’i seorang alim dari
negeri Yaman, “Apakah jamaah Ikhwanul Muslimin, Tablighi dan Quthbiyyin
(orang-orang yang mengikuti pemikirannya Sayyid Quthub) termasuk Ahlus
Sunnah wal Jama’ah atau bukan?”
Maka beliau pun menjawab: “Adapun jamaah Ikhwan (Ikhwanul Muslimin,
red), jamaah Tabligh dan al-Quthbiyyin, maka lebih baik untuk dihukumi
kepada manhaj mereka. Dan manhaj (prinsip dan cara berfikir) mereka
bukan termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Adapun individu (masing-masing
jamaah), maka kalian pun tahu bahwa sebagian orang terkecoh, menyangka
seseorang sebagai salafi 1) dan mendatangkan dia dalam rangka membela
agama Allah Ta’ala, dan berjalan dengan mereka, karena mereka campur
aduk.
Individu-individu ini campur baur tidak bisa dihukumi atas mereka
dengan satu hukum yang umum akan tetapi manhaj-manhaj mereka, bukanlah
dari manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.” [Kaset Al-As-ilah as- Saniyyah li
'Allamah al-Bilaad al-Yamaniyyah]
Al-Muhaddits as-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah
pernah ditanya juga tentang apa hukum banyaknya jumlah jamaah-jamaah dan
kelompok-kelompok Islam, sementara masing-masing berbeda dalam
manhajnya, cara-cara dakwahnya dan akidahnya serta dasar-dasar yang
tegak di atas jamaah-jamaah ini, terlebih dikatakan bahwa jamaah yang
haq adalah satu sebagaimana yang disebutkan dalam hadits?
Maka beliau pun menjawab: “Ringkas kata dalam masalah ini kitakan, “Tidak tersamar
bagi setiap muslim yang tahu akan kitab dan sunnah dan apa-apa yang ada pada Salaf ash-Shalih Radhiallahu ‘anhum bahwasanya:
1. Pengelompokan (tahazzub) dan perkumpulan (takatul) dalam jamaah-jamaah yang berlainan pola berfikirnya
2. Manhaj-manhaj (prinsip) dan cara-cara (model-model mereka)
Tidak ada sedikipun yang berasal dari Islam, bahwa semua itu adalah
dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Ta’ala dalam banyak ayat- ayatNya
di dalam Al-Qur’an al-Karim. Di antaranya:
مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
artinya : “Dan janganlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka
menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan
apa yang ada pada golongan mereka.” (Ar-Ruum: 32)
Dan firman-Nya yang lain:
وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
إِلاَّ مَن رَّحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ
رَبِّكَ لأَمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
artinya : “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia
umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali
orang- orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu, kecuali orang-orang yang
diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka.
Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan; Sesungguhnya Aku akan
memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. ”
(Hud: 118-119)
Dan Allah Ta’ala mengecualikan dari perselisihan ini satu golongan
yang dikasihi, di mana Allah berfirman: (“Kecuali orang-orang yang
diberi rahmah oleh Tuhanmu.”)
Maka tidak ada keraguan dan kebimbangan, bahwasanya jamaah manapun
yang menginginkan dengan perhatian yang maksimal dan ikhlas karena Allah
Ta’ala untuk bisa termasuk dari umat yang dikasihi ini yang
dikecualikan dari perselisihan yang pasti terjadi, tidak ada cara untuk
sampai kepada jalan itu dan untuk merealisasikannya secara amaliah dalam
masyarakat Islam, kecuali dengan kembali kepada Kitab dan Sunnah dan
apa-apa yang telah ditempuh oleh Salaf ash-Shalih radhiallahu ‘anhum
ajma’in.
Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan manhaj
dan jalan yang selamat, tidak hanya satu hadits yang shahih saja dari
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, di mana beliau pada suatu hari membuat
satu garis lurus di atas tanah, dan membuat garis-
garis di sekitar garis lurus itu, kemudian beliau membaca firman Allah Ta’ala:
وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
artinya : “Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang
lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.”
(Al-An’am: 153)
Kemudian beliau menunjuk dengan ujung jarinya di atas garis yang
lurus, seraya bersabda, “Dan masing-masing golongan dari dua kelompok
ini ada setan yang mengajak manusia kepadanya.” Tidak ragu lagi bahwa
jalan-jalan yang pendek inilah yang menjadi perumpamaan adanya
kelompok-kelompok dan jamaah-jamaah yang banyak sekali.
(Sampai di sini perkataan beliau).
Demikian pula Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin hafizhahullah
ditanya: Apakah ada nash-nash dari kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya
shalallahu ‘alaihi wasallam yang menjelaskan tentang dibolehkannya
ta’addud al-Jama’at (banyaknya jumlah jamaah) dan jamaah Ikhwan ? Maka
beliau pun menjawab: “Saya katakan, tidak ada dalam kitab dan juga di
sunnah hal- hal yang membolehkan banyaknya jumlah jamaah dan
kelompok-kelompok, bahkan dalam kitab dan sunnah mencela masalah ini.
Firman Allah Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ
فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا
كَانُواْ يَفْعَلُونَ
artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan
mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun
tanggung-jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah
(terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada
mereka apa yang telah mereka perbuat.” (Al-An’am: 159)
مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
artinya : “Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Ar-Ruum: 32)
Tidak ragu lagi bahwa kelompok-kelompok ini menyelisihi apa yang
diperintahkan oleh Allah, bahkan Allah membatasinya dengan firman-Nya:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
artinya : “Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama yang satu, dan
Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.” (Al-Mu’minun: 52)
Dan perkataan sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa “tidak
mungkin dakwah ini menjadi kuat kecuali jika berdiri di bawah satu
kelompok.”
Kami katakan: Ini tidak benar, bahkan dakwah ini akan semakin kuat
selama manusianya berlindung di bawah Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya
shalallahu ‘alaihi wasallam dengan ittiba’ (mengikuti) kepada
atsar-atsar (perilaku/jejak langkah) Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
dan Khulafa ar-Rasyidin (Khalifah yang empat yang diberi petunjuk,
red).”
Sebagaimana telah bangkit sebagian ahli ilmu dari kalangan Ahlus
Sunnah wal Jama’ah yang mereka memiliki bashirah (wawasan) tentang
manhaj jamaah ini (yakni Ikhwanul Muslimin) dengan memberi peringatan
kepada manusia dari (bahayanya) jamaah ini, lebih-lebih al-Muhaddits
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Shalih al-
Fauzan – anggota ikatan ulama-ulama besar Saudi Arabia- dan Syaikh Rabi’
bin Hadi al-Madkhali 2) serta yang lainnya masih banyak lagi….
Disini saya katakan kepadamu, sekaligus saya beri peringatan atas suatu permasalahan:
Bukankah kamu lihat bahwa yang mengkritik jamaah ini dan mentahdzir
(memberi peringatan) dari jamaah in pada masa sekarang, mereka adalah
dari kalangan ulama-ulama besar dan para pencari ilmu (thalabatul ilmi),
berbeda dengan orang-orang yang hanya sekedar memuji kepada jamaah ini.
Tidakkah hal ini sedikit membekas pada jiwamu? Katakanlah: Ya, dan tengoklah kembali jiwamu!
Footnote :
1) Saya katakan: Inilah kebanyakan yang terjadi di kalangan anak muda –
mudah-mudahan Allah memberi petunjuk mereka- di mana mereka bertemu
dalam tanzhim Ikhwan tanpa mereka tahu dan memperhatikan manhaj ini,
seandainya mereka tahu apa yang ada dalam tanzhim ini dari
penyimpangan-penyimpangan kepada Ahlus Sunnah wal
Jama’ah pasti mereka akan berlepas diri dan waspada darinya. Oleh
karenanya yang saya harapkan kepada kawula muda yang terorganisasi dalam
kelompok ini, supaya jangan mengajak kepada kelompok ini tanpa mereka
mengetahui manhajnya dan supaya mereka tidak merasa cukup dengan
mendengar pujian-pujian atas pendiri-pendiri jamaah ini dan manhajnya
dari kalangan pimpinan-pimpinannya, bahkan mestinya mereka mencari dan
membongkar buku-buku al-Banna, Tilmisani dan Sayyid Sa’id Hawa serta
yang lainnya, agar al-haq ini nampak oleh mereka dengan jelas tanpa
kerancuan dan debu yang menutupinya.
2) Dan orang yang paling luas pandangan tentang asapnya
(kejelekannya) jamaah-jamaah ini pada masa kini adalah Syaikh Rabi’
al-Madkhali hafizhahullah, telah berkata demikian Syaikh Muqbil al-
Wadi’i, kaset Al-As-ilah as-Saniyyah li ‘Allamah al-Bilaad al-Yamaniyyah
(Dinukil dari “Hiwar haadii ma’a ikhwanii”, ditulis oleh Abu Abdillah
Ahmad bin Muhammad asy-Syihhi, alamat PO BOX 6018, El-Roms, Ra’s Al
Khamiyah, Uni Emirat Arab, cetakan th 1995/1415 H. Edisi Indonesia :
Dialog bersama ikhwani.)
Fatwa Syaikh Bin Baz tentang Ikhwanul Muslimin
Pertanyaan : Samahatusy Syaikh, … gerakan Ikhwanul Muslimin telah
memasuki kerajaan (Saudi Arabia) sejak beberapa waktu yang lalu. Mereka
telah memiliki kegiatan yang jelas di antara thalabatul ilmi (para
pelajar). Bagaimana pendapatmu tentang gerakan itu ? Dan seberapa jauh
hubungannya dengan manhaj sunnah dan jamaah ?
Jawaban :
Gerakan Ikhwanul Muslimin telah dikritik oleh para ulama yang utama
karena mereka tidak memiliki dakwah kepada tauhid dan tidak mengingkari
kesyirikan serta bid’ah-bid’ah. Mereka memiliki cara-cara khusus yang
menyebabkan kurangnya kegiatan berdakwah kepada Allah dan tidak adanya
pengarahan kepada aqidah yang benar yang mana ahlus sunnah wal jamaah
berada di atasnya. Seharusnyalah bagi Ikhwanul Muslimin untuk memiliki
perhatian kepada dakwah salafiyah, dakwah kepada tauhid, pengingkaran
terhadap peribadatan kubur, istighatsah (mengadu) kepada ahlul kubur
seperti kepada Husain, Hasan atau al-Badawy dan yang seperti itu. Wajib
mereka memiliki perhatian terhadap perkara yang sangat mendasar ini,
karena ia adalah dasar dien ini dan awal pertama ajakan Nabi shallallahu
alaihi wa sallam di Mekkah. Beliau mengajak untuk mengesakan Allah dan
mengajak kepada makna Laa Ilaaha Illallah.
Kebanyakan para ahli ilmi (ulama) mengkritik mereka karena masalah
ini, yaitu tidak adanya semangat mereka untuk berdakwah kepada
tauhidullah dan keikhlasan kepada-Nya serta pengingkaran kepada apa yang
telah diada-adakan oleh orang-orang bodoh seperti ketergantungannya
kepada orang-orang mati, beristighatsah (meminta pertolongan) kepada
mereka, karena hal ini adalah merupakan syirik besar. Demikian pula para
ulama membantah mereka karena tidak adanya perhatian mereka terhadap
sunnah, ittiba’ kepadanya dan tidak adanya perhatian terhadap hadis yang
mulia serta tidak adanya perhatian terhadap apa yang ada diatasnya
salaful ummah dalam hukum-hukum syariat. Dan masih banyak permasalahan
lain yang aku dengan saudara-saudaraku (para ulama) mengkritik mereka
padanya. Semoga Allah memberikan taufiq kepada mereka, membantu mereka
dan memperbaiki keadaan mereka.
(Diterjemahkan dari majalah Al-Majalla, no. 806, 23-29 Juli 1995 M/
25 Shafar – 2 Rabiul Awwal 1416 H, London. Dimuat dalam Majalah Salafy)
Diambil dari: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=348
01 September 2012
Dialog Bersama Ikhwani – Fatwa Ulama ttgnya
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar