Jamaah Tabligh tentu bukan nama yang asing lagi bagi masyarakat kita,
terlebih bagi mereka yang menggeluti dunia dakwah. Dengan menghindari
ilmu-ilmu fiqh dan aqidah yang sering dituding sebagai 'biang pemecah
belah umat', membuat dakwah mereka sangat populer dan mudah diterima
masyarakat berbagai lapisan.
Bahkan saking populernya, bila ada
seseorang yang berpenampilan mirip mereka atau kebetulan mempunyai
ciri-ciri yang sama dengan mereka, biasanya akan ditanya; ”Mas, Jamaah
Tabligh, ya?” atau “Mas, karkun, ya?” Yang lebih tragis jika ada yang
berpenampilan serupa meski bukan dari kalangan mereka, kemudian langsung
dihukumi sebagai Jamaah Tabligh.
Pro dan kontra tentang mereka pun
meruak. Lalu bagaimanakah hakikat jamaah yang berkiblat ke India ini?
Kajian kali ini adalah jawabannya.
Pendiri Jamaah Tabligh
Jamaah Tabligh didirikan oleh seorang sufi dari tarekat Jisytiyyah yang
berakidah Maturidiyyah dan bermadzhab fiqih Hanafi. Ia bernama Muhammad
Ilyas bin Muhammad Isma'il Al-Hanafi Ad-Diyubandi Al-Jisyti
Al-Kandahlawi kemudian Ad-Dihlawi. Al-Kandahlawi merupakan nisbat dari
Kandahlah, sebuah desa yang terletak di daerah Sahranfur. Sementara
Ad-Dihlawi dinisbatkan kepada Dihli (New Delhi), ibukota India. Di
tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Adapun
Ad-Diyubandi adalah nisbat dari Diyuband, yaitu madrasah terbesar bagi
penganut madzhab Hanafi di semenanjung India. Sedangkan Al-Jisyti
dinisbatkan kepada tarekat Al-Jisytiyah, yang didirikan oleh Mu’inuddin
Al-Jisyti.
Muhammad Ilyas sendiri dilahirkan pada tahun 1303 H
dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada tanggal 11 Rajab 1363
H. (Bis Bri Musliman, hal.583, Sawanih Muhammad Yusuf, hal. 144-146,
dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 2).
Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh
Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan, ”Ketika
Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku yang tinggal di
dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang
Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan bernama dengan nama-nama
mereka, serta tidak ada lagi keislaman yang tersisa kecuali hanya nama
dan keturunan, kemudian kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati
Muhammad Ilyas. Pergilah ia ke Syaikhnya dan Syaikh tarekatnya, seperti
Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi dan Asyraf Ali At-Tahanawi untuk membicarakan
permasalahan ini. Dan ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di
India, atas perintah dan arahan dari para syaikhnya tersebut.” (Nazhrah
'Abirah I’tibariyyah Haulal Jama'ah At-Tablighiyyah, hal. 7-8, dinukil
dari kitab Jama'atut Tabligh Aqa’iduha Wa Ta’rifuha, karya Sayyid
Thaliburrahman, hal. 19)
Merupakan suatu hal yang ma’ruf di kalangan
tablighiyyin (para pengikut jamah tabligh, red) bahwasanya Muhammad
Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah kepergiannya ke makam
Rasulullah (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 3).
Markas Jamaah Tabligh
Markas besar mereka berada di Delhi, tepatnya di daerah Nizhamuddin.
Markas kedua berada di Raywind, sebuah desa di kota Lahore (Pakistan).
Markas ketiga berada di kota Dakka (Bangladesh). Yang menarik, pada
markas-markas mereka yang berada di daratan India itu, terdapat hizb
(rajah) yang berisikan Surat Al-Falaq dan An-Naas, nama Allah yang
agung, dan nomor 2-4-6-8 berulang 16 kali dalam bentuk segi empat, yang
dikelilingi beberapa kode yang tidak dimengerti. (Jama’atut Tabligh
Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 14)
Yang lebih mengenaskan, mereka
mempunyai sebuah masjid di kota Delhi yang dijadikan markas oleh
mereka, di mana di belakangnya terdapat empat buah kuburan. Dan ini
menyerupai orang-orang Yahudi dan Nashrani, di mana mereka menjadikan
kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari kalangan mereka sebagai
masjid. Padahal Rasulullah melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan
sebagai masjid, bahkan mengkhabarkan bahwasanya mereka adalah
sejelek-jelek makhluk di sisi Allah . (Lihat Al-Qaulul Baligh Fit
Tahdziri Min Jama’atit Tabligh, karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri,
hal. 12)
Asas dan Landasan Jamaah Tabligh
Jamaah
Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka
pegang, bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut
dengan al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah
(sifat yang enam), dengan rincian sebagai berikut:
Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah
Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan: “mengeluarkan
keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan
keyakinan yang benar tentang dzat Allah, bahwasanya Dialah Sang
Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Mendatangkan Mudharat dan Manfaat,
Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan Mematikan”.
Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid, hanya berkisar pada tauhid
rububiyyah semata (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal.
4).
Padahal makna Laa Ilaha Illallah sebagaimana diterangkan para
ulama adalah: “Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah.”
(Lihat Fathul Majid, karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy
Syaikh, hal. 52-55). Adapun makna merealisasikannya adalah
merealisasikan tiga jenis tauhid; al-uluhiyyah, ar-rububiyyah, dan
al-asma wash shifat (Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, karya Abu
Ibrahim Ibnu Sulthan Al-'Adnani, hal. 10). Dan juga sebagaimana
dikatakan Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan: “Merealisasikan tauhid
artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga jenisnya, pen)
dari kesyirikan, bid’ah, dan kemaksiatan.” (Fathul Majid, hal. 75)
Oleh karena itu, Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan
bahwa di antara 'keistimewaan' Jamaah Tabligh dan para pemukanya adalah
apa yang sering dikenal dari mereka bahwasanya mereka adalah
orang-orang yang berikrar dengan tauhid. Namun tauhid mereka tidak lebih
dari tauhidnya kaum musyrikin Quraisy Makkah, di mana perkataan mereka
dalam hal tauhid hanya berkisar pada tauhid rububiyyah saja, serta
kental dengan warna-warna tashawwuf dan filsafatnya. Adapun tauhid
uluhiyyah dan ibadah, mereka sangat kosong dari itu. Bahkan dalam hal
ini, mereka termasuk golongan orang-orang musyrik. Sedangkan tauhid asma
wash shifat, mereka berada dalam lingkaran Asya’irah serta
Maturidiyyah, dan kepada Maturidiyyah mereka lebih dekat”. (Nazhrah
‘Abirah I’tibariyyah Haulal Jamaah At-Tablighiyyah, hal. 46).
Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri
Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata: “Demikianlah perhatian mereka kepada
shalat dan kekhusyukannya. Akan tetapi, di sisi lain mereka sangat buta
tentang rukun-rukun shalat, kewajiban-kewajibannya, sunnah-sunnahnya,
hukum sujud sahwi, dan perkara fiqih lainnya yang berhubungan dengan
shalat dan thaharah. Seorang tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, red)
tidaklah mengetahui hal-hal tersebut kecuali hanya segelintir dari
mereka.” (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 5- 6).
Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Dzikir
Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian. Yakni ilmu masail dan ilmu
fadhail. Ilmu masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di
negeri masing-masing. Sedangkan ilmu fadhail adalah ilmu yang dipelajari
pada ritus khuruj (lihat penjelasan di bawah, red) dan pada
majlis-majlis tabligh. Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah
sebagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen) serta dasar-dasar
pedoman Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam dan yang
sejenisnya, dan hampir-hampir tidak ada lagi selain itu.
Orang-orang
yang bergaul dengan mereka tidak bisa memungkiri tentang keengganan
mereka untuk menimba ilmu agama dari para ulama, serta tentang minimnya
mereka dari buku-buku pengetahuan agama Islam. Bahkan mereka berusaha
untuk menghalangi orang-orang yang cinta akan ilmu, dan berusaha
menjauhkan mereka dari buku-buku agama dan para ulamanya. (Jama’atut
Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 6 dengan ringkas).
Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim
Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu
dalam merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala
(kecintaan) dan al-bara (kebencian). Demikian pula perilaku mereka yang
bertentangan dengan kandungan sifat keempat ini di mana mereka memusuhi
orang-orang yang menasehati mereka atau yang berpisah dari mereka
dikarenakan beda pemahaman, walaupun orang tersebut 'alim rabbani.
Memang, hal ini tidak terjadi pada semua tablighiyyin, tapi inilah yang
disorot oleh kebanyakan orang tentang mereka. (Jama’atut Tabligh Mafahim
Yajibu An Tushahhah, hal. 8)
Sifat Kelima: Memperbaiki Niat
Tidak diragukan lagi bahwasanya memperbaiki niat termasuk pokok agama
dan keikhlasan adalah porosnya. Akan tetapi semuanya membutuhkan ilmu.
Dikarenakan Jamaah Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agama,
maka banyak pula kesalahan mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini.
Oleh karenanya engkau dapati mereka biasa shalat di masjid-masjid yang
dibangun di atas kuburan. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An
Tushahhah, hal. 9)
Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah subhanahu wata'ala
Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk
berdakwah, pen) bersama Jamaah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup,
40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali
berkeliling pada tiap minggu. Yang pertama dengan menetap pada suatu
daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-pindah dari suatu daerah ke
daerah yang lain. Hadir pada dua majelis ta’lim setiap hari, majelis
ta’lim pertama diadakan di masjid sedangkan yang kedua diadakan di
rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari untuk menjenguk orang sakit,
mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz Al Qur’an
setiap hari, memelihara dzikir-dzikir pagi dan sore, membantu para
jamaah yang khuruj, serta i’tikaf pada setiap malam Jum’at di markas.
Dan sebelum melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah-hadiah berupa
konsep berdakwah (ala mereka, pen) yang disampaikan oleh salah seorang
anggota jamaah yang berpengalaman dalam hal khuruj. (Jama’atut Tabligh
Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9)
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin
Fauzan Al-Fauzan berkata: “Khuruj di jalan Allah adalah khuruj untuk
berperang. Adapun apa yang sekarang ini mereka (Jamaah Tabligh, pen)
sebut dengan khuruj maka ini bid’ah. Belum pernah ada (contoh) dari
salaf tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah yang
harus dibatasi dengan hari-hari tertentu. Bahkan hendaknya berdakwah
sesuai dengan kemampuannya tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, atau
dibatasi 40 hari, atau lebih sedikit atau lebih banyak.” (Aqwal Ulama
As-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 7)
Asy-Syaikh Abdurrazzaq
'Afifi berkata: “Khuruj mereka ini bukanlah di jalan Allah, tetapi di
jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidaklah berdakwah kepada Al Qur’an dan As
Sunnah, akan tetapi berdakwah kepada (pemahaman) Muhammad Ilyas, syaikh
mereka yang ada di Banglades (maksudnya India, pen). (Aqwal Ulama As
Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 6)
Aqidah Jamaah Tabligh dan Para Tokohnya
Jamaah Tabligh dan para tokohnya, merupakan orang-orang yang sangat
rancu dalam hal aqidah1. Demikian pula kitab referensi utama mereka
Tablighi Nishab atau Fadhail A’mal karya Muhammad Zakariya
Al-Kandahlawi, merupakan kitab yang penuh dengan kesyirikan, bid’ah, dan
khurafat. Di antara sekian banyak kesesatan mereka dalam masalah aqidah
adalah2:
1. Keyakinan tentang wihdatul wujud (bahwa Allah menyatu
dengan alam ini). (Lihat kitab Tablighi Nishab, 2/407, bab Fadhail
Shadaqat, cet. Idarah Nasyriyat Islam Urdu Bazar, Lahore).
2. Sikap
berlebihan terhadap orang-orang shalih dan keyakinan bahwa mereka
mengetahui ilmu ghaib. (Lihat Fadhail A’mal, bab Fadhail Dzikir, hal.
468-469, dan hal. 540-541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
3.
Tawassul kepada Nabi (setelah wafatnya) dan juga kepada selainnya, serta
berlebihannya mereka dalam hal ini. (Lihat Fadhail A’mal, bab Shalat,
hal. 345, dan juga bab Fadhail Dzikir, hal. 481-482, cet. Kutub Khanat
Faidhi, Lahore).
4. Keyakinan bahwa para syaikh sufi dapat
menganugerahkan berkah dan ilmu laduni (lihat Fadhail A’mal, bab Fadhail
Qur’an, hal. 202- 203, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
5.
Keyakinan bahwa seseorang bisa mempunyai ilmu kasyaf, yakni bisa
menyingkap segala sesuatu dari perkara ghaib atau batin. (Lihat Fadhail
A’mal, bab Dzikir, hal. 540- 541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
6. Hidayah dan keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti tarekat
Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi (lihat Shaqalatil Qulub, hal. 190). Oleh karena
itu, Muhammad Ilyas sang pendiri Jamaah Tabligh telah membai’atnya di
atas tarekat Jisytiyyah pada tahun 1314 H, bahkan terkadang ia bangun
malam semata-mata untuk melihat wajah syaikhnya tersebut. (Kitab Sawanih
Muhammad Yusuf, hal. 143, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu
An Tushahhah, hal. 2).
7. Saling berbai’at terhadap pimpinan mereka
di atas empat tarekat sufi: Jisytiyyah, Naqsyabandiyyah, Qadiriyyah,
dan Sahruwardiyyah. (Ad-Da'wah fi Jaziratil 'Arab, karya Asy-Syaikh
Sa’ad Al-Hushain, hal. 9-10, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim
Yajibu An Tushahhah, hal. 12).
8. Keyakinan tentang keluarnya tangan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari kubur beliau untuk berjabat
tangan dengan Asy-Syaikh Ahmad Ar-Rifa’i. (Fadhail A’mal, bab Fadhail
Ash-Shalati ‘alan Nabi, hal. 19, cet. Idarah Isya’at Diyanat Anarkli,
Lahore).
9. Kebenaran suatu kaidah, bahwasanya segala sesuatu yang
menyebabkan permusuhan, perpecahan, atau perselisihan -walaupun ia
benar- maka harus dibuang sejauh-jauhnya dari manhaj Jamaah.
(Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hal. 10).
10. Keharusan untuk
bertaqlid (lihat Dzikir Wa I’tikaf Key Ahmiyat, karya Muhammad Zakaria
Al-Kandahlawi, hal. 94, dinukil dari Jama'atut Tabligh ‘Aqaiduha wa
Ta’rifuha, hal. 70).
11. Banyaknya cerita-cerita khurafat dan
hadits-hadits lemah/ palsu di dalam kitab Fadhail A’mal mereka, di
antaranya apa yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Hasan Janahi dalam
kitabnya Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 46-47 dan
hal. 50-52. Bahkan cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits palsu inilah
yang mereka jadikan sebagai bahan utama untuk berdakwah. Wallahul
Musta’an.
Fatwa Para Ulama Tentang Jamaah Tabligh
1.
Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Siapa
saja yang berdakwah di jalan Allah bisa disebut “muballigh” artinya:
(Sampaikan apa yang datang dariku (Rasulullah), walaupun hanya satu
ayat), akan tetapi Jamaah Tabligh India yang ma’ruf dewasa ini mempunyai
sekian banyak khurafat, bid’ah dan kesyirikan. Maka dari itu, tidak
boleh khuruj bersama mereka kecuali bagi seorang yang berilmu, yang
keluar (khuruj) bersama mereka dalam rangka mengingkari (kebatilan
mereka) dan mengajarkan ilmu kepada mereka. Adapun khuruj, semata ikut
dengan mereka maka tidak boleh”.
2. Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi
Al-Madkhali berkata: “Semoga Allah merahmati Asy-Syaikh Abdul Aziz bin
Baz (atas pengecualian beliau tentang bolehnya khuruj bersama Jamaah
Tabligh untuk mengingkari kebatilan mereka dan mengajarkan ilmu kepada
mereka, pen), karena jika mereka mau menerima nasehat dan bimbingan dari
ahlul ilmi maka tidak akan ada rasa keberatan untuk khuruj bersama
mereka. Namun kenyataannya, mereka tidak mau menerima nasehat dan tidak
mau rujuk dari kebatilan mereka, dikarenakan kuatnya fanatisme mereka
dan kuatnya mereka dalam mengikuti hawa nafsu. Jika mereka benar-benar
menerima nasehat dari ulama, niscaya mereka telah tinggalkan manhaj
mereka yang batil itu dan akan menempuh jalan ahlut tauhid dan ahlus
sunnah. Nah, jika demikian permasalahannya, maka tidak boleh keluar
(khuruj) bersama mereka sebagaimana manhaj as-salafush shalih yang
berdiri di atas Al Qur’an dan As Sunnah dalam hal tahdzir (peringatan)
terhadap ahlul bid’ah dan peringatan untuk tidak bergaul serta duduk
bersama mereka. Yang demikian itu (tidak bolehnya khuruj bersama mereka
secara mutlak, pen), dikarenakan termasuk memperbanyak jumlah mereka dan
membantu mereka dalam menyebarkan kesesatan. Ini termasuk perbuatan
penipuan terhadap Islam dan kaum muslimin, serta sebagai bentuk
partisipasi bersama mereka dalam hal dosa dan kekejian. Terlebih lagi
mereka saling berbai’at di atas empat tarekat sufi yang padanya terdapat
keyakinan hulul, wihdatul wujud, kesyirikan dan kebid’ahan”.
3.
Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullah
berkata: “Bahwasanya organisasi ini (Jamaah Tabligh, pen) tidak ada
kebaikan padanya. Dan sungguh ia sebagai organisasi bid’ah dan sesat.
Dengan membaca buku-buku mereka, maka benar-benar kami dapati kesesatan,
bid’ah, ajakan kepada peribadatan terhadap kubur-kubur dan kesyirikan,
sesuatu yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu -insya Allah- kami
akan membantah dan membongkar kesesatan dan kebatilannya”.
4.
Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah
berkata: “Jamaah Tabligh tidaklah berdiri di atas manhaj Al Qur’an dan
Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam serta pemahaman
as-salafus shalih.” Beliau juga berkata: “Dakwah Jamaah Tabligh adalah
dakwah sufi modern yang semata-mata berorientasi kepada akhlak. Adapun
pembenahan terhadap aqidah masyarakat, maka sedikit pun tidak mereka
lakukan, karena -menurut mereka- bisa menyebabkan perpecahan”. Beliau
juga berkata: “Maka Jamaah Tabligh tidaklah mempunyai prinsip keilmuan,
yang mana mereka adalah orang-orang yang selalu berubah-ubah dengan
perubahan yang luar biasa, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada”.
5. Asy-Syaikh Al-Allamah Abdurrazzaq 'Afifi berkata: “Kenyataannya
mereka adalah ahlul bid’ah yang menyimpang dan orang-orang tarekat
Qadiriyyah dan yang lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan
tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidaklah berdakwah kepada Al
Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi kepada Muhammad Ilyas, syaikh mereka
di Bangladesh (maksudnya India, pen)”.
Demikianlah selayang pandang
tentang hakikat Jamaah Tabligh, semoga sebagai nasehat dan peringatan
bagi pencari kebenaran. Wallahul Muwaffiq wal Hadi Ila Aqwamith Thariq.
http://www.asysyariah.com/
31 Agustus 2012
Membongkar Kedok Jamaah Tabligh
Diberdayakan oleh Blogger.
1 komentar:
Sekilas tentang siapa aku sebenarnya... aku dari latar belakang dunia hitam..segala bentuk kejahatan sdh dianggap hal yang biasa .....kadang dlm hati kecilku bertanya...siapa aku...dan utk apa aku di lahirkan...sementara aku dari kalangan yg tinggal di lingkungan org2 nonmuslim yg gak paham islam itu apa?..pertanyaannya kelompok manakah yg biasa mengajak org kejln kebaikan dari rumah kerumah??..atau hanya dgn mendengar ceramah di lapangan atau di tivi lantas masjid di penuhi dgn jamaah? Jawabannya tidak perbedaan dalam islam itu sdh menjadi rahmat tapi lantas anda mengatakan kedok dari jamaah tabliq sesungguhnya anda patut di curigai dari daftar pencarian org (DPO) oleh polisi
Posting Komentar