Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
إِلَّا مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ:
مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Seluruh umatku akan masuk jannah, kecuali yang enggan.” Maka
dikatakan: “Wahai Rasulullah, siapa yang enggan?” Beliau menjawab:
“Barangsiapa yang menaatiku maka dia pasti masuk jannah, sedangkan
barangsiapa yang mendurhakaiku maka sungguh dia telah enggan (masuk
jannah).” (Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Akhlak adalah cerminan dari hati
seorang muslim. Sehingga, perangai yang penuh adab dan sopan santun
merupakan gambaran dari apa yang ada di dalam hatinya. Sebaliknya, tutur
kata yang tidak beradab, sikap yang jelek, itupun merupakan gambaran
isi hati seseorang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً
إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, di dalam jasad ada
segumpal daging. Apabila baik, maka baiklah seluruh jasadnya, dan
apabila rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, dia adalah
hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Abdillah An-Nu’man bin Basyir
radhiyallahu ‘anhuma)
Bahkan akhlak yang baik adalah bukti
kebenaran iman seseorang. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi, Kitab
Ar-Radha’ Bab Ma Ja`a fi Haqqil Mar`ah ‘ala Zaujiha, no. 1082,
dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ no. 1232)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan kepada kita tentang akhlak Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu
‘anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau menjawab:
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Qur`an.” (HR. Muslim)
Karena akhlak Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah Al-Qur`an, maka dapat kita ambil kesimpulan
bahwa akhlak itu mencakup agama Islam secara keseluruhan. Baik akhlak
terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, terhadap rasul-rasul-Nya
‘alaihimussalama, kitab-kitab-Nya, maupun akhlak terhadap hamba-hamba
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lainnya.
Dari sini pula kita dapatkan bahwa
kebanyakan orang masih berpandangan sempit tentang akhlak. Seakan-akan,
akhlak hanya terbatas pada tutur kata dan penampilan yang menarik saja.
Padahal cakupannya luas, seluas syariat Islam.
Di antara hamba-hamba Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang paling berhak untuk kita beradab dan berakhlak yang baik
adalah para nabi dan rasul ‘alaihimussalam, terutama Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengapa demikian? Karena, kita tidak
mungkin mengetahui jalan yang benar dan melaksanakan ibadah yang bisa
diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kecuali dengan Sunnah dan
thariqah (jalan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Realisasi dan wujud berakhlaknya seorang mukmin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di antaranya:
1. Beriman kepadanya
dan beriman pula kepada apa yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bawa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ
وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman
(kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada
Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan
menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan
Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hadid: 28)
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa
Ta’ala menjanjikan beberapa perkara kepada orang-orang yang bertakwa dan
beriman kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandakan pahalanya dua kali lipat, dan ini merupakan rahmat-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan
kepadanya cahaya ilmu dan petunjuk, sehingga mereka bisa berjalan
dengannya di dalam gelapnya kejahilan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya.
Inilah buah yang akan didapat oleh
orang-orang yang beradab dan berakhlak baik, khususnya terhadap
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebaliknya, orang yang tidak beradab
dan berakhlak baik terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
akan gugur amal-amalnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ
تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ
بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ
وَأَنْتُمْ لاَ تَشْعُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. Dan janganlah
kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara)
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus amalanmu
sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al-Hujurat: 2)
Mengangkat suara kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja bisa menggugurkan amalan. Lebih-lebih
berbagai macam syirik, bid’ah, hizbiyah, kemaksiatan, dan kemungkaran
lainnya.
2. Membenarkan segala berita yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى. وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى
“Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan
tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).” (QS. An-Najm: 2-4)
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia berkata:
كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ
مِنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي
قُرَيْشٌ فَقَالُوا: إِنَّكَ تَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ مِنْ
رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَرَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم
بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا؟ فَأَمْسَكْتُ عَنِ
الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ:
اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا خَرَجَ مِنِّـي إِلَّا حَقٌّ
“Aku senantiasa menulis segala sesuatu
yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk aku
hafal. Maka kaum Quraisy melarangku dan berkata: ‘Engkau menulis segala
yang engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia, beliau
berkata dalam keadaan marah maupun ridha?’ Aku pun menahan diri dari
menulis hingga aku sebutkan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ‘Tulislah. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah
keluar dariku kecuali kebenaran’.” (HR. Ahmad, 2/162. Dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1532, dan
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad no. 768)
Sehingga, berita apapun yang shahih
dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wajib kita membenarkannya,
baik berita itu masuk akal ataupun tidak. Baik berita itu sudah
terjadi, sedang terjadi, atau yang akan terjadi. Semuanya adalah benar,
selama berita tersebut shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Tidak boleh seseorang mempertentangkannya dengan mazhab,
pemikiran, atau pendapat siapapun. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendahului Allah (yakni Kitabullah) dan Rasul-Nya (yakni
Sunnahnya), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat: 1)
Berdasarkan ayat ini, berita apapun
yang bertentangan dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih adalah
salah, siapapun yang mengatakannya. Demikianlah seharusnya akhlak dan
adab seorang muslim terhadap berita yang shahih dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Menaati perintah dan larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)….” (QS. An-Nisa`: 59)
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ
وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا
أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ
وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
“Apa saja yang aku larang kalian
darinya maka tinggalkanlah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada
kalian maka ambillah semampu kalian. Hanyalah yang membinasakan
orang-orang yang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan mereka dan
penyelisihan mereka terhadap para nabi yang diutus kepada mereka.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga mengabarkan bahwa ketaatan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam merupakan sebab yang akan memasukkan seseorang ke dalam
jannah (surga). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
إِلَّا مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ:
مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Seluruh umatku akan masuk jannah,
kecuali yang enggan.” Maka dikatakan: “Wahai Rasulullah, siapa yang
enggan?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang menaatiku maka dia pasti
masuk jannah, sedangkan barangsiapa yang mendurhakaiku maka sungguh dia
telah enggan (masuk jannah).” (HR. Al-Bukhari, Kitabul I’tisham bil
Kitabi was Sunnah, Bab Al-Iqtida` bi Sunani Rasulillah, no. 6737)
Berbagai musibah, kehinaan dan
kerendahan yang menimpa kaum muslimin adalah disebabkan ketidaktaatan
dan ketidakberadaban terhadap perintah dan larangan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63)
4. Mengikuti dan berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seorang muslim tentu mencintai Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Bukti kecintaannya itu adalah dengan mengikuti dan
berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31)
Mengikuti (ittiba’) Rasul merupakan
solusi yang tepat tatkala menghadapi perselisihan dan perpecahan yang
terjadi pada umat ini. Di samping itu, ittiba’ akan membuahkan
keselamatan di dunia dari kesesatan, dan keselamatan di akhirat dari
azab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي
فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ
كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Sesungguhnya barangsiapa di antara
kalian yang hidup panjang, maka dia akan melihat perselisihan yang
banyak. Maka wajib kalian berpegang dengan Sunnahku dan sunnah para
khalifah yang terbimbing, yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah dengan
gigi-gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah dari perkara-perkara yang
baru, karena setiap perkara baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu
sesat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dia menyatakan: “Hadits yang
hasan shahih dari ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu.”)
Dari sinilah, ittiba’ Rasul menjadi
syi’ar dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah di sepanjang masa dan semua
tempat. Sekaligus, bid’ah dan hizbiyah yang merupakan lawan dari ittiba’
adalah tanda dakwah ahli bid’ah dan hizbiyah, yang akan mengajak kepada
perpecahan dan perselisihan. Kenapa demikian? Karena tidak ada satu
golongan pun kecuali memiliki amalan-amalan, pendapat-pendapat, dan
keyakinan-keyakinan yang menyelisihi Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali Ahlus Sunnah wal Jamaah yang
senantiasa mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
al-jamaah.
Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi rahimahullahu
berkata dalam Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah:
“Penyimpangan-penyimpangan (dari syariat) itu bertingkat-tingkat.
Terkadang berupa kekafiran, terkadang berupa kefasikan, terkadang berupa
kemaksiatan, dan terkadang berupa kesalahan semata.”
Demikian juga tidak beradab terhadap
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnahnya. Ada yang
menyebabkan kekafiran, kefasikan, kemaksiatan, dan kesalahan semata. Hal
ini dilakukan oleh berbagai golongan yang menisbahkan diri kepada
Islam.
Wallahul musta’an.
Oleh : Ust. Abu Abbas Ihsan
Sumber : http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/07/29/seluruh-ummat-muhammad-akan-masuk-surga-kecuali-yang-enggan/
0 komentar:
Posting Komentar