Segala
puji adalah milik Allah. Pujian dan keselamatan semoga terlimpah
kepada Nabi akhhir zaman Muhammad bin Abdullah, para sahabatnya, dan
segenap pengikut mereka yang setia. Amma ba’du.
Saudaraku,
semoga Allah menyadarkan hati kita dari kelalaian dan penyimpangan,
sesungguhnya kemuliaan yang didambakan oleh kaum muslimin tidak akan
pernah diraih kecuali dengan menjunjung tinggi ajaran al-Qur’an.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang tidak berbicara dengan
hawa nafsunya- telah mengabarkan kepada kita, “Sesungguhnya Allah
akan mengangkat sebagian orang dengan sebab kitab ini dan akan
merendahkan sebagian yang lain dengan sebab kitab ini pula.” (HR. Muslim)
Barang
siapa yang menyangka kebangkitan dan kemuliaan Islam akan bisa diraih
dengan meninggalkan al-Qur’an dan memecah belah kaum muslimin menjadi
bergolong-golongan serta membiarkan mereka hanyut dalam kebid’ahan maka
sungguh dia telah salah. Sebab Allah jalla wa ‘ala –yang ucapannya
adalah ucapan yang paling jujur dan paling sesuai dengan realita- telah
berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang menentang rasul
setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti jalan selain jalan
orang-orang yang beriman maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing
dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan
sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”
(QS. an-Nisa’: 115). Maka mengikuti jalan para sahabat –yang mereka itu
adalah jajaran terdepan kaum mukminin pengikut Nabi- merupakan sebuah
keniscayaan. Inilah jembatan emas yang akan mengantarkan kaum muslimin
yang cinta kepada Allah dan rasul-Nya untuk meraih surga di akhirat dan
kejayaan di dunia.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang
yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirin dan Anshar
serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah ridha
kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya dan Allah sediakan untuk
mereka surga-surga, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
keberuntungan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 100). Inilah ayat
yang akan memecahkan telinga para hizbiyyun dan ahli bid’ah. Sebuah
ayat yang meleraikan segala pertikaian yang dikobarkan oleh syaitan dari
kalangan jin dan manusia di tengah-tengah barisan umat Islam. Sahabat
yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah
tuntunan dan jangan kalian mereka-reka ajaran baru. Sebab sesungguhnya
kalian telah dicukupkan dengan tuntunan yang ada.”
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul dan juga
ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang
sesuatu hal maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian
benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir…” (QS. an-Nisa’:
58-59). Maka mengikuti pemahaman para sahabat dalam beragama merupakan
sebuah keniscayaan. Bagaimana tidak? Sementara mereka adalah orang yang
paling paham tentang sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an dan
orang-orang yang paling besar pembelaannya kepada perjuangan dakwah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita tidak bisa menemukan solusi
semata-mata dengan mencomot ayat dan hadits –untuk membela pendapat
kita- tanpa mengikuti metode para sahabat dalam memahami dalil-dalil
yang ada. Sebuah generasi yang telah mendapatkan tazkiyah/rekomendasi
dari utusan Rabb semesta alam, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku,
kemudian sesudahnya, dan kemudian sesudahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka
seruan sebagian orang -yang tidak tahu diri- untuk meninggalkan manhaj
para sahabat dengan alasan sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan
jaman yang ada, atau dengan alasan mereka sudah tinggal kenangan saja,
sungguh merupakan penghinaan kepada al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidakkah kita ingat bagaimana pembelaan
Allah kepada para sahabat ketika orang-orang munafik mengatakan bahwa
mereka –para sahabat- adalah orang-orang yang dungu [?!]. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Apabila dikatakan kepada mereka (orang
munafik), Berimanlah sebagaimana orang-orang itu –para sahabat-
beriman. Maka mereka menjawab, Akankah kami beriman sebagaimana
orang-orang dungu itu beriman? Ketahuilah, sesungguhnya mereka itulah
–orang munafik- orang-orang yang dungu…” (QS. al-Baqarah: 13).
Kaum
muslimin sekalian –semoga Allah meneguhkan kaki kita di atas
kebenaran- sesungguhnya mengikuti jalan hidup para sahabat adalah
perjuangan yang akan selalu digembosi oleh musuh-musuh Sunnah. Mereka
tahu bahwa apabila kaum muslimin kembali kepada pemahaman para sahabat
maka makar mereka untuk memporak-porandakan barisan kaum muslimin akan
menjadi sia-sia. Tidakkah kita ingat ucapan emas dari Imam Malik
rahimahullah, “Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan
sesuatu yang memperbaiki generasi awalnya.” Mereka –musuh-musuh Sunnah-
sangat takut apabila kaum muslimin kembali kepada Sunnah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnah para sahabatnya. Mereka kira
kaum muslimin bisa ditipu dengan ucapan-ucapan batil mereka yang dipoles
sedemikian rupa dengan kutipan ayat dan hadits. Mereka lupa bahwa kaum
muslimin senantiasa mengingat pesan Nabi mereka, “Wajib bagi
kalian untuk mengikuti Sunnahku dan Sunnah khulafau’ur rasyidin yang
berada di atas petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya. Dan gigitlah ia
dengan gigi geraham, dan jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan.
Karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah.
Dan setiap bid’ah pasti sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, disahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’).
Oleh
sebab itu, mereka –musuh-musuh Sunnah- sangat gatal telinganya apabila
kaum muslimin senantiasa mendengungkan ucapan Imam Ahlus Sunnah wal
Jama’ah di masanya, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Beliau berkata,
“Barang siapa yang menentang hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam maka sesungguhnya dia berada di tepi jurang kehancuran.” Ucapan
beliau ini didukung oleh Imam Nashir as-Sunnah/Sang pembela Sunnah
asy-Syafi’i rahimahullah yang dengan tegas mengatakan, “Kaum muslimin
telah sepakat bahwa barang siapa yang telah jelas baginya Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya
meninggalkan Sunnah itu hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
Mereka –musuh-musuh Sunnah- juga sangat geram apabila kaum muslimin
senantiasa mengingat nasihat Imam Syafi’i rahimahullah dalam ucapannya,
“Apabila suatu hadits itu sahih maka itulah madzhabku.” Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata, “Tidaklah anda temui seorang ahli bid’ah pun
kecuali dia pasti memendam rasa benci kepada sunnah yang tidak sesuai
dengan bid’ahnya.”
Oleh sebab itu –ikhwah sekalian- para ulama
ahli hadits adalah benteng-benteng keimanan di atas muka bumi ini.
Salah seorang ulama salaf berkata, “Malaikat adalah penjaga-penjaga
langit, sedangkan para ahli hadits adalah penjaga-penjaga bumi.” Imam
Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan tentang jati diri golongan
yang mendapatkan pertolongan Allah, “Apabila mereka itu bukan ahli
hadits maka aku tidak tahu lagi siapakan mereka itu.” Imam Bukhari
rahimahullah mengatakan bahwa mereka itu –golongan yang selalu
mendapatkan pertolongan Allah- adalah ahli ilmu. Inilah bukti kebenaran
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka dia akan dipahamkan dalam urusan agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Inilah bukti yang gamblang tentang kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menimba ilmu –agama- maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim).
Tidakkah
kita ingat prestasi para sahabat di sisi Allah ta’ala? Orang-orang
yang telah dikabarkan akan menghuni surga sementara jasad-jasad mereka
masih berjalan di atas muka bumi. Sebuah generasi yang diabadikan di
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dengan ukiran prestasi yang harum dan
menakjubkan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah
telah ridha kepada orang-orang beriman ketika mereka berjanji setia
kepadamu (Muhammad) di bawah pohon. Dia mengetahui apa yang ada di
dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan
memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.” (QS. al-Fath: 18).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Muhammad
adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras
kepada orang-orang kafir dan saling berkasih sayang sesama mereka. Kamu
lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia dari Allah dan
keridhaan-Nya. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan di dalam
Taurat dan sifat-sifat mereka yang diungkapkan di dalam Injil, yaitu
seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin
kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir…” (QS. al-Fath: 29).
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan di dalam Tafsirnya tentang ayat
ini, “Berdasarkan ayat ini Imam Malik rahmatullah ‘alaih -dalam sebuah
riwayat yang dinukil dari beliau- mengambil kesimpulan hukum untuk
mengkafirkan kaum Rafidhah/Syi’ah yang mereka itu membenci para sahabat
radhiyallahu’anhum. Imam Malik beralasan, ‘Sebab para sahabat itu
telah membuat mereka -yaitu orang Syi’ah- menjadi murka. Maka barang
siapa yang marah kepada para sahabat, itu artinya dia telah kafir
menurut ayat ini.’.”
Alangkah indah dan tegas ucapan Imam Malik.
Inilah petir yang akan menghanguskan segala upaya musuh-musuh Sunnah
untuk memadamkan cahaya kebangkitan dakwah salafiyah di bumi pertiwi
ini, yakinlah apabila kita benar-benar membela agama Allah maka Allah
tidak segan-segan untuk mengerahkan bala tentara-Nya demi membela
pasukan-pasukan Sunnah. Namun sebaliknya, apabila ternyata perjuangan
kita telah terkotori oleh motif-motif yang rendah dan hina maka jangan
salahkan siapa-siapa atas keterpurukan nasib kita. Bukankah Allah
ta’ala telah mengingatkan kita (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11).
Ikhwah
sekalian, apa yang kita lakukan ini belum seberapa apabila
dibandingkan dengan jasa besar para sahabat dalam menegakkan dakwah
Islam di muka bumi ini. Janganlah kita lupa daratan dan menganggap diri
kita suci. Para sahabat telah mencontohkan kepada kita bahwa sedikit
saja noda syirik mengotori hati manusia maka kekalahan tidak jauh dari
mereka, ingatlah kejadian di perang Hunain, ketika banyaknya jumlah
pasukan Islam telah membuat hati sebagian mereka ujub dan bangga diri
seolah tak akan terkalahkan. Mereka lupa bahwa kemenangan bukan di
tangan mereka, namun kemenangan itu adalah milik Allah yang akan
diberikan-Nya kepada hamba-hamba yang bertauhid dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
beramal salih di antara kalian, bahwa Dia akan memberikan kekuasaan
kepada mereka sebagaimana yang telah diberikan-Nya kepada orang-orang
sebelum mereka, dan sungguh Dia akan meneguhkan agama yang telah Dia
ridhai untuk mereka, serta Dia akan menukar rasa takut mereka dengan
keamanan, mereka beribadah kepada-Ku dan tidak mempersekutukan-Ku dengan
sesuatu apapun.” (QS. an-Nur: 55). Inna wa’dallahi haqq, walakinna aktsaran naasi laa ya’lamuun.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
http://muslim.or.id/manhaj/kemuliaan-hanya-dengan-kembali-kepada-manhaj-salaf.html
28 Agustus 2012
Kemuliaan, Hanya dengan Kembali kepada Manhaj Salaf
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar