Dalam buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, halaman 195, pengarangnya mengatakan bahwa perkataan "Man tasyabbaha bi qaumin fa huwa minhum" (siapa yang mirip dengan suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut) adalah hanya pepatah Arab. Si pengarang berkomentar: Dalil yang sangat lemah dan rapuh seperti lemahnya sarang laba-laba. (dikutip dari buku "Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi", silahkan lihat scan halaman di bawah). Ini sangat jelas menghina hadits Rasulullah. Tapi tidak mengherankan karena memang buku tersebut penuh sarat dengan fitnah dan kebohongan yang nyata.
Padahal,
ini adalah hadits nabi shallallahu alaihi wasallam, diriwayatkan Imam
Ahmad, Abu Dawud, al-Baihaqi, dll. dari Ibnu Umar. dihasankan ibnu
Hajar (dalam Fathul Bari. dalam Bulughul Maram, beliau berkata:
dishahihkan ibnu Hibban) dan dishahihkan al-Iraqi (dalam takhrij
al-ihya'). Dan di dalam al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Haitami menyebut
hadits ini dengan mengatakan: wa qod waroda, yang artinya beliau mengakui eksistensi hadits ini.
Silahkan dilihat scan buku tersebut;
Anwar Baru Belajar.http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com
____________________________________________________
____________________________________________________
Silahkan dilihat takhrij hadits tersebut pada blog Abu Al Jauzaa:
Takhrij Hadits : “Barangsiapa yang Menyerupai Suatu Kaum, Maka Ia Termasuk Golongan Mereka” dan Faedah Ringkas yang Terdapat di dalamnya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
1. ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.
Diriwayatkan oleh Abu Daawud[1] no. 4031, Ahmad[2] 2/50 & 2/92[3], Ath-Thabaraaniy dalam Musnad asy-Syaamiyyiin[4] no. 216, ‘Abdun bin Humaid dalam Al-Muntakhab[5] no. 846, Ibnu Abi Syaibah[6] 5/313 & 12/531, Abu Ya’laa Al-Maushiliy sebagaimana dibawakan Al-Bushairiy dalam Ittihaaful-Khairah[7] no. 5437 & 6205, Ibnul-‘Arabiy dalam Mu’jam-nya[8] no. 1137, Ad-Diinawawiy dalam Al-Mujaalasah wa Jawaahirul-‘Ilmi[9] no. 147, Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan[10] no. 1199, Al-Harawiy dalam Dzammul-Kalaam[11] no. 476, Al-Khathiib dalam Al-Faqiih wal-Mutafaqqih[12] 2/73, Tamaam Ar-Raaziy dalam Al-Fawaaid[13] no. 770, Ibnul-Jauziy dalam Tabliis Ibliis[14] 1/170, Muhammad bin Nashr Ar-Ramliy dalam Tafsiir ‘Athaa’ Al-Khurasaaniy[15] no. 395, Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal[16] 34/324, Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar[17] 15/509, dan Ibnu Hajar dalam Taghliiqut-Ta’liq[18] 3/444;
dari beberapa jalan, dari ‘Abdurrahmaan bin Tsaabit bin Tsaubaan :
Telah menceritakan kepada kami Hassaan bin ‘Athiyyah, dari Abul-Muniib
Al-Jurasyiy, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
بُعِثْتُ
بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيكَ لَهُ، وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي، وَجُعِلَ
الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ"
“Aku
diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga hanya Allah semata
lah yang disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya; dijadikan rizkiku di
bawah bayangan tombakku; dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi
siapa saja yang menyelisihi perkaraku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Keterangan para perawi :
‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsaubaan Al-‘Ansiy, Abu ‘Abdillah Asy-Syaamiy Ad-Dimasyqiy Az-Zaahid (75 – 165 H).
Ahmad bin Hanbal berkata : “Hadits-haditsnya munkar”.
Di lain tempat ia berkata : “Tidak kuat dalam hadits”. Di lain tempat
ia berkata : “Ia seorang ahli ibadah dari kalangan penduduk Syaam”.
Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Shaalih”. Di tempat lain ia berkata : “Dla’iif”.
Di tempat lain ia berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Dan seperti
itulah yang dikatakan oleh ‘Aliy bin Al-Madiiniy, Ahmad bin ‘Abdillah
Al-‘Ijliy, dan Abu Zur’ah Ar-Raaziy (yaitu : “Tidak mengapa dengannya”).
Berkata Mu’aawiyyah bin Shaalih, ‘Utsmaan bin Sa’iid Ad-Daarimiy, dan
‘Abdullah bin Syu’aib Ash-Shaabuuniy, dari Yahyaa bin Ma’iin : “Dla’iif”.
Mu’aawiyyah menambahkan : “Aku bertanya (kepada Ibnu Ma’iin) :
“Apakah ditulis haditsnya ?”. Ia menjawab : “Ya, bersama dengan
kedla’ifannya. Ia seorang laki-laki yang shaalih”. Abu Bakr bin Abi
Khaitsamah, dari Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tidak ada apa-apanya”.
Ya’quub bin Syaibah As-Saduusiy berkata : “Para shahabat kami berbeda
pendapat tentangnya. Adapun Yahyaa bin Ma’iin melemahkannya, sedangkan
‘Aliy bin Al-Madiiniy mempunyai pandangan yang baik terhadapnya. Ibnu
Tsaubaan seorang laki-laki yang jujur, tidak mengapa dengannya…”.
‘Amru bin ‘Aliy berkata : “Hadits orang-orang Syaam itu semuanya dla’iif, kecuali beberapa orang, diantaranya : Al-Auzaa’iy, ‘Abdurrahmaan bin Tsaabit bin Tsaubaan,….”. Duhaim berkata : “Tsiqah, dituduh
berpemahaman Qadariyyah. Al-Auzaa’iy menuliskan hadits kepadanya. Aku
tidak tahu sesuatu yang menjadikan menolaknya”. Abu Haatim berkata : “Tsiqah”. Di tempat lain ia berkata : “….Berubah akalnya di akhir usianya, dan ia seorang yang haditsnya lurus (mustaqiimul-hadiits)”. Abu Daawud berkata : “Tidak mengapa dengannya”. An-Nasaa’iy berkata : “Dla’iif”. Di tempat lain ia berkata : “Tidak kuat”. Di tempat lain ia berkata : “Tidak tsiqah”.
Shaalih bin Muhammad Al-Baghdaadiy berkata : “Orang Syaam yang jujur,
kecuali ia punya madzhab Qadariyyah. Orang-orang mengingkari
hadits-haditsnya yang ia riwayatkan dari ayahnya, dari Mak-huul. Ibnu
Khiraasy berkata : “Dalam haditsnya terdapat kelemahan”. Ibnu ‘Adiy
berkata : “Ia mempunyai hadits-hadits yang baik….. Ia seorang laki-laki
yang shaalih, ditulis haditsnya bersamaan dengan kelemahannya. Adapun
ayahnya seorang yang tsiqah”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat.
Abu Bakr Al-Khathiib berkata : “Ia termasuk orang yang disifati
dengan zuhd, ahli ibadah, dan kejujuran dalam riwayat” [selengkapnya
lihat : Tahdziibul-Kamaal, 17/12-18 no. 3775]. Abu Zur’ah
Ad-Dimasyqiy pernah bertanya kepada ‘Abdurrahmaan bin Shaalih : “Apa
pendapatmu tentang Ibnu Tsaubaan ?”. Ia berkata : “Tsiqah” [Taariikh Abi Zur’ah, hal. 44 – Syaamilah]. Ibnu Syaahiin berkata : “Tidak mengapa dengannya” [Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 214 no. 765]. Ibnul-Jauziy memasukkannya dalam Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun (2/91 no. 1856).
Ibnu Hajar menyimpulkan : “Shaduuq, sering keliru (yukhthi’), dituduh berpemahaman Qadariyyah, dan berubah hapalannya di akhir usianya” [At-Taqriib, hal. 572 no. 3844]. Adz-Dzahabiy memasukkanya dalam kitab Man Tukullima fiihi Wahuwa Muwatstsaqun au Shaalihul-Hadiits
(hal. 324-325 no. 206). Di tempat lain Adz-Dzahabiy menyimpulkan :
“Ia bukanlah seorang yang banyak haditsnya, bukan pula hujjah, akan
tetapi seorang yang shaalihul-hadiits’ [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 7/314].
Al-Albaaniy berkata : “Hasanul-hadiits” [Irwaaul-Ghaliil, 2/136]. Di tempat lain ia berkata : “Hasanul-hadiits apabila tidak ada penyelisihan” [Ash-Shahiihah, 1/232]. Di tempat lain ia mengatakan : “Padanya ada kelemahan” [Dhilaalul-Jannaah no. 408]. Basyaar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth berkata : “Shaduuq hasanul-hadiits” [Tahriirut-Taqriib, 2/309-310 no. 3820].
Kesimpulan : Yang nampak di sini – wallaahu a’lam – ia seorang yang ahli ibadah lagi jujur. Akan tetapi ia diperbincangkan dari segi hapalannya. Oleh karena itu, haditsnya hasan bila
tidak ada penyelisihan, sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy. Apalagi, dalam periwayatan dari Hassaan bin ‘Athiyyah ia
tidak bersendirian.
Hassaan bin ‘Athiyyah Al-Muhaaribiy, Abu Bakr Asy-Syaamiy (w. setelah tahun 120 H).
Ibnu Hajar berkata : “Seorang yang tsiqah, faqiih, lagi ‘aabid” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 233 no. 1214]. Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Abul-Muniib Al-Jurasyiy Ad-Dimasyqiy Al-Ahdab.
Al-‘Ijliy berkata : “Orang Syaam, taabi’iy, tsiqah’. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam kitab Ats-Tsiqaat [Tahdziibul-Kamaal, 34/324-325]. Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1211 no. 8461]. Adz-Dzahabiy berkata : “Tsiqah” [Al-Kaasyif, 2/464 no. 6859]. Sejumlah perawi tsiqah meriwayatkan darinya (Tsaur bin Yaziid, Hassaan bin ‘Athiyyah, Daawud bin Abi Hind, Zaid bin Waaqid, dan ‘Aashim Al-Ahwal).
Kesimpulannya : Ia seorang yang tsiqah.
‘Abdurrahmaan bin Tsaabit dalam periwayatannya dari Hassaan bin ‘Athiyyah mempunyai muttabi’ dari Al-Auza’iy, sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Musykilul-Aatsaar[19] no. 231 dan Ibnu Hadzlam dalam Juz-nya[20] no. 31.
Al-Auzaa’iy, ia adalah ‘Abdurrahmaan bin ‘Amru bin Abi ‘Amru, Abu ‘Amru Al-Auzaa’iy; seorang imam tsiqah, jaliil, lagi faqiih (w. 157 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 593 no. 3992].
Sanad hadits ini adalah shahih.
2. Hudzaifah bin Al-Yamaan radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahruz-Zakhaar[21] 7/368 no. 2966 dan dalam Kasyful-Astaar no. 144, serta Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath[22] no.
8327; dari jalan Muhammad bin Marzuuq, ia berkata : Telah
mengkhabarkan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Khaththaab, ia berkata :
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin Ghuraab, ia berkata : Telah
mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Hassaan, dari Muhammad bin
Siiriin, dari Abu ‘Ubaidah bin Hudzaifah, dari ayahnya radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
" مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ "،
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Keterangan para perawi :
Muhammad bin Muhammad bin Marzuuq bin Bukair/Bakr Al-Baahiliy, Abu ‘Abdillah Al-Bashriy; seorang yang shaduuq, namun mempunyai beberapa keraguan (w. 248 H). Dipakai Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 893-894 no. 6311].
‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Khaththaab Al-Kuufiy, Abul-Hasan (w. 224 H). Abu Haatim berkata : “Shaduuq”. Ya’quub bin Syaibah berkata : “Tsiqah lagi shaduuq”. ‘Amru bin ‘Aliy berkata : “Tsiqah” [selengkapnya lihat : Tahdziibul-Kamaal 18/126-128 no. 3441]. Ibnu Hajar menyimpulkan : “Shaduuq” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 611 no. 4118]. Adz-Dzahabiy berkata : “Tsiqah” [Al-Kaasyif, 1/655 no. 3382].
Kesimpulan : Tsiqah.
‘Aliy bin Ghuraab Al-Fazaariy, Abul-Hasan (w. 184). Ahmad bin Hanbal berkata : “Aku mendengar darinya dalam satu majlis, dan ia melakukan tadliis. Dan aku tidaklah melihatnya kecuali ia seorang yang shaduuq”. Di lain tempat ia berkata : “Haditsnya termasuk hadits ahlush-shidq”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Shaduuq”. Di lain tempat ia berkata : “’Aliy itu tidak mengapa, akan tetapi ia berbuat tasyayyu’”. Di lain tempat ia berkata : “Tsiqah”.
Di lain tempat ia berkata : “Orang-orang telah berbuat dhalim
terhadapnya ketika membicarakannya”. Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair
berkata : “Ia mempunyai beberapa hadits munkar”. Abu Haatim berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Abu Zur’ah berkata : “’Aliy bin Ghuraab menurutku shaduuq, dan ia lebih aku senangi daripada ‘Aliy bin ‘Aashim”. Abu Daawud berkata : “Dla’iif, orang-orang meninggalkan haditsnya”. ‘Iisaa bin Yuunus berkata : “Ia seorang yang dla’iif,
dan aku ttidak menulis haditsnya. Abu Daawud mengatakan hal itu”.
An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya, dan ia sering melakukan tadlis”. Ibraahiim bin Ya’qqub Al-Juzjaaniy : “Saaqith”.
Mengomentari perkataan Al-Juzjaaniy ini, Al-Khathiib berkata : “Aku
mengira Ibraahiim mencelanya dikarenakan madzhabnya, karena ia ber-tasyayyu’. Adapun riwayatnya, orang-orang telah mensifatinya dengan kejujuran”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Digunakan sebagai i’tibar”. Ibnu Hibbaan berkata : “Ia meriwayatkan hadits-hadits maudlu’, sehingga batallah berhujjah dengannya. Ia seorang yang berlebih-lebihan dalam tasyayyu’”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Ia mempunyai riwayat-riwayat ghariib dan afraad. Dan ia termasuk orang yang ditulis haditsnya”. Ibnu Sa’d berkata : “Ia seorang yang shaduuq,
dan padanya ada kelemahan. Ia bershahabat dengan Ya’quub bin Daawud –
yaitu waziir Al-Mahdiy - , sehingga orang-orang meninggalkannya”.
Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Ammaar : ia seorang shahiibul-hadiits, yang luas pengetahuannya,… dan ia ber-tasyayyu’”. Ibnu Qaani’ berkata : “Orang Kuufah, Syi’ah, tsiqah”. ‘Utsmaan bin Abi Syaibah berkata : “Tsiqah” [selengkapnya lihat : Tahdziibul-Kamaal 21/90-96 no. 4120 dan Tahdziibut-Tahdziib 7/372]. Ibnu Hajar menyimpulkan : “Shaduuq, sering berbuat tadlis (yudallis), dan ber-tasyayyu’. Ibnu Hibbaan telah berlebihan dalam melemahkannya” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 703 no. 4817].
Kesimpulannya adalah sebagaimana kesimpulan Ibnu Hajar.
Hisyaam bin Hassaan Al-Azdiy, Abu ‘Abdillah Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, dan paling tsabt riwayatnya dari Muhammad bin Siiriin (w. 147/148 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahiih-nya [idem, hal. 1020-1021 no. 7339].
Muhammad bin Siiriin Al-Anshaariy, tabi’iy masyhur; seorang yang tsiqah lagi tsabat (w. 110 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 853 no. 5985].Sumber: