Orang Sufi Mengatakan:
Imam Abu Hanifah Rahimahulloh : Imam Abu Hanifah adalah seorang imam mazhab dari empat mazhab terkenal, ternyata juga seorang Mursyid Thariqah Sufi.
Diriwayatkan oleh seorang Faqih Hanafi al-Hashkafi, menegaskan, bahwa
Abu Ali ad-Daqqaq ra, berkata, “Aku mengambil Thariqah sufi ini dari
Abul Qasim an-Nashr Abadzy, dan Abul Qasim mengambil dari Asy-Syibly,
dan Asy-Syibly mengambil dari Sary as-Saqathy, beliau mengambil dari
Ma’ruf al-Karkhy, dan beliau mengambil dari Dawud ath-Tha’y, dan Dawud
mengambil dari Abu Hanifah Ra.
Abu Hanifah dikenal sebagai Fuquha ulung, ternyata tetap memadukan
antara syariah dan haqiqah. Dan Abu Hanifah terkenal zuhud, wara’ dan
ahlu dzikir yang begitu dalam, ahli kasyf, dan sangat dekat dengan Allah
Ta’ala, berkah Tasawuf yang diamalkannya.
Jika ada pertanyaan, kenapa para Mujtahidin itu tidak menulis kitab
khusus mengenai Tasawuf, jika mereka mengikuti aliran Sufi? Imam
Asy-Sya’rany, Mujathid dan Ulama besar mengatakan, “Para Mujtahidun itu
tidak menulis kitab khusus mengenai tasawuf, karena penyakit-penyakit
jiwa kaum muslimin di zamannya masih sedikit. Mereka lebih banyak
selamat dari riya’ dan kemunafikan. Mereka yang tidak selamat jumlahnya
kecil. Hampir-hampir cacat mereka tidak tampak di masa itu. Sehingga
mayoritas Mujtahidin di masa itu lebih konsentrasi pada bidang ilmu dan
mensistematisir pemahaman pengetahuan yang tersebar di kota dan desa,
dengan para Tabi’in dan Tabiit Tabi’in, yang merupakan sumber materi
pengetahuan, sehingga dari mereka dikenal timbangan seluruh hukum,
dibanding berdebat soal amaliyah qalbiyah sebagian orang yang tidak
banyak muncul”.
Imam Malik Rahimahulloh. Beliau mengatakan soal
tasawuf ini dengan kata-kata yang sangat popular hingga saat ini: “Siapa
yang bersyariat atau berfiqih tanpa bertasawuf, benar-benar menjadi
fasiq. Dan siapa yang bertasawuf tanpa bersyariat (berfiqih) benar-benar
zindiq. Siapa yang mengintegrasikan Fiqih dan Tasawuf benar-benar menapaki hakikat kebenaran.”
Imam Syafi’i Rahimahulloh. Beliau berkata: “Aku
diberi rasa cinta melebihi dunia kalian semua: “Meninggalkan hal-hal
yang memaksa, bergaul dengan sesama penuh dengan kelembutan, dan
mengikuti thariqat ahli tasawuf.”
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahulloh. Sebelum belajar
Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal menegaskan kepada putranya, Abdullah ra.
“Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda harus hati-hati
bersama orang-orang yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena kadang
diantara mereka sangat bodoh dengan agama.” Namun ketika beliau berguru
kepada Abu Hamzah al-Baghdady as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi,
tiba-tiba dia berkata pada putranya “Hai anakku hendaknya engkau
bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa memberikan tambahan bekal
pada kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada
Allah, zuhud dan himmah yang luhur (Allah)” Beliau mengatakan, “Aku
tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum Sufi.”
Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering menikmati sama’ dan
ekstase ?” Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah bergembira bersama
Allah dalam setiap saat…”
( SUMBER : SUFINEWS.COM )
Persaksian dusta merupakan perbuatan yang mendatangkan dosa yang
besar setelah syirik, dan secara keseluruhan merupakan suatu kejelekan
yang akan membawa pelakunya pada kemurkaan Alloh. Untuk itu perbuatan
dusta harus kita jauhi apalagi yang didustakan adalah para ulama’ dan
notabene adalah pewaris para nabi dan Rosul sholawatullohi alaihim
ajma’in.
Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam bersabda :” Maukah aku
tunjukkan pada kalian tentang dosa besar ? yaitu : syirik pada Alloh,
membunuh jiwa, durhaka pada orang tua, persaksian dusta.” ( HR. Bukhori
bab. Yamin wal ghumus No. 6675 dan bab. Ma qila fi syahadizzur No. 2654 )
Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam bersabda :” Alloh memberkahi
setiap orang mu’min kecuali khianat dan berdusta.” ( HR. Ahmad 5/252,
Ibnu Abi Ashim 1/53 Hadits hasan bi syawahid )
Kami katakan :
Berkata Imam Abu Nu’aim dan Imam Ibnul Jauzi Rohimahumalloh :” Dan
sungguh orang sufi tidak tahu malu menyebut Abu Bakar as-Shiddiq, Umar
bin al-Khoththob, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib dan para
pemuka shohabat lain Rodhiallohuanhum Ajma’in sebagai golongan sufi.
Mereka juga memasukkan Imam Syuraih al-Qodhi, Imam al-Hasan al-Bashri,
Imam Sufyan at-Tsauri, Imam Ahmad bin Hambal, Fudhail bin Iyadh,
Ibrahim bin Adham Rohimahumulloh termasuk golongan sufi.” (Talbis Iblis
10/233 )
Berkata Imam Sufyan at-Tsauri Rohimahulloh :” Aku mendengar Ashim
berkata :” Kami senantiasa melihat orang-orang sufi sebagai kumpulan
orang-orang yang bodoh. hanya saja mereka masih bisa berkilah di
belakang Hadits.” (Talbis Iblis 10/366 )
Berkata Imam Yahya bin Mu’adz Rohimahulloh :” Janganlah kamu bergaul
dengan 3 golongan : Ulama yang lalai, orang-orang faqir yang takabbur,
dan orang sufi yang bodoh.” (Talbis Iblis 10/366)
Sekarang kita lihat apakah Imam Madzhab 4 sebagai ulama’ sufi atau
menyetujui ajaran sufi yang sesat sebagaimana mereka prasangkakan….?????
1. Imam Abu Hanifah Rohimahulloh
Beliau adalah seorang Imam dan ahli fiqih yang besar pada zamannya bisa
dikatakan sebagai imam mursyid thoriqot sufi, sungguh merupakan jelas
sebagai penistaan dan pendustaan yang besar terhadap seorang ulama yang
berpegang teguh pada sunnah. Berkata Imam Fudhail bin Iyadh Rohimahulloh
:” Abu Hanifah adalah seorang ahli fiqih yang terkenal dengan waro’nya
dan orang yang banyak harta.” (Tarikh Baghdadi 13/340)
Lihatlah beliau adalah pedagang yang jujur lagi sukses dan dermawan,
adapun orang sufi mereka tidak mau mencari harta dan bekerja serta tidak
percaya pada sebab, mereka memperaktekkan tawakkal yang salah .
Tokoh Sufi Yusuf bin Husain berkata :” Jika engkau melihat seseorang
yang menyibukkan diri pada rukhshoh dan mata pencarihan, maka tidak ada
sesuatu yang bisa diandalkan darinya.” (Talbis Iblis 10/304 )
Beliau adalah seorang ahli fiqih yang dalam setiap masalah selalu
merujuk pada hadits yang shohih, mengikuti atsar para shohabat dan para
tabiin, jika tidak menemukan maka beliau mengqiyas masalah tersebut dan
beliau adalah sebaik pengqiyas suatu masalah. Berkata Imam Fudhail bin
Iyadh :” Abu Hanifah selalu mengembalikan suatu masalah kepada
hadits-hadits yang shohih, mengikuti atsar para shohabat dan para
tabiin, jika tidak menemukan maka beliau mengqiyas masalah tersebut dan
beliau adalah sebaik pengqiyas suatu masalah.” (Tarikh Baghdadi 13/340)
Imam Imam Abu Hanifah Rohimahulloh :” Jika suatu hadits telah shohih maka itulah madzhabku.” (al-Hasyiyah Ibnu Abidin 1/63)
Imam Imam Abu Hanifah Rohimahulloh : “Tidak halal bagi seseorang yang
mengambil pemikiran kami selagi dia tidak tahu dari mana kami mengambil
dalil.” (Hasyiyah alal Bahrir Ro’iq 6/293)
Imam Imam Abu Hanifah Rohimahulloh : “Sesungguhnya kami hanyalah
manusia biasa kami perpendapat hari ini dan kami mengkoreksi besok.” (Hasyiyah alal Bahrir Ro’iq 6/293)
2. Imam Malik (Guru Imam Asy-Syafii) –Rohimahumalloh-
Al-Qodhi ‘Iyadh Rohimahulloh berkata dalam kitabnya (Tartib Al-Madarik
Wa Taqrib Al-Masalik 2/54): At-Tinisi berkata: Kami dulu berada di sisi
Malik, dan para muridnya berada di sekelilingnya. Kemudian seorang dari
penduduk Nashibiyin berkata: “Di tempat kami ada satu kaum yang disebut
dengan sufiyah, dimana mereka makan banyak, kemudian mereka mulai
membaca qasidah-qasidah [qashidah, qoshidah], kemudian bangkit dan
menari.” Maka Imam Malik berkata: “Apakah mereka anak-anak?” Dia
menjawab: “Tidak.” Imam Malik bertanya: “Apakah mereka orang-orang
gila?” Dia menjawab: “Bahkan mereka adalah para tokoh agama yang
berakal!” Maka Imam Malik berkata: “Aku tidak mendengar bahwa seorang
muslim akan melakukan demikian.”
Hal ini nampak sangat jelas dalam teks-teks ucapan beliau tentang firqoh (golongan, sekte) ini. Di antara ucapan beliau:
3. Imam Asy-Syafii
Imam Al-Baihaqi Rohimahulloh meriwayatkan dengan sanadnya dari
Yunus bin Abdil A’la, dia berkata: Aku mendengar Imam Asy-Syafii
berkata: “Kalau seorang menganut ajaran tasawuf (tashawwuf) pada awal
siang hari, tidak datang waktu zhuhur kepadanya melainkan engkau
mendapatkan dia menjadi dungu.” (Manaqib Imam As-Syafii 2/207, karya
Imam Al-Baihaqi)
Dungu adalah sedikitnya akal. Dan itu adalah penyakit yang berbahaya.
Tidaklah aneh ahli tasawwuf dalam waktu kurang dari sehari akan menjadi
orang yang dungu. Tulisan-tulisan mereka sendiri menjadi saksi tentang
hal itu.
An-Nabhani -seorang sufi- dalam kitabnya yang penuh dengan khurofat,
kezindiqan, dan kesesatan; yang berjudul Jami’ Karomat Auliya tentang
biografi Ahmad bin Idris, dia berkata:
[Di antara karomahnya yang agung yang tidak bakal dicapai kecuali
oleh orang-orang tertentu adalah berkumpulnya dia dengan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan bangun (terjaga), kemudian
dia mengambil wirid-wiridnya, hizb-hizbnya dan sholawatnya yang masyhur
dari beliau secara langsung ...... Dia (Ahmad bin Idris) diuji dengan
hilangnya indera dengan benda-benda yang ada. Kemudian dia mengeluhkan
kepada sebagian guru-gurunya. Kemudian sang guru berkata: ‘Kaana
(Jadilah dia).’ Ahmad bin Idris menceritakan dirinya: Maka dengan semata
ucapan sang guru “kaana”, hilang dariku semua rasa sakit, kemudian aku
bangkit waktu itu juga dan jadilah aku seperti orang yang tidak ditimpa
sesuatupun. Aku memuji Allah. Dan aku mengetahui bahwa telah pasti apa
yang dikatakan para tokoh sufi: Awal jalan adalah junun (kegilaan),
pertengahannya funun, dan akhirnya ‘kun fa yakun’.”]
Perkataan ini tidak pernah diucapkan oleh seorang yang berakal sama
sekali. Karena tidak ada yang berhak dengan sifat seperti ini -yaitu
mengucapkan kepada sesuatu ‘kun fa yakun’ selain Allah. Allah berfirman
tentang Diri-Nya: Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki
sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia (Kun
fa Yakun). (Yasin: 82) Mereka –ahil tasawwuf- telah mengakui bahwa diri
mereka adalah gila. Sehingga tidak keliru ketika Imam Asy-Syafii
mengatakan: “Tidaklah aku melihat seorang sufi yang berakal sama
sekali.” (Manaqib Imam As-Syafii 2/207, karya Imam Al-Baihaqi)
Imam Asy-Syafii Rohimahulloh berkata: “Tidaklah ada seorang yang
berteman dengan orang-orang sufi selama 40 (empat puluh) hari, kemudian
akalnya akan kembali selama-lamanya.”
Dan beliau membacakan syair:
ودع الذين اذا أتوك تنسكوا … واذا خلوا
فهم ذئاب خفاف
Tinggalkan orang-orang yang bila datang kepadamu
menampakkan ibadah Namun jika bersendirian, mereka serigala buas (Talbis
Iblis hal. 371)
Imam Asy-Syafii juga berkata: “Dasar landasan tasawwuf adalah kemalasan.” (Al-Hilyah 9/136-137)
Kenyataan sufiyah menjadi saksi apa yang dikatakan Imam Asy-Syafii
bahwa dasar landasan mereka adalah malas. Mereka adalah orang yang
paling rajin dalam menunaikan bid’ah dan penyelisihan syariat. Dan
mereka juga orang yang paling sangat malas dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban dan menghidupkan sunnah-sunnah nabi
(tuntunan-tuntunan nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagai tambahan… suatu waktu Imam Waki’ (salah satu guru Imam
Asy-Syafii) berkata kepada Sufyan bin ‘Ashim: “Kenapa engkau
meninggalkan hadits Hisyam?” Sufyan bin Ashim menjawab: “Aku berteman
dengan satu kaum dari sufiyyah, dan aku merasa kagum dengan mereka,
kemudian mereka berkata: ‘Jika kamu tidak menghapus hadits Hisyam, kami
akan berpisah denganmu’.” Maka Imam Waki’ berkata: “Sesungguhnya ada
kedunguan pada mereka.” (Talbis Iblis hal 371-372)
4. Imam Ahmad bin Hambal (murid Imam Asy-Syafii) –Rohimahumalloh-
Beliau memperingatkan dari berteman dan duduk-duduk dengan mereka.
Beliau pernah ditanya tentang nasyid-nasyid dan qasidah-qasidah –yang
disebut sima’- yang dilakukan Sufiyah. Maka beliau mengatakan: “Itu
perkara yang diada-adakan dalam agama (tidak ada landasannya dalam agama
Islam).” Kemudian ditanyakan kepada beliau: “Apakah boleh kami
duduk-duduk dengan mereka?” Beliau menjawab: “Tidak.” Dan Imam Ahmad
juga berkata tentang Al-Harits Al-Muhasibi –seorang imam tasawuf-. Maka
beliau berkata kepada murid-muridnya: “Aku tidak mendengar tentang
hakekat-hakekat seperti perkataan orang ini. Dan aku tidak berpandangan
engkau boleh duduk-duduk dengannya.” (Tahdzibut Tahdzib 1/327)
Berkata Ishaq bin Hayyah :” Aku menemui Imam Ahmad bin Hambal, yang
sa’at itu beliau sedang ditanya tentang bisikan-bisikan hati dan
lintasan sanubari, maka beliau menjawab :” Para shohabat dan tabi’in
tidak pernah membicarakan masalah itu.” (Talbis Iblis 10/235)
Abu Zur’ah Ar-Rozi -Rohimahulloh- Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani
Rohimahulloh berkata dalam At-Tahdzib: Al-Bardza’i berkata: Abu Zur’ah
ditanya tentang Al-Muhasibi dan kitab-kitabnya, maka dia menjawab:
“Hati-hati kamu dari kitab-kitab ini, (yang berisi) bid’ah-bid’ah dan
kesesatan-kesesatan. Dan wajib kamu berpegang teguh dengan al-atsar
(hadits, sunnah, petunjuk Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam),
sesungguhnya engkau akan mendapati dalam atsar yang mencukupimu dari
kitab-kitab ini.” Kemudian ada yang bertanya kepadanya: “Di dalam
kitab-kitab ini ada pelajaran?” Dia menjawab: “Barangsiapa yang tidak
mendapat pelajaran dalam Kitabulloh, maka dia tidak akan mendapat
pelajaran dalam buku-buku ini.
Apakah telah ada kabar sampai kepada kalian bahwa Imam Malik, Sufyan
Ats-Tsauri, atau Al-Auza’i atau para imam lainnya menulis kitab-kitan
tentang lintasan-lintasan hati dan was-was (bisikan-bisikannya) serta
perkara-perkara ini? Kaum sufiyah ini telah menyelisihi para ulama.
Kadang mereka membawa Al-Muhasibi kepada kita, kadang membawa Abdurrohim
Ad-Daili, dan kadang membawa Hatim Al-Ashom… Betapa cepatnya manusia
berlari menuju para ahli bid’ah ini.” (Talbis Iblis 10/236 )
______
0 komentar:
Posting Komentar