-->

24 Agustus 2012

Ajaran Tasawuf Merusak Aqidah Islam


Imam Syafi’i rahimahullah berkata : “Seandainya seorang menjadi sufi (bertasawwuf) di pagi hari, niscaya sebelum datang waktu Zhuhur, engkau tidak dapati dirinya, kecuali menjadi orang bodoh”. (al-Manaqib lil Baihaqi 2/207)
Wihdatul mashdar menjadi salah satu ciri Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam penetapan masaail aqidah, Mereka hanya berlandaskan misyakatun nubuwwah, wahyu dari Allah Ta’ala, tidak memandang akal, qiyas dan kasuf sebagai bagian sandaran aqidah. Justru tiga hal hal tersebut akan bertentangan banyak dengan nash al-Kitab dan Sunnah. Sehingga amat aneh bila ada orang yang mendahulukannya di atas hujjah-hujjah al-Qur’an dan Hadits. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja pernah menegur Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu dari sekedar melihat-lihat ‘lembar Taurat[1] yang sebelumnya merupakan kitab yang diturunkan dari langit telah dimasuki oleh tahrif-tahrif hasil penyelewengan tangan para pemuka agama mereka. Dan tentunya Taurat dalam konteks ini lebih afdhal daripada hasil qiyas akal manusia dan kayalan kalangan Sufi.[2]
Seiring dengan perjalanan waktu, semakin jauh umat dari masa kenabian, muncullah berbagai keyakinan dan ideologi dari luar al-Qur’an dan Sunnah yang mengintervensi aqidah Islamiyyah. Sufi dengan ajaran tasawufnya pun ikut menodai kejernihan dan keutuhan aqidah Islamiyyah. Masuknya ideologi ini ditengah masyarakat menyebabkan terjadinya kegoncangan aqidah pada akidah kebanyakan umat Islam, pemikiran dan pandangan-pandangan mereka dan secara otomatis menjauhkan mereka dari aqidah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah salah satu dampak buruk yang harus dirasakan bila kekeliruan dan penyimpangan sangat dominan di masyarakat, akhirnya khalayak menganggapnya sebagai kebenaran. Pihak yang menentangnya dipandang keluar dari al-haq. Dan anehnya, bangsa Barat memberikan atensi besar pada pengkajian khazanah ‘ilmiah’ Sufi, mencetak dan menyebarluaskannya serta menterjemahkannya ke berbagai bahasa. Tiada lain karena mereka sudah mengetahui bahaya Tasawuf bagi Islam dan umat Islam, bukan dalam rangka mendukung Islam. Wallahul musta’an.

DIBANGUN DI ATAS KEDUSTAAN JUGA
Kerusakan aqidah bila ditampakkan dengan terang-terangan, pasti akan ditolak oleh manusia-manusia yang berfitrah lurus dan berakal sehat. Maka, sebagian tokoh (tarekat Sufi) ajaran ini memperkenalkan tasawuf dengan slogan-slogan, visi dan misi yang menarik agar mudah menggandeng manusia sebanyak mungkin, menegaskan bahwa dakwah mereka sesuai dengan ajaran Islam, misi mereka untuk mensucikan kalbu, membina akhlak dan seterusnya slogan-slogan menarik guna mengelabui umat.
Seorang pemuka tarekat di Mesir, Mahmud as-Sathuhi menjelaskan bahwa Tasawuf merupakan inti sari pengalaman ajaran Islam, mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah, berjihad melawan musuh dan hawa nafsu. (!!). sebagian pemuka aliran Tasawuf bahkan memandang bahwa seluruh Sahabat Nabi, generasi Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in adalah pioner aliran Tasawuf karena sikap zuhud dan semangat berjihad mereka. (!?).
Ungkapan-ungkapan di atas hanyalah klaim kosong dan pernyataan yang tidak mendasar. Seorang Muslim yang berilmu akan merasa keheranan dengan Klaim-klaim (kosong tanpa bukti). Bagaimana mungkin mereka disebut mengikut al-Qur’an dan Sunnah, serta menjadi para pengikut dan penerus generasi terbaik umat?. Karena dari sisi aqidah terjadi perbedaan tajam antara aqidah para Sahabat dan kalangan Tasawuf, apabila dengan akidah tokoh besar Sufi, semisal Ibnu Arabi.
Namun keheranan ini akan segera sirna begitu mengetahui bahwa klaim-klaim palsu dan tuduhan-tuduhan asal-asalan merupakan salah satu uslub (metode) memasarkan ajaran mereka dan menjauhkan umat dari kebenaran
BENAR-BENAR MERUSAK AQIDAH ISLAMIYAH
Kekhawatiran terhadap ideologi Sufi tidak hanya lantaran kandungan penyelewengan akidah yang ada padanya. Akan tetapi, juga karena penyebarannya yang begitu luas di dunia Islam. Akibatnya, terbentuk semacam opini bahwa kebenaran adalah apa yang ada pada kaum Sufi (?!).
Seperti pepatah Arab, wabil mitsal yattadhihul maqal, dengan contoh, pernyataan akan bertambah jelas, maka di sini akan disebutkan beberapa contoh bagaimana ajaran tasawuf merubah kemurnian aqidah Islam :
- Aqidah Islam telah menetapkan Allah Ta’ala menciptakan makhluk-makhluk-Nya dari ‘adam (tidak ada sebelumnya), tidak dari Dzat-Nya dan bahwa semesta alam ini bukan khaliq (pencipta). Inilah aqidah yang dibawa al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sementara dalam kamus Sufi, diyakini bahwa segala yang ada di alam ini merupakan perwujudan Dzat Allah Ta’ala dengan aqidahnya yang dikenal dengan wihdatul wujud, kesatuan wujud.
- Aqidah Islam berdasarkan nash-nash al-Qur’an dan Hadits telah menentukan bahwa Allah Ta’ala berada di atas langit, bersemayam di atas Arsy sesuai dengan keagungan dan kebenaran-Nya. Allah Ta’ala berfirman : (Yaitu) Rabb yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy (QS. Thaha / 20:5)
Sementara dalam ilmu Tasawuf diajarkan bahwa Allah Ta’ala berada dimana-mana.
- Aqidah Islam menyatakan bahwa kenabian mutlak merupakan keutamaan yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada insan yang Allah kehendaki. Kenabian dan kerasulan tidak datang melalui keinginan nabi dan rasul yang bersangkutan atau atas permintaan mereka kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman : Allah memilih utusan-utusan-Nya. dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Melihat (QS. al-Hajj / 22:75).
Dalam hal ini, tokoh Sufi memandang kenabian dapat diraih melalui ketekunan melakukan riyadhah, sampai seorang tokoh Sufi, Ibnu Sab’in[3] mengatakan, “Ibnu Aminah (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah membatasi sesuatu yang lingkupnya luas ketika mengatakan, “Tidak ada nabi sepeninggalku”.
- Aqidah Islam menegaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan nabi serta rasul yang lain juga manusia-manusia seperti orang-orang yang lain dan masih berkewajiban menjalankan syariat. Akan tetapi, Allah Ta’ala memilih mereka dan mengutamakan mereka diatas kebanyakan orang sebagai utusan-utusan-Nya.
Adapun golongan Sufi berpandangan bahwa Nabi Muhammad sumber terciptanya makhluk-makhluk yang lain ( keyakinan ini dikenal dengan aqidah Nur Muhammadi). Mereka pun membawakan hadits-hadits palsu yang menyatakan jika tidak ada Muhammad maka alam semesta ini tidak akan pernah ada. Mereka pun memandang manusia bila sudah mencapai derajat tertentu tidak terkena kewajiban menjalankan syariat Islam.
- Sumber hukum aqidah Islam hanya du : al-Qur’an dan Hadits shahih, tidak ada sumber ketiga atau keempat dan seterusnya… sementara itu, kaum Sufi memiliki sumber aqidah yang lain yang dikenal dengan istilah ­al-kasuf dan al-faidh. Mereka secara nyata menyakininya sebagai landasan keyakinan.
- Aqidah Islam menjunjung tinggi tauhidullah dan datang untuk memberantas syirik dengan seluruh jenisnya dan praktek penyembahan kepada selain Allah Ta’ala. Sedangkan pada ajaran Tasawuf, praktek syirik sangat kentara dalam bentuk meminta kepada penghuni kubur, istighotsah kepada orang-orang yang telah mati, pengagungan kuburan dan lain-lain.
- Aqidah Islam telah menetapkan hanya Allah saja yang mengetahui alam gaib. Allah Ta’ala berfirman : Katakanlah : “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan (QS. an-Naml / 27:65).
Dalam hal ini, kaum Sufi menyatakan bahwa syaikh-syaikh tarekat memiliki kemampuan meneropong dan mengetahui alam gaib melalui jalan kasuf, dan menurut mereka lagi, mereka memperoleh ilmu itu dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Masih banyak keyakinan mereka lainnya yang jelas-jelas berseberangan dengan aqidah yang dibawah oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pendek kata, ajaran Tasawuf berdiri di atas landasan-landasan berikut :
Membagi agama menjadi lahir yang diketahui oleh orang-orang awam dan batin yang hanya dimengerti oleh kaum khos (orang-orang khusus saja).
Memegangi kasuf dan dzauq dalam penetapan masalah-masalah aqidah dan ibadah.
Melegalkan praktek syirik dan bahkan melakukan pembelaan untuknya.
Menshahihkan hadits melalui jalan kasuf
Beramal berdasarkan hasil mimpi
Beribadah dengan dasar dzauq dan wajd
Menyebarkan hadits-hadits lemah dan palsu dan mengamalkannya.
Membiasakan dzikir jama’i dan beribadah dengan menari-nari diiringi oleh suara-suara alunan bunyi seruling dan alat-alat musik lainnya. Bahkan penulis kitab Ihya Ulumuddin menulis satu bab di dalamnya dukungannya terhadap ‘ibadah’ dengan tarian dan musik disertai penjelasan tentang adab-adab dan menetapkan bahwa musik lebih menggelorakan hati daripada al-Qur’an dari tujuh aspek. (al-Ihya : 2/325-328).

Demikian point-point prinsip aqidah yang diajarkan dalam ilmu Tasawuf dan diyakini kalangan Sufi. Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari segala kerusakan dalam keyakinan kita. Wallahul a’lam.
Diangkat dari at-Tauhid fi Masiratil’Amalil Islami bainal Waqi wal Ma’mul, Abdul Aziz bin Abdullah, al-Husaini, pengantar Nashir bin Abdul Karim al-Aql, Cet I, Th. 1419 H, Darul Qasim. Lm. 25-33
Sumber: Majalah As-Sunnah edisi: 04-05/THN XV/Ramadhan/Syawal 1432H/Agustus 2011M
—————————————————–
[1] HR. Ahmad, al-Baihaqi, Ibnu Abi Ashim. Hadits hasan dengan berbagai jalur periwayatannya.

[2] Lihat Manhajul Istidlal ala Masail al-I’tiqad ‘Ind Ahlis Sunnah wal Jama’ah 1/41-42.
[3] Dia adalah ‘Abdul Haqq bin Ibrahim bin Muhammad bin Nashr bin Sab’in (613-668 H), seorang pemuka golongan Sufi dan termasuk berkeyakinan wihdatul wujud.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.