Buku ini diberi pengantar oleh Prof. DR. KH Said Aqil Siradj, MA yang
merupakan ketua umum PBNU. Dalam pengantarnya disampaikan bahwa buku
ini adalah sebuah sebuah buku yang secara ilmiah menguak kebenaran
ramalan Rasululloh Shalallahu Alaihi wa Salam melalui sabdanya, akan
lahir dari keturunan orang ini suatu kaum yang membaca Al-Qur’an tapi
tidak sampai melewati batas tenggorokan, mereka keluar dari agama
seperti anak panah tembus keluar dari badan binatang buruan, mereka
memerangi orang Islam namun membiarkan para penyembah berhala.
Hal yang membuat buku ini semakin tersebar juga karena adanya testimoni dari beberapa tokoh diantaranya Arifin Ilham yang telah menyampaikan bahwa rumah-rumah setiap muslim perlu dihiasi dengan buku penting seperti ini agar anak-anak mereka juga turut membacanya untuk membentengi mereka dengan pemahaman yang lurus, Islam adalah agama yang lembut, santun dan penuh kasih sayang.
Kemudian testimoni lain juga hadir dari Ketua MUI Ma’ruf Amin yang menyampaikan bahwa buku ini layak dibaca oleh siapapun, beliau berharap setelah membaca buku ini seorang muslim meningkat kesadarannya, bertambah kasih sayangnya, rukun dengan saudaranya, santun dengan sesama umat, lapang dada dalam menerima perbedaan dan adil dalam menyikapi permasalahan.
Buku ini cukup laris karena telah dicetak sebanyak 7 kali cetakan dalam tahun 2011 ini. Ustadz Ridwan Hamidi menyampaikan pula bahwa masih terbuka lebar untuk membuat sanggahan dalam bentuk buku, tulisan dan semisalnya.
Ustadz Ridwan Hamidi menyampaikan beberapa kelemahan yang terdapat dalam buku ini, yang pertama dari sisi penulisnya. Penulis buku ini adalah Syaikh Idahram dan penulis ini adalah majhul (tidak dikenal). Semua pembicara dan termasuk yang hadir pada acara bedah buku sebelumnya di Jakarta baik dari kalangan perguruan tinggi, ormas-ormas Islam kemudian dari beberapa pesantren juga sudah mencoba mencari dan tidak menemukan nama sang penulis. Ustadz Ridwan Hamidi juga menjelaskan bahwa nama ini sepertinya adalah nama samaran atau nama pena. Bisa beberapa kemungkinan seperti “Marhadi” (dibalik dari kata idahram) atau “Rahmadi” (hasil rangkaian kata dari idahram).
Kelemahan yang kedua adalah tidak konsisten dalam tujuan penulisan buku ini (terdapat dibagian pengantar buku). Disampaikan bahwa buku ini ditulis bukan untuk memperbesar jurang dan perpecahan tersebut melainkan untuk memperbaiki keadaan yang tidak nyaman itu dan meluruskan apa yang seharusnya diluruskan dengan cara menyingkap kekeliruan-kekeliruan pemahaman kaum salafi wahabi yang sangat tersembunyi dan hampir tidak pernah disadari oleh para pengikutnya dan bahkan tokoh-tokohnya sekalipun. Itu adalah keinginan dari penulis akan tetapi sebaliknya buku tersebut justru memunculkan masalah-masalah baru karena jurang yang muncul bertambah semakin besar.
Kelemahan yang ketiga ialah dalam definisi salaf, salafi dan seterusnya. Pada tidak lebih dari lima halaman awal sumber rujukan dari pendefinisian cukup bagus akan tetapi pada halaman-halaman selanjutnya menjadi tidak karuan.
Kelemahan yang keempat ialah kesalahan dari sisi penulisan dan pencetakan seperti kesalahan dalam penyebutan pencetakan Kamus Lisanul Arab.
Kelemahan yang kelima ialah klaim yang terlalu cepat membuat hukum, vonis dengan kalimat bahwa tidak ada satupun riwayat shohih yang menerangkan bahwa ada diantara para sahabat Nabi, ulama salaf, ulama mujtahid (Imam 4 Mahdzab seperti Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad) yang menyampaikan bahwa mereka adalah kelompok salafi. Dan tentu ini perlu dicek ulang dan diklarifikasi dengan melihat beberapa riwayat yang disampaikan oleh beberapa ulama.
Kelemahan yang keenam buku tersebut menyatakan bahwa Syaikh Nashiruddin Al-Albani yang pertama kali mempopulerkan istilah salafi ini. Dan tentu ini merupakan kekeliruan. Kalau dikarenakan kita sering baca buku beliau dan tidak membaca buku dari ulama lain mungkin bagi sebagian orang akan begitu.
Kelemahan yang ketujuh penulis sepertinya merasa sakit hati dengan Syaikh Nashiruddin Al-Albani (Syaikh Al-Albani) sehingga menggunakan bahasa-bahasa yang provokatif dan menghujat. Sebagai contoh dengan menyebutkan bahwa Syaikh Al-Albani “mengaduk-aduk hadits”. Syaikh Al-Albani dikatakan sebagai pendatang baru di ranah wahabi dan semisalnya.
Kelemahan yang kedelapan ketidakpahaman penulis dalam menterjemahkan bahasa Arab atau ketidakpahaman dalam memahami konteks kalimat.
Kelemahan yang kesembilan ketidakpahaman penulis dalam memahami biografi dan sejarah Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab sehingga yang ada adalah klaim subjektif. Sebagai contoh dengan mengatakan secara tersirat bahwa ilmu agama Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab cetek dan semisalnya.
Kelemahan yang kesepuluh kesalahan penulis dengan berusaha menghubung-hubungkan bahwa nabi-nabi palsu termasuk Musailamah Al-Kadzab dari Bani Tamim dan termasuk juga Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahab juga dari Bani Tamim sehingga saling berhubungan. Jika hal ini masuk dalam kaidah salah dan benar sebuah pemahaman tentu banyak sekali orang-orang yang bisa masuk ke dalam kaidah tersebut. Seperti sebagai contoh Abu Lahab. Abu Lahab memiliki seorang putra bernama Ikrimah dan ini jelas sangat dekat hubungannya (hubungan keturunan). Akan tetapi Abu Lahab musuh Islam sedangkan Ikrimah adalah sahabat Nabi. Apalagi jika dibandingkan antara Musailamah dengan Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahab tentu sangat jauh sekali. Musailamah di abad keberapa dan Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahab di abad keberapa. Ini benar-benar tidak nyambung.
Kelemahan yang kesebelas ialah tambahan terjemahan ketika menukil dari buku. Sebagai contoh dengan menambahkan kata-kata “pengkafiran-pengkafiran”.
Kelemahan yang keduabelas ialah kesalahan dalam harokat. Dalam bahasa Arab kesalahan dalam harokat berakibat dalam kesalahan arti.
Kelemahan yang ketigabelas ialah kesalahan dalam nukilan-nukilan sejarah yang diambilkan dari buku dan tidak dijelaskan siapa penulis buku sejarah tersebut. Apakah dia pakar sejarah atau sekedar orang yang menulis saja. Dan buku-buku sejarah yang tidak jelas memang semangat untuk menghabisi.
Kelemahan yang keempatbelas ialah kesalahan yang fatal karena tidak memberikan kriteria atau pemetaan seperti dalam pembagian istilah salafi. Penulis menyebutkan terdapat dua faksi dalam salafi, salafi haroki dan salafi yamani. Pembagian yang disampaikan oleh penulis sangat tidak jelas karena tidak ada pembatasan dalam pembagian tersebut. Sebagai contoh apakah penyebutan salafi yamani itu karena dari yaman ?. Jika demikian berarti ada istilah salafi saudi dan salafi daerah lain. Itu jika memang merujuk berdasarkan daerah atau negara.
Kelemahan yang kelimabelas ialah kesalahan dalam penukilan riwayat keturunan Kyai Haji Ahmad Dahlan. Beliau dikatakan berasal dari keluarga habaib. Di dalam buku ke-Muhammadiyah-an tidak pernah diajarkan bahwa beliau berasal dari keluarga habaib. Tentu ini adalah masalah yang janggal.
Kelemahan yang keenambelas adalah kesalahan dalam metodologi. Tidak ada metodologi yang jelas dalam membuat kriteria seseorang disebut salafi atau wahabi. Apa batasan dari wahabi ?. Definisi dari wahabi itu apa ?. Sebagai contoh orang yang tidak mau tahlilan maka disebut sebagai wahabi. Jika ini menjadi sebuah kaidah maka banyak sekali yang disebut sebagai wahabi. Muhammadiyah tidak tahlilan berarti wahabi, PERSIS tidak tahlilan berarti wahabi, Al-Irsyad tidak tahlilan berarti wahabi, Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) tidak tahlilan berarti wahabi. Apakah benar demikian ?. Jika tidak maka batasan yang jelas itu apa ?
Kelemahan yang ketujuhbelas adalah kesalahan dalam istilah wahabi. Batasan saja sudah tidak jelas maka istilah wahabi juga tidak jelas.
Ustadz Ridwan Hamidi juga menjelaskan bahwa daftar nama-nama yang disebut salafi wahabi yang ada di buku merupakan daftar nama-nama yang pernah dipresentasikan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) di depan PP Muhammadiyah dan PBNU.
Kelemahan yang kedelapanbelas adalah tidak akurat dalam pendataan. Sebagai contoh data-data alamat ormas Islam seperti Wahdah Islamiyah juga mengalami kesalahan. Dan masih banyak lagi.
Kelemahan yang kesembilanbelas adalah kesalahan dalam memahami teks dan pemahaman yang sempit dari penulis. Buku ini ingin menggambarkan bahwa salafi wahabi memiliki aqidah takfir (orang yang beda pemahaman dengan mereka maka kafir). Sebagai contoh jika ditemukan kata-kata “halal darahnya” dan semisalnya maka cepat-cepat penulis langsung menyatakan bahwa ini adalah takfir.
Kelemahan yang keduapuluh adalah kesalahan dalam informasi daftar makam yang dihancurkan oleh kaum salafi wahabi. Sebagai contoh pemakaman di Ma’la. Maksud dihancurkan itu seperti apa juga tidak jelas.
Kelemahan yang keduapuluhsatu adalah kesalahan dalam menyebutkan hadits. Takhrij hadits disebutkan lengkap walaupun penyebutan takhrij tidak standar. Hal ini membuktikan penulis tidak menguasai ilmu hadits.
Kelemahan yang keduapuluhdua adalah kesalahan dalam penafsiran hadits. Penafsiran bukan dari ulama tapi dari penulis sendiri.
Kelemahan yang keduapuluhtiga dalam membuat sebuah rujukan berpaku pada satu sumber. Sebagai contoh penulis menyebutkan bahwa terdapat fatwa-fatwa nyleneh salafi wahabi. Sumber tersebut terdapat pada satu situs. Dalam metode ilmiah maka hal ini menjadi tidak ilmiah karena harusnya nukilan diambil dari sumber aslinya.
Kelemahan yang keduapuluhempat adalah kesalahan dalam metode fatwa. Penulis tidak menyampaikan secara lengkap dalam menukil fatwa. Seperti pertanyaan dari si penanya yang menanyakan fatwa yang bersangkutan. Karena bisa jadi fatwa-fatwa yang ada diambil karena satu kasus-kasus khusus dan kasus-kasus tertentu.
Masih banyak lagi kesalahan-kesalahan yang lain dari buku tersebut. Kesimpulan dari bedah buku sebelumnya di Jakarta sepakat dari ketiga pembicara bahwa buku ini buku yang tidak layak disebarkan dan bukan termasuk buku yang ilmiah. Buku ini tidak layak dibaca dan buku ini gagal untuk mematahkan argumen-argumen dalam mengkritisi paham salafi wahabi.
http://www.belajarislam.com/sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi/
http://kajian.belajarislam.com/2011/06/sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi/
Sumber: http://media.kompasiana.com/buku/2011/06/29/buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi-tidak-layak-dibaca-dan-buku-ini-gagal-untuk-mematahkan-argumen-argumen-dalam-mengkritisi-paham-salafi-wahabi/
Hal yang membuat buku ini semakin tersebar juga karena adanya testimoni dari beberapa tokoh diantaranya Arifin Ilham yang telah menyampaikan bahwa rumah-rumah setiap muslim perlu dihiasi dengan buku penting seperti ini agar anak-anak mereka juga turut membacanya untuk membentengi mereka dengan pemahaman yang lurus, Islam adalah agama yang lembut, santun dan penuh kasih sayang.
Kemudian testimoni lain juga hadir dari Ketua MUI Ma’ruf Amin yang menyampaikan bahwa buku ini layak dibaca oleh siapapun, beliau berharap setelah membaca buku ini seorang muslim meningkat kesadarannya, bertambah kasih sayangnya, rukun dengan saudaranya, santun dengan sesama umat, lapang dada dalam menerima perbedaan dan adil dalam menyikapi permasalahan.
Buku ini cukup laris karena telah dicetak sebanyak 7 kali cetakan dalam tahun 2011 ini. Ustadz Ridwan Hamidi menyampaikan pula bahwa masih terbuka lebar untuk membuat sanggahan dalam bentuk buku, tulisan dan semisalnya.
Ustadz Ridwan Hamidi menyampaikan beberapa kelemahan yang terdapat dalam buku ini, yang pertama dari sisi penulisnya. Penulis buku ini adalah Syaikh Idahram dan penulis ini adalah majhul (tidak dikenal). Semua pembicara dan termasuk yang hadir pada acara bedah buku sebelumnya di Jakarta baik dari kalangan perguruan tinggi, ormas-ormas Islam kemudian dari beberapa pesantren juga sudah mencoba mencari dan tidak menemukan nama sang penulis. Ustadz Ridwan Hamidi juga menjelaskan bahwa nama ini sepertinya adalah nama samaran atau nama pena. Bisa beberapa kemungkinan seperti “Marhadi” (dibalik dari kata idahram) atau “Rahmadi” (hasil rangkaian kata dari idahram).
Kelemahan yang kedua adalah tidak konsisten dalam tujuan penulisan buku ini (terdapat dibagian pengantar buku). Disampaikan bahwa buku ini ditulis bukan untuk memperbesar jurang dan perpecahan tersebut melainkan untuk memperbaiki keadaan yang tidak nyaman itu dan meluruskan apa yang seharusnya diluruskan dengan cara menyingkap kekeliruan-kekeliruan pemahaman kaum salafi wahabi yang sangat tersembunyi dan hampir tidak pernah disadari oleh para pengikutnya dan bahkan tokoh-tokohnya sekalipun. Itu adalah keinginan dari penulis akan tetapi sebaliknya buku tersebut justru memunculkan masalah-masalah baru karena jurang yang muncul bertambah semakin besar.
Kelemahan yang ketiga ialah dalam definisi salaf, salafi dan seterusnya. Pada tidak lebih dari lima halaman awal sumber rujukan dari pendefinisian cukup bagus akan tetapi pada halaman-halaman selanjutnya menjadi tidak karuan.
Kelemahan yang keempat ialah kesalahan dari sisi penulisan dan pencetakan seperti kesalahan dalam penyebutan pencetakan Kamus Lisanul Arab.
Kelemahan yang kelima ialah klaim yang terlalu cepat membuat hukum, vonis dengan kalimat bahwa tidak ada satupun riwayat shohih yang menerangkan bahwa ada diantara para sahabat Nabi, ulama salaf, ulama mujtahid (Imam 4 Mahdzab seperti Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad) yang menyampaikan bahwa mereka adalah kelompok salafi. Dan tentu ini perlu dicek ulang dan diklarifikasi dengan melihat beberapa riwayat yang disampaikan oleh beberapa ulama.
Kelemahan yang keenam buku tersebut menyatakan bahwa Syaikh Nashiruddin Al-Albani yang pertama kali mempopulerkan istilah salafi ini. Dan tentu ini merupakan kekeliruan. Kalau dikarenakan kita sering baca buku beliau dan tidak membaca buku dari ulama lain mungkin bagi sebagian orang akan begitu.
Kelemahan yang ketujuh penulis sepertinya merasa sakit hati dengan Syaikh Nashiruddin Al-Albani (Syaikh Al-Albani) sehingga menggunakan bahasa-bahasa yang provokatif dan menghujat. Sebagai contoh dengan menyebutkan bahwa Syaikh Al-Albani “mengaduk-aduk hadits”. Syaikh Al-Albani dikatakan sebagai pendatang baru di ranah wahabi dan semisalnya.
Kelemahan yang kedelapan ketidakpahaman penulis dalam menterjemahkan bahasa Arab atau ketidakpahaman dalam memahami konteks kalimat.
Kelemahan yang kesembilan ketidakpahaman penulis dalam memahami biografi dan sejarah Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab sehingga yang ada adalah klaim subjektif. Sebagai contoh dengan mengatakan secara tersirat bahwa ilmu agama Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab cetek dan semisalnya.
Kelemahan yang kesepuluh kesalahan penulis dengan berusaha menghubung-hubungkan bahwa nabi-nabi palsu termasuk Musailamah Al-Kadzab dari Bani Tamim dan termasuk juga Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahab juga dari Bani Tamim sehingga saling berhubungan. Jika hal ini masuk dalam kaidah salah dan benar sebuah pemahaman tentu banyak sekali orang-orang yang bisa masuk ke dalam kaidah tersebut. Seperti sebagai contoh Abu Lahab. Abu Lahab memiliki seorang putra bernama Ikrimah dan ini jelas sangat dekat hubungannya (hubungan keturunan). Akan tetapi Abu Lahab musuh Islam sedangkan Ikrimah adalah sahabat Nabi. Apalagi jika dibandingkan antara Musailamah dengan Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahab tentu sangat jauh sekali. Musailamah di abad keberapa dan Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahab di abad keberapa. Ini benar-benar tidak nyambung.
Kelemahan yang kesebelas ialah tambahan terjemahan ketika menukil dari buku. Sebagai contoh dengan menambahkan kata-kata “pengkafiran-pengkafiran”.
Kelemahan yang keduabelas ialah kesalahan dalam harokat. Dalam bahasa Arab kesalahan dalam harokat berakibat dalam kesalahan arti.
Kelemahan yang ketigabelas ialah kesalahan dalam nukilan-nukilan sejarah yang diambilkan dari buku dan tidak dijelaskan siapa penulis buku sejarah tersebut. Apakah dia pakar sejarah atau sekedar orang yang menulis saja. Dan buku-buku sejarah yang tidak jelas memang semangat untuk menghabisi.
Kelemahan yang keempatbelas ialah kesalahan yang fatal karena tidak memberikan kriteria atau pemetaan seperti dalam pembagian istilah salafi. Penulis menyebutkan terdapat dua faksi dalam salafi, salafi haroki dan salafi yamani. Pembagian yang disampaikan oleh penulis sangat tidak jelas karena tidak ada pembatasan dalam pembagian tersebut. Sebagai contoh apakah penyebutan salafi yamani itu karena dari yaman ?. Jika demikian berarti ada istilah salafi saudi dan salafi daerah lain. Itu jika memang merujuk berdasarkan daerah atau negara.
Kelemahan yang kelimabelas ialah kesalahan dalam penukilan riwayat keturunan Kyai Haji Ahmad Dahlan. Beliau dikatakan berasal dari keluarga habaib. Di dalam buku ke-Muhammadiyah-an tidak pernah diajarkan bahwa beliau berasal dari keluarga habaib. Tentu ini adalah masalah yang janggal.
Kelemahan yang keenambelas adalah kesalahan dalam metodologi. Tidak ada metodologi yang jelas dalam membuat kriteria seseorang disebut salafi atau wahabi. Apa batasan dari wahabi ?. Definisi dari wahabi itu apa ?. Sebagai contoh orang yang tidak mau tahlilan maka disebut sebagai wahabi. Jika ini menjadi sebuah kaidah maka banyak sekali yang disebut sebagai wahabi. Muhammadiyah tidak tahlilan berarti wahabi, PERSIS tidak tahlilan berarti wahabi, Al-Irsyad tidak tahlilan berarti wahabi, Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) tidak tahlilan berarti wahabi. Apakah benar demikian ?. Jika tidak maka batasan yang jelas itu apa ?
Kelemahan yang ketujuhbelas adalah kesalahan dalam istilah wahabi. Batasan saja sudah tidak jelas maka istilah wahabi juga tidak jelas.
Ustadz Ridwan Hamidi juga menjelaskan bahwa daftar nama-nama yang disebut salafi wahabi yang ada di buku merupakan daftar nama-nama yang pernah dipresentasikan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) di depan PP Muhammadiyah dan PBNU.
Kelemahan yang kedelapanbelas adalah tidak akurat dalam pendataan. Sebagai contoh data-data alamat ormas Islam seperti Wahdah Islamiyah juga mengalami kesalahan. Dan masih banyak lagi.
Kelemahan yang kesembilanbelas adalah kesalahan dalam memahami teks dan pemahaman yang sempit dari penulis. Buku ini ingin menggambarkan bahwa salafi wahabi memiliki aqidah takfir (orang yang beda pemahaman dengan mereka maka kafir). Sebagai contoh jika ditemukan kata-kata “halal darahnya” dan semisalnya maka cepat-cepat penulis langsung menyatakan bahwa ini adalah takfir.
Kelemahan yang keduapuluh adalah kesalahan dalam informasi daftar makam yang dihancurkan oleh kaum salafi wahabi. Sebagai contoh pemakaman di Ma’la. Maksud dihancurkan itu seperti apa juga tidak jelas.
Kelemahan yang keduapuluhsatu adalah kesalahan dalam menyebutkan hadits. Takhrij hadits disebutkan lengkap walaupun penyebutan takhrij tidak standar. Hal ini membuktikan penulis tidak menguasai ilmu hadits.
Kelemahan yang keduapuluhdua adalah kesalahan dalam penafsiran hadits. Penafsiran bukan dari ulama tapi dari penulis sendiri.
Kelemahan yang keduapuluhtiga dalam membuat sebuah rujukan berpaku pada satu sumber. Sebagai contoh penulis menyebutkan bahwa terdapat fatwa-fatwa nyleneh salafi wahabi. Sumber tersebut terdapat pada satu situs. Dalam metode ilmiah maka hal ini menjadi tidak ilmiah karena harusnya nukilan diambil dari sumber aslinya.
Kelemahan yang keduapuluhempat adalah kesalahan dalam metode fatwa. Penulis tidak menyampaikan secara lengkap dalam menukil fatwa. Seperti pertanyaan dari si penanya yang menanyakan fatwa yang bersangkutan. Karena bisa jadi fatwa-fatwa yang ada diambil karena satu kasus-kasus khusus dan kasus-kasus tertentu.
Masih banyak lagi kesalahan-kesalahan yang lain dari buku tersebut. Kesimpulan dari bedah buku sebelumnya di Jakarta sepakat dari ketiga pembicara bahwa buku ini buku yang tidak layak disebarkan dan bukan termasuk buku yang ilmiah. Buku ini tidak layak dibaca dan buku ini gagal untuk mematahkan argumen-argumen dalam mengkritisi paham salafi wahabi.
http://www.belajarislam.com/sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi/
http://kajian.belajarislam.com/2011/06/sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi/
Sumber: http://media.kompasiana.com/buku/2011/06/29/buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi-tidak-layak-dibaca-dan-buku-ini-gagal-untuk-mematahkan-argumen-argumen-dalam-mengkritisi-paham-salafi-wahabi/
0 komentar:
Posting Komentar