Oleh: Ustadz Abu Ammar al-Ghiyami hafizhahullah
Sesuatu
yang telah dimaklumi bersama bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam hidup di dalam rumah tangga poligami. Namun apakah juga telah
dimaklumi bahwa di rumah-rumah para istri beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga terdapat kecemburuan?
Semoga beberapa riwayat
berikut ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi pasutri yang hendak
hidup di dalam rumah tangga poligami maupun bagi pasutri yang telah
beberapa waktu mengarungi rumah tangga poligami, khususnya tentang
bagaimana mengelola kecemburuan.
Diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhari dalam Shohihnya, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa dia
berkata: “Aku tidaklah cemburu terhadap salah seorang istri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana kecemburuanku terhadap
Khodijah radhiyallahu ‘anha. Yang demikian itu sebab seringnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya dan memujinya.
Telah diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar
beliau memberinya kabar gembira dengan sebuah rumah miliknya kelak di
surga yang terbuat dari pipa-pipa batu permata.” [HR.al-Bukhari 5229]
Perhatikan
bagaimana Aisyah radhiyallahu ‘anha cemburu terhadap Khodijah
radhiyallahu ‘anha meski dia sudah tiada dan tak lagi bersamanya di
sisi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun seringnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut dan memujinya merupakan
penetapan besarnya cinta beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya
radhiyallahu ‘anha. Perhatikan pula bagaimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memaklumi ‘Aisyah atas kecemburuannya tersebut yang
merupakan sifat bawaannya. [1]
Juga diriwayatkan oleh
al-Bukhari, dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Adalah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berada (dirumah) salah seorang istri
beliau. Maka salah seorang ummahatul mukminin (para istri Nabi yang
lain) mengutus (seorang pelayan) dengan sepiring makanan. Maka (istri)
yang Nabi berada dirumahnya menampar tangan pelayan tersebut sehingga
piring pun jatuh tertelungkup dan pecah (menjadi dua bagian). Lalu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengumpulkan dua pecahan piring dan
mengumpulkan makanannya di dalamnya, seraya berkata, “Ibu kalian
cemburu.” Lalu beliau menahan pelayan tersebut sehingga diberilah ia
piring milik istri yang beliau ada dirumahnya, dan menyerahkan piring
yang utuh kepada yang punya piring yang dipecahkan, dan menahan yang
pecah di rumah istri yang (piring tersebut) pecah disana.
[HR.al-Bukhari 5225]
Istri Nabi yang mengirimkan makanan
ialah Zaenab bintu Jahsy radhiyallahu ‘anha, sedangkan yang memecahkan
piring ialah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.[2]
Kisah serupa
seperti yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i, dari ummul mukminin Ummu
Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa dia datang kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang bersama beberapa sahabat
beliau, dengan membawa makanan di sebuah piring miliknya. Maka
datanglah ‘Aisyah dalam keadaan bersarungkan sebuah selimut lebar sambil
membawagan batu sebesar genggaman tangan lalu ia memecahkan piring
tersebut dengannya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
mengumpulkan dua belah pecahan piring tadi seraya bersabda: “Makanlah,
ibu kalian sedang cemburu.” Beliua mengucapkannya dua kali. Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sebuah piring ‘Aisyah
dan mengutus seseorang untuk membawanya ke Ummu Salamah radhiyallahu
‘anha dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan piring Ummu
Salamah (yang pecah) buat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. [HR.an-Nasa'i
3973, dishohihkan oleh al-Albani dalam Irwa'ul Gholil 5/360]
Perhatikanlah
kisah dalam dua hadits di atas. Pada hadits pertama di atas hanya
disebutkan julukan kemuliaan saja, yaitu ummum mukminin, tidak
disebutkan nama mereka. Hal ini tidak mempermaklumkan kecemburuan yang
ada di antara mereka dari salah satu mereka terhadap salah satu yang
lainnya, para madunya, dari para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang mulia.
Perhatikan juga bagaimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mempermaklumkan kejadian yang ada di
antara para istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa
kecemburuan, dengan sabda beliau secara terang-terangan kepada para
sahabat yang ertamu di rumah beliau saat itu. begitulah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak mempermaklumkan agar apa yang
terjadi di antara para istri berupa kecemburuan itu tidak dicela karena
memang tidak tercela. Kecemburuan merupakan hal biasa yang terjadi di
antara para istri terhadap madunya. Itu muncul sebab dorongan jiwa yang
tidak mungkin ditolak.
Perhatikan pula bagaimana bagus
dan baiknya akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, keadilan serta
kelemahlembutan beliau menghadapi para istri yang saling cemburu.
Sedikit pun beliau tidak menghardik ‘Aisyah, tidak pula istri beliau
yang mengirimkan makanan, meski dengan sedikit ucapan, sebab semua
hanyalah kecemburuan. [3] Lebih dari itu, semua itu menunjukkan betapa
mereka semua sama-sama mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang tersirat dalam bentuk yang paling lembut dalam perhatian
yang sangat serta kecemburuan mereka untuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. [4]
Juga diriwayatkan oleh Yahya bin
Abdirrahman bin Hathib radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata: “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membawa bubur berdaging yang telah kumasak buat beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di
antara aku dan Saudah radhiyallahu ‘anha, aku katakan kepada Saudah:
“Makanlah.” Tapi dia enggan. Aku katakan: “Kamu mau makan atau akan
kubalurkan ke wajahmu.” Dia tetap enggan. Maka aku tempelkan tanganku
di bubur tersebut kemudian aku balur wajahnya, sehingga Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa (kepadaku). Lalu beliau
meletakkan (bubur tersebut) untuknya (Saudah radhiyallahu ‘anha) seraya
berkata: “(Sekarang ganti) balurlah wajahnya.” Dan tertawalah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya (Saudah). Tiba-tiba lewatlah
Umar radhiyallahu ‘anhu sambil menyeru: “Wahai Abdullah, Wahai Abdullah
(yakni anaknya).” (Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam) menyangka
bahwa dia akan masuk, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Berdirilah kalian berdua, lalu basuhlah wajah kalian.”
‘Aisyah berkata: “Terus-menerus aku segan terhadap wibawa Umar karena
kewibawaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” {HR.Abu Ya’la
al-Mushili dalam Musnadnya 4/261 dengan sanad hasan]
Perhatikan
indah dan mesranya kehidupan rumah tangga poligami Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meski dengan keseganan dan akhlak yang
mulia, tetap saja kecemburuan yang menjadi bumbunya menjadikan keadaan
lebih terasa keindahannya.
Juga diriwayatkan oleh Imam
Muslim, dari al-Qoshim bin Muhammad dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata: “Kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila
(hendak pergi) keluar adalah mengundi di antara para istri beliau.
Tatkala itu undian jatuh pada giliran ‘Aisyah dengan Hafshoh, dan
keluarlah mereka berdua bersama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melakukan
perjalanan di malam hari, (beliau) bersama ‘Aisyah sambil
berbincang-bincang bersamanya.[5] Maka suatu saat berkatalah Hafshoh
kepada ‘Aisyah.” Apakah tidak sebaiknya malam ini kamu menunggangi
untaku dan aku menunggangi untamu sehingga kamu bisa memandangi dan aku
pun bisa memandang?!” ‘Aisyah berkata: “Baiklah”. Sehingga ‘Aisyah
menunggangi unta Hafshoh dan Hafshoh menunggangi unta ‘Aisyah. Tatkala
demikian , datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke unta
‘Aisyah sedangkan yang diatasnya adalah Hafshoh. Beliaupun bersalam
kemudian berjalan bersamanya sampai suatu tempat persinggahan. Dan
‘Aisyah kehilangan beliau maka cemburulah ia. Tatkala telah turun dan
singgah di suatu tempat tersebut, ‘Aisyah pun menyusupkan kakinya ke
dalam semak-semak seraya bergumam (karena sangat cemburunya): “Ya
Robbi, sengatkan kepadaku seekor kalajengking atau gigitkan kepadaku
seekor ular. Rasul-Mu, sungguh aku tak kuasa berkata-kata sesuatu pun
kepadanya.” [HR.Muslim 2445, juga Bukhari 5211 dan an-Nasa'i 46]
Allahu Akbar.
Perhatikan begitu indahnya keluarga poligami Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Perhatikanlah bagusnya pergaulan beliau terhadap
para istri beliau, bagusnya akhlak beliau dan keadilannya terbukti
dengan undian di antara istri. Seperti inilah kewajiban para suami yang
memadu istri. Bila hendak keluar bepergian dan hendak mengikutsertakan
salah seorang istri, maka harus mengundi di antara para istri siapa
yang akan menemaninya.[6]
Perhatikan juga bagaimana para
istri beliau, ‘Aisyah dan Hafshoh yang saling cemburu. Sampai karena
begitu besarnya kecemburuan mereka berdua, Hafshoh pun membuat
taktiknya untuk mendapatkan perhatian dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagaimana yang pernah didapati oleh ‘Aisyah,
madunya. Dan perhatikan kecemburuan istri teladan ini. Meski sangat
cemburu, ‘Aisyah hanya bergumam dengan apa yang telah dia gumamkan. Ia
menahan diri dari emosi di hadapan kemuliaan, keagungan, dan kewibawaan
suaminya shallallahu ‘alaihi wa sallam
Wallahu A’lam. semoga bermanfaat.
Note:
[1] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqolani 15/4828
[2] Ibid, 7/2301
[3] Ibid
[4] Hasyyiah as-Sindi alan Nasa’i 7/3950
[5]
Ini adalah tatkala dalam perjalanan, maka bagian para istri ialah saat
istirahat, bukan saat sedang dalam perjalanan. Maka dalam hal ini
tidak termasuk keadilan dalam jatah bermalam, sebab dalam perjalanan
bukan sedang istirahat singgah di suatu tempat. [Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Asqolani 9/311]
[6] Syarah Muslim, Imam an-Nawawi rahimahullah, 8/4477
Sumber: diketik ulang dari Majalah al Mawaddah Edisi ke-7, Tahun ke-3, Shofar – Robi’ul Awwal 1431 H, Februari 2010, Hal.29-30
02 September 2012
Kecemburuan Dalam Rumah Tangga Poligami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar