Penulis: Muhammad Naashiruddiin al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala
Pertanyaan :
Kenapa
harus dinamakan dengan as Salafiyyah?? Apakah da`wah ini merupakan
da`wah hizbiyyah, atau da`wah thooifiyyah atau da`wah madzhabiyyah, atau
dia ini merupakan satu golongan yang baru dalam Islam ini??
Jawaban :
Sesungguhnya
kata kata “as Salaf” ma`ruufun (sangat dikenal) dalam bahasa `arab dan
di dalam syari`at ini, yang terpenting bagi kita disini adalah
pembahasannya dari sisi syari`at.
Sesungguhnya
telah shohih dari pada Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, bahwasanya
beliau `Alaihi wa Sallam pernah berkata kepada anaknya Faathimah
radhiallahu `anha sebelum beliau `Alaihi wa Sallam wafat :
((فاتقي الله واصبري، فإنه نعم السلف أنا لك……)). رواه مسلم (2450) (98).
Artinya : “Bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya sebaik baik “salaf” bagi kamu adalah saya…”[1]
Penggunaan
kalimat ‘salaf” sangat ma`ruf dikalangan para `ulama salaf dan sulit
sekali untuk dihitung dan diperkirakan, cukup bagi kita satu contoh dari
sekian banyak contoh contoh yang digunakan oleh mereka dalam rangka
untuk memerangi bid`ah bid`ah.
كل خير في اتباع من سلف وكل شر في ابتداع من خلف
“Setiap
kebajikan itu adalah dengan mengikuti orang salaf dan setiap kejelekan
tersebut adalah yang diada adakan oleh orang khalaf”.
Ada sebahagian orang yang menda`wakan memiliki `ilmu, mengingkari penisbahan kepada “salaf”,
dengan da`waan bahwa nisbah ini tidak ada asalnya. Dia berkata : “Tidak
boleh bagi seseorang muslim untuk mengatakan saya seorang “salafiy,”
seolah olah dia mengatakan juga : “Tidak boleh bagi seseorang mengatakan
saya muslim yang mengikuti para “salafus shoolih” dengan apa apa mereka
di atasnya dalam bentuk `aqidah, `ibadat dan akhlaq.” Maka tidak
diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini kalau benar benar dia
ingkari, sudah tentu diwajibkan juga bagi dia untuk berlepas diri dari
Islam yang benar, yang telah dijalani oleh para “salafus shoolih”,
Rasuulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam telah mengisyaratkan dalam
hadist hadist yang mutawaatir diantaranya :
((خير أمتي قرني، ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم)).
Artinya : “Sebaik
baik ummat saya adalah yang hidup sezaman dengan saya (sahabatku),
kemudian orang orang yang mengikuti mereka (at Taabi`uun), kemudian
orang orang yang mengikuti mereka (at Baaut Taa`bi`iin)….”[2]
Maka
tidak boleh bagi seorang muslim untuk berlepas diri dari penisbahan
kepada as Salafus Shoolih, sebagaimana kalau seandainya berlepas diri
juga dari penisbahan yang lainnya, tidak mungkin bagi seorang ahli `ilmu
untuk menisbahkannya kepada kekufuran atau kefasikan.
Orang
yang mengingkari penamaan seperti ini (nisbah kepada “salaf”). Apakah
kamu tidak menyaksikan, bukankah dia menisbahkan dirinya kepada satu
madzhab dari sekian madzhab yang ada?, apakah madzhab ini berhubungan
dengan `aqidah atau fiqh. Sesungguhnya dia mungkin Asy`ariy, Maaturiidiy
dan mungkin juga dia dari kalangan ahlul hadist atau dia Hanafiy,
Syaafi`ii, Maalikiy atau Hanbaliy diantara apa apa yang termasuk kedalam
penamaan ahlus Sunnah wal Jamaa`ah, padahal seseorang yang menisbahkan
dirinya kepada madzhab asy`Ariy atau kepada madzhab yang empat, sebenar
dia telah menisbahkan dirinya kepada pribadi pribadi yang bukan ma`suum
tanpa diragukan, walaupun diantara mereka ada juga para `ulama yang
benar, alangkah aneh dan sangat mengherankan sekali, kenapa dia tidak
mengingkari penisbahan kepada pribadi yang tidak ma`suum ini???
Adapun
seorang yang mengintisabkan dirinya kepada “as Salafus Shoolih”,
sesungguhnya dia telah menyandarkan dirinya kepada seseorang yang
ma`suum secara umum (yang dimaksud Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa
Sallam), Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam telah menyebutkan
tentang tanda tanda “al Firqatun Naajiyyah” yaitu seseorang yang
berpegang teguh dengan apa yang Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam
dan para shohabatnya ada di atasnya, maka barang siapa yang berpegang
teguh dengan jalan mereka secara yaqin, dia betul betul berada di atas
petunjuk Robnya.
Nisbah
kepada “as Salaf” ini merupakan nisbah yang akan memuliakan seseorang
menisbahkan dirinya kepadanya, kemudian memudahkan baginya untuk
mengikuti jalan kelompok orang yang selamat tersebut, tidak sama dengan
seseorang yang menisbahkan dirinya kepada nisbah yang lain, karena
penisbahan itu tidak akan terlepas dia diantara dua perkara :
Pertama,
dia mungkin meng-intisabkan dirinya kepada seseorang yang bukan
ma`suum, atau kepada orang orang yang mengikuti manhaj (methode) orang
yang bukan ma`suum ini, yang tidak ada sifat suci baginya, berbeda
dengan shahabat Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam yang memang
diperintahkan kita oleh Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam untuk
berpegang teguh dengan sunnah (cara/methode)nya dan sunnah para
shahabatnya setelah beliau wafat.
Dan
kita akan terus menerus menganjurkan dan menerangkan agar pemahaman
kita terhadap al Quraan dan as Sunnah benar benar sesuai dengan
pemahaman para shahabatnya Shollallahu `alaihi wa Sallam, supaya kita
terjaga daripada berpaling dari kanan dan kekiri, juga terpelihara dari
penyelewengan pemahaman yang khusus, sama sekali tidak ada dalil yang
menunjukan atas pemahaman itu dari Kitaabullahi Subhaana wa Ta`aalaa dan
Sunnah RasulNya Shollallahu `alaihi wa Sallam.
Kemudian, kenapa tidak cukup bagi kita untuk menisbahkan diri kepada al Quraan as Sunnah saja?
Jawabannya kembali kepada dua sebab :
Pertama : Berhubungan dengan nash nash syar`ii.
Kedua : Melihat kepada keadaan firqoh firqoh (golongan golongan) islaamiyah pada sa`at ini.
Ditinjau
dari sebab yang pertama : kita menemukan dalil dalil syar`ii
memerintahkan untuk menta`ati sesuatu yang lain disandari kepada al
Kitab dan as Sunnah, sebagaimana dikatakan oleh Allah Ta`aalaa :
((يأيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولى الأمر منكم….)) النساء (59).
Artinya : “Hai orang orang yang beriman, tha`atilah Allah dan tha`atilah RasulNya, dan ulil amri diantara kalian.” An Nisaa` (59).
Kalau
seandainya ada waliyul amri yang dibai`at dikalangan kaum muslimin maka
wajib untuk mentha`atinya sebagaimana kewajiban mentha`ati al Kitab dan
as Sunnah, bersamaan dengan demikian kadang kadang dia salam serta
orang orang disekitarnya, namun tetap wajib mentha`atinya dalam rangka
mencegah kerusakan daripada perbedaan pandangan pandangan yang demikian
dengan syarat yang ma`ruuf, demikian disebutkan dalam hadist yang shohih
:
((لا طاعة في معصية إنما الطاعة في المعروف)).
Artinya : “Tidak ada ketha`atan di dalam ma`shiat, sesungguhnya ketha`atan itu hanya pada yang ma`ruuf.”[3]
Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa berkata :
((ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا)). النساء:(115).
Artinya : “Barang
siapa menyakiti (menyelisihi) as Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam
setelah sampai (jelas) kepadanya hudan (petunjuk), lalu dia mengikuti
bukan jalan orang mu`minin (para shahabat), kami akan palingkan dia
kemana sekira kira dia berpaling, lalu kami akan masukan dia keneraka
jahannam yang merupakan sejelek jelek tempat baginya.” An Nisaa (115).
Sesungguhnya
Allah `Azza wa Jalla Maha Tinggi dan Maha Suci Dia dari sifat kesia
sia-an, tidak diragukan dan disangsikan lagi bahwasanya penyebutan jalan
orang mu`miniin pada ayat ini sudah tentu ada hikmah dan faedah yang
sangat tepat, yaitu; bahwasanya ada kewajiban yang penting sekali
tentang pengikutan kita kepada Kitaabullahi Subhaana wa Ta`aalaa dan
Sunnah RasulNya Shollallahu `alaihi wa Sallam wajib untuk dicocokan
dengan apa apa yang telah dijalani oleh orang muslimiin yang pertama
dikalangan ummat ini, mereka adalah shahabat Rasul Shollallahu `alaihi
wa Sallam; kemudian orang orang yang mengikuti mereka dengan baik,
inilah yang selalu diserukan oleh ad Da`watus Salafiyyah, dan apa apa
yang telah difokuskan dalam da`wah tentang asas asas dan tarbiyahnya.
Sesungguhnya
“ad Da`watus Salafiyyah”-merupakan satu satunya da`wah yang haq untuk
menyatukan ummat ini, sementara apapun bentuk da`wah yang lain hanya
memecah belah ummat ini; Allah `Azza wa Jalla berkata :
((وكونوا مع الصادقين)). التوبة (119).
Artinya : “Hendaklah kamu bersama orang orang yang benar.”
At Taubah (119), dan barangsiapa yang membedakan diantara al Kitaab dan
as Sunnah disatu sisi, dan antara “as Salafus Shoolih disisi yang
lainnya dia bukan seorang yang jujur selama lamanya.
Ditinjau
dari sebab yang kedua : Kelompok kelompok dan golongan golongan pada
hari ini sama sekali tidak menghadap secara muthlaq untuk mengikuti
jalan orang mu`miniin (jalan para shahabat radhiallahu `anhum) seperti
yang disebutkan pada ayat diatas, dan dipertegas lagi dengan sebahagian
hadist hadist yang shohih diantaranya : hadist al firaq (mengenai
perpecahan) menjadi tujuh puluh tiga gologan, yang keseluruhannya di
neraka kecuali satu, Rasuulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam telah
menjelaskan tentang sifatnya bahwasanya dia :
“هي التي على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي.”
Artinya : “Dia (al Firqatun Naajiyyah) itu adalah sesuai dengan apa apa yang saya hari ini dan para shahabat saya.”[4]
Dan
hadist ini serupa dengan ayat diatas menyebutkan jalan orang mu`miniin,
diantaranya juga hadist al `Irbaadh bin Saariyah radhiallahu `anhu :
“فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي”.
Artinya : “Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan Sunnah dan Sunnah al Khulafaaur Raasyidiin al Mahdiyiin setelah saya.”[5]
Jadi dihadist ini menunjukan dua Sunnah : Sunnatur Rasuul Shollallahu `alaihi wa Sallam dan Sunnatul Khulafaaur Raasyidiin.
Diwajibkan
bagi kita-akhir ummat ini- untuk kembali kepada al Kitaab dan as Sunnah
dan jalan orang mu`miniin (as Salafus Shoolih), tidak dibolehkan bagi
kita mengatakan: kita akan memahami al Kitab dan as Sunnah secara bebas
(merdeka) tanpa meruju` kepada pemahaman “as Salafus Shoolih!!”
Dan
wajib adanya penisbahan yang membedakan secara tepat pada zaman ini,
maka tidak cukup kita katakan : saya muslim saja!, atau madzhab saya
adalah al Islam!, padahal seluruh firqah firqah yang ada mengatakan
demikian : ar raafidhiy (as Syii`ah) dan al ibaadhiy (al
Khawaarij/Firqatut takfiir) dan al qadiyaaniy (Ahmadiyyah) dan selainnya
dari firqah firqah yang ada!!, jadi apa yang membedakan kamu daripada
mereka keseluruhannya??
Kalau
kamu mengatakan : saya muslim mengikuti al Kitab dan as Sunnah juga
belum cukup, karena pengikut pengikut firqah firqah yang sesat juga
mengatakan demikian, baik al `Asyaairah dan al Maaturiidiyyah dan
kelompok kelompok yang lain- keseluruhan pengikut mereka juga
menda`wakan mengikuti yang dua ini (al Kitab dan as Sunnah).
Dan
tidak diragukan lagi adanya wujud penisbahan yang jelas lagi terang
yang betul betul membedakan secara nyata yaitu kita katakan : “Ana
muslim mengikuti al Kitab dan as Sunnah di atas pemahaman “as Salafus
Shoolih,” atau kita katakan dengan ringkas : “Ana Salafiy.”
Dan
diatas inilah; sesungguhnya kebenaran yang tidak ada penyimpangan
padanya bahwasanya tidak cukup bersandarkan kepada al Kitab dan as
Sunnah saja tanpa menyandarkan kepada methode pemahaman “as Salaf”
sebagai penjelas terhadap keduanya dalam sisi pemahaman dan gambaran, al
`ilmu dan al `amal, ad Da`wah serta al Jihad.
Kita
mengetahui bahwasanya mereka-radhiallahu `anhum- tidak pernah fanatik
kepada madzhab tertentu atau kepada pribadi tertentu, tidak terdapat
dikalangan mereka ada mengatakan : “Bakriy (pengikut Abu Bakr), `Umariy
(pengikut `Umar), `Utsmaaniy (pengikut `Utsman), `Alawiy (pengikuti
`Ali) radhiallahu `anhum ajma`iin, bahkan salah seorang dari kalangan
mereka apabila memudahkan baginya untuk bertanya kepada Abu Bakr atau
`Umar atau Abu Hurairah dia akan bertanya; yang demikian itu dikarenakan
mereka betul betul yaqin bahwasanya tidak dibolehkan meng-ikhlashkan
“ittibaa`” (pengikutan) kecuali pada seorang saja, ketahuilah dia adalah
Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam; dimana beliau tidak pernah
berbicara dengan hawa nafsunya melainkan wahyu yang diwahyukan padanya.
Kalau
kita terima bantahan para pengeritik ini bahwasanya kita hanya
menamakan diri kita “kami orang muslim”, tanpa menisbahkan kepada “as
Salafiyyah”-padahal nisbah itu merupakan nisbah yang mulia dan benar-,
apakah mereka (para pengeritik) akan melepaskan dari penamaan dengan
golongan golongan mereka, atau madzhab madzhab mereka, atau thoriiqah
thoriiqah mereka- yang padahal penisbahan dan penyadaran itu bukan
disyari`atkan dan tidak benar?!!
فحسبكم هذا التفاوت بيننا
وكل إناء بما فيه ينضح.
Artinya : “Cukuplah bagi kalian perbedaan ini diantara kita
Dan setiap bejana akan menuangkan apa apa yang ada padanya.
Dan Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa yang Menunjuki kita ke jalan yang lurus, dan Dia-Subhaana wa Ta`aalaa- Yang Maha Penolong.
Diterjemahkan oleh Abul Mundzir-Dzul Akmal as Salafiy
Dari Majallah as Ashoolah (no.9/86-90), dengan judul : “Masaail wa Ajwibatuha.”
Sumber: http://www.darussalaf.or.id Penulis: Al Muhaddist al `Allaamah Muhammad Naashiruddiin al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala Judul: Kenapa kita harus mengikuti as Salaf?
0 komentar:
Posting Komentar