Salah
satu keistimewaan hari jum'at karena di dalamnya terdapat shalat
Jum'at. Shalat Jum'at harus dikerjakan secara berjama'ah dan diawali
dengan khutbah. Bahkan para Malaikat, ketika imam naik mimbar, akan
menutup buku catatannya guna mendengarkan khutbah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Maka apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (Muttafaq 'alaih; al Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)
Yakni,
para malaikat menutup buku catatan mereka dan tidak mencatat tambahan
pahala bagi orang-orang yang datang dan masuk ke masjid setelah imam
naik mimbar.
Masih dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا
كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ
الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا
جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Apabila
hari Jum'at tiba, pada pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat yang
mencatat urutan orang datang, yang pertama dicatat pertama. Jika imam
duduk, merekapun menutup buku catatan, dan ikut mendengarkan khutbah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah,
"saat pertama dimulai, sejak naiknya matahari. Karena orang yang akan
mengerjakan shalat Jum'at dianjurkan duduk di masjid setelah shalat
Shubuh sampai terbit matahari." (Dituturkan oleh DR. Sa'id bin Ali al
Qahthahi dalam Shalah al Mukmin: 3/351)
Para malaikat menutup buku catatan mereka dan tidak mencatat tambahan pahala bagi orang-orang yang datang dan masuk ke masjid setelah imam naik mimbar.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Ghalib, Abu Umamah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Para
Malaikat duduk pada hari Jum'at di depan pintu masjid dengan membawa
buku catatan untuk mencatat (orang-orang yang masuk masjid). Jika imam
keluar (dari rumahnya untuk shalat Jum'at), maka buku catatan itu
dilipat."
Kemudian
Abu Ghalib bertanya, "wahai Abu Umamah, bukankah orang yang datang
sesudah imam keluar mendapat Jum'at? Ia menjawab, "tentu, tetapi ia
tidak termasuk golongan yang dicatat dalam buku catatan." (Dihasankan
oleh Syaikh al Albani rahimahullah dalam Shahih al Targhib, no. 710)
Maka
kondisi terbaik ketika imam menyampaikan khutbah Jum'at adalah diam dan
mendengarkan dengan seksama. Tidak boleh melakukan hal-hal yang bisa
memalingkan konsentrasi dari mendengarkan khutbah.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ
وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ
ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
"Barangsiapa
berwudlu, lalu memperbagus (menyempurnakan) wudlunya, kemudian
mendatangi shalat Jum'at dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan
khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan
pada hari itu sampai dengan hari Jum'at berikutnya dan ditambah tiga
hari sesudahnya. Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah
Jum'atnya." (HR. Muslim)
Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim,
"dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan
lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya
terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk
mendengarkan khutbah. Sedangkan makna lagha (perbuatan sia-sia) adalah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya."
Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, "Diamlah!", sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq 'Alaih, lafadz milik al Bukhari)
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari berkata, "dalam hadits ini, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah menetapkan bahwa memerintahkan diam saat khutbah adalah bentuk lahwun,
walaupun bentuknya perintah yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap perkataan yang mengganggu dari
mendengarkan khutbah, hukumnya lahwun. Dan bila ingin memerintahkan diam
orang yang bicara, dengan isyarat."
. . . menunjukkan bahwa setiap perkataan yang mengganggu dari mendengarkan khutbah, hukumnya lahwun. . .
Beliau
menambahkan, “Hadits di atas dijadikan dalil larangan terhadap seluruh
macam perkataan pada saat khutbah, dan demikian itu pendapat mayoritas
ulama terhadap orang yang mendengarkan khutbah.”
Sedangkan makna laghauta,
menurut Imam al Shan'ani dalam Subulus Salam, ". . . makna yang paling
mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak
memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan
(pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.”
Dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhu bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ
تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ
الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ : أَنْصِتْ
لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ
"Siapa
yang berbicara pada hari Jum'at, padahal imam sedang berkhutbah, maka
dia seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Dan orang
berkata kepada (saudara)-nya, 'diamlah!', tidak ada Jum'at baginya." (HR. Ahmad, dengan sanad la ba-tsa bih).
Maksud
dari penyerupaan orang yang berbicara saat imam berkhutbah dengan
keledai yang membawa kitab yang tebal-tebal adalah karena dia tidak
mendapat manfaat yang besar, padahal dia telah susah-susah datang dan
capek untuk sampai ke masjid.
Sedangkan
Makna "tidak ada Jum'atan baginya" berarti dia tidak mendapatkan Jum'at
secara sempurna. Nilai Shalat Jum'atnya seperti shalat Dzuhur. (lihat
Fathul Baari: II/184 dan Subulus Salam: III/172)
Makna "tidak ada Jum'atan baginya" berarti dia tidak mendapatkan Jum'at secara sempurna. Nilai Shalat Jum'atnya seperti shalat Dzuhur. .
Mengedarkan kotak infak saat Imam berkhutbah
Dari
ulasan di atas, sangat jelas sikap yang harus dilakukan oleh Jama'ah
Jum'ah, yaitu diam dan mendengarkan khutbah yang disampaikan imam dengan
seksama. Sehingga dia bisa mengambil manfaat dari khutbah yang
disampaikan. Jangan dia berbicara kepada kawannya atau melakukan
perbuatan yang bisa mengganggu dari mendengarkan dan memperhatikan
khutbah.
Realitas
berbeda sering ditemukan di kebanyakan masjid, kotak amal/kotak infaq
diedarkan saat imam naik mimbar dan khutbah sedang berlangsung. Ini
adalah kesalahan besar, karena mengganggu kekhusyu'an dalam mendengarkan
khutbah.
Di
sebagian masjid, kotak amal diedarkan oleh petugas. Ia berdiri saat
khutbah kedua untuk menjalankan kotak amal kepada Jama'ah, shaf demi
shaf. Maka ia telah melakukan kesalahan besar, tapi merasa telah berbuat
kebaikan.
Dalam
hal ini, kesalahan bukan hanya dilakukan oleh petugas tadi. Orang yang
berinfaq juga melakukan kesalahan, karena melakukan kegiatan yang
menyibukkan dari memperhatikan khutbah. Ia memasukkan tangannya ke saku,
mengeluarkan uang, dan memasukkannya ke kotak amal. Ini adalah
perbuatan sia-sia yang dilarang pada saat imam berkhutbah.
Barangsiapa yang ingin berinfak, hendaknya melakukannya sebelum dimulainya khutbah Jum'at atau sesudah pelaksanaan shalat.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mengusap-usap kerikil, maka ia telah melakukan yang sia-sia."
Jika
sekedar mengusap-ngusap kerikil atau tikarnya saja dinilai sia-sia, lalu
bagaimana dengan orang yang berdiri mengedarkan kotak infak atau sibuk
memindahkan atau menjalankannya ke sampingnya? Lalu bagaimana juga
dengan kondisi orang yang sibuk mengambil uang di sakunya,
mengeluarkannya, lalu memasukkan ke kotak amal? Tentu jauh lebih
dianggap sia-sia. (Syaikh Wahid Abdul Salam Bali dalam Al Kalimaat al Naafi'ah fi Akhtha' al Sya-i'ah -diterjemahkan dengan 474 Kesalahan Umum dalam akidah dan Ibadah beserta koreksinya- hal. 349)
Jika sekedar mengusap-ngusap kerikil atau tikarnya saja dinilai sia-sia, lalu bagaimana dengan orang yang berdiri mengedarkan kotak infak atau sibuk memindahkan atau menjalankannya ke sampingnya?
Jadi,
memutar kotak amal pada saat shalat jum’at di saat imam berkutbah
hukumnya tidak boleh, karena mengganggu seseorang dari mendengarkan dan
memperhatikan khutbah. Akibatnya, orang yang melakukan kesalahan ini
akan kehilangan keutamaan shalat Jum'at. Ibadah Jum'atnya seperti
melaksanakan shalat dzuhur.
Sebagai
gantinya, kotak amal bisa diletakkan di samping pintu sehingga setiap
orang yang ingin bersedekah bisa memanfaatkannya, baik sebelum khutbah
dimulai atau sesudah shalat.
0 komentar:
Posting Komentar