Penulis: Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain
Pertanyaan:
Berkembangnya dakwah Salafiyyah di kalangan masyarakat dengan pembinaan yang mengarah kepada perbaikan ummat di bawah tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam
 adalah suatu hal yang sangat disyukuri. Akan tetapi di sisi lain,  
orang-orang menyimpan dalam benak mereka persepsi yang berbeda-beda  
tentang pengertian Salafiyah itu sendiri sehingga bisa menimbulkan  
kebingunan bagi orang-orang yang mengamatinya, maka untuk itu dibutuhkan
  penjelasan yang jelas tentang hakikat Salafiyah itu. Mohon  
keterangannya!
Jawab: (Cukup mewakili untuk membantah tuduhan bahwa dakwah salaf, salaf adalah muhdats, red):
Salafiyah adalah salah satu penamaan lain dari Ahlussunnah Wal Jama’ah yang menunjukkan ciri dan kriteria mereka.
Salafiyah adalah pensifatan yang diambil dari kata  سَلَفٌ (Salaf) 
yang berarti mengikuti jejak, manhaj dan jalan Salaf.  Dikenal juga 
dengan nama سَلَفِيُّوْنَ (Salafiyyun). Yaitu bentuk jamak  dari kata 
Salafy yang berarti orang yang mengikuti Salaf. Dan juga  kadang kita 
dengar penyebutan para ‘ulama Salaf dengan nama As-Salaf Ash-Sholeh (pendahulu yang sholeh).
Dari keterangan di atas secara global sudah bisa  dipahami apa yang 
dimaksud dengan Salafiyah. Tapi kami akan menjelaskan  tentang makna 
Salaf menurut para ‘ulama dengan harapan bisa mengikis  
anggapan/penafsiran bahwa dakwah Salafiyah adalah suatu organisasi,  
kelompok, aliran baru dan sangkaan-sangkaan lain yang salah dan menodai 
 kesucian dakwah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam ini.
Kata Salaf ini mempunyai dua definisi; dari sisi bahasa dan dari sisi istilah.
Definisi Salaf secara bahasa
Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab: “Dan As-Salaf
 juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan  
kerabatmu yang mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan  
karena itulah generasi pertama dikalangan tabi’in mereka dinamakan As-Salaf Ash-Sholeh.”
Berkata Al-Manawi dalam At-Ta’arif jilid 2 hal.412: “As-Salaf bermakna At-Taqoddum (yang terdahulu). Jamak dari salaf adalah أََسْلاَفٌ (aslaf).”
Masih banyak rujukan lain tentang makna salaf dari sisi bahasa yang ini dapat dilihat dalam Mauqif Ibnu Taimiyyah minal ‘asya’irah jilid 1 hal.21.
Jadi arti Salaf secara bahasa adalah yang terdahulu,  yang awal dan 
yang pertama. Mereka dinamakan Salaf karena mereka adalah  generasi 
pertama dari ummat Islam.
Definisi Salaf secara Istilah
Istilah Salaf dikalangan para ‘ulama mempunyai dua makna; secara khusus dan secara umum.
Pertama: Makna Salaf secara khusus adalah generasi permulaan ummat Islam dari kalangan para shahabat, Tabi’in (murid-murid para Shahabat), Tabi’ut Tabi’in (murid-murid para Tabi’in)
  dalam tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan dalam hadits  
mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim dan lain-lainnya  
dimana Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam menyatakan:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya.”
Makna khusus inilah yang diinginkan oleh banyak  ‘ulama ketika 
menggunakan kalimat Salaf dan saya akan menyebutkan  beberapa contoh 
dari perkataan para ‘ulama yang mendefinisikan Salaf  dengan makna 
khusus ini atau yang menggunakan istilah Salaf dan mereka  inginkan 
dengannya makna Salaf secara khusus.
Berkata Al-Bajury dalam Syarah Jauharut Tauhid 
hal.111: “Yang dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang terdahulu  
dari para Nabi dan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka”.
Berkata Al-Qolasyany dalam Tahrirul Maqolah Syarah Ar-Risalah: “As-Salaf Ash-Sholeh
 yaitu generasi pertama yang mapan di atas ilmu, yang mengikuti petunjuk
  Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam lagi menjaga sunnah-sunnah  
beliau. Allah memilih mereka untuk bersahabat dengan Nabi-Nya dan  
memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya dan mereka itulah yang  
diridhoi oleh para Imam ummat (Islam) dan mereka berjihad di jalan Allah
  dengan sebenar-benar jihad dan mereka mencurahkan (seluruh kemampuan  
mereka) dalam menasehati ummat dan memberi manfaat kepada mereka dan  
mereka menyerahkan diri-diri mereka dalam menggapai keridhoan Allah”.
Dan berkata Al-Ghazaly memberikan pengertian terhadap kata As-Salaf dalam Iljamul ‘Awwam ‘An ‘ilmil Kalam hal.62: “Yang saya maksudkan dengan salaf adalah madzhabnya para shahabat dan Tabi’in”.
Lihat Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy hal.31 dan Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal.18-19.
Berkata Abul Hasan Al-Asy’ary dalam Kitab Al-Ibanah Min Ushul Ahlid Diyanah
 hal.21: “Dan (diantara yang) kami yakini sebagai agama adalah mencintai
  para ‘ulama salaf yang mereka itu telah dipilih oleh Allah ‘Azza Wa Jalla
 untuk bershahabat dengan Nabi-Nya dan kami memuji mereka sebagaimana  
Allah memuji mereka dan kami memberikan loyalitas kepada mereka  
seluruhnya”.
Berkata Ath-Thahawy dalam Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah:
  “Dan ulama salaf dari generasi yang terdahulu dan generasi yang 
setelah  mereka dari kalangan Tabi’in (mereka adalah) Ahlul Khair (ahli 
 kebaikan) dan Ahli Atsar (hadits) dan ahli fiqh dan telaah (peneliti), 
 tidaklah mereka disebut melainkan dengan kebaikan dan siapa yang  
menyebut mereka dengan kejelekan maka dia berada di atas selain jalan  
(yang benar)”.
Dan Al-Lalika`i dalam Syarah Ushul I’tiqod Ahlis Sunnah Wal Jama’ah
 jilid 2 hal.334 ketika beliau membantah orang yang mengatakan bahwa  
Al-Qura dialah yang berada di langit, beliau berkata: “Maka dia telah  
menyelisihi Allah dan Rasul-Nya dan menolak mukjizat Nabi-Nya dan  
menyelisihi para salaf dari kalangan Shahabat dan tabi’in dan  
orang-orang setelahnya dari para ‘ulama ummat ini”.
Berkata Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman jilid 2 
hal.251 tatkala beliau menyebutkan pembagian ilmu, beliau  menyebutkan 
diantaranya: “Dan mengenal perkataan-perkataan para salaf  dari kalangan
 shahabat, Tabi’in dan orang-orang setelah mereka”.
Dan berkata Asy-Syihristany dalam Al-Milal Wa An-Nihal
 jilid 1 hal.200: “Kemudian mengetahui letak-letak ijma’ (kesepakatan)  
shahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in dari Salafus Sholeh sehingga  
ijtihadnya tidak menyelisihi ijma’ (mereka)”.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Bayan Talbis Al-Jahmiyah
 jilid 1 hal.22: “Maka tidak ada keraguan bahwasanya kitab-kitab yang  
terdapat di tangan-tangan manusia menjadi saksi bahwasanya seluruh salaf
  dari tiga generasi pertama mereka menyelesihinya”.
Dan berkata Al-Mubarakfury dalam Tuhfah Al-Ahwadzy 
jilid 9 hal.165: “…Dan ini adalah madzhab Salafus Sholeh dari kalangan  
shahabat dan Tabi’in dan selain mereka dari para ‘ulama -mudah-mudahan  
Allah meridhoi mereka seluruhnya-”.
Dan hal yang sama dinyatakan oleh Al-’Azhim Abady dalam ‘Aunul Ma’bud jilid 13 hal.7.
Kedua: Makna salaf secara  
umum adalah tiga generasi terbaik dan orang-orang setelah tiga generasi 
 terbaik ini, sehingga mencakup setiap orang yang berjalan di atas jalan
  dan manhaj generasi terbaik ini.
Dan berkata Al-’Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly dalam Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa Sawathi’ Al-Asrar Al-Atsariyyah
 jilid 1 hal.20: “Yang diinginkan dengan madzhab salaf yaitu apa-apa  
yang para shahabat yang mulia -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka-  
berada di atasnya dan para Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik dan
  yang mengikuti mereka dan para Imam agama yang dipersaksikan keimaman 
 mereka dan dikenal perannya yang sangat besar dalam agama dan manusia  
menerima perkataan-perkataan mereka…”.
Berkata Ibnu Abil ‘Izzi dalam Syarah Al ‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal.196 tentang perkataan Ath-Thohawy bahwasanya Al-Qur`an diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Yakni merupakan perkataan para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan mereka itu adalah Salafus Sholeh”.
Dan berkata Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan dalam Nazharat Wa Tu’uqqubat ‘Ala Ma Fi Kitab As-Salafiyah
 hal.21: “Dan kata Salafiyah digunakan terhadap jama’ah kaum mukminin  
yang mereka hidup di generasi pertama dari generasi-generasi Islam yang 
 mereka itu komitmen di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan shahabat Muhajirin dan Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati mereka dengan sabdanya: “Sebaik-baik manusia adalah zamanku kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya….”
Dan beliau juga berkata dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘An As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah
 hal.103-104: “As-Salafiyah adalah orang-orang yang berjalan di atas  
Manhaj Salaf dari kalangan Shahabat dan tabi’in dan generasi terbaik,  
yang mereka mengikutinya dalam hal aqidah, manhaj, dan metode dakwah”.
Dan berkata Syaikh Nashir bin ‘Abdil Karim Al-‘Aql dalam Mujmal Ushul I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
 hal.5: “As-Salaf, mereka adalah generasi pertama ummat ini dari para  
shahabat, tabi’in dan imam-imam yang berada di atas petunjuk dalam tiga 
 generasi terbaik pertama. Dan kalimat As-Salaf juga digunakan kepada  
setiap orang yang berada pada setelah tiga generasi pertama ini yang  
meniti dan berjalan di atas manhaj mereka”.
Asal Penamaan Salaf Dan Penisbahan Diri Kepada Manhaj Salaf
Asal penamaan Salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya Fathimah radihyallahu ‘anha:
فَإِنَّهُ نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ
“Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya.” Dikeluarkan oleh Bukhary no.5928 dan Muslim no.2450.
Maka jelaslah bahwa penamaaan salaf dan penisbahan  diri kepada 
manhaj Salaf adalah perkara yang mempunyai landasan  (pondasi) yang 
sangat kuat dan sesuatu yang telah lama dikenal tapi  karena kebodohan 
dan jauhnya kita dari tuntunan syari’at yang dibawa  oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
 maka muncullah  anggapan bahwa manhaj salaf itu adalah suatu aliran, 
ajaran, atau  pemahaman baru, dan anggapan-anggapan lainnya yang salah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa
 jilid 4 hal 149 : “Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab
  salaf dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya, bahkan  
wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan (para ulama). Karena  
sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran”.
Berikut ini saya akan memberikan beberapa contoh untuk menunjukkan bahwa penggunaan nama salaf sudah lama dikenal.
Berkata Imam Az-Zuhry (wafat 125 H) tentang tulang  belulang bangkai 
seperti bangkai gajah dan lainnya: “Saya telah  mendapati sekelompok 
dari para ulama salaf mereka bersisir dengannya dan  mengambil minyak 
darinya, mereka menganggap (hal tersebut) tidak  apa-apa.” Lihat: Shohih Bukhary bersama Fathul Bary jilid 1 hal.342.
Tentunya yang diinginkan dengan ‘ulama salaf oleh  Az-Zuhry adalah 
para shahabat karena Az-Zuhry adalah seorang Tabi’i  (generasi setelah 
shahabat).
Dan Sa’ad bin Rasyid (wafat 213 H) berkata: “Adalah  para salaf, 
lebih menyenangi tunggangan jantan karena lebih cepat  larinya dan lebih
 berani”. Lihat : Shohih Bukhary dengan Fathul Bary jilid 6 hal.66 dan Al-Hafizh menafsirkan kata salaf: “Yaitu dari shahabat dan setelahnya”.
Berkata Imam Bukhary (wafat 256 H) dalam Shohihnya dengan Fathul Bary
 jilid 9 hal.552: “Bab bagaimana para ‘ulama salaf berhemat di  
rumah-rumah mereka dan di dalam perjalanan mereka dalam makanan, daging 
 dan lainnya.”
Imam Ibnul Mubarak (wafat 181 H) berkata: “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena ia mencerca para ‘ulama salaf.” Baca: Muqoddimah Shohih Muslim jilid 1 hal.16.
Tentunya yang diinginkan dengan kata salaf oleh Imam Bukhary dan Ibnul Mubarak tiada lain kecuali para shahabat dan tabi’in.
Dan juga kalau kita membaca buku-buku yang berkaitan  dengan 
pembahasan nasab, akan didapatkan para ’ulama yang menyebutkan  tentang 
nisbah Salafy (penisbahan diri kepada jalan para ‘ulama salaf),  dan ini
 lebih memperjelas bahwa nisbah kepada manhaj salaf juga adalah  sesuatu
 yang sudah lama dikenal dikalangan para ‘ulama.
Berkata As-Sam’any dalam Al-Ansab jilid 3 hal.273: “Salafy dengan difathah (huruf sin-nya) adalah nisbah kepada As-Salaf dan mengikuti madzhab mereka”.
Dan berkata As-Suyuthy dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal.22: “Salafy dengan difathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf.”
Dan saya akan menyebutkan beberapa contoh para ‘ulama  yang 
dinisbahkan kepada manhaj (jalan) para ‘ulama salaf untuk  menunjukkan 
bahwa mereka berada diatas jalan yang lurus yang bersih dari  noda 
penyimpangan:
1. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.183 setelah menyebutkan hikayat bahwa Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawy rahimahullah menghina ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu: “Kisah ini terputus, Wallahu A’lam. Dan saya tidak mengetahui Ya’qub Al-Fasawy kecuali beliau itu adalah seorang Salafy, dan beliau telah mengarang sebuah kitab kecil tentang As-Sunnah”.
2. Dan dalam biografi ‘Utsman bin Jarzad beliau  berkata: “Untuk 
menjadi seorang Muhaddits (ahli hadits) diperlukan lima  perkara, kalau 
satu perkara tidak terpenuhi maka itu adalah suatu  kekurangan. Dia 
memerlukan: Aqal yang baik, agama yang baik, dhobth  (hafalan yang 
kuat), kecerdikan dalam bidang hadits serta dikenal  darinya sifat 
amanah”.
Kemudian Adz-Dzahaby mengomentari perkataan tersebut,  beliau 
berkata: “Amanah merupakan bagian dari agama dan hafalan bisa  masuk 
kepada kecerdikan. Adapun yang dibutuhkan oleh seorang hafizh  
(penghafal hadits) adalah: Dia harus seorang yang bertaqwa, pintar, ahli
  nahwu dan bahasa, bersih hatinya, senantiasa bersemangat, seorang salafy,
  cukup bagi dia menulis dengan tangannya sendiri 200 jilid buku hadits 
 dan memiliki 500 jilid buku yang dijadikan pegangan dan tidak putus  
semangat dalam menuntut ilmu sampai dia meninggal dengan niat yang  
ikhlas dan dengan sikap rendah diri. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat 
 ini maka janganlah kamu berharap.” Lihat dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.280.
3. Dan Adz-Dzahaby berkata tentang Imam  Ad-Daraquthny: “Beliau 
adalah orang yang tidak akan pernah ikut serta  mempelajari ilmu kalam 
(ilmu mantik) dan tidak pula ilmu jidal (ilmu  debat) dan beliau tidak 
pernah mendalami ilmu tersebut, bahkan beliau  adalah seorang salafy.” Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 16 hal.457.
4. Dan dalam Tadzkirah Al-Huffazh jilid 4 hal.1431 dalam biografi Ibnu Ash-Sholah, berkata Imam Adz-Dzahaby: “Dan beliau adalah seorang Salafy yang baik aqidahnya.” Dan lihat: Thobaqot Al-Huffazh jilid 2 hal.503 dan Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.142.
5. Dalam biografi Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Isa bin  ‘Abdullah bin 
Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdasy, Imam  Adz-Dzahaby berkata: 
“Beliau adalah seorang yang terpercaya, tsabt (kuat  hafalannya), 
pandai, seorang Salafy….” Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.18.
6. Dan dalam Biografi Abul Muzhoffar Ibnu Hubairah,  Imam Adz-Dzahaby
 berkata: “Dia adalah seorang yang mengetahui madzhab  dan bahasa arab 
dan ilmu ‘arudh, seorang salafy, atsary.” Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal.426.
7. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam biografi Imam Az-Zabidy: “Dia adalah seorang Hanafy, Salafy.” Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal.316.
8. Dan dalam Biografi Musa bin Ibrahim Al-Ba’labakky,  Imam 
Adz-Dzahaby berkata: “Dan demikian pula beliau seorang perendah  hati, 
seorang Salafy.” Lihat: Mu’jamul Muhadditsin hal.283.
9. Dan dalam biografi Muhammad bin Muhammad  Al-Bahrony, Imam 
Adz-Dzahaby Berkata: “Dia seorang yang beragama, orang  yang sangat 
baik, seorang Salafy.” Lihat: Mu’jam Asy-Syuyukh jilid 2 hal.280 (dinukil dari Al-Ajwibah Al-Mufidah hal.18).
10. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam Lisanul Mizan Jilid 5 hal.348 dalam biografi Muhammad bin Qasim bin Sufyan Abu Ishaq: “Dan Ia adalah Seorang yang bermadzhab Salafy.”
Penamaan-Penamaan Lain Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Sebelum terjadi fitnah bid’ah perpecahan dan  perselisihan dalam 
ummat ini, ummat Islam tidak dikenal kecuali dengan  nama Islam dan kaum
 muslimin, kemudian setelah terjadinya perpecahan dan  munculnya 
golongan-golongan sesat yang mana setiap golongan menyerukan  dan 
mempropagandakan bid’ah dan kesesatannya dengan menampilkan bid’ah  dan 
kesesatan mereka di atas nama Islam, maka tentunya hal tersebut akan  
melahirkan kebingungan ditengah-tengah ummat. Akan tetapi Allah Maha  
Bijaksana dan Maha Menjaga agama-Nya. Dialah Allah yang berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.” (Q.S. Al Hijr ayat 9).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ  عَلَى الْحَقِّ لاَ 
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ  اللهِ وَهُمْ 
كَذَلِكَ
“Terus menerus ada sekelompok dari ummatku yang  mereka tetap 
nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang  mencerca 
mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka  dalam 
keadaan seperti itu.”
Maka para ‘ulama salaf waktu itu yang merupakan  orang-orang yang 
berada di atas kebenaran dan yang paling memahami  aqidah yang benar dan
 tuntunan syari’at Islam yang dibawa oleh  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
 yang murni yang belum  ternodai oleh kotoran bid’ah dan kesesatan, 
mulailah mereka menampakkan  penamaan-penamaan syari’at diambil dari 
Islam guna membedakan pengikut  kebenaran dari golongan-golongan sesat 
tersebut.
Berkata Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah:
لَمْ يَكُوْنُوْا يَسْأَلُوْنَ عَنِ الْإِسْنَادِ  فَلَمَّا وَقَعَتِ 
الْفِتْنَةُ قَالُوْا سَمّوْا لَنَا رِجَالَكُمْ  فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ 
السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ وَيُنْظَرُ  إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ 
فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ
“Tidaklah mereka (para ‘ulama) bertanya tentang isnad  (silsilah 
rawi). Tatkala terjadi fitnah mereka pun berkata:  “Sebutkanlah kepada 
kami rawi-rawi kalian maka dilihatlah kepada Ahlus  Sunnah lalu diambil 
hadits mereka dan dilihat kepada Ahlil bid’ah dan  tidak diambil hadits 
mereka.”
Maka Ahlus Sunnah Wal Jama’ah selain dikenal sebagai  Salafiyah, 
mereka juga mempunyai penamaan lain yang menunjukkan ciri dan  kriteria 
mereka.
Berikut ini kami akan mencoba menguraikan penamaan-penamaan tersebut dengan ringkas.
1. AL-FIRQOH AN-NAJIYAH
Al-Firqoh An-Najiyah artinya golongan yang selamat. Penamaan ini diambil dari apa yang dipahami dari hadits perpecahan ummat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ  فِرْقَةً 
وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ  فِرْقَةً 
وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ  فِرْقَةً 
كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ وَ  فِيْ 
رِوَايَةٍ : مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيِوْمَ وَأَصْحَابِيْ.
“Telah terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh  puluh satu 
firqoh (golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro  menjadi tujuh 
puluh dua firqoh dan sesungguhnya ummatku akan terpecah  menjadi tujuh 
puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan  ia adalah 
Al-Jama’ah dalam satu riwayat: “Apa yang aku dan para  shahabatku berada
 di atasnya sekarang ini.” Hadits shohih, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Dzilalil Jannah dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain rahimahumullah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Minhaj As-sunnah jilid 3 hal.345: “Maka apabila sifat Al-Firqoh An-Najiyah mengikuti para shahabat di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu adalah syi’ar (ciri, simbol) Ahlus Sunnah maka Al-Firqoh An-Najiyah mereka adalah Ahlus Sunnah”.
Dan beliau juga menyatakan dalam Majmu’ Al Fatawa jilid 3 hal.345: “Karena itu beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) menyifati Al-Firqoh An-Najiyah bahwa ia adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan mereka adalah jumhur yang paling banyak dan As-Sawad Al-A’zhom (kelompok yang paling besar)”.
Berkata Syaikh Hafizh Al-Hakamy: “Telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
 -yang selalu benar dan dibenarkan- bahwa Al-Firqoh An-Najiyah mereka  
adalah siapa yang di atas seperti apa yang beliau dan para shahabatnya  
berada di atasnya, dan sifat ini hanyalah cocok bagi orang-orang yang  
membawa dan menjaga sifat itu, tunduk kepadanya lagi berpegang teguh  
dengannya. mereka yang saya maksud ini adalah para imam hadits dan para 
 tokoh (pengikut) Sunnah.” Lihat Ma’arijul Qobul jilid 1 hal.19.
Maka nampaklah dari keterangan di atas asal penamaan Al-Firqoh An-Najiyah dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam.
Diringkas dari: Mauqif Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Min Ahli Ahwa`i Wal Bid’ah jillid 1 hal.54-59.
Dan Berkata Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wad’iy rahimahullah 
setelah meyebutkan dua hadits tentang perpecahan ummat: “Dua hadits ini 
 dan hadits-hadits yang semakna dengannya menunjukkan bahwa tidak ada  
yang selamat kecuali satu golongan dari tujuh puluh tiga golongan, dan  
adapun golongan-golongan yang lain di Neraka, (sehingga) mengharuskan  
setiap muslim mencari Al-Firqoh An-Najiyah sehingga teratur menjalaninya
  dan mengambil agamanya darinya.” Lihat Riyadhul Jannah Fir Roddi ‘Ala A’da`is Sunnah hal.22.
2. ATH-THOIFAH AL MANSHUROH
Ath-Thoifah Al-Manshuroh artinya kelompok yang mendapatkan pertolongan. Penamaan ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ  عَلَى الْحَقِّ لاَ 
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ  اللهِ وَهُمْ 
كَذَلِكَ
“Terus menerus ada sekelompok dari ummatku yang  mereka tetap 
nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang  mencerca 
mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka  dalam 
keadaan seperti itu.” Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits  Tsauban 
dan semakna dengannya diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim dari  hadits 
Mughiroh bin Syu’bah dan Mu’awiyah dan diriwayatkan oleh Muslim  dari 
Jabir bin ‘Abdillah. Dan hadits ini merupakan hadits mutawatir sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho` Ash-Shirath Al-Mustaqim 1/69, Imam As-Suyuthy dalam Al-Azhar Al-Mutanatsirah hal.216 dan dalam Tadrib Ar-Rawi, Al Kattany dalam Nazhom Al-Mutanatsirah hal.93 dan Az-Zabidy dalam Laqthul `Ala`i hal.68-71. Lihat: Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf.
Berkata Imam Bukhary tentang Ath-Thoifah Al-Manshuroh: “Mereka adalah para ‘ulama”.
Berkata Imam Ahmad: “Kalau mereka bukan Ahli Hadits saya tidak tahu siapa mereka.”
Al-Qodhi Iyadh mengomentari perkataan Imam Ahmad  dengan berkata: 
“Yang diinginkan oleh (Imam Ahmad) adalah Ahlus Sunnah  Wal Jama’ah dan 
siapa yang meyakini madzhab Ahlul Hadits.” Lihat: Mauqif Ahlus Sunnah Wal Jama’ah 1/59-62.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Muqoddimah Al ‘Aqidah Al Washitiyah: “Amma ba’du; Ini adalah i’tiqod (keyakinan) Al Firqoh An-Najiyah, (Ath-Thoifah) Al-Manshuroh sampai bangkitnya hari kiamat, (mereka) Ahlus Sunnah.”
Dan di akhir Al ‘Aqidah Al Washitiyah ketika memberikan definisi tentang Ahlus Sunnah, beliau berkata: “Dan mereka adalah Ath-Thoifah Al-Manshuroh yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mereka: “Terus
  menerus sekelompok dari ummatku diatas kebenaran manshuroh (tertolong)
  tidak membahayakan mereka orang yang menyelisihi dan mencerca mereka  
sampai hari kiamat” mudah-mudahan Allah menjadikan kita bagian dari mereka dan tidak memalingkan hati-hati kita setelah mendapatkan petunjuk.”
Lihat: Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal. 97-110.
3. AHLUL HADITS
Ahlul Hadits dikenal juga dengan Ashhabul hadits atau Ashhabul Atsar. Ahlul hadits artinya orang yang mengikuti hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan istilah Ahlul hadits ini juga merupakan salah satu nama dan kriteria Salafiyah atau Ahlus Sunnah Wal Jama’ah atau Ath-Thoifah Al-Manshurah.
Berkata Ibnul Jauzi: “Tidak ada keraguan bahwa Ahlun Naql Wal Atsar (Ahlul Hadits) yang mengikuti jejak-jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam mereka di atas jalan yang belum terjadi bid’ah.”
Berkata Al-Khathib Al-Baghdady dalam Ar-Rihlah Fii Tholabil Hadits hal.223: “Dan sungguh (Allah) Rabbul ‘alamin telah menjadikan Ath-Thoifah Al-Manshurah
 sebagai penjaga agama dan telah dipalingkan dari mereka makar  
orang-orang yang keras kepala karena mereka berpegang teguh dengan  
syari’at (Islam) yang kokoh dan mereka mengikuti jejak para shahabat dan tabi’in.”
Dan telah sepakat perkataan para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah bahwa yang dimaksud dengan Ath-Thoifah Al-Manshurah adalah para ‘ulama Salaf Ahlul Hadits.
  Hal ini ditafsirkan oleh banyak Imam seperti ‘Abdullah bin Mubarak,  
‘Ali bin Madiny, Ahmad bin Hambal, Bukhary, Al-Hakim dan lain-lainnya.  
Perkataan-perkataan para ‘ulama tersebut diuraikan dengan panjang lebar 
 oleh Syaikh Robi’ bin Hady Al-Madkhaly dan juga Syaikh Al-Albany dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah hadits no.270.
Lihat: Haqiqitul Bid’ah 1/269-272, Mauqif Ibnu Taymiyah 1/32-34, Ahlul Hadits Wa Ath-Thoifah Al-Manshurah An-Najiyah, Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf dan Al-Intishor Li Ashhabil Hadits karya Muhammad ‘Umar Ba Zamul.
4. Al-Ghuraba`
Al-Ghuraba` artinya orang-orang yang asing. Asal penyifatan ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah riwayat Muslim No.145:
بَدَأَ الْإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam mulai muncul dalam keadaan asing dan akan  kembali asing 
sebagaimana awal munculnya maka beruntunglah orang-orang  asing itu”. Dan hadits ini adalah hadits yang mutawatir.
Berkata Imam Al-Ajurry dalam Sifatil Ghuraba` Minal Mu’minin hal.25: “Dan perkataan (Nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam
 “Dan akan kembali asing” maknanya Wallahu A’lam sesungguhnya hawa nafsu
  yang menyesatkan akan menjadi banyak sehingga banyak dari manusia  
tersesat karenanya dan akan tetap ada Ahlul Haq yang berjalan diatas  
syari’at islam dalam keadaan asing di mata manusia, tidakkah kalian  
mendengar perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Akan  
terpecah ummatku menjadi 73 golongan semuanya masuk neraka kecuali satu,
  maka dikatakan siapa mereka yang tertolong itu? Maka kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apa-apa yang saya dan para shahabatku berada di atasnya pada hari ini.””
Berkata Imam Ibnu Rajab dalam Kasyful Kurbah fi washfi hali Ahlil Ghurbah
 hal 22-27: “Adapun fitnah syubhat (kerancuan-kerancuan) dan pengikut  
hawa nafsu yang menyesatkan sehingga hal tersebut menyebabkan  
terpecahnya Ahlul Qiblah (kaum muslimin) dan menjadilah mereka  
berkelompok-kelompok, sebagian dari mereka mengkafirkan yang lainnya dan
  mereka menjadi saling bermusuhan, bergolong-golongan dan  
berpartai-partai setelah mereka dulunya sebagai saudara dan hati-hati  
mereka diatas hati satu orang (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)
  sehingga tidak akan selamat dari kelompok-kelompok tersebut kecuali  
satu golongan yang selamat. Mereka inilah yang disebut dalam sabda  
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Terus menerus  
ada diantara ummatku satu kelompok yang menampakkan kebenaran, tidak  
mencelakakan mereka orang-orang yang menghinakan dan membenci mereka  
sampai datang ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala (hari kiamat) dan  
mereka tetap dalam keadaan tersebut.” Mereka inilah al-Ghuraba` di akhir zaman yang tersebut dalam hadits-hadits ini.…”
Demikianlah penamaan-penamaan syari’at bagi pengikut  Al-Qur`an dan 
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai  dengan pemahaman
 para ‘ulama salaf, yang apabila dipahami dengan baik  akan menambah 
keyakinan akan wajibnya mengikuti jalan para ‘ulama salaf  dan kebenaran
 jalan mereka serta keberuntungan orang-orang yang  mengikuti jalan 
mereka.
Cukuplah sebagai satu keistimewaan yang para  salafiyun berbangga 
dengannya bahwa penamaan-penamaan ini semuanya dari  Islam dan 
menggambarkan Islam hakiki yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
 dan tentunya hal ini sangat membedakan salafiyun dari ahlu bid’ah yang 
 bernama atau dinamakan dengan penamaan-penamaan yang hanya sekedar  
menampakkan bid’ah, pimpinan atau kelompok mereka seperti Tablighy  
nisbah kepada Jama’ah Tabligh yang didirikan oleh Muhammad Ilyas,  
Ikhwany nisbah kepada gerakan Ikhwanul Muslimin yang dipelopori oleh  
Hasan Al-Banna, Surury nisbah kepada kelompok atau pemikiran Muhammad  
Surur Zainal ‘Abidin, Jahmy nisbah kepada Jahm bin Sofwan pembawa  
bendera bid’ah keyakinan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk. Mu’tazily  
nisbah kepada kelompok pimpinan ‘Atho` bin Washil yang menyendiri dari  
halaqah Hasan Al-Bashry. Asy’ary nisbah kepada pemikiran Abu Hasan  
Al-Asy’ary yang kemudian beliau bertobat dari pemikiran sesatnya. Syi’iy
  nisbah kepada kelompok Syi’ah yang mengaku mencintai keluarga Nabi  
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan masih ada ratusan penamaan lain,  
sangat meletihkan untuk menyebutkan dan menguraikan seluruh penamaan  
tersebut, maka nampaklah dengan jelas bahwa penamaan Salafiyun-Ahlus Sunnah Wal Jama’ah-Ath-Thoifah Al-Manshurah-Al-Firqoh An-Najiyah-Ahlul Hadits adalah sangat berbeda dengan penamaan-penamaan yang dipakai oleh golongan-golongan yang menyimpang dari beberapa sisi:
Satu: Penamaan-penamaan syari’at ini adalah nisbah kepada generasi awal ummat Islam yang berada di atas tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
  maka penamaan ini akan mencakup seluruh ummat pada setiap zaman yang  
berjalan sesuai dengan jalan generasi awal tersebut baik dalam mengambil
  ilmu atau dalam pemahaman atau dalam berdakwah dan lain-lainnya.
Dua: Kandungan dari  penamaan-penamaan syari’at ini 
hanyalah menunjukkan tuntunan Islam yang  murni yaitu Al-Qur`an dan 
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam tanpa ada penambahan 
atau pengurangan sedikit pun.
Tiga: Penamaan-penamaan ini mempunyai asal dalil dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Empat: Penamaan-penamaan ini  hanyalah muncul untuk 
membedakan antara pengikut kebenaran dari jalan  para pengekor hawa 
nafsu dan golongan-golongan sesat, dan sebagai  bantahan terhadap bid’ah
 dan kesesatan mereka.
Lima: Ikatan wala’ (loyalitas) dan  baro’ 
(kebencian, permusuhan) bagi orang-orang yang bernama dengan  penamaan 
ini, hanyalah ikatan wala’ dan baro’ di atas Islam (Al-Qur`an  dan 
Sunnah) bukan ikatan wala’ dan baro’ karena seorang tokoh, pemimpin,  
kelompok, organisasi dan lain-lainnya.
Enam: Tidak ada fanatisme bagi orang-orang yang memakai penamaan-penamaan ini kecuali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena pemimpin dan panutan mereka hanyalah satu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
  berbeda dengan orang-orang yang menisbahkan dirinya ke  
penamaan-penamaan bid’ah fanatismenya untuk golongan, kelompok/pemimpin.
Tujuh: Penamaan-penamaan ini sama  sekali tidak akan
 menjerumuskan ke dalam suatu bid’ah, maksiat maupun  fanatisme kepada 
seseorang atau kelompok dan lain-lainnya.
Lihat: Hukmul Intima` hal 31-37 dan Mauqif Ahlus Sunnah wal Jama’ah 1/46-47.
Wallahu Ta’ala A’lam.
_________
http://an-nashihah.com/?p=18








 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar