-->

17 Agustus 2012

Imam Mazhab Dalam Dongeng Dusta Sufi



Orang Sufi Mengatakan:
 
Imam Abu Hanifah Rahimahulloh : Imam Abu Hanifah adalah seorang imam mazhab dari empat mazhab terkenal, ternyata juga seorang Mursyid Thariqah Sufi.

Diriwayatkan oleh seorang Faqih Hanafi al-Hashkafi, menegaskan, bahwa Abu Ali ad-Daqqaq ra, berkata, “Aku mengambil Thariqah sufi ini dari Abul Qasim an-Nashr Abadzy, dan Abul Qasim mengambil dari Asy-Syibly, dan Asy-Syibly mengambil dari Sary as-Saqathy, beliau mengambil dari Ma’ruf al-Karkhy, dan beliau mengambil dari Dawud ath-Tha’y, dan Dawud mengambil dari Abu Hanifah Ra.

Abu Hanifah dikenal sebagai Fuquha ulung, ternyata tetap memadukan antara syariah dan haqiqah. Dan Abu Hanifah terkenal zuhud, wara’ dan ahlu dzikir yang begitu dalam, ahli kasyf, dan sangat dekat dengan Allah Ta’ala, berkah Tasawuf yang diamalkannya.

Jika ada pertanyaan, kenapa para Mujtahidin itu tidak menulis kitab khusus mengenai Tasawuf, jika mereka mengikuti aliran Sufi? Imam Asy-Sya’rany, Mujathid dan Ulama besar mengatakan, “Para Mujtahidun itu tidak menulis kitab khusus mengenai tasawuf, karena penyakit-penyakit jiwa kaum muslimin di zamannya masih sedikit. Mereka lebih banyak selamat dari riya’ dan kemunafikan. Mereka yang tidak selamat jumlahnya kecil. Hampir-hampir cacat mereka tidak tampak di masa itu. Sehingga mayoritas Mujtahidin di masa itu lebih konsentrasi pada bidang ilmu dan mensistematisir pemahaman pengetahuan yang tersebar di kota dan desa, dengan para Tabi’in dan Tabiit Tabi’in, yang merupakan sumber materi pengetahuan, sehingga dari mereka dikenal timbangan seluruh hukum, dibanding berdebat soal amaliyah qalbiyah sebagian orang yang tidak banyak muncul”.

Imam Malik Rahimahulloh. Beliau mengatakan soal tasawuf ini dengan kata-kata yang sangat popular hingga saat ini: “Siapa yang bersyariat atau berfiqih tanpa bertasawuf, benar-benar menjadi fasiq. Dan siapa yang bertasawuf tanpa bersyariat (berfiqih) benar-benar zindiq. Siapa yang mengintegrasikan Fiqih dan Tasawuf benar-benar menapaki hakikat kebenaran.”

Imam Syafi’i Rahimahulloh. Beliau berkata: “Aku diberi rasa cinta melebihi dunia kalian semua: “Meninggalkan hal-hal yang memaksa, bergaul dengan sesama penuh dengan kelembutan, dan mengikuti thariqat ahli tasawuf.”

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahulloh. Sebelum belajar Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal menegaskan kepada putranya, Abdullah ra. “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda harus hati-hati bersama orang-orang yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena kadang diantara mereka sangat bodoh dengan agama.” Namun ketika beliau berguru kepada Abu Hamzah al-Baghdady as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi, tiba-tiba dia berkata pada putranya “Hai anakku hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa memberikan tambahan bekal pada kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang luhur (Allah)” Beliau mengatakan, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum Sufi.” Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering menikmati sama’ dan ekstase ?” Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah bergembira bersama Allah dalam setiap saat…”

( SUMBER : SUFINEWS.COM )

Persaksian dusta merupakan perbuatan yang mendatangkan dosa yang besar setelah syirik, dan secara keseluruhan merupakan suatu kejelekan yang akan membawa pelakunya pada kemurkaan Alloh. Untuk itu perbuatan dusta harus kita jauhi apalagi yang didustakan adalah para ulama’ dan notabene adalah pewaris para nabi dan Rosul sholawatullohi alaihim ajma’in.

Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam bersabda :” Maukah aku tunjukkan pada kalian tentang dosa besar ? yaitu : syirik pada Alloh, membunuh jiwa, durhaka pada orang tua, persaksian dusta.” ( HR. Bukhori bab. Yamin wal ghumus No. 6675 dan bab. Ma qila fi syahadizzur No. 2654 )

Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam bersabda :” Alloh memberkahi setiap orang mu’min kecuali khianat dan berdusta.” ( HR. Ahmad 5/252, Ibnu Abi Ashim 1/53 Hadits hasan bi syawahid )

Kami katakan :
Berkata Imam Abu Nu’aim dan Imam Ibnul Jauzi Rohimahumalloh :” Dan sungguh orang sufi tidak tahu malu menyebut Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin al-Khoththob, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib dan para pemuka shohabat lain Rodhiallohuanhum Ajma’in sebagai golongan sufi. Mereka juga memasukkan Imam Syuraih al-Qodhi, Imam al-Hasan al-Bashri, Imam Sufyan at-Tsauri, Imam Ahmad bin Hambal, Fudhail bin Iyadh, Ibrahim bin Adham Rohimahumulloh termasuk golongan sufi.” (Talbis Iblis 10/233 )

Berkata Imam Sufyan at-Tsauri Rohimahulloh :” Aku mendengar Ashim berkata :” Kami senantiasa melihat orang-orang sufi sebagai kumpulan orang-orang yang bodoh. hanya saja mereka masih bisa berkilah di belakang Hadits.” (Talbis Iblis 10/366 )

Berkata Imam Yahya bin Mu’adz Rohimahulloh :” Janganlah kamu bergaul dengan 3 golongan : Ulama yang lalai, orang-orang faqir yang takabbur, dan orang sufi yang bodoh.” (Talbis Iblis 10/366)

Sekarang kita lihat apakah Imam Madzhab 4 sebagai ulama’ sufi atau menyetujui ajaran sufi yang sesat sebagaimana mereka prasangkakan….?????

1. Imam Abu Hanifah Rohimahulloh
Beliau adalah seorang Imam dan ahli fiqih yang besar pada zamannya bisa dikatakan sebagai imam mursyid thoriqot sufi, sungguh merupakan jelas sebagai penistaan dan pendustaan yang besar terhadap seorang ulama yang berpegang teguh pada sunnah. Berkata Imam Fudhail bin Iyadh Rohimahulloh :” Abu Hanifah adalah seorang ahli fiqih yang terkenal dengan waro’nya dan orang yang banyak harta.” (Tarikh Baghdadi 13/340)

Lihatlah beliau adalah pedagang yang jujur lagi sukses dan dermawan, adapun orang sufi mereka tidak mau mencari harta dan bekerja serta tidak percaya pada sebab, mereka memperaktekkan tawakkal yang salah .

Tokoh Sufi Yusuf bin Husain berkata :” Jika engkau melihat seseorang yang menyibukkan diri pada rukhshoh dan mata pencarihan, maka tidak ada sesuatu yang bisa diandalkan darinya.” (Talbis Iblis 10/304 )

Beliau adalah seorang ahli fiqih yang dalam setiap masalah selalu merujuk pada hadits yang shohih, mengikuti atsar para shohabat dan para tabiin, jika tidak menemukan maka beliau mengqiyas masalah tersebut dan beliau adalah sebaik pengqiyas suatu masalah. Berkata Imam Fudhail bin Iyadh :” Abu Hanifah selalu mengembalikan suatu masalah kepada hadits-hadits yang shohih, mengikuti atsar para shohabat dan para tabiin, jika tidak menemukan maka beliau mengqiyas masalah tersebut dan beliau adalah sebaik pengqiyas suatu masalah.” (Tarikh Baghdadi 13/340)

Imam Imam Abu Hanifah Rohimahulloh :” Jika suatu hadits telah shohih maka itulah madzhabku.” (al-Hasyiyah Ibnu Abidin 1/63)

Imam Imam Abu Hanifah Rohimahulloh : “Tidak halal bagi seseorang yang mengambil pemikiran kami selagi dia tidak tahu dari mana kami mengambil dalil.” (Hasyiyah alal Bahrir Ro’iq 6/293)

Imam Imam Abu Hanifah Rohimahulloh : “Sesungguhnya kami hanyalah manusia biasa kami perpendapat hari ini dan kami mengkoreksi besok.” (Hasyiyah alal Bahrir Ro’iq 6/293)

2. Imam Malik (Guru Imam Asy-Syafii) –Rohimahumalloh-
Al-Qodhi ‘Iyadh Rohimahulloh berkata dalam kitabnya (Tartib Al-Madarik Wa Taqrib Al-Masalik 2/54): At-Tinisi berkata: Kami dulu berada di sisi Malik, dan para muridnya berada di sekelilingnya. Kemudian seorang dari penduduk Nashibiyin berkata: “Di tempat kami ada satu kaum yang disebut dengan sufiyah, dimana mereka makan banyak, kemudian mereka mulai membaca qasidah-qasidah [qashidah, qoshidah], kemudian bangkit dan menari.” Maka Imam Malik berkata: “Apakah mereka anak-anak?” Dia menjawab: “Tidak.” Imam Malik bertanya: “Apakah mereka orang-orang gila?” Dia menjawab: “Bahkan mereka adalah para tokoh agama yang berakal!” Maka Imam Malik berkata: “Aku tidak mendengar bahwa seorang muslim akan melakukan demikian.”

Hal ini nampak sangat jelas dalam teks-teks ucapan beliau tentang firqoh (golongan, sekte) ini. Di antara ucapan beliau:

3. Imam Asy-Syafii
Imam Al-Baihaqi Rohimahulloh meriwayatkan dengan sanadnya dari Yunus bin Abdil A’la, dia berkata: Aku mendengar Imam Asy-Syafii berkata: “Kalau seorang menganut ajaran tasawuf (tashawwuf) pada awal siang hari, tidak datang waktu zhuhur kepadanya melainkan engkau mendapatkan dia menjadi dungu.” (Manaqib Imam As-Syafii 2/207, karya Imam Al-Baihaqi)

Dungu adalah sedikitnya akal. Dan itu adalah penyakit yang berbahaya. Tidaklah aneh ahli tasawwuf dalam waktu kurang dari sehari akan menjadi orang yang dungu. Tulisan-tulisan mereka sendiri menjadi saksi tentang hal itu.

An-Nabhani -seorang sufi- dalam kitabnya yang penuh dengan khurofat,  kezindiqan, dan kesesatan; yang berjudul Jami’ Karomat Auliya tentang biografi Ahmad bin Idris, dia berkata:

[Di antara karomahnya yang agung yang tidak bakal dicapai kecuali oleh orang-orang tertentu adalah berkumpulnya dia dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan bangun (terjaga), kemudian dia mengambil wirid-wiridnya, hizb-hizbnya dan sholawatnya yang masyhur dari beliau secara langsung ...... Dia (Ahmad bin Idris) diuji dengan hilangnya indera dengan benda-benda yang ada. Kemudian dia mengeluhkan kepada sebagian guru-gurunya. Kemudian sang guru berkata: ‘Kaana (Jadilah dia).’ Ahmad bin Idris menceritakan dirinya: Maka dengan semata ucapan sang guru “kaana”, hilang dariku semua rasa sakit, kemudian aku bangkit waktu itu juga dan jadilah aku seperti orang yang tidak ditimpa sesuatupun. Aku memuji Allah. Dan aku mengetahui bahwa telah pasti apa yang dikatakan para tokoh sufi: Awal jalan adalah junun (kegilaan), pertengahannya funun, dan akhirnya ‘kun fa yakun’.”]

Perkataan ini tidak pernah diucapkan oleh seorang yang berakal sama sekali. Karena tidak ada yang berhak dengan sifat seperti ini -yaitu mengucapkan kepada sesuatu ‘kun fa yakun’ selain Allah. Allah berfirman tentang Diri-Nya: Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia (Kun fa Yakun). (Yasin: 82) Mereka –ahil tasawwuf- telah mengakui bahwa diri mereka adalah gila. Sehingga tidak keliru ketika Imam Asy-Syafii mengatakan: “Tidaklah aku melihat seorang sufi yang berakal sama sekali.” (Manaqib Imam As-Syafii 2/207, karya Imam Al-Baihaqi)

Imam Asy-Syafii Rohimahulloh berkata: “Tidaklah ada seorang yang berteman dengan orang-orang sufi selama 40 (empat puluh) hari, kemudian akalnya akan kembali selama-lamanya.”

Dan beliau membacakan syair:
 ودع الذين اذا أتوك تنسكوا … واذا خلوا فهم ذئاب خفاف 
Tinggalkan orang-orang yang bila datang kepadamu menampakkan ibadah Namun jika bersendirian, mereka serigala buas (Talbis Iblis hal. 371)

Imam Asy-Syafii juga berkata: “Dasar landasan tasawwuf adalah kemalasan.” (Al-Hilyah 9/136-137)

Kenyataan sufiyah menjadi saksi apa yang dikatakan Imam Asy-Syafii bahwa dasar landasan mereka adalah malas. Mereka adalah orang yang paling rajin dalam menunaikan bid’ah dan penyelisihan syariat. Dan mereka juga orang yang paling sangat malas dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menghidupkan sunnah-sunnah nabi (tuntunan-tuntunan nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagai tambahan… suatu waktu Imam Waki’ (salah satu guru Imam Asy-Syafii) berkata kepada Sufyan bin ‘Ashim: “Kenapa engkau meninggalkan hadits Hisyam?” Sufyan bin Ashim menjawab: “Aku berteman dengan satu kaum dari sufiyyah, dan aku merasa kagum dengan mereka, kemudian mereka berkata: ‘Jika kamu tidak menghapus hadits Hisyam, kami akan berpisah denganmu’.” Maka Imam Waki’ berkata: “Sesungguhnya ada kedunguan pada mereka.” (Talbis Iblis hal 371-372)

4. Imam Ahmad bin Hambal (murid Imam Asy-Syafii) –Rohimahumalloh- 
Beliau memperingatkan dari berteman dan duduk-duduk dengan mereka. Beliau pernah ditanya tentang nasyid-nasyid dan qasidah-qasidah –yang disebut sima’- yang dilakukan Sufiyah. Maka beliau mengatakan: “Itu perkara yang diada-adakan dalam agama (tidak ada landasannya dalam agama Islam).” Kemudian ditanyakan kepada beliau: “Apakah boleh kami duduk-duduk dengan mereka?” Beliau menjawab: “Tidak.” Dan Imam Ahmad juga berkata tentang Al-Harits Al-Muhasibi –seorang imam tasawuf-. Maka beliau berkata kepada murid-muridnya: “Aku tidak mendengar tentang hakekat-hakekat seperti perkataan orang ini. Dan aku tidak berpandangan engkau boleh duduk-duduk dengannya.” (Tahdzibut Tahdzib 1/327)

Berkata Ishaq bin Hayyah :” Aku menemui Imam Ahmad bin Hambal, yang sa’at itu beliau sedang ditanya tentang bisikan-bisikan hati dan lintasan sanubari, maka beliau menjawab :” Para shohabat dan tabi’in tidak pernah membicarakan masalah itu.” (Talbis Iblis 10/235)

Abu Zur’ah Ar-Rozi -Rohimahulloh- Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani Rohimahulloh berkata dalam At-Tahdzib: Al-Bardza’i berkata: Abu Zur’ah ditanya tentang Al-Muhasibi dan kitab-kitabnya, maka dia menjawab: “Hati-hati kamu dari kitab-kitab ini, (yang berisi) bid’ah-bid’ah dan kesesatan-kesesatan. Dan wajib kamu berpegang teguh dengan al-atsar (hadits, sunnah, petunjuk Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam), sesungguhnya engkau akan mendapati dalam atsar yang mencukupimu dari kitab-kitab ini.” Kemudian ada yang bertanya kepadanya: “Di dalam kitab-kitab ini ada pelajaran?” Dia menjawab: “Barangsiapa yang tidak mendapat pelajaran dalam Kitabulloh, maka dia tidak akan mendapat pelajaran dalam buku-buku ini.

Apakah telah ada kabar sampai kepada kalian bahwa Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, atau Al-Auza’i atau para imam lainnya menulis kitab-kitan tentang lintasan-lintasan hati dan was-was (bisikan-bisikannya) serta perkara-perkara ini? Kaum sufiyah ini telah menyelisihi para ulama. Kadang mereka membawa Al-Muhasibi kepada kita, kadang membawa Abdurrohim Ad-Daili, dan kadang membawa Hatim Al-Ashom… Betapa cepatnya manusia berlari menuju para ahli bid’ah ini.” (Talbis Iblis 10/236 )
______

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.