Fatwa Syaikh Rabi’ Bin Hadi Al Madkhali Hafizhahullah
tentang Kesesatan Jama’ah/Yayasan Wahdah Islamiyah*
tentang Kesesatan Jama’ah/Yayasan Wahdah Islamiyah*
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه أما بعد
Wahai penanya yang mulia,
pertanyaan-pertanyaan berikut ini seputar jamâ’ah atau yayasan yang
mereka namakan Yayasan Wahdah Islamiyah (YWI, pent.). Dari selah-selah
apa yang Antum ajukan tentang jamâ’ah ini, maka saya melihat bahwasanya
mereka adalah jamâ’ah hizbiyah
quthbiyyah sururiyyah berlawanan dengan Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah dan
manhaj mereka bertentangan dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah.
Mereka ikut bersama dengan
kelompok-kelompok yang sesat dalam perkataan mereka tentang bolehnya
berdemonstrasi dan bolehnya ikut pemilu kadang dengan ber-istisyhâd
(berpatokan, menjadikannya sebagai penguat) pada fatwa sebagian ulama
ahlus sunnah, tetapi kenyataannya, orang yang memperhatikan fatwa-fatwa
tersebut dan mengetahui syarat-syarat yang disebutkan oleh para ulama
dalam hal bolehnya ikut pemilu, maka dia akan melihat/mendapati
bahwasanya mereka tidak konsisten dengan syarat-syarat tersebut,
seandainya mereka konsisten dengannya maka mereka tidak akan ikut pemilu
di negeri manapun di antara negeri-negeri yang ada sekarang.
Dari ucapan mereka tentang tauhid Hâkimiyah mereka mengambilnya dari Sayyid Quthb. Hâkimiyah menurut Sayyid Quthb adalah hal yang paling khusus dari tauhid Ulûhiyah dan dengannya (pemahaman tentang tauhid Hâkimiyah ini-pent.)
ia mengkafirkan seluruh masyarakat muslim tanpa mengecualikan pribadi
dan jamâ’ah pun kecuali orang-orang yang semodel dengannya, tetapi pada
saat yang sama dia tidak memberi perhatian dan tidak peduli dari segala
bid’ah-bid’ah kekufuran seperti men-ta’thil (membatalkan, membuang) sifat-sifat Allah, pemahaman Hulûliyah (pemahaman kufur yang menganggap bahwa Allah menyatu dengan makhluk-Nya), (pemahaman) Wihdatul Wujûd
(menganggap semua yang ada hakikatnya adalah Allah), mencerca sahabat,
menikam (baca: merendahkan) sebagian Nabi-nabi, orang ini tidak peduli
dengan semua perkara tadi dan (demikian pula) para pengikutnya tidak
peduli dengan segala sesuatu dari bentuk kesesatan yang ia (Sayyid
Quthb) dan orang-orang yang semisal dengannya jatuh di dalamnya.
Bagaimana pun sesatnya seseorang pada aqidahnya dia tidak memandangnya sebagai kesesatan yang menafikan Lâ ilâha illallâh sebagaimana perbuatan (baca: pandangan) Sayyid Quthb dalam kitabnya Ma’alim fith Thariq
yaitu dia menganggap semua masyarakat Islam sesat dan dia tidak melihat
kesesatannya itu dalam aqidahnya ataupun selain aqidah dan dia
menganggap bahwa kesesatan itu hanyalah dalam masalah Hâkimiyah saja.
Ini semuanya adalah kebodohan dan kesesatan dan pokok yang paling
mendasar dari pemahaman Murji’ah ekstrem. Bahkan manhaj ini yang tidak
menganggap bahwa bid’ah Rafidhah (Syi’ah ekstrem), Khawarij (kelompok
yang mengkafirkan pelaku dosa besar), Shufiyah Quburiyah yang di
dalamnya ada istighasah (meminta tolong) kepada selain Allah, Hulûliyah dan Wihdatul Wujûd, dia tidak melihat perkara-perkara ini menafikan Lâ ilâha illallâh.
Sesungguhnya ini adalah kesesatan yang paling sesat dan dia menetapkan
hal ini dalam masyarakat kaum muslimin perkara-perkara yang mengkafirkan
kecuali kalau menyelisihi Hâkimiyah saja. Ini adalah kesesatan yang tiada bandingannya melampaui segala kelompok yang sesat, wal iyadzu billah.
Dan saya mengetahui banyak dari
doktor-doktor dari pengikut manhaj Quthubi yang mentazkiyah Sayyid Quthb
bahwasanya tidak ada seorang pun yang menandinginya dalam menjelaskan
makna Lâ ilâha illallâh dan saya tidak mengetahui seorang pun sepertinya yang paling merusak makna Lâ ilâha illallâh sebagaimana dalam kitabnya Fi Dzilalil Qur’an dan Ma’alim fith Thariq karena dia tidak melihat ada yang menafikan kalimat tauhid Lâ ilâha illallâh kecuali siapa yang berpaling dari Hâkimiyah.
Adapun penyimpangan-penyimpangan dalam agama semuanya, maka dia tidak
melihatnya sebagai kesesatan. Maka apa yang terdapat pada
kelompok-kelompok Islam yang sesat dari aqidah-aqidah yang rusak seperti
Hulûliyah, Wihdatul Wujûd, Rafidhah,
penyembah kuburan, kesyirikan-kesyirikan, kesesatan-kesesatan dan
seterusnya semuanya ini sama sekali tidak melihatnya sebagai kesesatan
karena (Sayyid Quthb) mengatakan bahwa mereka tidak menyembah kepada
selain Allah dan tidak memberikan persaksian ibadah kepada selain Allah.
Maka seluruh amalan kesyirikan ini tidak ia anggap sebagai kesyirikan
dan amalan-amalan mereka yang bertaqarrub kepada wali-wali dan
kuburan-kuburan, dia tidak menganggap mereka menyelisihi manhaj Allah
dan menyelisihi Lâ ilâha illallâh. Ini adalah puncak kesesatan
dan jika mereka (YWI) masih berkaitan dengan tauhid orang ini (Sayyid
Quthb) yang ia namakan tauhid Hâkimiyah, maka mereka (YWI) termasuk kelompok-kelompok sesat yang sangat berbahaya dan jika membela manhaj Sayyid Quthb dan berwalâ’ dengannya, maka dia termasuk kelompok yang paling sesat, wal iyadzu billâh.
Maka tanyalah mereka (YWI, pent.), bagaimana pendiriannya terhadap Sayyid Quthb dan kesesatan-kesesatannya?
Bagaimana pendirian mereka terhadap celaan Sayyid Quthb terhadap Nabi Allah Musa?
Bagaimana pendirian mereka terhadap caci makian Sayyid Quthb kepada sahabat-sahabat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa alihi wasallam?
Bagaimana pendirian mereka dari ta’thil-nya kepada sifat-sifat Allah ‘azza wa jalla?
Bagaimana pendirian mereka tentang ucapannya tentang isytirâkiyah (sosialisme)?
Bagaimana pendirian mereka dari ucapan Sayyid Quthb bahwasanya Al Qur’an itu makhluk?
Bagaimana pendirian mereka tentang pengkafirannya terhadap umat dengan kebodohan dan kezhaliman?
Bagaimana pendiriannya dalam
memaafkan/membiarkan orang-orang sesat yang menisbahkan dirinya kepada
Islam dari (perbuatan) syirik akbar seperti menyembelih kepada selain
Allah, meminta pertolongan kepada selain Allah, tawaf di
kuburan-kuburan, bersujud padanya, menyembelih untuknya, bernadzar
untuknya, men-ta’thil sifat-sifat Allah dan banyak di antara mereka berfaham Hulûliyah, Wihdatul Wujûd dan banyak di antara mereka Bathiniyah, bagaimana pendirian mereka (YWI) terhadap mereka?
Mereka tidak memiliki sikap apapun.
Bahkan ia (Sayyid Quthb) menetapkan semua perkara ini dan tidak memandangnya menafikan Lâ ilâha illallâh, dan kitab ini ada maka bacalah ucapannya dalam bab Manhajul Hayat.
Dia mendatangkan bencana-bencana ini yang dia meletakkan baginya suatu
judul yang sangat menarik untuk mengelabui ahlul tauhid. Akan tetapi
siapa yang membaca dari apa yang ia goreskan di bawah judul ini, maka
dia akan melihat bahwa orang ini (Sayyid Quthb) termasuk orang yang
paling bodoh terhadap tauhidullah dan termasuk orang yang
paling kuat penetapannya terhadap seluruh kebatilan yang ada pada
kelompok-kelompok Islam dan dia tidak mengingkarinya dan tidak melihat
adanya penyimpangan kecuali dalam tauhid Hâkimiyah saja. Tauhid Hâkimiyah tidaklah sebagaimana yang mereka katakan. Hâkimiyah bukanlah hal yang paling khusus dari ulûhiyah. Perkara yang paling khusus dari ulûhiyah adalah apa yang Allah wajibkan dari hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan tidaklah saya menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.” (QS Adz Dzâriyât: 56)
Dan ibadah adalah perkara yang mencakup
segala yang dicintai dan diridhoi oleh Allah berupa perkataan dan
perbuatan baik yang zhahir maupun yang batin, dan ibadah adalah sholat,
zakat, puasa, haji, sedekah, berbuat baik dan kebajikan. Ini ibadah
tersebut dan bukan Hâkimiyah saja dan Hâkimiyah di sisi kami mempunyai kedudukan dalam Islam. Tetapi Hâkimiyah itu punya dalil-dalil tersendiri seperti:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُم بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُلَئِكَ هُمُ الْكَفِرُوْنَ
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” (QS Al Maidah: 44)
وَمَنْ لَمْ يَحْكُم بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS Al Ma`idah: 45)
وَمَنْ لَمْ يَحْكُم بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (QS Al Ma`idah: 47)
Dan ayat-ayat yang semakna dengannya. Adapun untuk dianggap sebagai hal yang paling khusus dari makna Lâ ilâha illallâh
maka tidak ada seorang pun yang mengatakannya baik dari orang-orang
yang terdahulu maupun orang-orang sekarang kecuali Sayyid Quthb dan
orang-orang yang taqlid (membebek buta) kepadanya. Ini adalah penafsiran
bid’ah dan sesat yang menyebabkan pengikut-pengikutnya terjerumus dalam
puncak kesesatan. Hâkimiyah termasuk hak-haknya Lâ ilâha illallâh
dan dia adalah perkara yang sangat penting dalam Islam, tidak ada yang
mengingkarinya kecuali orang kafir. Tetapi kita tidak mengatakan bahwa Hâkimiyah adalah hal yang paling khusus dari ulûhiyah dan hal yang paling khusus dari makna Lâ ilâha illallâh dan bahwa makna Lâ ilâha illallâh itu adalah tidak ada hakim selain Allah. Ini adalah sesat yaitu lebih sesat dari penafsirannya orang-orang mutakallimin (ahli filsafat) yang sesat yang menafsirkan makna Lâ ilâha illallâh
dengan tidak ada pencipta, tidak ada pemberi rezeki kecuali Allah.
Benar bahwa tidak ada pencipta, tidak ada pemberi rezki kecuali Allah,
akan tetapi ini bukanlah makna Lâ ilâha illallâh. Penciptaan, pemberian rezeki dan selainnya dari sifat-sifat Allah, telah ada nash-nashnya tersendiri:
هُوَ اللهُ الْخَلِقُ الْبَارِئُ
“Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan” (QS Al Hasyr: 24)
إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ
“Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi Rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS Adz Dzâriyât: 58)
Ini adalah dalil-dalilnya. Akan tetapi para ulama salaf menafsirkan Lâ ilâha illallâh
dengan tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah.
Dan mereka menafsirkan ibadah-ibadah yaitu syari’at-syari’at Islamiyah
yang telah kami sebutkan dan yang selainnya. Maka jika dia tidak beriman
terhadap tauhid Hâkimiyah menurut cara Sayyid Quthb
maka dia adalah sesat. Dan bila mereka memiliki sejumlah perkara (yang
telah disebutkan, pent.) dengan bertumpu pada ahli bid’ah dan
orang-orang sesat maka adalah indikasi kesesatan dan penyimpangan
mereka.
Dan apa yang disebutkan dalam
pertanyaan-pertanyaan tersebut dari ucapan-ucapan mereka tentang
demonstrasi, ikut pemilu dan tanzhim-tanzhim rahasia maupun
terang-terangan serta Al Walâ’ wal Barâ’ (cinta dan benci karena Allah), semua ini menyelisihi manhaj Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah.
Al Walâ’ wal Barâ’ adalah
prinsip yang paling mendasar dalam Islam dan prinsip yang paling
mendasar dalam manhaj As Salaf Ash Shalih dan tidaklah agama Allah yang
haq bisa tegak kecuali dengan menjaga prinsip yang agung ini.
Sesungguhnya itu merupakan pagar (pembatas) bagi Islam dan tembok bagi
manhaj Salaf. Jika kita membuangnya dan menelantarkannya sebagaimana
Ikhwanul Muslimin dan para pengikutnya dari kalangan Sururiyyin
menelantarkannya, maka Islam dan manhaj Salaf akan benar-benar hilang,
akan hilang bahkan dia (Islam dan manhaj Salaf) telah hilang dari mereka
dan tidak akan tinggal—insya Allah—kecuali pada orang yang
menjaganya dan mengerti kedudukannya dan mereka itu adalah Salafiyyin
yang hakiki, pengikut Salaf yang murni. Tidak ada padanya membebek buta,
tidak kepada Sayyid Quthb dan tidak pula kepada selainnya dari ahlul
bid’ah dan sesat. Maka Salafiyah berlepas diri kepada Allah Tabâraka wa Ta’âlâ dari Sayyid Quthb dan tidak pula kepada selainnya dari ahlul bid’ah dan sesat. Dan mereka berwalâ’ kepada para Nabi dan Rasul yang mulia dan semua sahabat dan tidak mengecualikan seorang pun dari mereka berwalâ’ kepada para imam yang mendapatkan petunjuk pada periode yang terbaik dan periode lainnya hinga hari ini, mereka berwalâ’
kepada para imam yang mendapatkan petunjuk dan da’i-da’i tauhid dan
menyeru kepada keikhlasan kepada Allah Robb alam semesta. Dan mereka
tidak berwalâ’ kepada ahli bid’ah, tidak membela mereka bahkan mentahdzir (memperingatkan manusia dari) mereka dan dari bid’ah serta kesesatannya.
Dan pembicaraan tentang mereka (YWI-pent)
akan panjang, akan tetapi di sini disebutkan tentang pimpinan dari
yayasan ini (Muhammad Zaitun Rasmin, pent.) yang berkata ketika mensyarah kitab Al Ushul Al ‘Ilmiyah fid Da’wah As Salafiyah
karangan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, dan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq ini
mengaburkan dakwah Salafiyah dan mengaburkan pengikutnya dan
menyesatkan banyak pemuda di dunia. Dan buku ini termasuk bukunya yang
baik dan padanya ada beberapa kritikan. Maka kalau dia (Zaitun, pent.)
menetapkan tauhid Hâkimiyah dengan model seperti ini,
maka itu termasuk kesesatan-kesesatan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq dan
para ulama telah membantahnya tatkala dia menjadikan tauhid Hâkimiyah sebagai bagian keempat (dari pembagian tauhid), karena tauhid Hâkimiyah bukan bagian tersendiri dari bagian manapun dari jenis-jenis tauhid. Akan tetapi dia termasuk atau bagian dari hukum Lâ ilâha illallâh sebagaimana kata Syaikh Ibnu Baz rahimahullâh, atau masuk ke dalam tauhid rububiyah atau tauhid ulûhiyah. Ini (menjadikan tauhid Hâkimiyah sebagai tauhid keempat, pent.) adalah perkara yang baru yang mereka buat-buat. Kadang-kadang (tauhid Hâkimiyah) masuk pada tauhid rububiyah dari satu sisi dan masuk pada tauhid ulûhiyah
dari sisi yang lain. Dia hanya mengikut dan bukanlah pokok yang berdiri
sendiri dan bukan pula bagian tersendiri dari bagian-bagian tauhid.
[Kemudian Syaikh membaca beberapa perkataan Zaitun dan memberikan komentarnya:]
Perkataan Zaitun: “Karena itu di sini ada poin yang penting. Tauhid kita1) hendaknya membawa kita kepada pengertian yang syamil2) (menyeluruh) terhadap ajaran Islam ini.”
Komentar Syaikh: “Demi Allah tauhid kalian menelantarkan faham Islam, tauhid kalian adalah tauhidnya Sayyid Quthb, ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq dan orang-orang yang semisalnya dari kalangan Sururiyyin Quthbiyyin. Demi Allah….., kalian telah menelantarkan Islam dan kaum muslimin.”
Perkataan Zaitun: “Hendaknya membawa kita kepada pengertian yang syamil
(menyeluruh) terhadap ajaran Islam ini. Kita tidak bisa menganggap
seseorang itu dikatakan sebagai orang yang bertauhid atau orang-orang
yang benar-benar Salafiyyah lalu jika dia menganggap masih ada hukum
lain yang lebih baik dari hukum Allah.”
Jawaban Syaikh: “Siapa
yang menganggap bahwa di sana ada hukum lain yang lebih baik dari hukum
Allah? Menurut Salafiyyin dia (orang tidak berhukum dengan hukum Allah)
adalah kafir, sedangkan kamu masih ragu-ragu apakah dia Salafi atau bukan Salafi karena sesungguhnya kamu tidak mengerti Salafiyah.
Kami tidak ragu-ragu tentang keislamannya!! Dia kafir!! (karena dia
tidak berhukum dengan hukum Allah). Lalu bagaimana dia (Zaitun, pent.)
mengatakan kita tidak mampu untuk mengatakan bahwasanya dia Salafi atau
berada di atas Salafiyah. Ini perkataan orang yang tidak paham.
Kami tidak mengatakan bahwa orang yang menganggap adanya hukum lain
yang lebih baik dari hukum Allah—kami tidak mengatakan—dia itu Salafi,
kami tidak mengatakan dia itu muslim, bahkan dia kafir. Keraguanmu ini
dan ketidaktegasanmu pada permasalahan ini, tentang Hâkimiyah
yang merupakan hal yang paling khusus yang kalian sangat peduli
terhadapnya sementara kamu ragu-ragu apakah dia Salafi atau bukan
Salafi. Orang ini (yang menganggap bahwa di sana ada hukum lain yang
lebih baik dari hukum Allah) adalah kafir yang nyata menurut Salafiyyin
dan para Imam kaum muslimin.”
Perkataan Zaitun: “Atau ada hukum lain yang boleh diterapkan selain dari hukum Allah.”
Jawaban Syaikh: “Ini
kafir menurut kami, kami tidak ragu-ragu tentangnya apakah dia Salafi
atau bukan Salafi. Kami memastikan bahwasanya dia adalah kafir—bârakallahu fîkum—, orang ini (Zaitun, pent.) meskipun sangat menggebu-gebu semangatnya terhadap Hâkimiyah
akan tetapi dia ragu apakah dia Salafi atau bukan Salafi. Sementara
seorang Salafi yang sebenarnya memandang dua jenis ini adalah kafir dan
keluar dari Islam, apalagi mau bimbang tentang kesalafiyannya. Maka
inilah Salafiyah yang sebenarnya lagi faham, bukan seperti Salafiyah kalian yang tidak tegas.”
Perkataan Zaitun: “Nah,
inilah kita harus jujur dan kita harus adil memberikan penilaian, jangan
saudara-saudara kita para du’at dikatakan tidak bertauhid karena tidak
sesuai dengan pendapat kita.”
Jawaban Syaikh:
“Saudara-saudara kamu para da’i… siapa mereka??? Kami mengatakan kepada
mereka ada bid’ah-bid’ah, kesesatan-kesesatan, dan
penyimpangan-penyimpangan. Maka jika yang kamu maksudkan dengan
saudara-saudaramu para du’at itu adalah Quthbiyyin, Al Ikhwan (Ikhwanul
Muslimin) dan Tabhligiyyin (Jama’ah Tabligh) maka mereka adalah
orang-orang sesat. Mereka punya sedikit dari tauhid tetapi—sungguh
sangat disayangkan—mereka tidak mementingkan tauhid dan memerangi ahli
tauhid. Mereka adalah ahli fitnah dan kesesatan.”
Perkataan Zaitun: “Lalu
orang-orang yang nyata-nyata tidak mau berhukum dengan hukum Allah lalu
kita anggap dia sebagai orang yang bertauhid lalu kita anggap dia
sebagai orang yang bertauhid.”
Jawaban Syaikh: “Seakan-akan—wallâhu a’lam—dia
(Zaitun) di sini menyindir Salafiyyin dan dia dengan zhalim menuduh
bahwa ada orang-orang yang berhukum selain apa yang diturunkan Allah,
sementara Salafiyyin menganggap mereka termasuk ahli tauhid. Ini adalah
kedustaan dan kebohongan yang sangat jelas. Jika yang mereka maksudkan
adalah pemerintah Arab Saudi, maka pemerintah ini adalah pemerintah yang
mushlih (mengadakan perbaikan) tegak di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam
dan menerapkan manhaj ini di sekolah-sekolah, masjid-masjid dan
pengadilan-pengadilannya—walaupun kalian tidak senang—dan kami membantah
kedustaan-kedustaan ini dengan mengatakan bahwa ada beberapa kesalahan
pada pemerintahan tersebut, akan tetapi aqidahnya tegak di atas
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan manhaj Salaf, dan hukumnya tegak di
atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam.
Dan kesalahan-kesalahan itu selalu ada, baik di masa lalu maupun
sekarang. Dan pemerintah Saudi komitmen terhadap Kitabullah lebih baik
dari kalian, dari pemimpin-pemimpin kalian dan dari pemerintahan kalian
yang berbentuk tanzhim-tanzhim Ikhwanul Muslimin.
Mengapa kalian tidak mempermasalahkan
pemerintahan At Turabi yang mengajak kepada persatuan agama-agama dan
mengadakan muktamar-muktamar untuk hal itu, membangun kuburan-kuburan,
memberikan keleluasaan bagi gerakan kristenisasi, penyebaran faham
Rafidhah dan segala macamnya sedangkan kalian senang menerima
pemerintahannya? Hal ini menunjukkan bahwasanya kalian tidak ada
apa-apanya dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah kecuali slogan-slogan
dusta.
Demikian pula dengan pemerintahan Arbekan
yang pemimpinnya ruku’ kepada kuburan Mustofa Attaturk dan berjanji
padanya untuk berjalan di atas manhajnya, mengadakan pernjanjian
militer, politik dan ekonomi dengan Yahudi untuk menghadapi kaum
muslimin, sedangkan kalian tidak mengkritiknya dengan satu kalimat pun.
Kalian semua di belahan barat bumi dan di timurnya yaitu Quthbiyyah dan
Ikhwanul Muslimin semuanya membela orang ini (Arbekan). Dan mereka tidak
mengkritiknya sedikit pun pada hal-hal yang dia terjatuh ke dalamnya
dari kesesatan-kesesatan berupa kekufuran.
Maka orang yang bergabung dengan Ikhwanul
Muslimin atau kepada Sayyid Quthb walaupun berbuat apapun dari
kemungkaran-kemungkaran dan kekafiran-kekafiran yang besar, tidak kalian
kritik. Akan tetapi yang berpegang teguh dengan manhaj Salaf dan
berbuat kekeliruan maka ini adalah musuhnya yang paling berbahaya dan
lawannya yang paling utama di antara seluruh kelompok-kelompok yang
sesat.
Perkataan Zaitun: “Sebab
negara-negara Arab banyak yang umat Islamnya dipimpin oleh orang-orang
yang tidak menjalankan hukum Islam, namun mereka dikenal sebagai
orang-orang atau diberi gelar-gelar sebagai orang-orang yang menjaga
dakwah, dakwah Salafiyah misalnya atau dakwah ahlus sunnah.”
Jawaban Syaikh:
“Salafiyyun ada di setiap tempat di berbagai negeri dan di negeri kaum
muslimin. Mereka ada di India, ada di Pakistan, ada di Bangladesh, ada
di Sudan, di Mesir, serta di dunia seluruhnya. Dan negeri-negeri tidak
berhukum dengan apa yang Allah turunkan. Sedangkan pemerintah Arab Saudi
berhukum dengan apa yang Allah turunkan. Jika kamu bermaksud untuk
mencela mereka (Salafiyyin) karena mereka tidak mengkafirkan pemerintah
Arab Saudi sebagaimana kalian, maka mereka tidak mengkafirkannya.
Kalian tidak mencaci maki dan tidak
mengeluarkan satu kata-pun terhadap orang-orang yang mengajak kepada
orang-orang yang telah disebutkan terdahulu dari orang-orang yang
mengajak kepada persatuan agama dan kesesatan-kesesatan lainnya. Kalian
tidak berbicara sepatah katapun.
Kalian menginginkan tertancapnya panah-panah mereka di negara yang ditegakkan atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam.
Kalian tidak bergerak memerangi negara-negara ini kecuali dengan pergerakan Rafidhah (Syi’ah), Khawarij dan musuh-musuh Islam.
Kalian tidak bergerak di atas manhaj
shahih, kalian hanyalah bergerak di atas manhaj yang bathil. Seandainya
kalian mempunyai mizan (timbangan) Islam, dan kalian memandangnya dengan
pandangan Islami, maka kalian tidak akan menyelisihi Salafiyyin, tidak
pada manhaj mereka dan tidak pula pada sikap mereka terhadap
negeri-negeri ini.
Kalian sekarang sudah hampir mengkafirkan
mereka dan kalian mencela mereka dengan celaan ini dengan kezhaliman
dan permusuhan. Dan telah terdahulu penjelasan sikap mereka terhadap
orang-orang yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan. Ini alhamdulillâh kalian
pelajari dari Salafiyyin tentang pengkafiran orang-orang yang tidak
berhukum dengan apa yang Allah turunkan, jika dia begini, begini, dan
begini. Kalian pelajari ini dari Salafiyyin. Tetapi mereka (salafiyyin)
meletakkan perkara-perkara tersebut pada tempatnya, sedangkan kalian
tidak meletakkannya pada tempatnya. Kalian mengkafirkan orang yang tidak
berhak dikafirkan. Kalian membela dan pertahankan orang-orang yang
terjerumus dalam kekufuran-kekufuran dan kesesatan-kesesatan.”
Kata Zaitun: “Sebab negara-negara Arab banyak yang umat Islamnya dipimpin oleh orang-orang yang tidak menjalankan hukum Islam.”
Jawaban Syaikh: “Yakni
(pemerintah tersebut, pent.) adalah kuffar (orang-orang kafir) menurut
kalian, mereka telah mengkafirkan pemerintah Saudi. Akan tetapi mereka
dikenal dengan uslubnya (gaya bahasa) yaitu uslub hadâtsiyat. Hadâtsiyyin
uslub-uslub mereka yang berupa rumus-rumus (simbol-simbol). Mereka
dengan latah menyerupai perbuatan orang yang gemar membuat simbol-simbol
dari kalangan Hadâtsiyyun, bahkan mereka telah mengunggulinya. Sekarang mereka telah mengungguli Hadatsiyyin dalam penggunaan istilah-istilah, dalam mengaburkan dan ketidaktegasan ucapan.
Maka dia (Zaitun, pent.) di sini bermaksud untuk mengkafirkan permerintah Arab Saudi
dan menginginkan untuk menggolongkan mereka (Salafiyyin)—sebagaimana
yang mereka sangka—sebagai pengekor pemerintah Arab Saudi, karena mereka
tidak sepakat dalam pengkafiran mereka terhadapnya (pemerintah Arab
Saudi). Dan kami tidak mungkin berjalan di belakang setiap kebatilan
meskipun kami diperangi dan dimusuhi, tidaklah mungkin mengikutinya.
Kami berhukum dengan apa yang Allah turunkan—Insya Allah—.
Manhaj Salafi berhukum dengan apa yang Allah turunkan baik terhadap
perorangan, jamâ’ah maupun pemerintahan. Maka dia tidak menghukumi atas
mereka kecuali dengan suatu hukum yang dilihatnya sesuai dengan
Kitabullah dan Manhaj Salaf. Dan bahwasanya itulah keadilan dan inshôf yang sebenarnya dan kamu tidak boleh menzhalimi seseorang, jamâ’ah, pemerintah ataupun rakyat.
Akan tetapi semua hukum mereka dibangun di atas kelancangan,
maka mereka mengkafirkan dan menuduh sesat dengan hawa nafsunya. Mereka
menghiasi, memuji dan mengangkat dengan hawa nafsunya pula. Maka siapa
saja yang mencocoki mereka, dia adalah mujaddid (pembaharu), muhtadi (orang yang di atas petunjuk), shahibul haq
(pembawa kebenaran) walaupun bergelimang dengan segala kesesatan
seperti Sayyid Quthb dan orang-orang yang semisalnya. Dan siapa saja
yang menyelisihi mereka walaupun dia adalah orang yang paling komitmen
terhadap Kitabullah dan paling kuat mengambil cahaya Kitabullah dan
Sunnah Rasul. Orang seperti ini menurut mereka adalah sesat. Wal’iyadzu billâh.
Mereka tidak berhukum dengan apa yang
diturunkan oleh Allah, baik kepada pribadi-pribadi, kepada
pribadi-pribadi, kepada jamâ’ah-jamâ’ah maupun kepada para pemerintah.
Bahkan mereka menghukumi sesuai dengan hawa nafsunya, padahal mereka
mendengung-dengungkan Hakimiyatullâh sedangkan mereka adalah orang yang paling membangkang terhadap Hakimiyatullâh.
Dan saya melihat bahwasanya mereka lebih
ekstrem dari Murji’ah yang paling ekstrem dalam menyikapi ahli bid’ah
dan kesesatan. Bagaimanapun banyaknya manusia yang terbenam dalam
bid’ah-bid’ah yang besar, mereka tidak menganggapnya sebagai kemungkaran
dan mereka tidak memandang bahwa hal ini mempunyai sangkut-paut dengan Al Walâ’ wal Barâ’. Wal iyadzu billâh.
Maka mereka akan berwalâ’ pada orang-orang yang telah kami sebutkan dari pemerintahan-pemerintahan dan orang-orang yang kami sebutkan seperti: Sayyid
Quthyb, Al Banna, Al Maududi, At Tilmisani, [Muhammad] Al Ghazali, As
Siba’i, Sayyid Hawwa’, Fathi Yakan, Muhammad Surur Zainal Abidin dan
selainnya dari para imam kesesatan dan para pemimpin fitnah. Mereka berwalâ’ kepadanya dan menganggapnya sebagai para imam dan bahwa mereka adalah para mujaddid
dan bahwa mereka adalah para da’i Islam dan mereka adalah syuhada dan
mereka.. dan mereka… dan demikian seterusnya. Dan demi Allah ini adalah irjâ’
ekstrem yang sesungguhnya, sebab kemungkaran yang mereka lakukan tidak
dianggap sebagai kemungkaran dan tidak dianggap sebagai kesesatan. Di
mana peperangan terhadap irjâ’ sementara mereka berada beberapa derajat di bawah Murji’ah yang ekstrem, pahamilah ini…!!!
Al Quthubiyyun lebih ekstrem dalam irjâ’ daripada Murji’ah ekstrem dan di sisi lain mereka sangat ekstrem dalam khuruj
(memberontak kepada pemerintah) dan berkata dengan perkataan-perkataan
Khawarij. Mereka adalah orang yang paling ekstrem dalam madzhab
Khawarij. Maka karena kejahilan dan kesesatannya mereka mencampurkan dua
kesesatan dari kesesatan-kesesatan yang paling buruk yaitu irjâ’
yang ekstrem dan Khawarij yang ekstrem keluar—dengan hawa nafsu
mereka—dari manhaj dan orang-orang yang memuliakan manhaj ini yaitu
pemerintah negeri ini (Arab Saudi, pent). Dan mereka adalah Murji’ah di
hadapan kelompok-kelompok yang memerangi manhaj tauhid dan manhaj As
Salaf Ash Shalih, mereka tidak menentang kelompok-kelompok tersebut
padahal mereka punya kesesatan dari dahulu dan sekarang yang tidaklah
ada yang mengetahuinya (seluruhnya) kecuali Allah. Ini adalah irjâ’ yang paling hina dan berada pada derajat irjâ’
yang terendah dan pada saat yang sama memerangi manhaj Salafi dan
orang-orang yang menyambutnya dari kalangan para pemerintah dan
da’i-da’inya.
Dan termasuk kesalahan orang ini (Zaitun)
bahwasanya dia mengkritik pemerintah di mimbar-mimbar bebas. Ini adalah
jalannya Khawarij karena menggerakkan massa melalui mimbar-mimbar,
membawa kepada revolusi, pertumpahan darah, dan banyaknya kerusakan
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Dan Salaf yang mengetahui
manhaj salaf yang sesungguhnya melarang dari perkara ini. Dan Rasul shallallâhu ‘alaihi wasallam
memerintahkan untuk bersabar terhadap pemerintah sepanjang mereka
melaksanakan sholat sampai kalian melihat kekafiran yang nyata dan
jelas. Janganlah engkau menggerakkan massa. Jika kamu punya kemampuan
dan jalan untuk melepaskan diri dari pemerintah yang kafir dan kamu
punya kemampuan untuk menyelamatkan Islam dan kaum muslimin dari fitnah
dan kerusakan-kerusakan yang lebih besar daripada kerusakan yang
menghapuskannya (kalau ada, pent), maka jika kamu punya jaminan-jaminan
seperti ini maka tidak apa-apa. Tetapi jika kamu tidak punya maka wajib
bagi kamu untuk diam, wajib bagi kamu untuk bersabar dalam rangka
menjaga Islam dan memelihara kaum muslimin dalam agama, kehormatan,
harta benda, dan darahnya.
Perkataan Zaitun: “Bahwasanya ruju’ kepada pemahaman Salaf adalah ketika kita tidak tahu bagaimana beramal dengan Kitab dan Sunnah.”
Jawaban Syaikh: Kamu (Zaitun) adalah ‘ajam
(bukan Arab), kamu tidak mengerti Kitab dan Sunnah, maka wajib bagi
kamu dan selain kamu dari orang-orang Arab yang ada untuk mengakui
pemahaman Salaf dan mengambilnya dalam masalah aqidah, ibadah, halal dan
haram, dan janganlah orang sepertimu bersandar pada pemahamannya,
karena sesungguhnya dari pemaparanmu dengan ucapan ini dan perlakuan
kamu kepada Salafiyah dan selain kamu menunjukkan bahwa kamu tidak
memahami perkataan orang apalagi Kalamullah dan Kalam Rasul. Maka wajib
baginya dan orang yang semisalnya untuk berhenti pada batas-batasnya dan
dia tidak mendudukkan dirinya pada kedudukan dan sebagai sentral
melampaui apa yang pantas baginya dalam beberapa fase. Maka wajib
baginya untuk tawadhu’ (merendahkan diri) dan beradab serta mempelajari
apa yang telah ditetapkan oleh Salaf dalam masalah aqidah dan ibadah dan
berpegang teguh dengannya.
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ
مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ
الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ
مَصِيْرًا
“Dan Barangsiapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS An Nisâ’: 115)
Dan kadang-kadang seseorang memahami
dengan pemahaman Jahmiyah, dengan pemahaman Rafidhah, dengan pemahaman
Khawarij pada Kitab dan Sunnah. Dan Rafidhah telah keluar dari pemahaman
Kitab dan Sunnah dan mereka itu adalah orang-orang yang menyesatkan
seperti halnya dirimu (Zaitun, pent.). Dan mereka menyesatkan tatkala
mereka menyelisihi pemahaman Salaf. Maka wajib bagi kamu untuk mengambil
petunjuk dari para ulama Salaf dan mengambil petunjuk dari para
Khulafa’ Ar Rasyidin dan untuk mengikuti jalannya orang-orang mukmin dan
tinggalkanlah ghurur (kebanggaan yang menipu diri).
[Kemudian Syaikh menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang khusus berkaitan dengan hukum dari orang yang
menyebarkan perkataan-perkataan di atas:]
Pertanyaan: “Apakah orang ini (Zaitun, pent.) telah keluar dari lingkup Ahlus Sunnah wal Jama’ah?”
Jawaban Syaikh: “Ya, dia tidaklah termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dia termasuk ahli kesesatan dan termasuk da’i-da’i fitnah.”
Pertanyaan: “Dan apa nasihat Antum kepada orang ini (Zaitun, pent.)?”
Jawaban Syaikh: “Wajib baginya untuk mengumumkan taubat dan ruju’ (kembali) kepada manhaj Salaf dan untuk ihtirâm (menghargai/menghormati) terhadap manhaj Salafi dan ihtirâm
terhadap ulama manhaj ini dan untuk mengumumkan pendiriannya tentang
firqah-firqah yang sesat seperti: Tabligh, Ikhwan dengan berbagai macam
bagian-bagiannya dan wajib bagi dia untuk mengumumkan pendiriannya
terhadap mereka dan hendaknya pendiriannya adalah pendirian Salafi bukan
pendirian Quthbiyyah yang sesat. Apabila dia tidak berhenti dan tidak
mengambil petunjuk Salaf pada pemahaman mereka dengan cara komitmen
terhadap mereka dan jika dia tidak ihtiram terhadap ulamanya dan tidak
ihtiram terhadap manhaj mereka dan dia berwalâ’
kepada jama’ah-jama’ah ini dan membelanya serta memusuhi manhaj Salaf
dan pengikutnya, maka dia termasuk ahli dholal (ahli kesesatan) dan
wajib untuk mentahdzir (memperingatkan umat) darinya, kecuali jika dia bertaubat kepada Allah dan ruju’ (kembali).
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
Catatan kaki:
1) Syaikh Rabi’ menimpalinya dengan berkata: “Iya, tauhid kalian”.
2) Yang kami nukil kepada Syaikh
“pengertian yang baik” tapi setelah dicek kembali ternyata perkataannya
“pengertian yang syamil”.
*) Informasi: Fatwa ini
direkam di rumah beliau di Makkah Al Mukarramah—semoga Allah
menjaganya—pada hari Jum’at, tanggal 23 Ramadhan 1420 H/31 Desember 1999
dan diterjemahkan dari kaset berbahasa Arab oleh pengasuh Pondok
Pesantren As Sunnah Makassar. Naskah terjemahan ini dipublikasikan
pertama kali pada acara Dauroh Nasihat Ilmiah tentang Kesesatan Wahdah
Islamiyah oleh Al Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi hafizhahullah
di GOR Center Aptisi, Makassar, 5 Rabi’ul Awwal 1423 H/18 Mei 2002.
Naskah yang dipublikasikan di internet ini merupakan hasil pengetikan
ulang dari naskah yang diterbitkan oleh Ma’had As Sunnah pada tahun
2002, dengan perbaikan ejaan oleh Muhammad Syarif Abu Yahya.
0 komentar:
Posting Komentar