-->

08 Agustus 2012

Hizbut-Tahriir Serupa dengan Syi’ah dalam Pencelaannya terhadap Mu’aawiyyah (bin Abi Sufyaan) radliyallaahu ‘anhu



Salah satu tokoh/aktifis Hizbut-Tahriir yang bernama Dr. Muhammad bin ‘Abdillah Al-Mis’ariy – semoga Allah memberikan petunjuk kepadanya – pernah berkata :
فيما يتعلق بمعاوية بن أبي سفيان، قلت في معرض ردي على سؤال من أحد الأخوة الشيعة الحضور أنني اعتبر معاوية (مغتصبا) وأنني أعتقد أنه سيلقى جزاءه من الله يوم القيامة على ما ارتكبه من جرائم ولكني لم أكفره بل انني أكدت على أنني اعتبر عهده أصلح من عهد آل سعود
“Berkaitan dengan Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan, aku telah mengatakan dalam jawabanku terhadap pertanyan salah seorang saudara dari kalangan Syi’ah yang hadir, bahwasannya aku menganggap Mu’aawiyyah adalah seorang perampas ! Dan saya berkeyakinan ia pasti akan menerima balasannya dari Allah pada hari kiamat atas kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi aku tidak mengkafirkannya. Bahkan aku berkeyakinan masa pemerintahannya lebih baik daripada masa pemerintahan keluarga Su’uud” [selebaran resmi Comittee for the Defence of Legitimate Rights in Saudi Arabia (اللجنة الدفاع عن الحقوق الشرعية); tanggal 22/10/1415 atau 23/3/1995 M].

Pencelaan ini, salah satunya, disebabkan oleh fikrah resmi Hizbut-Tahriir yang telah mendepak Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu dari jajaran shahabat Nabi, sebagaimana dituturkan oleh pendirinya, Taqiyyuddiin An-Nabhaaniy rahimahullah :
معاوية بن أبي سفيان رأى الرسول واجتمع به, وكل من رأى الرسول واجتمع به فهو صحابي, فالنتيجة أن معاوية بن أبي سفيان صحابي, وهذه النتيجة خطأ, فليس كل من رأى الرسول واجتمع به صحابي, وإلا لكان أبو لهب صحابياً
“Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkumpul dengannya. Dan setiap orang yang pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkumpul dengannya, maka ia disebut shahabat. Maka kesimpulannya, Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan termasuk shahabat. Kesimpulan ini keliru. Tidaklah setiap orang yang pernah melihat melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkumpul dengannya itu disebut sebagai shahabat. Jika tidak demikian, niscaya Abu Lahab juga termasuk shahabat (dengan definisi ini)” [Asy-Syakhshiyyah Al-Islaamiyyah, 1/43].
Tentang definisi shahabat dan kekeliruan pemahaman An-Nabhaaniy ini bisa rekan-rekan baca dari tulisan Al-Akh Al-Ustaadz Abu Salmaa hafidhahullah berjudul : Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan, Shahabat yang Terdhalimi.
Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhumaa tetaplah salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, meskipun Al-Mis’ariy dan Hizbut-Tahriir tidak suka. Inilah pandangan ulama salaf tentang diri Mu’aawiyyah.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ مُكْرَمٍ، ثنا سُرَيْجُ بْنُ يُونُسَ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَجَاءٍ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الأَسْوَدِ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، قَالَ: قِيلَ لابْنِ عَبَّاسٍ: إِنَّ مُعَاوِيَةَ أَوْتَرَ بِرَكْعَةٍ فَقَالَ: ” دَعَوْنَا مِنْ مُعَاوِيَةَ فَإِنَّهُ قَدْ صَحِبَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Husain bin Mukram : Telah menceritakan kepada kami Suraij bin Yuunus : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Rajaa’, dari ‘Utsmaan bin Al-Aswad, dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata : Dikatakan kepada Ibnu ‘Abbaas : “Sesungguhnya Mu’aawiyyah shalat witir satu raka’at saja”. Ibnu ‘Abbaas berkata : “Tinggalkan kami dari urusan Mu’aawiyyah, karena ia telah bershahabat dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 11247; sanadnya hasan atau shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 3/514].
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa jelas menyebutkan Mu’aawiyyah adalah shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
وَأَنْبَأَنَا ابْنُ نَاجِيَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، قَالَ: سَمِعْتُهُ وَقِيلَ لَهُ: ” أَيُّمَا أَفْضَلُ مُعَاوِيَةُ أَوْ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ؟ فَقَالَ: أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يُقَاسُ بِهِمْ أَحَدٌ “
Telah memberitakan kepada kami Ibnu Naajiyyah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Sa’iid Al-Jauhariy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Usaamah. Ia (Ibraahiim) berkata : Aku mendengarnya (Abu Usaamah) dan dikatakan kepadanya : “Mana yang lebih utama : Mu’aawiyyah ataukah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz ?”. Maka ia menjawab : “Shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh dibandingkan dengan mereka seorang pun” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 3/520; shahih].
Abu Usaamah, namanya adalah Hammaad bin Usaamah, salah seorang ulama shighaaru atbaa’ut-taabi’iin. Ia menyebut Mu’aawiyyah sebagai shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang tidak dapat dibandingkan dengan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz rahimahullah.
وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ شَهْرَيَارَ، قَالَ: حَدَّثَنَا فَضْلُ بْنُ زِيَادٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا رَبَاحُ بْنُ الْجَرَّاحِ الْمَوْصِلِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَجُلا، يَسْأَلُ الْمُعَافَى بْنَ عِمْرَانَ فَقَالَ: يَا أَبَا مَسْعُودٍ، أَيْنَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ مِنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ؟ فَرَأَيْتُهُ غَضِبَ غَضَبًا شَدِيدًا وَقَالَ: لا يُقَاسُ بِأَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ، مُعَاوِيَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَاتِبُهُ وَصَاحِبُهُ وَصِهْرُهُ وَأَمِينُهُ عَلَى وَحْيِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Syahrayaar : Telah menceritakan kepada kami Fadhl bin Ziyaad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Rabbaah bin Al-Jarraah Al-Maushiiliy, ia berkata : Aku mendengar seseorang bertanya kepada Al-Mu’aafaa bin ‘Imraan. Ia berkata : “Wahai Abu Mas’uud, dimanakah kedudukan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz dibandingkan Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan ?”. Maka aku (Rabbaah) melihatnya (Al-Mu’aafaa) sangat marah, lalu berkata : “Tidak boleh dibandingkan seorang pun dengan shahabat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu adalah sekretaris beliau, shahabat beliau, kerabat beliau, dan kepercayaan beliau atas wahyu Allah ‘azza wa jalla (untuk menulisnya)[1]” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy 3/520; sanadnya hasan].
Al-Mu’aafaa bin ‘Imraan Al-Azdiy rahimahullah adalah salah seorang ulama shighaaru atbaa’ut-taabi’iin.
Perkataan siapakah yang layak diterima antara tokoh Hizbut-Tahriir dengan tokoh ulama salaf ?. Tak perlu diperhatikan apa yang dikatakan oleh An-Nabhaaniy rahimahullah dan orang-orang yang ta’ashub dengannya……
Bagi Al-Mis’ariy, ia tidak akan menggubris sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa salam :
إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا
Apabila disebutkan shahabat-shahabatku, maka diamlah” [Diriwayatkan Abu Nu’aim dalam Tatsbiitul-Imaamah no. 162 & 199, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 10448, ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Amaaliy fii Aatsaarish-Shahaabah no. 51, Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah no. 709 & 1073, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Ash-Shahiihah no. 34].
Maksudnya, jika disebutkan perselisihan dan kejelekan dari para shahabat. Adapun kebaikan dan keutamaan mereka, maka dianjurkan untuk disebutkan.
Mu’aawiyyah tidak pernah berniat merampas kekhalifahan ‘Aliy dan Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhum seperti sangkaan buruk Al-Mis’ariy. Peperangan Mu’aawiyyah disebabkan ijtihadnya dalam menuntut darah ‘Utsmaan bin ‘Affaan radliyallaahu ‘anhumaa yang meninggal secara dhalim. Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
ولم ينكر معاوية قط فضل علي وإستحقاقه الخلافة لكن اجتهاده أداه إلى أن رأى تقديم أخذ القود من قتلة عثمان رضي الله عنه على البيعة ورأى نفسه أحق بطلب دم عثمان
“Dan Mu’aawiyyah tidaklah mengingkari sedikitpun keutamaan ‘Aliy dan haknya atas khilafah. Akan tetapi ijtihadnya mengantarkannya pada pendapat untuk mendahulukan menuntut balas orang yang melakukan pembunuhan terhadap ‘Utsmaan daripada urusan bai’at. Dan ia memandang dirinya adalah orang yang paling berhak menuntut darah ‘Utsmaan…” [Al-Fishaal, 4/240-241].
Menjadi kesenangan tersendiri bagi Al-Mis’ariy jika ia membicarakan perselisihan antara Mu’aawiyyah dengan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhum. Akhirnya, ia pun rela memberikan hiburan kepada ‘saudaranya’ dari kalangan Syi’ah dengan mencela Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu.
Adapun segala celaan Al-Mis’ariy terhadap Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu, tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap diri Mu’aawiyyah. Seandainya Ibnul-Mubaarak rahimahullah ditanya tentang Al-Mis’ariy dan Mu’aawiyyah, maka kedudukan Al-Mis’ariy tidaklah lebih tinggi daripada kotoran yang menempel di hidung Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu.[2]
Inilah pujian dari sebagian shahabat kepada diri Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu yang dicela oleh Al-Mis’ariy :
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa berkata :
لَيْسَ أَحَدٌ مِنَّا أَعْلَمَ مِنْ مُعَاوِيَةَ
“Tidak ada seorang pun dari kami yang lebih ‘alim daripada Mu’aawiyyah” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 4641 dan darinya Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 2655; sanadnya hasan].
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa berkata :
مَا رَأَيْتُ رَجُلا بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَسْوَدَ مِنْ مُعَاوِيَةَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَلا عُمَرُ؟ فَقَالَ: عُمَرُ كَانَ خَيْرًا مِنْهُ، وَكَانَ هُوَ أَسْوَدَ مِنْهُ
“Aku tidak pernah melihat laki-laki setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang lebih dermawan dibandingkan Mu’aawiyyah”. Seorang laki-laki berkata kepadanya : “Tidak juga ‘Umar ?”. Ibnu ‘Umar berkata : “’Umar lebih baik darinya. Akan tetapi Mu’aawiyyah lebih dermawan darinya” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal no. 677 & 679, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2781, Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaadul-Matsaaniy no. 514, dan yang lainnya; shahih].
Ummu Habiibah, istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, senantiasa mengharapkan kebaikan bagi Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhumaa, sebagaimana dalam doanya :
اللَّهُمَّ أَمْتِعْنِي بِزَوْجِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِأَبِي أَبِي سُفْيَانَ، وَبِأَخِي مُعَاوِيَة
“Ya Allah, berikanlah aku kenikmatan (panjangkanlah usiaku) bersama suamiku, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ayahku Abu Sufyaan, dan saudaraku Mu’awiyah…” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2663].
Pujian dari kalangan taabi’iin :
Abu Ishaaq As-Sabii’iy rahimahullah berkata :
كَانَ مُعَاوِيَةُ وَكَانَ وَكَانَ، وَمَا رَأَيْنَا بَعْدَهُ مِثْلَهُ
“Adalah Mu’aawiyyah, tidak pernah kami melihat seorang pun semisalnya setelahnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, 8/489; shahih].
Qabiishah bin Jaabir rahimahullah berkata :
وَصَحِبْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ، فَمَا رَأَيْتُ رَجُلًا أَثْقَلَ حِلْمًا، وَلَا أَبْطَأَ جَهْلًا، وَلَا أَبْعَدَ أَنَاةً مِنْهُ،
“Aku telah bershahabat dengan Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan. Maka, aku tidak pernah melihat laki-laki yang lebih berat akalnya (pandai), lebih lambat/sedikit kebodohannya, dan lebih cekatan dibandingkan dia” [Diriwayatkan oleh Al-Fasawiy dalam Al-Ma’rifah 1/458, Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaadul-Matsaaniy no. 507, Al-Bukhaariy dalam Al-Kabiir 7/175; hasan].
Sebagian salaf bahkan telah menyebut Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu sebagai paman orang-orang beriman.
أَخْبَرَنِي أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَطَرٍ، وَزَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى، أَنَّ أَبَا طَالِبٍ حَدَّثَهُمْ، أَنَّهُ سَأَلَ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، ” أَقُولُ: مُعَاوِيَةُ خَالُ الْمُؤْمِنِينَ، وَابْنُ عُمَرَ خَالُ الْمُؤْمِنِينَ؟ قَالَ: نَعَمْ، مُعَاوِيَةُ أَخُو أُمِّ حَبِيبَةَ بِنْتِ أَبِي سُفْيَانَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَحِمَهُمَا، وَابْنُ عُمَرَ أَخُو حَفْصَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَحِمَهُمَا، قُلْتُ: أَقُولُ: مُعَاوِيَةُ خَالُ الْمُؤْمِنِينَ؟ قَالَ: نَعَمْ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin mathar dan Zakariyyaa bin Yahyaa, bahwasannya Abu Thaalib telah menceritakan kepada mereka, bahwa ia pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal). Aku (Abu Thaalib) berkata : “Apakah Mu’aawiyyah adalah paman orang-orang beriman, dan Ibnu ‘Umar juga paman orang-orang beriman ?”. Ia menjawab : “Benar. Mu’aawiyyah adalah saudara laki-laki Ummu Habiibah binti Abi Sufyaan, istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan semoga Allah merahmati keduanya. Adapun Ibnu ‘Umar adalah saudara laki-laki Hafshah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah merahmati keduanya”. Aku berkata : “(Kalau begitu) aku katakan Mu’aawiyyah itu paman orang-orang beriman ?”. Ia menjawab : “Ya” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no. 655; sanadnya shahih].
حدثنا أبو مسلم حدثني أبي أحمد حدثني أبي عبد الله قال قال رجل للحكم ما تقول في معاوية قال ذاك خال كل مؤمن
Telah menceritakan kepada kami Abu Muslim : Telah menceritakan kepadaku Abu Ahmad : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Abdillah, ia berkata : Telah berkata seorang laki-laki kepada Al-Hakam : “Apa yang engkau katakan tentang Mu’aawiyyah ?”. Ia menjawab : “Ia adalah paman bagi setiap orang yang beriman” [Diriwayatkan oleh Al-‘Ijliy dalam Ma’rifatuts-Tsiqaat 1/314; sanadnya shahih].
Al-Hakam bin Hisyaam Ats-Tsaqafiy adalah salah seorang ulama dari kalangan kibaaru atbaa’ut-taabi’iin.
Mu’aawiyyah memang kelak akan dibalas oleh Allah ta’ala, sebagaimana dikatakan Al-Mis’ariy. Hanya saja, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengkhabarkan bahwa Mu’aawiyyah kelak akan dibalas dengan jannah, sedangkan Al-Mis’ariy berkeyakinan Mu’aawiyyah akan dibalas dengan ‘adzab. Tentang balasan jannah, tentu ada dalilnya :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ بِنْتِ مِلْحَانَ فَتُطْعِمُهُ وَكَانَتْ أُمُّ حَرَامٍ تَحْتَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَدَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَأَطْعَمَتْهُ ثُمَّ جَلَسَتْ تَفْلِي رَأْسَهُ فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَرْكَبُونَ ثَبَجَ هَذَا الْبَحْرِ مُلُوكًا عَلَى الْأَسِرَّةِ أَوْ مِثْلَ الْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ يَشُكُّ أَيَّهُمَا قَالَ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَدَعَا لَهَا ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ فَنَامَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي الْأُولَى قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ أَنْتِ مِنْ الْأَوَّلِينَ فَرَكِبَتْ أُمُّ حَرَامٍ بِنْتُ مِلْحَانَ الْبَحْرَ فِي زَمَنِ مُعَاوِيَةَ فَصُرِعَتْ عَنْ دَابَّتِهَا حِينَ خَرَجَتْ مِنْ الْبَحْرِ فَهَلَكَتْ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata : Aku membacakan (hadits) di hadapan Maalik, dari Ishaaq bin ‘Abdillah bin Abi Thalhah, dari Anas bin Maalik : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Ummu Haram binti Milhan – isteri ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit – yang kemudian ia (Ummu Haram) menghidangkan makanan untuk beliau. Setelah itu Ummu Haram menyisir rambut beliau, hingga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram bertanya : “Apa yang menyebabkanmu tertawa wahai Rasulullah ?”. Beliau bersabda : “Sekelompok umatku diperlihatkan Allah ta’ala kepadaku. Mereka berperang di jalan Allah mengarungi lautan dengan kapal, yaitu para raja di atas singgasana atau bagaikan para raja di atas singgasana“ - perawi ragu antara keduanya – . Ummu Haram berkata : “Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka.” Kemudian beliau mendoakannya. Setelah itu beliau meletakkan kepalanya hingga tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram berkata : Lalu aku kembali bertanya : “Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa ?”. Beliau menjawab : ”Sekelompok umatku diperlihatkan Allah Ta’ala kepadaku, mereka berperang di jalan Allah…“ - sebagaimana sabda beliau yang pertama – . Ummu Haram berkata : Lalu aku berkata : “Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka !”. Beliau bersabda : ”Kamu termasuk dari rombongan pertama“. Pada masa (kepemimpinan) Mu’aawiyah, Ummu Haram turut dalam pasukan Islam berlayar ke lautan (untuk berperang di jalan Allah). Ketika mendarat, dia terjatuh dari kendaraannya hingga meninggal dunia [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1912].
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ حِمْصَ وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ عُمَيْرٌ فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq bin Yaziid Ad-Dimasyqiy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hamzah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Tsaur bin Yaziid, dari Khaalid bin Ma’daan : Bahwasannya ‘Umair bin Al-Aswad Al-‘Ansiy telah menceritakan kepadanya : Bahwa dia pernah menemui ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya, dan Ummu Haram ada bersamanya. ‘Umair berkata : Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Pasukan dari umatku yang pertama kali berperang dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan padanya (pahala surga)“. Ummu Haram berkata : Aku katakan : “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka ?”. Beliau bersabda : ”Ya, kamu termasuk dari mereka“. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali bersabda : ”Pasukan dari umatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar (Romawi) akan diberikan ampunan (dari dosa)“. Aku katakan : “Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab : “Tidak“ [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2924].
Al-Muhallab rahimahullah berkata :
في هذا الحديث منقبةٌ لمعاوية، لأنه أول من غزا البحر، ومنقبةٌ لولده يزيد لأنه أول من غزا مدينةَ قيصر
“Dalam hadits ini (terdapat petunjuk tentang) kebajikan yang dilakukan Mu’aawiyyah, karena ia adalah orang yang pertama kali (memimpin) peperangan di lautan; dan juga kebajikan yang dilakukan anaknya, Yaziid, karena ia adalah orang yang pertama kami memerangi kota Qaishar” [Fathul-Baariy, 6/102].
Al-Firyaabiy rahimahullah berkata :
وكان أول من غزا [يعني البحر] معاويةُ في زمن عثمان بن عفان رحمة الله عليهما
“Orang yang pertama kali berperang di lautan adalah Mu’aawiyyah di jaman (kekhalifahan) ‘Utsmaan bin ‘Affaan – semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka berdua” [Asy-Syarii’ah, 3/501 no. 1980, tahqiq : Al-Waliid bin Muhammad bin Saif An-Nashr; Muassasah Al-Qurthubah, Cet. 1/1417].
Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
لم يختَلفْ أهلُ السِّـيَر فيما عَلمتُ أن غَزاةَ معاوية هذه المذكورةُ في حديثِ هذا الباب إذْ غَزَتْ معه أمُّ حَرَام كانت في خِلافة عُثمان
“Tidak ada perselisihan di kalangan ahli sirah sepanjang yang aku ketahui bahwa peperangan Mu’aawiyyah (di lautan) pada hadits dalam bab ini, saat Ummu Haram ikut berperang bersamanya, terjadi pada masa kekhilafahan ‘Utsmaan” [At-Tamhiid, 1/242 – melalui perantaraan Min Fadlaaili wa Akhbaari Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan].
Lantas, apa modal Al-Mis’ariy memastikan adzab bagi Mu’aawiyyah (karena merampas kekhilafahan) ?.
Sirosis hawa nafsu telah berjangkit dalam hatinya, yang jika si empunya tidak waspada, akan berubah menjadi kanker mematikan yang membuat celaka dunia dan akhiratnya.
So,…. seandainya ada orang Hizbut-Tahriir mengetahui kedudukan mulia Mu’aawiyyah di mata Ahlus-Sunnah, akankah ia berani mengkoreksi An-Nabhaaniy dan sebagian tokoh mereka seperti Al-Mis’ariy secara terang-terangan dan lantang ?. Biasanya sih, orang Hizbut-Tahriir tidak punya nyali lebih untuk mengkritik tokoh-tokoh mereka. Tapi harapan saya, orang-orang Hizbut-Tahriir ada yang berani lantang menyerukan kebenaran membela Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu. Jika kenyataannya malah sebaliknya dan ‘mlempem’, tidaklah terlalu salah jika dikatakan Hizbut-Tahriir sepaham dengan Syi’ah dalam urusan mencela shahabat Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhumaa. Ujung-ujungnya : SESAT !!.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta].


[1]      Mu’aawiyyah adalah orang kepercayaan beliau sehingga diangkat sebagai sekretaris beliau sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي رَبِيعَةُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنِي أَبُو كَبْشَةَ السَّلُولِيُّ، أَنَّهُ سَمِعَ سَهْلَ ابْنَ الْحَنْظَلِيَّةِ الْأَنْصَارِيَّ صَاحِبَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ عُيَيْنَةَ، والْأَقْرَعَ سَأَلَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، ” فَأَمَرَ مُعَاوِيَةَ أَنْ يَكْتُبَ بِهِ لَهُمَا، فَفَعَلَ وَخَتَمَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِدَفْعِهِ إِلَيْهِمَا “
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Jaabir, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Rabii’ah bin Yaziid : Telah menceritakan kepadaku Abu Kabsyah As-Saluuliy, bahwasannya ia mendengar Sahl bin Al-Handhaliyyah Al-Anshaariy, salah seorang shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya ‘Uyainah dan Al-Aqra’ pernah bertanya sesuatu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau memerintahkan Mu’aawiyyah agar menuliskannya bagi mereka berdua. Mu’aawiyyah melakukannya yang kemudian distempel oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menyampaikannya kepada mereka berdua…” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/180; sanadnya shahih].
[2]      Al-Aajurriy rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ شَهْرَيَارَ الْبَلْخِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَهَّابِ الْوَرَّاقُ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: سَمِعْتُ رَجُلا، بِمَرْوَ، قَالَ لابْنِ الْمُبَارَكِ: مُعَاوِيَةُ خَيْرٌ أَوْ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ؟ قَالَ: فَقَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ: ” تُرَابٌ دَخَلَ فِي أَنْفِ مُعَاوِيَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرٌ أَوْ أَفْضَلُ مِنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ “
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Muhammad bin Al-Husain bin Syahrayaar Al-Balkhiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdish-Shamad, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-Wahhaab Al-Warraaq, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdillah bin ‘Amru, ia berkata : Aku mendengar seorang laki-laki di negeri Marwa berkata kepada Ibnul-Mubaarak : “Mu’aawiyyah lebih baik ataukah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz ?”. Ia menjawab : “Tanah yang masuk di hidung Mu’aawiyyah rahimahullah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih baik atau lebih utama daripada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz” [Asy-Syarii’ah, 3/520; sanadnya shahih].
Sudah dimaklumi bahwa Al-Mis’ariy tidak akan pernah meraih kedudukan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz rahimahullah. Lantas,… bagaimana bisa ia dibandingkan dengan Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu yang ia cela ?.
Sumber : Abul Jauzaa Blog

Diberdayakan oleh Blogger.