Banyak sisi kelam dari kisah hidup para nabi palsu yang terkubur
oleh puja dan puji para pengikutnya. Mirza Ghulam Ahmad adalah contoh
yang amat layak diketengahkan. Bagaimana sesungguhnya akhlak dari “nabi”
orang-orang Ahmadiyah ini?
Dengan menengok –walau sekilas– tentang sejarah munculnya sekte
Ahmadiyah ini, diharapkan kita akan mengenal dengan jelas jati diri
mereka dan pimpinan mereka.1
Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan di daerah Qadiyan, salah satu daerah di
wilayah Punjab, di sebuah keluarga yang bekerja dengan setia pada
penjajah Inggris. Dahulu ayahnya adalah salah satu pengkhianat muslimin.
Dia melakukan makar terhadap muslimin serta membantu penjajahan Inggris
guna memperoleh kedudukan. Ini sebagaimana disebutkan sendiri oleh
Ghulam Ahmad dalam bukunya Tuhfah Qaishariyyah (hal. 15): “Sesungguhnya
ayahku Ghulam Murtadha dahulu termasuk orang yang memiliki hubungan
baik dan mesra dengan pemerintah Ingris. Ia punya posisi di kantor
pemerintah. Ia membantu pemerintah (Inggris) saat orang-orang sebangsa
dan seagamanya melawan Inggris, dengan bantuan yang baik pada tahun 1851
M. Dia bahkan membantu Inggris dengan 50 tentara dan 50 kuda darinya
sendiri….”
Di masa remajanya, Ghulam Ahmad belajar sebagian buku-buku bahasa
Urdu dan bahasa Arab dari ustadz-ustadz yang kurang dikenal. Juga
belajar sedikit dari ilmu perundang-undangan, kemudian bekerja menjadi
pegawai di Siyalkot dengan gaji hanya 15 Rupee per bulannya (hal.
278-279). Lalu dia meninggalkan pekerjaannya tersebut, sehingga menjadi
pengangguran. Saat itu ia mulai mempelajari buku-buku agama Hindu dan
Nashrani, karena dialog antar agama saat itu tengah ramai di India.
Mayoritas muslimin menghormati ulama dan munadzir (ahli dialog) mereka
serta membantu mereka sesuai kemampuan, dengan segala yang mereka miliki
baik harta maupun jiwa. Sehingga Ghulam Ahmad di awal munculnya
menampakkan bahwa dirinya adalah seorang pembela Islam. Dia pandang
pekerjaan ini mudah baginya dan mulia. Ia juga bisa memperoleh harta
dengan cara ini yang tidak dia peroleh dengan menjadi pegawai.
Maka yang pertama kali dia lakukan adalah mengumumkan perlawanannya
terhadap agama Hindu. Iapun menulis beberapa makalah di sebagian surat
kabar, disusul dengan memproklamirkan perlawanannya terhadap Nashrani.
Sontak kaum muslimin mengarahkan perhatiannya kepadanya. Ini terjadi
pada tahun 1877 M dan 1878 M.
Lalu ia mengumumkan bahwa dirinya telah memulai menulis kitab
sebanyak 50 (limapuluh) jilid, membantah segala sanggahan orang kafir
terhadap Islam. Oleh karenanya, hendaknya kaum muslimin segera
menyumbangkan dananya agar segera tercetak. Saat-saat itu juga, ia mulai
mengumumkan tentang karamah-karamahnya yang palsu, sehingga
orang-orangpun menganggap ia bukan hanya sekadar orang berilmu tapi juga
seorang wali. Maka segeralah muslimin mengirimkan dana yang cukup besar
untuk mencetak kitab tersebut2.
Kemudian ia menerbitkan Juz pertamanya dengan judul Barahin Ahmadiyah
pada tahun 1880 M. Tetapi isinya justru dipenuhi dengan
pengumuman-pengumuman serta karamah-karamahnya. Lalu keluar juz kedua
tahun 1882 M dan isinya tidak jauh dari yang pertama. Kemudian ia
keluarkan juz ketiga tahun 1884 M, lalu juz keempat. Sesampainya
kitab-kitab tersebut di tangan muslimin, mereka heran dan kecewa. Karena
bukannya mengisi lembaran kitabnya dengan sanggahan orang-orang kafir
dan bantahannya, tapi justru dengan karamah-karamah dan puja-pujian
terhadap penjajah Inggris.
Ketika itu, para ulamapun paham bahwa sesungguhnya ia hanya menipu
kaum muslimin. Yang patut disebutkan juga bahwa kitab yang dia janjikan
50 jilid itu ternyata tidak terbit kecuali hanya 5 jilid. Ketika ditanya
tentang orang-orang yang telah menyumbang untuk mencetak kitabnya
tersebut, ia hanya menjawab: “Tidak ada bedanya antara lima dan limapuluh kecuali hanya satu titik.”3
Alhasil, penjajah Inggris telah memanfatkannya dan menyuguhkan kepadanya
segala yang istimewa dan berharga, sehingga iapun berkhianat
sebagaimana ayahnya berkhianat. Namun pengkhianatan ayahnya hanya
terhadap bangsa dan rakyat negaranya, tapi si anak ini berkhianat
terhadap agamanya dan pemeluk agamanya. Akhirnya iapun bekerja atas gaji
penjajah Inggris dan dengan bimbingan mereka.
Awal proklamasinya pada tahun 1885 M dengan pengakuan bahwa dirinya
adalah seorang Mujaddid (pembaru). Lalu pada tahun 1891 M dia mengaku
bahwa dirinya adalah Mahdi yang dijanjikan akan muncul. Pada tahun yang
sama juga, dia mengaku bahwa dirinya Al-Masih Al-Mau’ud (yang
dijanjikan), namun ia adalah nabi yang mengikuti nabi sebelumnya.
Setelah itu, pada tahun 1901 M dia menyatakan bahwa dirinya adalah Nabi
yang berdiri sendiri, yakni memiliki syariat tersendiri, bahkan lebih
utama dari seluruh para Nabi dan Rasul.
Orang-orang yang berilmu sesungguhnya telah menduga kuat sebelum
penobatan dirinya sebagai Nabi bahwa hal itulah sebenarnya yang dia
inginkan. Akan tetapi Ghulam mengingkari hal itu dengan sekuatnya dan
mengatakan: “Aku meyakini semua yang
diyakini Ahlus Sunnah, sebagaimana aku meyakini bahwa Muhammad adalah
penutup para nabi, dan barangsiapa yang mengaku kenabian setelahnya
berarti dia kafir, dusta. Karena aku mengimani bahwa kerasulan dimulai
dari Adam dan berakhir sampai Rasulullah.”4
Lalu sedikit meningkat dengan motivasi dari penjajah, sehingga dia mengatakan: “Aku
bukan nabi, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan aku muhaddats
dan kaliim (yang diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) agar
memperbarui agama Al-Mushthafa.”5
Lalu meningkat lagi secara bertahap, katanya: “Aku bukan Nabi, akan tetapi Muhaddats, dan Muhaddats itu berkekuatan nabi, bukan benar-benar Nabi.”6
Lalu, “Muhaddats itu adalah Nabi yang kurang… seolah jembatan antara para Nabi dan umat-umat mereka.”7
Lebih dari itu, dia mengatakan: “Aku
bukan Nabi yang menyerupai Muhammad atau aku datang dengan syariat yang
baru, bahkan seluruh yang ada, aku adalah Nabiyyun muttabi’ (Nabi yang
mengikuti).”8
Lalu “Aku adalah Al-Masih yang Rasul beritakan tentangnya.”9
Pada akhirnya mengatakan: ”Demi Allah Yang
rohku pada genggaman-Nya, Dialah yang mengutus aku dan menamaiku dengan
Nabi… dan menampakkan untuk kebenaran pengakuanku, ayat-ayat nyata yang
jumlahnya mencapai 300 ribu bukti.”10
Padahal dia yang mengatakan sebelum itu: “Tidaklah
ada yang mengaku sebagai Nabi setelah Muhammad kecuali dia adalah
saudara Musailamah Al-Kadzdzab, kafir, orang yang jelek”11
Dia juga mengatakan: “Kami melaknat orang yang mengaku nabi setelah Muhammad.”12
Dengan demikian Mirza Ghulam Ahmad adalah terlaknat, kafir, pendusta dan sangat jelek, berdasarkan persaksiannya sendiri.
Satu Contoh Kenabian Ghulam Ahmad
Seorang Nabi tentu membawa berita-berita kenabian, karena Nabi berarti
pembawa berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala (lihat Al-Qamus
Al-Muhith). Berita tersebut sebagai bukti akan kebenaran kenabian yang
dia klaim. Itulah pula yang dilakukan oleh Nabi kita Muhammad bin
Abdillah Al-Qurasyi. Sebagai salah satunya adalah berita akan munculnya
para pendusta yang mengaku Nabi, dan itu telah terbukti. Berita tersebut
hanya salah satu dari sekian banyak berita kenabian beliau. Para ulama
telah membukukannya dalam karya-karya mereka yang mereka beri judul
Dala`il An-Nubuwwah, semacam yang ditulis oleh Al-Imam Al-Baihaqi
rahimahullah
Lalu bagaimana dengan Nabi Ahmadiyah ini? Kami akan berikan salah
satu contoh berita kenabiannya, yang ia jadikan sebagai tolok ukur
kebenaran kenabian atau kedustaannya.
Alkisah, salah seorang kerabat Ghulam Ahmad bernama Ahmad Bik suatu saat
memerlukan bantuan Ghulam karena suatu masalah yang dia alami. Ghulam
pun mengatakan: “Aku akan membantumu dengan syarat kamu nikahkan aku dengan anak perempuanmu, Muhammadi Baijum.”
Usia Ghulam ketika itu di atas 50 tahun dan dalam kondisi banyak
mengidap penyakit. Ahmad Bik pun tidak menerima syarat tersebut,
sehingga beranglah Ghulam Ahmad karena penolakan itu. Mulailah ia
mengancam Ahmad Bik. Begitu kasmarannya terhadap si wanita tersebut
sampai ia mengatakan: “Sesungguhnya Allah
memperlihatkan kepadaku dalam bentuk (wahyu) kenabian, bahwa anak
perempuan Ahmad Bik menikah denganku. Padahal keluarganya tidak setuju
dan melarang. Akan tetapi Allah menikahkannya denganku dan menghilangkan
segala penghalang. Tidak seorangpun yang dapat menghalangi terwujudnya
pernikahan ini.” (Izalatul Auham hal. 396 karya Ghulam Ahmad)
Lebih dari itu bahkan dia mengatakan: “Bila
berita kenabian ini tidak terwujud, maka aku menjadi yang terjelek dari
orang-orang yang jelek, wahai orang-orang yang dungu.”
Dalam masa penantian terwujudnya “berita kenabian” itu, Ghulam terus
berusaha merayu Ahmad Bik dengan berbagai macam janji dan pengharapan.
Sehingga ia menulis surat kepada Ahmad Bik yang berisi: “Saudaraku
yang mulia Ahmad Bik, semoga Allah berikan keselamatan kepadamu. Saat
ini aku baru saja selesai dari amalan muraqabah, sehingga aku tidur dan
aku melihat bahwa Allah memerintahkan aku agar memperlihatkan kepadamu
dengan syarat kamu nikahkan aku dengan anak perempuamu yang besar dan
masih perawan, agar kamu berhak mendapatkan kebaikan-kebaikan dari
Allah, barakah-barakah-Nya, nikmat-nikmat-Nya serta kemuliaan dari-Nya,
serta memberikan kepadamu jalan keluar dari kesulitan dan musibah. Tapi,
jika kamu tidak memberikan anak perempuanmu kepadaku maka engkau akan
menjadi sasaran peringatan dan hukuman.
Aku sampaikan juga kepadamu apa yang
Allah perintahkan kepadaku agar kamu mendapat nikmat Allah dan
pemuliaan-Nya, dan agar Ia bukakan untukmu perbendaharaan-perbendaharaan
nikmat… Aku juga siap untuk menandatangani perjanjian yang kamu bawa
kepadaku. Lebih dari itu, seluruh milikku untukmu dan untuk Allah.
Demikian juga, aku siap membantu anakmu Aziz Bik untuk mendapatkan
pekerjaan di kepolisian, sebagaimana aku akan nikahkan dia dengan anak
perempuan seorang yang kaya raya dari muridku.”13
Ketika ia melihat bahwa rayuan-rayuan tersebut tidak membuahkan
apapun maka ia mulai merendah dan meminta-minta belas kasihan Ahmad Bik.
Ia tuliskan dalam surat berikutnya: “Aku
berharap darimu dengan penuh adab dan segala kelemahan, agar kamu terima
pernikahanku dengan anak perempuanmu, karena pernikahan ini pasti
menyebabkan keberkahan dan membukakan untuk kalian pintu-pintu rahmat,
yang tidak tergambar oleh kalian. Barangkali kalian juga tahu bahwa
berita kenabian ini telah tersebar luas di kalangan ribuan manusia
bahkan ratusan ribu manusia. Dunia pun melihat realisasi dari kenabian
ini. Ribuan orang-orang Kristen juga berharap agar kenabian ini tidak
terealisasi, sehingga mereka menertawakan kita. Namun Allah akan
menghinakan mereka dan menolong aku. Oleh karena itu, aku berharap
darimu agar membantu aku dalam merealisasikan kenabian ini.”
Ternyata upaya inipun tidak membuahkan hasil. Maka ia berusaha
mencari jalan lain dengan cara memaksa dua anaknya untuk membantu
memaksa Ahmad Bik, yaitu Sulthan Ahmad dan Fadhl Ahmad. Bila tidak, maka
mereka berdua diharamkan dari warisan. Bahkan istrinya juga diancam
untuk diceraikan bila tidak membantu. Dia katakan:
“Bila anak perempuan Ahmad Bik menikah dengan seseorang selainku, maka
hari itu juga Sulthan Ahmad haram dari warisanku, dan dia tidak lagi
punya hubungan denganku serta ibunya kuceraikan. Adapun anakku Fadhl
Ahmad, ia juga haram dari warisanku bila ia tidak menceraikan istrinya,
yaitu anak perempuan dari saudara perempuan Ahmad Bik, dan tidak ada
lagi hubungan denganku seperti halnya saudaranya, Sulthan Ahmad.”14
Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak lain untuk membuktikan
imitasi kenabiannya. Gadis dambaan Ghulam Ahmad itupun akhirnya menikah
dengan seorang militer bernama Sulthan Bik. Akhirnya, kesedihan yang
dalam dan penyesalan yang tiada terukur menyelimuti pembawa berita
kenabian palsu itu. Laknat dan doa jelek pun dia tuai karena dia sendiri
yang menanamnya: “Bila berita kenabian ini
tidak terwujud maka aku menjadi yang terjelek dari orang-orang yang
jelek, wahai orang-orang yang dungu.”
Namun tanpa rasa malu, ia tetap bersikukuh akan kebenaran berita kenabian itu. Sehingga ia menuliskan:
“Aku memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh di hadapan-Nya,
sehingga aku diberi ilham, ‘Niscaya aku akan perlihatkan kepada mereka
ayat-ayatku, bahwa wanita ini akan menjanda dan suaminya akan mati,
demikian pula ayahnya. Dalam kurun waktu 3 tahun lagi, wanita itu akan
kembali kepadaku dan tidak seorangpun mampu menghalangi.”15
Dia juga mengatakan: “Demi Allah yang
mengutus Muhammad dengan kebenaran. Ini jujur, ini benar, bahwa wanita
itu menikah denganku, DAN AKU JADIKAN BERITA INI SEBAGAI TOLOK UKUR
KEJUJURAN ATAU KEDUSTAANKU. Tidaklah kukatakan ini melainkan setelah
Allah beritakan kepadaku tentangnya.”
Waktu berjalan. Hari berganti hari. Namun sampai waktu yang
dijanjikan bahkan melebihinya, sang suami tak kunjung mati walau
hidupnya di bawah desingan peluru dan mortir. Suatu keadaan yang membuat
pengaku nabi ini semakin gundah. Tertuang padanya berbagai laknat dan
cercaan, sehingga ia berdoa: “Akhirnya aku
memohon kepada Allah, wahai Ilah, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berilmu,
jika berita kenabian tentang pernikahan dengan anak perempuan Ahmad Bik
ini dari sisi-Mu maka wujudkanlah, agar menjadi hujjah atas makhluk-Mu,
dan agar Engkau bungkam dengannya mulut-mulut orang yang hasad dan
jelek. Jika KENABIAN INI BUKAN DARI-MU ya Allah, maka binasakan aku
dalam keadaan hina dan merugi. Dan jadikan aku terlaknat dalam
pandangan-Mu.”16
Sungguh-sungguh terjadi, doa itu bagai bumerang buatnya. Sampai ajal
menjemput Ghulam Ahmad dalam keadaan yang menghinakan, suami Muhammadi
Baijum masih tetap menghirup udara dan tetap berada di samping sang
istri, bahkan hidup sampai lebih dari 40 tahun sepeninggal Nabi palsu
yang terbongkar kepalsuannya dengan persaksiannya sendiri.
Sungguh ini merupakan pukulan telak bagi Ahmadiyah, yang mereka tidak mendapatkan jalan keluar darinya.
Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir menyebutkan sampai 10 berita kenabian
palsu semacam ini dalam makalahnya Al-Mutanabbi Al-Qadiyani wa
Tanabbu`atuhu. Tentunya jumlah itu bukan sebagai pembatas. Namun, adakah
bukti kepalsuan ini mendapatkan tempat di hati pada pengikut Ahmadiyah?
Ternyata tidak, kecuali bagi mereka yang mendapat rahmat Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Karena yang buta sesungguhnya bukanlah mata mereka, tapi
kalbu mereka.
___________________________________________________________________________________________________
1 Pembahasan berikut ini diringkas dari kumpulan makalah Asy-Syaikh Prof. Ihsan Ilahi Zhahir, seorang ulama besar di Pakistan.
2 Bisa dilihat pengumuman-pengumuman tersebut dalam Tabligh Risalat
kumpulan pengumuman Ghulam Al-Qadiyani juz 1 hal. 25 dan Tabligh Risalat
Juz 2 hal: b dan Juz 1 hal. 13.
3 Yakni angka nol dalam tulisan Arab adalah titik. Hanya itu bedanya.
Pernyataannya tercantum dalam يقدمه براهين أحمد juz 5 hal 7.
4 I’lanul Ghulam, pernyataan Ghulam tanggal 12 Oktober 1891, dalam kumpulan Tabligh Risalat juz 2 hal. 2.
5 Mir`aat Kamalaat Al-Islam hal. 383
6 Himayat Al-Busyra, karya Ghulam hal. 99
7 Izalatul Auham, karya Ghulam hal. 529
8 Titimmatu Haqiqatul Wahyi, karya Ghulam hal. 86
9 Izalatul Auham, karya Ghulam hal. 683
10 Titimmatul Wahyi, karya Ghulam hal. 68
11 Anjam Aatsim, karya Ghulam hal. 28
12 Pernyataan Ghulam dalam Tabligh Risalat juz. 6 hal. 2.
13 Surat Ghulam Al-Qadiyani kepada Ahmad Bik, dinukil dari غيب نوشته hal. 100 tanggal 20 Februari 1888 M.
14 Pengumuman Ghulam Ahmad 2 Mei 1891 dinukil dari Tabligh Risalat, 2/9.
15 Ilham Ghulam Ahmad, dinukil dari غيب نوشته
16 Pengumuman Ghulam Ahmad pada 27 Oktober 1894 M dalam Tabligh Risalat, karya Qasim Al-Qadiyani, 3/186.
01 September 2012
Sejarah Munculnya Ahmadiyah
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar