Salah seorang terkemuka dari kalangan yang nyeleneh (aneh pendapatnya) dan bahkan orang-orang yang nyeleneh pun mengakuinya sebagai orang yang berperan penting dalam apa yang Dawam Rahardjo sebut liberalisme Islam (dalam menumbuhkan kenyelenehan?) adalah Mukti Ali guru besar IAIN Jogjakarta. Ini paling kurang adalah seperti yang diakui oleh Dawam Rahardjo di antaranya ditulis di Koran Republika. Cap buruk dari masyarakat belum sempat melekat di dalam nama Mukti Ali semasa hidupnya. Tetapi tokoh yang belum menerima gelar-gelar buruk itupun telah melakukan sebongkah pembelaan dan bahkan penumbuh kembangan perusakan Islam secara sistematis di Indonesia lewat pendidikan tinggi Islam dan karya tulis yang merusak Islam secara terang-terangan yaitu membela dan bahkan sebagai pemberi kata pengantar buku yang merusak aqidah Islam, berjudul Catatan Harian Ahmad Wahib, 1982. Apalagi mereka-mereka yang oleh masyarakat sudah diberi cap buruk atau paling kurang sebagai sosok nyeleneh (aneh pendapat-pendapatnya), bisa dijumpai di berbagai tempat di antaranya:
1. Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid, dosen di IAIN Jakarta, pendiri Yayasan Wakaf Paramadina dan rektor Universitas Paramadina Mulya Jakarta. Pada saat naskah ini ditulis, dia baru saja pulang dari perawatan di rumah sakit di Singapur ke rumah sakit pula di Pondok Indah Jakarta. Setelah hatinya dicangkok dengan hati orang Cina Komunis asli negeri Cina Tiongkok di Cina, dia harus dirawat di Singapura.
Pencangkokan hati itu mengharuskan Nurcholish disuntik untuk mengurangi daya tolak tubuh atas hati cangkokan baru itu. Namun akibatnya kekebalan tubuhnya harus dikurangi, maka ususnya terkena infeksi, dan harus dirawat di RS Singapur, selama 6 bulan. Kemudian pulang ke Indonesia bukan pulang ke rumah tetapi ke rumah sakit pula yaitu di Pondok Indah Jakarta, 17 Februari 2005, dengan harus selalu pakai masker, dan ditangani 6 dokter spesialis.
Nurcholish Madjid dulu (1970) mencoba mengemukakan gagasan “pembaharuan” dan mengecam dengan keras konsep negara Islam sebagai berikut:
“Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep “Negara Islam” adalah suatu distorsi hubungan proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang dimensinya adalah spiritual dan pribadi.”
Pada tahun 1970 Nurcholish Madjid melontarkan gagasan “Pembaharuan Pemikiran Islam”. Gagasannya itu memperoleh tanggapan dari Abdul Kadir Djaelani, Ismail Hasan Meutarreum dan Endang Saifuddin Anshari. Sebagai jawaban terhadap tanggapan itu Madjid mengulangi gagasannya itu dengan judul “Sekali lagi tentang Sekularisasi”.
Kemudian pada tanggal 30 Oktober 1972, Madjid memberikan ceramah di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dengan judul “Menyegarkan Faham Keagamaan di Kalangan Umat Islam Indonesia”. Salah satu kekeliruan yang sangat mendasar dari Nurcholish Madjid ialah pemahamannya tentang istilah “sekularisasi”. Ia menghubungkan sekularisasi dengan tauhid, sehingga timbul kesan “seolah-olah Islam memerintahkan sekularisasi dalam arti tauhid”.
Di samping itu Nurcholish mengemukakan bahwa Iblis kelak akan masuk surga. Ungkapannya yang sangat bertentangan dengan Islam itu ia katakan 23 Januari 1987 di pengajian Paramadina yang ia pimpin di Jakarta. Saat itu ada pertanyaan dari peserta pengajian, Lukman Hakim, berbunyi: “Salahkah Iblis, karena dia tidak mau sujud kepada Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah sujud hanya boleh kepada Allah?”
Dr. Nurcholish Madjid, yang memimpin pengajian itu, menjawab dengan satu kutipan dari pendapat Ibnu Arabi, dari salah satu majalah yang terbit di Damascus, Syria bahwa: “Iblis kelak akan masuk surga, bahkan di tempat yang tertinggi karena dia tidak mau sujud kecuali kepada Allah saja, dan inilah tauhid yang murni.”
Nurcholis juga mengatakan, “Kalau seandainya saudara membaca, dan lebih banyak membaca mungkin saudara menjadi Ibnu Arabi. Sebab apa? Sebab Ibnu Arabi antara lain yang mengatakan bahwa kalau ada makhluk Tuhan yang paling tinggi surganya, itu Iblis. Jadi sebetulnya pertanyaan anda itu permulaan dari satu tingkat iman yang paling tinggi sekali. Tapi harus membaca banyak.”
Itulah ungkapan pembela Iblis. Padahal Iblis jelas kafir, dan yang kafir itu menurut QS Al-Bayyinah ayat 6 tempatnya di dalam neraka jahannam selama-lamanya.
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS Al-baqarah: 34).
Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS Al-Bayyinah/ 98: 6).
Masalah hati Nurcholish Madjid dicangkok dengan hati Cina di Negeri Cina, ada orang yang jadi mudah teringat lontaran-lontaran Nurcholish Madjid dalam beberapa hal, yang kaitannya dengan Cina ataupun komunis, atau tentang pencangkokan.
Pertama: Nurcholish Madjid mempidatokan di universitas-universitas terkemuka di Eropa, Ramadhan 2002, bahwa Islam adalah agama hibrida alias cangkokan. Pidatonya itupun dimuat di situs JIL, islamlib.com. Nurcholish Madjid hanya mengemukakan secuil bukti yang dia ada-adakan, yaitu katanya, di Al-Qur’an ada lafal qisthas dari bahasa Yunani Justis yang artinya adil. Dan di Al-Qur’an ada lafal kafuro, menurut Nurcholish, dari bahasa Melayu, kapur barus. Dengan dua potong kata yang tanpa bukti ilmiah itu kemudian Nurcholish simpulkan bahwa Islam adalah agama hibrida, maka bukan Islamnya yang hibrida, tapi hati dia yang dihibrida dengan hati Cina Komunis.
Kedua, di tahun 1980-an, Bambang Irawan Hafiluddin gembong Islam Jama’ah dan Hasyim Rifa’i da’i Islam Jama’a'ah (keduanya kemudian keluar dari Islam Jama’ah karena menyadari aliran yang kini bernama LDII itu benar-benar sesat jauh) berkunjung ke rumah Nurcholish Madjid di Tanah Kusir Jakarta Selatan. Kedua tamu ini kaget ketika Nurcholish Madjid mereka tanya, Negara mana yang di dunia ini pantas untuk ditiru sebagai teladan. Ternyata jawaban Nurcholish: Negara Cina Tiongkok, karena di sana tidak ada perzinaan, pencurian dan sebagainya. Kedua tamu ini terheran-heran. Sampai dua puluh tahun keheranannya itu tambah teringat lagi ketika mereka mendengar berita bahwa Nurcholish Madjid hatinya dicangkok dengan hati Cina Komunis di negeri Cina, pertengahan tahun 2004. Ini menurut pengakuan Ustadz Hasyim Rifa’i kepada penulis ketika bertemu di Cisarua Bogor, menjelang Iedul Adha 1425H, Selasa 19 Januari 2004. Jadi Nurcholish Madjid benar-benar mendapatkan hati teladan (impiannya?).
Ketiga, Nurcholish Madjid menuduh PKI (Partai Komunis Indonesia) terhadap anak-anak Ma’had Al-Qolam Pasar Rumput Jakarta yang memberikan brosur kepada Nurcholish Madjid berupa jawaban/ bantahan atas ungkapan Nurcholish Madjid bahwa Iblis kelak akan masuk surga. Peristiwa tuduhan PKI yang terlontar dari mulut Nurcholish Madjid terhadap santri-santri yang berlangsung di tahun 1987 itu ternyata berbalik ke diri Nurcholish Madjid bahwa hati dia dicangkok dengan hati orang Cina Tiongkok yang komunisnya asli, bukan assembling seperti PKI. Debat dan tuduhan Nurcholish Madjid terhadap santri-santri itu dimuat di buku saya, Menangkal Bahaya JIL dan FLA, 2004.
2. Abdul Munir Mulkhan
Abdul Munir Mulkhan, wakil rektor UIN Jogjakarta dan petinggi di Muhammadiyah berpendapat, kalau yang masuk surga orang tertentu (Islam) saja maka akan kesendirian dan tak kerasan di surga. Dalam hal bicara surga, yang sebenarnya menurut Islam termasuk hal ghaib yang hanya boleh bicara berdasarkan wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah) karena yang tahu kunci-kunci hal ghaib itu hanya Allah dan para utusan yang Dia beritahu, namun Mulkhan sangat berani mereka-reka dengan mengatakan, Surga Tuhan itu nanti dimungkinkan terdiri dari banyak “kamar” yang bisa dimasuki dengan beragam jalan atau agama. Karena itu, semua manusia berpeluang masuk surga sesuai keagamaan dan kapasitasnya masing-masing, jika benar-benar memang percaya (iman) dan berminat.
Ungkapan-ungkapan Abdul Munir Mulkan ini adalah kebohongan yang dilandasi dengan duga-duga belaka, tidak lebih unggul dibanding dukun-dukun yang mengaku-ngaku dirinya tahu rahasia kegaiban atas bisikan Syetan sebagai walinya. Ungkapannya yang sangat berbahaya adalah: “Surga Tuhan itu nanti dimungkinkan terdiri dari banyak “kamar” yang bisa dimasuki dengan beragam jalan atau agama.” Kalimat Abdul Munir Mulkhan itu bertentangan dengan Al-Qur’an:
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS Ali Imran: 85).
Di kesempatan lain Mulkhan mengatakan, “Dalam logika orang desa, kalau ada satu kelompok yang merasa benar sendiri dan yang lain dituding salah atau sesat, nanti saya khawatir kesepian di surga; tidak ada temannya. Klaim-klaim kebenaran absolut seperti itu sesungguhnya lebih menunjukkan, barangkali dalam bahasa yang agak sarkastik, kurang menyadari bahwa hidup sosial tidak bisa sendirian. Di hutan saja pun tidak bisa hidup sendirian, mesti bersama hewan-hewan, pohon-pohonan dan semak belukar.”
Ungkapan Abdul Munir Mulkan, “kesendirian, tidak kerasan di surga” dan sebagainya itu bertentangan dengan ayat:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya. (QS Al-Kahfi/ 18: 107-108).
Kalau orang Liberal masih berkilah bahwa mukmin di situ termasuk pula kini orang-orang Yahudi, Nasrani dan lainnya, maka kilah mereka itu sudah ada jawaban tuntasnya:
‘An Abii Hurairota ‘an Rasuulillahi annahu qoola: “Walladzii nafsi Muhammadin biyadihi, laa yasma’u bii ahadun min haadzihil Ummati Yahuudiyyun walaa nashrooniyyun tsumma yamuutu walam yu’min billadzii ursiltu bihii illaa kaana min ash-haabin naari.” (Muslim).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.”
(Hadits Riwayat Muslim bab Wujubul Iimaan birisaalati nabiyyinaa ilaa jamii’in naasi wa naskhul milal bimillatihi, wajibnya beriman kepada risalah nabi kita saw bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau).
3. Djohan Effendi
Djohan EFfendi, anggota resmi aliran sesat Ahmadiyah, penyunting buku Catatan Harian Ahmad Wahib Pergolakan Pemikiran Islam. Isinya sangat menyesatkan, di samping mengkampanyekan faham pluralisme agama (menyamakan semua agama) masih pula ditambah dengan pernyataan-pernyataan yang menghina Nabi Muhammad, misalnya Wahib menginginkan nabi yang tingkat internasional.
4. Dawam Rahardjo
Dawam Rahardjo, petinggi Muhammadiyah pembela aliran-aliran sesat di antaranya Ahmadiyah, bahkan dirinya mengatasnamakan Muhammadiyah mengundang Tahir Ahmad yang dianggap Khalifah ke-4 bagi Ahmadiyah, tinggal di London, untuk datang ke Indonesia.
Dawam Rahardjo lah yang menyambut kehadiran Tahir Ahmad penerus nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad di Bandara Cengkareng Jakarta dengan mengalungkan bunga padanya dan membawa-bawa penerus nabi palsu itu ke ketua MPR Amien Rais dan Presiden Gus Dur tahun 2000.
Padahal Ahmadiyah itu selain memalsu nabi, memalsu pula ayat-ayat Al-Qur’an dengan memiliki kitab suci Tadzkirah. Namun semua itu dianggap sama saja dengan Islam, dan hanya beda penafsiran, menurut Dawam Rahardjo yang suka membela lagi mengusung kesesatan ini.
Dawam Rahardjo ini pula yang membela Ulil Abshar Abdalla dalam kasus penghinaan Islam dengan tulisan Ulil di Kompas, 18 Nopember 2002, Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam. Isinya, menegaskan bahwa Ulil tidak percaya adanya hukum Tuhan.
Ulil Abshar Abdalla menyatakan, bahwa: Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar (GATRA, edisi 21 Desember 2002). Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi (Kompas, 18 November 2002). Namun pernyataan Ulil yang menurut aqidah Islam telah memurtadkan itu justru dibela oleh Dawam Rahardjo, baik lewat tulisan-tulisannya, misalnya lewat Majalah Tempo pimpinan Gunawan Mohamad (orang yang dikagumi Ulil dan dipercaya oleh The Asia Foundation dan semacamnya untuk memelihara JIL dan sebangsanya).
Majalah Panjimas –yang sempat terbit sementara waktu hangat-hangatnya protes terhadap puncak kengawuran Ulil tahun 2002-2003, maupun lewat televisi misalnya Metro TV, sampai-sampai Dawam Rahardjo mengatakan bahwa Al-Qur’an itu filsafat, namun ketika ditanya oleh KH Athi’an Ali Da’i lewat telepon dari Bandung, Dawam Rahardjo hanya manyun belaka sebagaimana biasanya.
5. Muslim Abdurrahman
Muslim Abdurrahman penolak keras diterapkannya syari’ah Islam, pengurus Muhammadiyah pula. Dia mengatakan, kalau syari’at Islam diterapkan maka yang jadi korban pertama adalah perempuan. Perkataan ini sama dengan menuduh Allah itu dhalim. Na’udzubillahi min dzalik. Sebegitu beraninya, seorang makhluq membantah aturan Tuhannya, hanya karena untuk menyenangkan hati bossnya yang diyakini sebagai penentang Allah , sekaligus mengajak manusia kepada penentangan yang nyata.
6. Gus Dur atau Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Wahid pencetus gagasan assalamu’alaikum diganti dengan selamat pagi. Dalam tragedy Tsunami di Aceh 26 Desember 2004 yang menewaskan 150.000an jiwa lebih dan menghancurkan hampir seluruh bangunan, Gus Dur menyuara di Radio Jakarta News FM, agar mayat-mayat di Aceh itu dibakar saja ditempat. Alasannya, karena dia dibilangi adiknya, dr. Umar, katanya sarung tangan tidak cukup aman untuk mengevakuasi mayat-mayat. Ketika Gus Dur ditanya, apakah tidak melanggar agama, kalau mayat-mayat itu dibakar, Gus Dur malah mengemukakan bahwa yang menolak dibakarnya mayat-mayat itu hanya orang yang tak tahu agama (Islam).
Namun “fatwa” nyeleneh Gus Dur ini sebagaimana biasa sudah tidak digubris orang. Sebagaimana dia ketika kalah dalam pemilihan ketua umum PBNU di Muktamar NU di Boyolali Jawa Tengah 2004 lalu dia mengancam mau membuat NU tandingan pun orang banyak yang tidak menggubrisnya, kecuali sekadar sebagai ramai-ramai berita saja. Tetapi ini bukan berarti menutup kemungkinan adanya NU tandingan yang dia ancamkan.
7. Zainun Kamal
Zainun Kamal penghalal nikah antara Muslimah dengan lelaki Nasrani, pada Hari Ahad tanggal 28 November 2004 Zainun Kamal menikahkan wanita Muslimah. Suri Anggreni alias Fithri, dengan lelaki Kristen, Alfin Siagian, di Hotel Kristal Pondok Indah Jakarta Selatan. Lalu pengantin diberkati pendeta di situ. Ijab Qabul cara Islam, dibimbing oleh Dr Zainun Kamal, dosen UIN Jakarta, dari Yayasan Wakaf Madani, Kompleks Perumahan Dosen UIN Ciputat Jakarta Selatan. Ini telah menghalalkan yang haram, karena muslimah itu dengan tegas diharamkan menikah dengan lelaki kafir, dalam Surat:
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (QS Al-Mumtahanah/ 60: 10).
Orang Kristen itu jelas kafir, maka termasuk dalam larangan nikah dengan muslimah. Kekafiran orang Kristen itu ditegaskan dalam Surat Al-Bayyinah ayat 6:
Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.(QS Al-Bayyinah: 6.)
8. Munawir Sjadzali
Munawir Sjadzali – mendiang — penggagas penyamaan bagian waris antara laki-laki dan perempuan. Padahal dalam Al-Qur’an ditegaskan:
Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; (QS An-Nisaa’: 11).
Munawir juga berani menganggap beberapa ayat Al-Qur’an kini tidak relevan lagi. Dalam 10 tahun atau dua periode dia jadi menteri agama RI telah mengirimkan dosen-dosen IAIN ke Barat untuk apa yang disebut studi Islam, lebih dari 200 orang untuk meraih gelar doctor dan master di bidang agama. Aneh, belajar ilmu Islam kok kepada orang-orang kafir atau paling kurang orang sekuler di Barat. Padahal Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 120 dan QS Al-Baqoroh ayat 109 telah memperingatkan tentang bahaya orang-orang kafir Ahli Kitab, Yahudi dan Nasrani, yang sangat ingin mengembalikan Muslimin kepada kekafiran.
Pengiriman dosen-dosen IAIN ke Barat untuk belajar Islam kepada orang kafir yang sudah digalakkan sejak Menteri Agama Mukti Ali 1975 ini jelas tidak sesuai dengan petunjuk Allah , maka bila akibatnya rusak, itu sudah pasti. Bahasa Jawanya, kutuk marani sunduk atau ulo marani gebuk (Ikan mendatangi pancing atau ular mendatangi pukulan. Maknanya, usaha yang salah, payah-payah hanya mencari celaka). Dan itulah yang akibatnya kini alumninya banyak yang nyeleneh sebagaimana dalam uraian ini.
9. Harun Nasution
Harun Nasution tokoh di IAIN Jakarta yang menggemakan istilah pembaruan Islam dialihkan maknanya menjadi: memperbaharui dengan model modern/ Barat, sampai yang menghalalkan dansa-dansa campur aduk laki perempuan seperti Rifa’at At-Thahthawi (Mesir) pun dikategorikan dalam satu nama yaitu kaum Modernis.
Mendiang Prof Dr Harun Nasution alumni McGill Canada yang bertugas di IAIN Jakarta itu pun memuji Rifa’at Thahthawi (orang Mesir alumni Prancis) sebagai pembaharu dan pembuka pintu ijtihad (Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hal 49).
Padahal, menurut Ali Muhammad Juraisyah dosen Syari’ah di Jami’ah Islam Madinah, Rifa’at Thahthawi itu alumni Barat yang paling berbahaya. Rifa’at Thahthawi tinggal di Paris 1826-1831M yang kemudian kembali ke Mesir dengan bicara tentang dansa yang ia lihat di Paris bahwa hanya sejenis keindahan dan kegairahan muda (syalbanah), tidaklah fasik berdansa itu dan tidaklah fasik (tidak melanggar agama) berdempetan badan (dalam berdansa laki-perempuan itu, pen).
Ali Juraisyah berkomentar: Sedangkan Rasulullah bersabda:
“Likulli banii aadama haddhun minaz zinaa: fal ‘ainaani tazniyaani wa zinaahuman nadhru, walyadaani tazniyaani wazinaahumal bathsyu, warrijlaani tazniyaani wazinaahumal masy-yu, walfamu yaznii wazinaahul qublu, walqolbu yahwii wa yatamannaa, walfarju yushoddiqu dzaalika au yukaddzibuhu.”
Artinya: “Setiap bani Adam ada potensi berzina: maka dua mata berzina dan zinanya melihat, dua tangan berzina dan zinanya memegang, dua kaki berzina dan zinanya berjalan, mulut berzina dan berzinanya mencium, hati berzina dan berzinanya cenderung dan mengangan-angan, sedang farji/ kemaluan membenarkan yang demikian itu atau membohongkannya.”
(Hadits Musnad Ahmad juz 2 hal 243, sanadnya shohih, dan hadits-hadits lain banyak, dengan kata-kata yang berbeda namun maknanya sama).
Benarlah Rasulullah , dan bohonglah Syekh Thahthawi.
10. Kautsar Azhari Noer
Kautsar Azhari Noer, seorang dosen UIN Jakarta, penggema ajaran Ibnu Arabi dan pluralisme agama. Dr Kautsar Azhari Nur orang liberal dari Paramadina Jakarta ini dalam pidato Debat Fiqih Lintas Agama di UIN (Universitas Islam Negeri) Jakarta, 15 Januari 2004, berkata: “Akidah itu memang tidak sama. Akidah itu buatan manusia bukan buatan Tuhan.”
Komentar saya: Kalau aqidah itu buatan manusia, padahal fondasi dalam agama itu justru aqidah, dapatkah agama Allah yaitu Islam itu fondasinya hanya buatan manusia? Barangkali perkatan Dr Kautsar itu betul apabila yang dimaksud hanyalah agama buatan manusia, misalnya agama model Gatoloco dan Darmogandul, suatu kepercayaan di Jawa yang sangat menghina Islam dengan perkataan-perkataan porno dan jorok.
Tentang aqidah, penjelasan ini bisa disimak: Wakil Sultan (di Suriah tempat Ibnu Taimiyah bermukim, pen) bertanya tentang iktikad (Aqidah), maka Ibnu Taimiyah ra berkata: Aqidah bukan datang dariku, juga bukan datang dari orang yang lebih dahulu dariku tapi dari Allah dan Rasul-Nya, dan apa yang diijma’i oleh para salaf umat ini diambil dari kitabullah dan hadits-hadits Bukhari dan Muslim serta hadits-hadits lainnya yang cukup dikenal dan riwayat-riwayat shahih dari generasi salaf umat ini.
Anggapan pihak Paramadina bahwa aqidah mereka memang beda, yaitu pluralisme agama –menyamakan semua agama– adalah berbeda dengan orang Muslim yang aqidahnya tegas bahwa hanya Islam lah yang benar. Al-Qur’an menyatakan sesembahan orang non Islam/kafir itu bukan sesembahan orang Muslim dalam surat Al-Kafirun secara diulang-ulang. Tetapi dosen UIN Jakarta dan Paramadina ini berani mengatakan bahwa muslim tapi aqidahnya berbeda, yaitu pluralisme agama.
Bagaimanapun, keyakinan orang pluralis bertentangan dengan Islam, di antaranya bertentangan dengan Al-Qur’an Surat Al-Kafirun.
Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS Al-Kafirun: 1-6).
11. Zuhairi Misrawi
Zuhairi Misrawi (alumni filsafat Al-Azhar Mesir yang pernah diadili dan diharap istitab (bertaubat) kepada Allah SWT oleh teman-temannya di Mesir karena dianggap mengatakan bahwa shalat 5 waktu tidak wajib, kata Zainul Majdi MA alumni Al-Azhar dari Lombok, di dalam pertemuan para Ulama dan tokoh Islam di As-Syafi’iyah Jakarta, Rabu 6 Ramadhan 1425H/ 20 Oktober 2004.
Zuhairi Misrawi ini bertekad, seandainya dia jadi ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia), maka akan dia fatwakan, bahwa arti musyrik adalah politikus busuk. Lihat buku penulis, Mengkritisi Debat Fikih Lintas Agama, Al-kautsar, Jakarta, 2004).
12. Masdar F. Mas’udi
Masdar F. Mas’udi alumni IAIN Jogjakarta, orang NU yang menyuarakan kalau lelaki nekad berzina maka hendaknya pakai kondom, dan menyerukan musim haji wuqufnya bukan hanya di bulan Dzulhijjah tapi bisa di Bulan Syawwal dan Dzulqo’dah. Dosen Ilmu Fiqh, Dr. Khuzaimah T. Yango, alumni Mesir, menjelaskan dalam perkuliahan yang saya ikuti di MUI DKI Jakarta 1997 bahwa pendapat Masdar F. Mas’udi yang menyamakan pajak dengan zakat adalah jelas pendapat yang tidak benar dan tak punya landasan. Karena zakat jelas beda sekali dengan pajak. Dalam seminar pun sudah banyak yang membantah Masdar, kata Dr. Khuzaimah.
Rupanya setelah bermain-main dengan tema pajak dan zakat, Masdar masih punya “mainan” lagi yaitu tentang waktu pelaksanaan ibadah haji.
Waktu pun berjalan terus, sedang kedudukan seseorang bisa menanjak. Di tahun 2000, Masdar Farid Mas’udi yang tadinya disebut intelektual muda itu telah menjadi Katib Syuriyah PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan Anggota Dewan Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Dia dengan menulis embel-embel kedudukannya itu membuat artikel yang dimuat secara bersambung di Harian Republika, Jum’at tanggal 6 dan tanggal 13 Oktober 2000, berjudul Keharusan Meninjau Kembali Waktu Pelaksanaan Ibadah Haji.
Tulisan itu menyodorkan pendapat bahwa pelaksanaan ibadah haji hendaknya bukan hanya sekitar tanggal 8, 9, 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah, tetapi kapan saja asal selama 3 bulan (Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah). Alasan Masdar, karena jelas di dalam Al-Qur’an Al-Hajju asyhurun ma’lumat. Haji itu di bulan-bulan yang sudah diketahui (3 bulan tersebut). Jadi, menurut Masdar, janganlah Al-Qur’an dikorbankan oleh hadits Al-Hajju ‘arafah, haji itu adalah Arafah. (Istilah Al-Qur’an dikorbankan oleh hadits itu tidak pernah dipakai oleh ulama manapun. Saya baru dengar dari pernyataan Masdar itu).
Landasan pikiran Masdar, ia kemukakan bahwa ibadah haji itu ‘napak tilas’. Maka dimensi ruang itu lebih penting ketimbang dimensi lainnya termasuk waktu. Oleh karena itu, saran Masdar, agar pelaksanaan ibadah haji itu ya kapan saja, asal 3 bulan tersebut. Faham sesat dan melecehkan Islam ini dimuat di Kompas, Republika dan media lainnya.
13. Ulil Abshar Abdalla
Ulil Abshar Abdalla (generasi NU yang menulis bahwa hukum Tuhan itu tidak ada, dan vodca –minuman beralkohol lebih dari 16% bisa jadi di Rusia halal karena udaranya dingin sekali.
Ungkapan yang merusak Islam dan menghalalkan yang haram ini ditulis di Kompas 18 November 2002/ Ramadhan 1423H dan dalam wawancara dengan majalah di Jakarta. Orang ini mulai sengak perkataannya, misalnya dia mengecam Saudi dengan ungkapan bahwa duit petro dolar dari Arab itu paling hanya untuk mencetak Al-Qur’an dan buku-buku wahabi yang norak, anti intelektual… dst.
Gaya bicara semacam itu bisa mengindikasikan adanya kesombongan tersendiri, yang dalam Al-Qur’an justru disandang oleh orang-orang yang anti orang beriman:
Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman”, mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”. Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. QS Al-Baqarah: 13-16).
14. Luthfi Assyaukanie
Luthfi Assyaukani (orang Paramadina Mulia Jakarta yang menganggap teks Al-Qur’an mengalami copy editing oleh para sahabat. Ungkapan untuk meragukan kemurnian Al-Qur’an ini disiarkan lewat internet JIL, islamlib.com: “Saya cenderung meyakini bahwa Alquran pada dasarnya adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi tapi kemudian mengalami berbagai proses copy-editing oleh para sahabat, tabi’in, ahli bacaan, qurra, otografi, mesin cetak, dan kekuasaan.” (Islamlib.com –Merenungkan Sejarah Alquran, Oleh: Luthfi AssyaukanieTanggal dimuat: 17/11/2003).
Bagaimana liciknya orang liberal dari Paramadina ini, memasukkan berbagai unsur termasuk kekuasaan sebagai pelaku copy-editing terhadap wahyu Allah. Di masa sekarang perpolitikan yang sangat jauh dari Islam dan penguasanya tidak takut kepada Allah, lalu digambarkan bahwa Al-Qur’an pun mengalami copy-editing oleh kekuasaan, maka bisa dibayangkan betapa tajamnya untuk menyuntikkan pemahaman yang keliru mengenai kemurnian Al-Qur’an.
Betapa tega orang itu dalam menyuntikkan benih-benih untuk meragukan kemurnian Al-Qur’an. Tangan penguasa dengan bermodal kekuasaannya dianggap telah mengedit Al-Qur’an. Meskipun ada celoteh semacam itu, namun umat Islam tetap yakin terhadap penegasan Allah.
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS Al-Hijr: 9).
Pertanyaan yang perlu diajukan kepada Luthfi AsSyaukani, kenapa musuh Utsman bin Affan ra yang sampai membunuhnya, kemudian tidak membuat Al-Qur’an tandingan, kalau memang benar bahwa Utsman menggunakan kekuasaannya untuk mengedit Al-Qur’an?
15. Prof. Dr. M. Amin Abdullah
Prof. Dr. M. Amin Abdullah, Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah, Rektor IAIN Jogjakarta: “Tafsir-tafsir klasik Al-Quran tidak lagi memberi makna dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat.”
Komentar: Ini mengingkari ilmu. Sebab tafsir-tafsir klasik itu menyampaikan warisan ilmu dari Nabi Muhammad yang disampaikan kepada para sahabat, diwarisi tabi’in, lalu tabi’it tabi’in, yang kemudian diwairisi para ulama. Dengan cara menafikan makna dan fungsi tafsir-tafsir klasik Al-Qur’an, maka sebenarnya yang akan dibabat justru Al-Qur’annya itu sendiri. Karena kalau umat Islam sudah menafikan tafsir-tafsir klasik Al-Qur’an, maka tidak tahu lagi mana makna yang rajih (kuat) dan yang marjuh (lemah) dalam mengetahui isi Al-Qur’an. Di samping itu, masih mengingkari keadaan manusia. Seakan-akan manusia sekarang ini bukanlah manusia model dulu, tetapi makhluq yang baru sama sekali, tidak ada sifat-sifat kesamaan dengan manusia dulu. Padahal, dari dulu sampai sekarang, dan insya Allah sampai nanti, ciri-ciri dan sifat-sifat manusia itu sama. Yang munafiq ya ciri-ciri dan sifat-sifatnya sama dengan munafiq zaman dulu. Yang kafir pun demikian. Sedang yang mu’min sama juga ciri dan sifatnya dengan mu’min zaman dulu. Maka Allah telah mencukupkan Islam sebagai agama yang Dia ridhai, dan Al-Qur’an menjadi pedoman sepanjang masa, karena manusia zaman diturunkannya Al-Qur’an itu sifatnya sama dengan zaman sekarang ataupun nanti. Tinggal tergolong yang mana? Mu’min, munafiq atau kafir. Hanya itu.
Apalagi hanya tafsirnya, sedang Al-Qur’annya itu sendiri tidak menambah apa-apa kecuali menambah kerugian bagi orang-orang dhalim, dan menambah larinya orang-orang kafir dari kebenaran, memang.
Allah berfirman:
Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS Al-Israa’: 82).
Dan sesungguhnya dalam Al Qur’an ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). (QS Al-Israa’: 41).
Itulah komentar yang perlu disampaikan untuk Amien Abdullah (Rektor UIN Jogjakarta, penyeru diterapkannya metode hermeneutik untuk menafsiri Al-Qur’an, padahal hermeneutik itu metode untuk Injil yang memang teksnya penuh problem).
bersambung…
Tag: Ustadz Hartono Ahmad Jaiz
0 komentar:
Posting Komentar