Berikut penjelasan hadits-hadits lemah (yang dimaksud pada poin di atas) tersebut.
Hadits Pertama
Hadits Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz,
وَمَسَحَ رَأْسَهُ مَرَّتَيْنِ
“Dan beliau mengusap kepalanya dua kali.”
Hadits
ini dikeluarkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf no. 11, Abu Daud
no. 126, At-Tirmidzy no. 33, Ibnu Majah no. 438, Ahmad 6/359,
Ath-Thabarany 24/no. 675, 681, 686, 687 dan dalam Al-Ausath no. 939, dan
Al-Baihaqy 1/64. Semuanya dari jalan ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil
dan dia ini adalah rawi yang diperselisihkan oleh para ulama apakah bisa
diterima haditsnya atau tidak. Dan saya lebih condong ke pendapat
syeikh Muqbil rahimahullah yang menguatkan akan lemahnya riwayatnya,
apalagi dalam hadits ini dia telah goncang dalam meriwayatkannya.
Kegoncangan tersebut karena di dalam riwayat lain, yang dikeluarkan oleh
Abu Daud no. 129, At-Tirmidzy no. 34, Ibnu Abi Syaibah no. 59,
Al-Baihaqy 1/58-60, Ath-Thabarany 24/no. 689 dan dalam Al-Ausath no.
2388, 6100 dan dalam Ash-Shaghir no. 1167, dan Ibnul Jauzy dalam
At-Tahqiq no. 144, ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil menyebutkan mengusap
kepala satu kali bukan dua kali. Maka ini memperkuat akan lemahnya hadits ini, Wallahu A’lam.
Hadits Kedua
Hadits ‘Utsman bin ‘Affan.
Berkata
Imam Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubra 1/62, “Telah diriwayatkan dari
riwayat-riwayat yang aneh dari ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu pengulangan
dalam mengusap kepala, akan tetapi riwayat-riwayat tersebut -bersamaan
dengan menyelisihi riwayat para huffazh ‘ahli hafalan’ yang tsiqah-
bukanlah hujjah di kalangan Ahli Ma’rifat ‘para ulama’ walaupun sebagian
Ashhab ‘orang-orang Syafi’iyah’ berhujjah dengannya.”
Berkata Abu Daud dalam As-Sunan 1/64 (cet. Dar Ibnu Hazm), “Hadits-hadits ‘Utsman yang shahih semuanya menunjukkan bahwa mengusap kepala itu hanya sekali saja.”
Ini kesimpulan secara global tentang kelemahan riwayat mengusap kepala tiga kali dalam hadits ‘Utsman bin ‘Affan.
Adapun penjelasan lemahnya secara rinci adalah sebagai berikut.
Penyebutan kepala diusap tiga kali dalam hadits ‘Utsman bin ‘Affan datang dalam lima jalan:
Pertama , dari jalan ‘Abdurrahman bin Wardan, dari Abu Salamah, dari Humran, dari ‘Utsman bin ‘Affan.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud no. 107, Al-Bazzar no. 418, Ad-Daraquthny 1/91,
Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah no. 328, dan Al-Baihaqy 1/62.
‘Abdurrahman bin Wardan ini rawi yang lemah di tingkatan syawahid ‘pendukung’.
Kedua , dari jalan ‘Amir bin Syaqiq bin Jamrah, dari Syaqiq bin Salamah, dari ‘Utsman.
Diriwayatkan oleh Abu Daud no. 110, Ad-Daraquthny 1/91 dan Al-Baihaqy 1/63. Di dalam sanad hadits ini ada dua cacat:
1. ‘Amir bin Syaqiq adalah layyinul hadits ‘lembek haditsnya’ sebagaimana yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib .
2.
‘Amir bin Syaqiq telah goncang dalam meriwayatkan hadits ini karena,
dalam Sunan Abu Daud , Musnad Al-Bazzar no. 393, dan Shahih Ibnu
Khuzaimah , dia meriwayatkan hadits yang sama dan tidak menyebutkan
bahwa kepala diusap tiga kali.
Ketiga , dari jalan Muhammad bin ‘Abdillah bin Abi Maryam, dari Ibnu Darah Maula ‘Utsman, dari ‘Utsman.
Dikeluarkan
oleh Ahmad 1/61, Ad-Daraquthny 1/91-92, Al-Baihaqy 1/62, Al-Maqdasy no.
364, dan Ibnu Jauzy dalam At-Tahqiq no. 136. Ibnu Darah ini majhulul
hal ‘tidak dikenal’ sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam
At-Talkhis 1/146 (cet. Mu’assah Qurthubah), dan ada kemungkinan dia
goncang dalam meriwayatkan hadits ini, sebab dalam riwayat Al-Bazzar no.
409 tidak disebutkan mengusap kepala tiga kali.
Kempat , dari jalan Ishaq bin Yahya, dari Mu’awiyah bin ‘Abdillah bin Ja’far bin Abi Thalib, dari ayahnya, dari ‘Utsman.
Dikeluarkan oleh Imam Ad-Daraquthny dan Al-Baihaqy 1/63. Ishaq bin Yahya ini matrukul hadits ‘ditinggalkan haditsnya’.
Kelima , dari jalan Shalih bin Abdul Jabbar, dari Ibnu Bailamany, dari ayahnya, dari ‘Utsman bin ‘Affan.
Diriwayatkan oleh Imam Ad-Daraquthny 1/92 dan di dalam sanadnya ada tiga kelemahan:
1. Shalih bin ‘Abdul Jabbar meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar dari Ibnul Bailamany. Demikian komentar Al-‘Uqaily.
2.
Ibnul Bailamany, namanya adalah Muhammad bin Abdurrahman. Ia ini rawi
yang mungkarul hadits, bahwa dianggap Muttaham ‘dicurigai berdusta’,
oleh Ibnu ‘Ady dan Ibnu Hibban.
3. Ayah Ibnul Bailamany, yaitu ‘Abdurrahman, dha’if sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar.
Lihat Mizanul I’tidal , Lisanul Mizan , Taqribut Tahdzib dan lain-lain.
Catatan
ada
beberapa jalan lain yang disebutkan oleh Ibnul Mulaqqin dalam Al-Badru
Al-Munir, tapi setelah saya merujuk keasalnya, ternyata tidak ada lafazh
mengusap kepala tiga kali. Karena itu, kami tidak menyebutkannya.
Hadits Ketiga
Hadits ‘Ali bin Abi Thalib.
Iman
Az-Zaila’iy dalam kitabnya, Nashbur Rayah 1/32-33, menyebutkan bahwa
ada tiga jalan dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib yang menyebutkan bahwa
kepala diusap tiga kali. Berikut ini uraian jalan-jalan tersebut.
Pertama , dari jalan Abu Hanifah meriwayatkan dari Khalid bin ‘Alqamah, dari ‘Abdul Khair, dari Aly.
Diriwayatkan oleh Abu Hanifah sebagaimana dalam Musnad -nya, Abu Yusuf dalam Kitabul Atsar no. 4,dan Al-Baihaqy 1/63.
Di dalamnya ada dua kelemahan:
1. Abu Hanifah dha’if menurut jumhur ulama Al-Jarh Wat-Ta’dil. Baca Nasyru Ash-Shahifah karya Syaikhuna Muqbil rahimahullah.
2.
Imam Ad-Daraquthny menyebutkan bahwa Abu Hanifah telah menyelisihi
sekelompok ulama Al-Huffadz ‘ahli hafalan’ seperti Zaidah bin Qudamah,
Sufyan Ats-Tsaury, Syu’bah, Abu ‘Awanah, Syarik, Ja’far bin Harits,
Harun bin Sa’d, Ja’far bin Muhammad, Hajjaj bin Artha`ah, Aban bin
Taghlib, Aly bin Shalih, Hazim bin Ibrahim, Hasan bin Shalih dan Ja’far
Al-Ahmar. Semua menyebutkan bahwa kepala hanya diusap satu kali, bukan
tiga kali. Demikian dinukil Az-Zaila’iy dalam Nashbur Rayah dan lihat
juga ‘ Ilal Ad-Daraquthny 4\48-31.
Kedua
, diriwayatkan oleh Imam Al-Bazzar dalam Musnad -nya no. 736 dari jalan
Abu Daud Ath-Thayalisi, dari Sallam bin Sulaim Abul Ahwash, dari Abu
Ishaq, dari Abu Hayyah bin Qais, dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, dan
disebutkan bahwa beliau mengusap kepalanya tiga kali.
Demikian
riwayat Al-Bazzar. Tetapi riwayatnya ini diselisihi oleh para imam
lainnya seperti Abu Daud dalam Sunan -nya no. (?) , At-Tirmidzy no. (?) ,
An-Nasa`i no . (?) , Ibnu Majah no. 436, 456, Al-Bukhary dalam Al-Kuna
hal. 24, Abdullah bin Ahmad dalam Zawa’id Al-Musnad 1/127,157, Abu Ya’la
no. (?) , Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah no. 795-798, dan Al-Baihaqy
1/75.
Maka
jelaslah dari sini ada kesalahan dalam riwayat Al-Bazzar. Tetapi, dari
mana asal kesalahan ini, sedangkan seluruh rawi Al-Bazzar Muhtajun Bihim
‘dipakai berhujjah’?
Penulis
lebih condong menitikberatkan kesalahan pada Al-Bazzar karena beliau
memiliki kelemahan dari sisi hafalannya. Wallahu A’lam.
Ketiga
, diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabarany dalam Musnad Asy-Syamiyyin no.
1336. Di dalam sanadnya terdapat rawi-rawi yang saya tidak temukan
biografinya, dan ada rawi yang bernama Sulaiman bin Abdurrahman dha’if
dan rawi lain bernama ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Ubaidillah Al-Himsyi dha’if
kadang-kadang meriwayatkan hadits mungkar.
Hadits Keempat
Hadits Abu Hurairah.
Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabarany dalam Al-Ausath no. 5912 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ
فَمَضْمَضْ ثَلاَثًا وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا
وَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلاَثُا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ ثَلاَثًا وَغَسَلَ
قَدَمَيْهِ ثَلاَثًا
“Sesungguhnya
Rasulullah berwudhu maka beliau berkumur-kumur tiga kali dan menghirup
air tiga kali dan mencuci wajahnya tiga kali dan mencuci kedua tangannya
tiga kali mengusap kepalanya tiga kali dan mencuci kedua kakinya tiga
kali.”
Di dalam sanadnya terdapat dua cacat:
1. Guru Imam Ath-Thabarany, Muhammad bin Yahya bin Al-Mundzir Al-Qazzaz Al-Bashry, tidak disebutkan padanya jarh dan ta’dil.
2.
‘Amir bin ‘Abdul Wahid Al-Ahwal disimpulkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar
dalam Taqribut Tahdzib bahwa beliau adalah shaduqun yukhti`u, berarti ia
menurut penilaian Al-Hafizh hanyalah dipakai sebagai pendukung.
Kemudian tidak pantas ia bersendirian dari ‘Atha` bin Abi Rabah dalam
meriwayatkan hadits yang seperti ini karena ‘Atha` adalah seorang rawi
yang terkenal mempunyai banyak murid lalu dimana murid-muridnya yang
lain yang lebih senior? Kenapa mereka tidak meriwayatkan hadits ini?
Wallahu A’lam.
Dari
uraian di atas jelaslah lemah pendapat bahwa kepala boleh diusap lebih
dari satu kali. Berarti dengan hal ini nampak kuat pendapat bahwa kepala
hanya diusap satu kali.
Pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah, Syaikh Muqbil, dan lain-lain. Wallahu a’lam.
Baca Al-Mughny 1/178-180, Al-Majmu’ 1/460-465, Al-Fatawa 21/125-127.
Mengusap Telinga Dengan Air Tersendiri
Dalam
praktik wudhu di tengah masyarakat, kebanyakan dari mereka ketika
mengusap kepala mengambil air kemudian setelah itu mengambil air lagi
untuk mengusap telinga. Ini juga merupakan kesalahan dalam wudhu.
Kami tegaskan demikian karena dua alasan:
Alasan pertama
, dalil-dalil yang dipakai tentang disyariatkannya mengambil air baru
untuk telinga bersumber dari hadits yang lemah, yakni hadits ‘Abdullah
bin Zaid,
إِنَّهُ
رَأَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ
يَتَوَضَّأُ فَأَخَذَ لِأُذُنَيْهِ مَاءً خِلاَفَ الَّذِيْ أَخَذَ
لِرَأْسِهِ
“Sesungguhnya
ia melihat Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu
lalu beliau mengambil untuk kedua telinganya air selain dari air yang
dia ambil untuk kepalanya.”
Hadits
dengan lafazh ini diiriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqy dari jalan
Al-Haitsam bin Kharijah dari Ibnu Wahb dari ‘Amir bin Harits dari ‘Itban
bin Waqi’ Al-Anshary dari ayahnya dari ‘Abdullah bin Zaid. Imam
Al-Baihaqy juga menyebutkan bahwa ada rawi lain juga meriwayatkan hal
yang sama dari Ibnu Wahb yaitu ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Imran bin Miqlash dan
Harmalah bin Yahya.
Hadits
ini syadz ‘lemah’ sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafizh Ibnu
Hajar dalam Bulughul Maram . Kami menetapkan syadz-nya hadits ini karena
tiga sebab:
1. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dari jalan Ibnu Wahb tetapi dengan lafazh,
وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدِهِ
“Dan beliau mengusap kepalanya dengan air bukan sisa (air untuk mencuci) tangannya.”
1.
Imam Ibnu Turkumany, dalam Al-Jauhar An-Naqy , menyebutkan bahwa Ibnu
Daqiq Al-Ied melihat dalam riwayat Ibnul Muqri’ dari Harmalah dari Ibnu
Wahb bukan seperti lafazh Al-Baihaqy tetapi seperti lafazh Muslim.
2.
Enam orang rawi semua meriwayatkan dari Ibnu Wahb dan mereka
menyebutkan hadits dengan lafazh riwayat Muslim. Enam rawi itu adalah:
Harun bin Ma’ruf, Harun bin Sa’id, Abu Ath-Thahir, Hajjaj bin Ibrahim
Al-Azraq, Ahmad bin ‘Abdirrahman bin Wahb, dan Syuraij bin Nu’man. Lihat
riwayat mereka dalam Shahih Muslim no. 236, Musnad Abu ‘Awanah , dan
Musnad Ahmad 4/41.
Nampaklah
dari sini kesalahan riwayat Al-Baihaqy yang menetapkan bahwa telinga
diusap dengan air tersendiri, sehingga riwayat ini tidak bisa dipakai
berhujjah.
Alasan
kedua , mengambil air tersendiri untuk kedua telinga adalah menyelisihi
sunnah Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , sebab dalam
satu hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa
sallam menyatakan,
الْأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
“Kedua telinga itu bagian dari kepala.” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah no. 36 )
Maksud
hadits ini bahwa telinga itu bagian dari kepala dan hukumnya sama
dengan kepala. Karena bagian dari kepala, maka kedua telinga diusap
dengan air yang diambil untuk kepala.
Sebagai
kesimpulan bahwa kedua telinga diusap dengan air lebih dari kepala
setelah mengusap kepala dan tidak disyaratkan mengambil air tersendiri
untuk telinga. Wallahu a’lam.
Berkata
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Dan cara wudhu yang pasti dari beliau
shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , dalam riwayat Ash-Shahihain
(Bukhary-Muslim) dan lain-lainnya dari beberapa jalan, tidak ada padanya
(keterangan) mengambil air baru bagi telinga.” Lihat Al-Fatawa 11/279.
Berkata Ibnul Qayyim, “Dan tidak tsabit ‘tetap/shahih’ dari beliau bahwa beliau mengambil untuk kedua (telinga)nya air baru.” Lihat Zadul Ma’ad 1/195.
Pendapat yang kami kuatkan ini adalah pendapat Jumhur ulama.
Baca Al-Mughny 1/183-184, Al-Majmu’ 1/424-426, Nailul Authar 1/204 dan lain-lainnya.
Mengusap Leher dan Tengkuk
Ternasuk
kesalahan dalam berwudhu adalah mengusap leher atau sebagian darinya
seperti tengkuk. Kesalahan perkara tersebut adalah jelas karena tidak
ada hadits yang shahih yang menunjukkan hal tersebut. Yang ada hanyalah
hadits-hadits yang lemah ataupun palsu, di antaranya:
Hadits Laits bin Abi Sulaim dari Thalhah bin Musharrif, dari ayahnya, dari kakeknya,
إِنَّهُ
رَأَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ
يَمْسَحُ رَأْسَهُ حَتَّى بَلَغَ القَذَالَ وَمَا يَلِيْهِ مِنْ مُقَدَّمِ
الْعُنُقِ
“ Sesungguhnya
beliau melihat Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam
mengusap kepalanya hingga ke belakang kepala (tengkuk) dan yang
setelahnya dari permulaan batang leher .”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad 3/481, Abu Daud no. 132, Al-Baihaqy
1/60, Ath-Thahawy dalam Syarh Ma’an y Al-Atsar 1/30, Ath-Thabarany
19/180/407, dan Al-Khatib dalam Tarikh Baghdad 6/169. Di dalam sanadnya
ada rawi yang bernama Laits bin Abi Sulaim dan ia adalah seorang rawi
yang lemah. Juga riwayat Thalhah bin Musharrif dari ayahnya dari
kakeknya ada kelemahan sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan
memisah antara kumur-kumur dan menghirup air.
Mungkin
karena itulah Imam An-Nawawy, dalam Al-Majmu’ 1/488, berkata , “ Ia
adalah hadits yang lemah menurut kesepakatan (para ulama-pent.) .”
Demikian pula hadits yang berbunyi,
مَسَحُ الرَّقَبَةِ أَمَانٌ مِنَ الْغُلِّ
“ Mengusap leher adalah pengaman dari Al-Ghill ‘ dengki, iri hati, benci ’ .”
Juga hadits yang berbunyi,
مَنْ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عُنُقَهُ لَمْ يُغَلَّ بِالْأَغْلاَلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“ Siapa yang berwudhu dan mengusap lehernya, ia tidak akan dibelenggu dengan (rantai) belengguan hari kiamat .”
Kedua
hadits ini adalah hadits palsu sebagaimana yang diterangkan oleh Imam
Al- Albany dalam Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah no. 69 dan
744.
Berkata Imam An-Nawawy , “
Tidak ada sama sekali (hadits) yang shahih dari Nabi shallallahu ‘
alaihi wa alihi wa sallam dalamnya (yakni dalam masalah mengusap
leher/tengkuk-pent.) .”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa 21/127-128, “Tidak
benar dari Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam bahwa beliau
mengusap lehernya dalam wudhu, bahkan tidak diriwayatkan hal tersebut
dari beliau dalam hadits yang shahih. Bahkan hadits-hadits shahih, yang
di dalamnya ada (penjelasan) sifat wudhu Nabi shallallahu ‘ alaihi wa
alihi wa sallam , (menerangkan bahwa) beliau tidak mengusap lehernya.
Karena itulah, hal tersebut tidak dianggap sunnah oleh Jumhur Ulama
seperti Malik, Ahmad dan Syafi ’ iy dalam zhahir madzhab mereka …, dan
siapa yang meninggalkan mengusap leher, maka wudhunya adalah benar
menurut kesepakatan para ulama .”
Berkata Ibnul Qayyim, “Tidak ada satu hadits pun yang shahih dari beliau tentang mengusap leher .” Lihat Zadul Ma’ad 1/195.
Baca Al-Majmu’ 1/488 dan Nailul Authar 1/206-207.
Berdoa Setiap Kali Mencuci Anggota Wudhu
Tidak jarang kita melihat ada orang yang berwudhu, ketika berkumur-kumur, membaca,
اللَّهُمَّ اسْقِنِيْ مِنْ حَوْضِ نَبِيَّكَ كَأْسًا لاَ أَظْمَأُ بَعْدَهُ أَبَدُا
“Ya Allah berilah saya minum dari telaga Nabi-Mu satu gelas yang saya tidak akan haus selama-lamanya.”
Lalu ketika mencuci wajah, dia membaca ,
اللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَسْوَدُّ الْوُجُوْهُ
“Ya Allah, putihkanlah wajahku pada hari wajah-wajah menjadi hitam.”
Kemudian ketika mencuci tangan, dia membaca ,
اللَّهُمَّ أَعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِيَمِيْنِيْ وَلاَ تُعْطِنِيْ بِشِمَالِيْ
“Ya Allah, berikanlah kitabku di tangan kananku dan janganlah engkau berikan di tangan kiriku.”
Selanjutnya ketika mengusap kepala, dia membaca ,
اللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ
“Ya Allah, haramkanlah rambut dan kulitku dari api neraka.”
Lalu ketika mengusap telinga, dia membaca ,
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
“Ya Allah, jadikanlah saya dari orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaiknya.”
Terakhir ketika mencuci kaki, dia membaca ,
اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِيْ عَلَى الصِّرَاطِ
“Ya Allah, kokohkanlah kedua kakiku di atas jembatan (hari kiamat).”
Doa
ini banyak disebutkan oleh orang-orang belakangan di kalangan
Syafi’iyah, dan ini adalah perkara yang aneh karena tidak ada sama
sekali landasan dalilnya. Bahkan Imam Besar ulama Syafi’iyah, yang
dikenal dengan nama Imam An-Nawawy, menegaskan bahwa doa ini tidak ada
asalnya dan tidak pernah disebutkan oleh orang-orang terdahulu di
kalangan Syafi’iyah.
Maka,
dengan ini, tidak diragukan bahwa doa ini termasuk bid’ah sesat dalam
wudhu yang harus ditinggalkan. Lihat Al-Majmu’ 1/487-489.
Wallahu Ta’ala A’lam Wa Fauqa Kulli Dzi ‘Ilmin ‘Alim
Sumber: http://an-nashihah.com/?p=49 Penulis: Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi Judul: Koreksi Beberapa Kesalahan dalam Berwudhu2
0 komentar:
Posting Komentar