Oleh Al Ustadz Abdullah Roy, Lc.
Seorang penanya hendaklah memiliki adab-adab dalam bertanya supaya dia bisa mengambil manfaat dari pertanyaan tersebut. Diantara adab-adab tersebut:
1. Ikhlash dalam bertanya
Diantara ikhlash dalam bertanya adalah bertanya untuk menghilangkan kebodohan dari diri kita atau diri orang lain, bukan untuk berdebat kusir atau sombong dihadapan para ulama atau riya (supaya dikatakan orang yang bersemangat menuntut ilmu).
Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk menyombongkan diri di hadapan para ulama atau untuk berdebat dengan orang-orang bodoh atau untuk menarik perhatian manusia maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka” (HR. At-Tirmidzy 5/32 no.2654, dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albany)
Berkata Ibnul Qayyim:
“Telah dikatakan: Jika anda duduk bersama seorang ‘alim (ahli ilmu) maka bertanyalah untuk menuntut ilmu bukan untuk melawan” (Miftah Daris Sa’adah 1/168)
2. Memperbagus pertanyaan
Berkata Ibnul Qayyim:
“Ilmu memiliki 6 tingkatan, yang pertama adalah bagusnya pertanyaan… dan sebagian orang ada yang tidak mendapatkan ilmu karena jeleknya pertanyaan, mungkin karena dia tidak bertanya sama sekali, atau bertanya tentang sesuatu padahal disana ada sesuatu yang lebih penting yang patut ditanyakan seperti bertanya tentang sesuatu yang sebenarnya tidak mengapa kita tidak mengetahuinya dan meninggalkan pertanyaan yang harus kita ketahui, dan ini adalah keadaan kebanyakan dari para penuntut ilmu yang bodoh.( Miftah Daris Sa’adah hal:169)
Diantara pertanyaan yang bagus adalah pertanyaan tentang ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu yang menunjukkan kita kepada kebaikan dan mengingatkan kita dari kejelekan. Adapun yang selainnya maka itu akan membawa mudharat atau tidak ada faidahnya.
Allah telah menyebutkan di dalam Al-Quran sebagian dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermanfaat seperti pertanyaan orang-orang musyrik tentang kapan hari kiamat (Al-A’raf:187) dan pertanyaan orang yahudi tentang ruh (Al-Isra’: 85), Atau pertanyaan tentang sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau jarang sekali karena itu termasuk berlebih-lebihan dan berprasangka belaka.
3. Menggunakan cara yang baik dalam bertanya
Diantaranya adalah berlemah lembut dalam bertanya karena yang demikian itu akan menjadikan yang ditanya memberikan ilmunya sebaik-baiknya.
Berkata Az-Zuhry:
“Dahulu Ubaidullah (yakni bin Abdullah bin ‘Utbah, seorang tabi’in) berlemah lembut ketika bertanya kepada Ibnu Abbas, maka beliau (Ibnu ‘Abbas) memberinya ilmu yang banyak” (Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hambal di Al-’Ilal wa Ma’rifatur Rijal 1/186, dan Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqat Al-Kubra 5/250)
Dan berkata Ibnu Juraij:
” Tidaklah aku mengambil ilmu ‘Atha kecuali dengan kelembutanku kepadanya” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jami Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih 2/423)
Diantara kebaikan dalam bertanya adalah mencari situasi dan kondisi yang tepat untuk bertanya.
4. Berdiskusi dengan cara yang baik kalau ada yang tidak disetujui dari jawaban orang yang ditanya.
5. Tidak mengadu domba diantara ahli ilmu seperti mengatakan: Tapi ustadz fulan (dengan menyebut namanya) mengatakan demikian, dan yang demikian termasuk kurang beradab. Namun kalau memang harus bertanya maka hendaklah mengatakan: Apa pendapatmu tentang ucapan ini? Tanpa menyebut nama orang yang mengucapkan. (Lihat Hilyah Thalibil Ilmi, Syeikh Bakr Abu Zaid dengan syarh Syeikh ‘Utsaimin hal: 178
Wallahu ta’alaa a’lam.
Seorang penanya hendaklah memiliki adab-adab dalam bertanya supaya dia bisa mengambil manfaat dari pertanyaan tersebut. Diantara adab-adab tersebut:
1. Ikhlash dalam bertanya
Diantara ikhlash dalam bertanya adalah bertanya untuk menghilangkan kebodohan dari diri kita atau diri orang lain, bukan untuk berdebat kusir atau sombong dihadapan para ulama atau riya (supaya dikatakan orang yang bersemangat menuntut ilmu).
Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk menyombongkan diri di hadapan para ulama atau untuk berdebat dengan orang-orang bodoh atau untuk menarik perhatian manusia maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka” (HR. At-Tirmidzy 5/32 no.2654, dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albany)
Berkata Ibnul Qayyim:
“Telah dikatakan: Jika anda duduk bersama seorang ‘alim (ahli ilmu) maka bertanyalah untuk menuntut ilmu bukan untuk melawan” (Miftah Daris Sa’adah 1/168)
2. Memperbagus pertanyaan
Berkata Ibnul Qayyim:
“Ilmu memiliki 6 tingkatan, yang pertama adalah bagusnya pertanyaan… dan sebagian orang ada yang tidak mendapatkan ilmu karena jeleknya pertanyaan, mungkin karena dia tidak bertanya sama sekali, atau bertanya tentang sesuatu padahal disana ada sesuatu yang lebih penting yang patut ditanyakan seperti bertanya tentang sesuatu yang sebenarnya tidak mengapa kita tidak mengetahuinya dan meninggalkan pertanyaan yang harus kita ketahui, dan ini adalah keadaan kebanyakan dari para penuntut ilmu yang bodoh.( Miftah Daris Sa’adah hal:169)
Diantara pertanyaan yang bagus adalah pertanyaan tentang ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu yang menunjukkan kita kepada kebaikan dan mengingatkan kita dari kejelekan. Adapun yang selainnya maka itu akan membawa mudharat atau tidak ada faidahnya.
Allah telah menyebutkan di dalam Al-Quran sebagian dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermanfaat seperti pertanyaan orang-orang musyrik tentang kapan hari kiamat (Al-A’raf:187) dan pertanyaan orang yahudi tentang ruh (Al-Isra’: 85), Atau pertanyaan tentang sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau jarang sekali karena itu termasuk berlebih-lebihan dan berprasangka belaka.
3. Menggunakan cara yang baik dalam bertanya
Diantaranya adalah berlemah lembut dalam bertanya karena yang demikian itu akan menjadikan yang ditanya memberikan ilmunya sebaik-baiknya.
Berkata Az-Zuhry:
“Dahulu Ubaidullah (yakni bin Abdullah bin ‘Utbah, seorang tabi’in) berlemah lembut ketika bertanya kepada Ibnu Abbas, maka beliau (Ibnu ‘Abbas) memberinya ilmu yang banyak” (Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hambal di Al-’Ilal wa Ma’rifatur Rijal 1/186, dan Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqat Al-Kubra 5/250)
Dan berkata Ibnu Juraij:
” Tidaklah aku mengambil ilmu ‘Atha kecuali dengan kelembutanku kepadanya” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jami Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih 2/423)
Diantara kebaikan dalam bertanya adalah mencari situasi dan kondisi yang tepat untuk bertanya.
4. Berdiskusi dengan cara yang baik kalau ada yang tidak disetujui dari jawaban orang yang ditanya.
5. Tidak mengadu domba diantara ahli ilmu seperti mengatakan: Tapi ustadz fulan (dengan menyebut namanya) mengatakan demikian, dan yang demikian termasuk kurang beradab. Namun kalau memang harus bertanya maka hendaklah mengatakan: Apa pendapatmu tentang ucapan ini? Tanpa menyebut nama orang yang mengucapkan. (Lihat Hilyah Thalibil Ilmi, Syeikh Bakr Abu Zaid dengan syarh Syeikh ‘Utsaimin hal: 178
Wallahu ta’alaa a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar