Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah an Nawawi
“Kembali
kepada Al Qur’an dan As Sunnah” telah menjadi slogan umum. Namun
memahami keduanya dan mengamalkan kandungannya, agar sesuai dengan yang
dimaukan Rasulullah , merupakan persoalan tersendiri. Kepada siapa kita
harus merujuk?
Pada edisi sebelumnya telah dijelaskan, siapakah
yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan manhaj (jalan/metode)
yang mereka tempuh. Mereka bukanlah manusia khusus yang diciptakan oleh
Allah untuk membawa amanat syariat-Nya. Juga bukan malaikat yang diutus
oleh Allah untuk mengajarkan manusia tentang agama-Nya. Mereka adalah
kaum muslimin itu sendiri yang memahami agamanya dengan benar
berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah di atas pemahaman salafus shalih
(pendahulu yang shalih).
Mereka (para shahabat ridhwanullah
‘alaihim ajma’in) adalah umat terbaik yang diciptakan untuk mendakwahkan
kebenaran agama ini kepada seluruh umat. Mereka adalah generasi terbaik
umat ini dari kalangan shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, serta
orang-orang yang mengikuti mereka di atas kebenaran. Mereka adalah
salafus shalih, firqatun najiyah (orang-orang yang selamat), thaifah al
manshurah (orang-orang yang selalu ditolong), ahlul hadits, ahlul atsar,
dan mereka adalah salafiyyun.
Mereka adalah pilihan Allah dari
segenap hamba-Nya yang akan menyuarakan kebenaran di mana saja dan kapan
saja, bagaimanapun besar tantangan dan rintangan yang dihadapi. Slogan
mereka adalah firman Allah:
“Kebenaran itu datang dari Rabbmu, maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang ragu.” (Al- Baqarah: 147)
Juga
sabda Rasulullah : “Katakan yang benar walaupun pahit dan jangan kamu
gentar cercaan orang yang mencerca.” ( HR. Al Baihaqi dalam Kitab
Syu’abul Iman dari shahabat Abu Dzar. Lihat Al Misykat 3/ 1365)
Dari
sinilah nama salafus shalih diabadikan oleh sejarah. Ditulis dengan
tinta emas, terus dikenang, serta menjadi rujukan generasi sesudahnya.
Bukankah ini merupakan satu kemuliaan dari Allah karena apa yang telah
mereka berikan untuk agama-Nya? Dan karena apa yang mereka tempuh ketika
Rasulullah masih hidup dan setelah wafat beliau?
Jawabannya
adalah ya. Mereka mendapatkan yang demikian ini karena mereka berjalan
di atas jalan Rasul-Nya. Abu Bakar z, khalifah pertama yang menggantikan
Rasulullah sebagai pemimpin umat ini, telah mendapatkan jaminan masuk
surga, padahal ketika itu beliau masih hidup. Bukankah ini kemuliaan
bagi beliau? Apakah manhajnya Abu Bakar sesuai manhajnya Rasulullah?
Jawabannya tentu ya.
Begitu juga Umar, Utsman, Ali, dan para
shahabat yang lain yang telah mendapatkan jaminan dari Rasulullah untuk
masuk surga, padahal kaki-kaki mereka masih menapaki kehidupan.
Merekalah yang juga disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an: “Merekalah
orang-orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah dari kalangan para
nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid dan
orang-orang shalih”. (An-Nisaa’: 69)
Siapa lagi yang dimaksud dalam
ayat ini setelah para nabi, kalau bukan orang-orang yang mengikuti
mereka di atas manhaj Allah dari kalangan shahabat?
Mereka adalah
generasi yang berusaha untuk mendapatkan dan mengambil warisan
terbanyak dari Rasulullah . Duduk dan keluar dari majelis Rasulullah
dalam keadaan membawa kemurnian agama Islam, yang malamnya seperti
siangnya dan tidak ada seorangpun dari mereka yang menyimpang, melainkan
akan binasa seumur hidup jika tidak segera bertaubat kepada Allah.
Manhaj Salaf Cerminan Kemurnian Islam
Rentang
waktu yang panjang sangat memungkinkan menyebabkan jauhnya umat dari
kemurnian ajaran Islam. Apalagi, umat ini terus berganti generasi demi
generasi. Hal ini telah dirasakan dan disaksikan oleh orang-orang yang
diberikan bashirah (ilmu) oleh Allah. Banyak kita jumpai penampilan
Islam yang berwarna-warni, baik dari amalan, ucapan, dan keyakinan.
“Warna-warni”
inilah yang sering menimbulkan friksi di antara sesama muslim hingga
berujung pada pudarnya persatuan dan kesatuan umat Islam. Walhasil, umat
ini menjadi sangat lemah dan siap menjadi santapan musuh-musuhnya.
Munculnya
kelompok-kelompok di dalam Islam, merupakan bukti konkrit adanya
perbedaan yang besar dan warna-warninya penampilan Islam itu. Yang satu
berpakaian serba merah dan mengangkat Islam sebagai simbol. Yang lain
dengan warna hijau, hitam, kuning, putih, dan sebagainya. Masing-masing
memiliki konsep, prinsip, jalan, dan tujuan yang berbeda dengan yang
lainnya. Bahkan, karena perbedaan mendasar itu, ada yang siap
menumpahkan darah yang lainnya. Apakah demikian Islam itu? Lalu manakah
yang benar? Dan manakah yang harus diikuti?
Yang demikian ini,
setelah berlalunya masa risalah (masa kenabian) dan pergantian generasi
demi generasi, sangat terasa. Ironisnya, Islam dalam pandangan kaum
muslimin saat ini hanya sebatas “yang penting Islam”, apapun alirannya,
ajarannya, warnanya, jalannya, baunya, dan sebagainya. Padahal justru
dengan sebab ini, hilanglah kemuliaan, kewibawaan, kejayaan, dan
kekuatan umat Islam. Serta menjadikan musuh-musuh Islam berani dan
memiliki kewibawaan di mata kaum muslimin.
Kemurnian dan
kesempurnaan Islam itu pun kian jauh panggang dari api. Yang satu ingin
menambah dan yang lain ingin mengurangi, bahkan mempretelinya. Hanya
dengan mencari sumber kemurniannya kepada orang yang telah dinobatkan
oleh Allah sebagai penelusur jejak Rasulullah -para shahabat, tabi’in
dan tabi’ut tabi’in- saja, niscaya kemurnian Islam itu akan diperoleh.
Manhaj Salaf adalah Ridha, Cinta, dan Ampunan Allah
Selain
sebagai cermin kemurnian Islam, manhaj salaf juga merupakan perwujudan
ridha Allah, cinta, dan ampunan-Nya. Allah berfirman tentang mereka yang
berjalan di atas manhaj salaf ini:
“Orang-orang yang terdahulu lagi
yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan
Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
(At-Taubah: 100)
As Sa’dy1 dalam tafsir ayat ini mengatakan,
mereka adalah orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam dan yang
terlebih dahulu dalam keimanan, hijrah, jihad, dan memperjuangkan agama
Allah. Kaum Muhajirin, adalah orang-orang yang dikeluarkan dari negeri
mereka dan dipisahkan dari harta benda mereka, semata-mata hanya mencari
keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya. Mereka membela agama Allah dan
Rasul-Nya, dan mereka adalah orang-orang yang jujur.
Sementara
kaum Anshar, adalah orang-orang yang menetap di kota Madinah, mencintai
orang-orang yang berhijrah. Mereka tidak dihinggapi perasaan berat hati
atas apa-apa yang mereka infakkan kepada kaum Muhajirin, serta
mengutamakan kaum Muhajirin meskipun mereka membutuhkannya.
Merekalah
kaum yang mendapatkan keselamatan dari cercaan dan mendapatkan pujian
dan keutamaan dari Allah. Allah meridhai mereka dan mereka ridha kepada
Allah. Allah mempersiapkan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai dan kekal di dalamnya.
Allah di dalam Al Qur’an berfirman:
“Katakanlah:
‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Ali-Imran: 31)
As Sa’dy dalam tafsirnya mengatakan:
“Ayat ini merupakan tolok ukur cinta seseorang kepada Allah dengan
sebenar-benarnya cinta atau hanya pura-pura mengaku cinta. Tanda cinta
kepada Allah adalah ittiba’ (mengikuti) Rasulullah , yang Allah telah
menjadikan sikap ini (ittiba’) dan segala apa yang diserukan sebagai
jalan untuk mendapatkan cinta dan ridha Allah . Dan tidak akan didapati
kecintaan dari Allah , ridha dan pahala-Nya, melainkan dengan cara
membenarkan apa yang dibawa Rasulullah sebagaimana yang ada di dalam Al
Qur’an dan As Sunnah, dengan cara melaksanakan apa yang dikandung
keduanya, dan menjauhi apa yang dilarangnya. Maka barangsiapa melakukan
hal ini, sungguh ia telah dicintai oleh Allah , dibalas sebagaimana
balasan terhadap kekasih Allah , diampuni dosanya, dan ditutupi segala
aibnya. Maka (ayat ini) seakan-akan (menjelaskan) bagaimana hakekat
mengikuti Rasulullah dan bagaimana sifatnya.”
Simbol Kemenangan dan Kejayaan Umat
Meskipun
Islam semakin kabur, namun pewaris kemurnian Islam akan tetap ada
sepanjang kehidupan manusia ini sampai hari kiamat. Mereka telah
dipersiapkan oleh Allah untuk meneruskan perjuangan Rasulullah dan
generasi beliau yang terbaik. Merekalah yang akan terus menyuarakan
kemurnian Islam. Dan bersama merekalah kemenangan dan kejayaannya.
Itulah janji Allah yang tidak bisa dipungkiri.
Merekalah yang
disebut Rasulullah sebagai generasi pejuang yang telah mengambil pedang
perjuangan Rasulullah yang diwariskan setelah wafatnya, untuk membabat
gerakan-gerakan penjegalan terhadap syariat Allah . Dan mereka pulalah
yang dipersiapkan Allah sebagai perisai dan benteng terhadap kebenaran
dalam pertarungan antara yang hak dan batil. Allah menjelaskan di dalam
Al Qur’an:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin di dalam kitab Syarah Aqidah
Wasithiyyah hal. 25 mengatakan, “Akan tetapi semua pujian bagi Allah
semata. Tiadalah seseorang melakukan kebid’ahan, melainkan Allah
membangkitkan -dengan nikmat dan karunia-Nya- orang-orang yang akan
menjelaskan kebid’ahan tersebut dan yang akan melumatkannya dengan
kebenaran. Dan ini termasuk dari makna yang terkandung dalam firman
Allah (Al-Hijr: 9). Dan ini merupakan wujud nyata penjagaan Allah
terhadap “Ad Dzikr” (maksudnya Al Qur’an, red) dan ini juga merupakan
tuntutan hikmah Allah .”
Rasulullah bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan Imam Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Mua’wiyah dan
Mughirah bin Syu’bah dan diriwayatkan Imam Muslim dari shahabat Tsauban,
Jabir bin Samurah, Jabir bin Abdillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan
Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiallahu ‘anhum:
“Terus menerus ada
sekelompok kecil dari umatku memperjuangkan kebenaran. Tidak akan
memudharatkan mereka orang-orang yang berusaha menghinakan mereka sampai
datang keputusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan yang demikian
itu.” (Shahih, HR. Muslim dengan lafadznya)
Siapakah yang
dimaksud oleh Rasulullah “satu kelompok dari umatnya itu yang selalu
memperjuangkan kebenaran dan selalu mendapatkan kemenangan?”
Imam Ahmad mengatakan: “ Kalau bukan ahli hadits yang dimaksud, maka saya tidak mengetahui (lagi) siapa mereka”.
Umar
bin Hafsh bin Ghiyats mengatakan: “Aku telah mendengar ayahku ketika
ditanyakan kepadanya: ‘Tidakkah kamu melihat ahlul hadits dan apa-apa
yang mereka berada di atasnya?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah sebaik-baik
penduduk dunia’.”
Abu Bakar bin ‘Ayyash mengatakan, “Aku
berharap bahwa ahlul hadits adalah sebaik-baik manusia.” (Lihat kitab
Makanatu Ahlil Hadits hal 53-54).
Rasulullah bersabda: “Tidak ada
seorangpun dari nabi yang diutus sebelumku kepada suatu umat melainkan
ada pada umatnya hawariyyun (para pembela) dan shahabatnya yang memegang
sunnahnya dan yang mengikuti perintahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari
shahabat Abdullah bin Mas’ud)
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya
Allah akan membangkitkan pada setiap awal seratus tahun orang-orang
yang akan mengadakan pembaharuan terhadap agama umat ini.” (Shahih, HR.
Abu Daud dari shahabat Abu Hurairah dan dishahihkan Syaikh Al Albany
dalam kitab “Shahih Sunan Abu Daud no. 3656” dan di dalam kitab
“Silsilah Hadits Shahih no. 599” dan di dalam kitab “Shahih Jami’us
Shaghir no. 1874”).
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, sebagaimana
dinukil Imam Dzahabi dalam kitab As Siar 10/46: “Sesungguhnya Allah akan
membangkitkan pada umat di awal setiap seratus tahun orang-orang yang
akan mengajarkan mereka sunnah dan membungkam setiap kedustaan atas nama
Rasulullah . Maka tatkala kami melihat dan memeriksa, ternyata pada
awal seratus tahun pertama muncul Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus
tahun kedua Imam Syafi’i.” (Lihat Silsilah Hadits Shahih 2/148)
Manhaj Salaf Manhaj yang Benar
Manhaj
inilah yang mendapatkan pujian kebaikan dari lisan Rasulullah berikut
dengan orang-orang yang berjalan di atasnya, sebagaimana sabda beliau:
“Sebaik-baik
manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang setelah mereka, dan
kemudian orang-orang setelah mereka.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim
dari shahabat Imran bin Husein dan Abdullah bin Mas’ud)
Maka,
para pengikut manhaj ini adalah generasi terbaik yang diridhai oleh
Allah. Di dalam kitab Manhajus Salaf Fit Ta’amul Ma’a Kutubi Ahlil
Bida’i hal. 3 karya Abu Ibrahim Muhammad bin Muhammad bin Abdillah bin
Mani’ dikatakan: “Pujian kebaikan menunjukkan kebenaran akidah,
mengikuti Rasulullah tidak akan mencukupkan mereka.” Wallahu A’lam.
Sumber Bacaan:
1. Al Qur’an
2. Riyadhus Shalihin - Imam An Nawawi
3. Taisir Karimir Rahman - Syaikh As-Sa’dy
4. Syarah Aqidah Wasithiyyah - Syaikh Utsaimin
5. Silsilah Hadits Shahih - Syaikh Al Albani
6. Makanatu Ahlil Hadits - Syaikh Dr.Rabi’
7. Manhajus salaf Fitta’amul Ma’a kutubi Ahlil Bida’i - Muhammad bin Mani’
15 Agustus 2012
JALAN SALAF JAMINAN KEBENARAN
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar