Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc. MM.Pd
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah سبحانه وتعالى,
Ummat Islam di zaman sekarang dihadapkan pada terjadinya perpecahan  dan
 perselisihan yang berakibat pada munculnya berbagai jenis aliran  yang 
semuanya mengaku berada diatas kebenaran, namun pada hakekatnya  mereka 
telah terjerembab di dalam jurang kesesatan dan ketertipuannya  diri 
mereka atas hawa-hawa nafsu serta keberpalingan mereka dari  tuntunan 
Allah سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم yang sahih.
Aliran-aliran yang menyimpang tersebut menyebabkan kebanyakan orang  
awam menjadi bingung dan bimbang dalam menuntut ‘ilmu dien. Siapa yang  
harus diikuti? Siapa yang pantas menjadi panutan?
Namun, Alhamdulillah, akan senantiasa ada kebaikan pada  ummat Islam. 
Karena diantara ummat tersebut akan selalu ada segolongan  orang yang 
senantiasa berpegang teguh pada petunjuk dan kebenaran (yakni  Al Qur’an
 dan As Sunnah diatas pemahaman As Salafus Soleh)  sampai dengan hari 
Kiamat. Hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah   صلى الله عليه وسلم 
dalam sabdanya melalui Mu’awiyah رضي الله عنه  sebagai berikut: 
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى  
قَائِمَةً بِأَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ  
خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ عَلَى  
النَّاسِ
Artinya: “Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang tegak diatas 
kebenaran, tidak  akan membahayakan mereka siapapun yang menghina dan 
menyelisihi mereka  sehingga datang hari Kiamat sedang mereka tetap 
berada dalam kemenangan  terhadap manusia.” (Hadits Sahih Riwayat Imaam 
Muslim no: 5064)
Dengan demikian maka wajib bagi kita untuk mengikuti golongan yang 
mendapatkan barokah ini, yang selalu konsisten diatas deenul Islam yang 
benar sebagaimana yang dibawakan oleh Rasulullah  صلى الله عليه وسلم dan
 yang telah dipraktekkan oleh generasi Sahabat, Taabi’iin dan Taabi’ut 
Taabi’iin  serta orang-orang yang mengikuti kebaikan mereka hingga hari 
Kiamat –  semoga Allah سبحانه وتعالى menjadikan kita termasuk golongan 
ini.
Melanjutkan bahasan kita yang lalu, maka kali ini kita akan membahas suatu tema yang berjudul “Mengapa saya memilih manhaj Salaf”. Telah kita ketahui bahwa Salaf itu adalah Ahlus Sunnah, karena Salaf itu adalah Ash Sahabat.
Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang taabi’iin bernama Al Imaam Al Auzaa’i رحمه الله, “Ilmu itu adalah sesuatu yang disampaikan melalui para Sahabat, jika tidak berasal dari mereka maka itu bukanlah ‘ilmu.”
  Dengan demikian berikut ini akan dijabarkan lebih lanjut tentang 15  
poin yang mengokohkan alasan mengapa kita hendaknya memilih manhaj Salaf
  tersebut, yakni :
1)   Karena Allah سبحانه وتعالى ridho pada para Sahabat
Perhatikanlah Firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS At Taubah (9) ayat 100 : 
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ  
الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ  
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ  
تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ
  الْعَظِيمُ
Artinya: “Orang-orang yang terdahulu  lagi yang pertama-tama (masuk 
Islam) di antara orang-orang muhajirin dan  anshar dan orang-orang yang 
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka  dan merekapun 
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka  surga-surga yang 
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di  dalamnya 
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa “As Saabiquunal awwaluun” adalah generasi yang pertama-tama masuk Islam, yakni Sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshor.
Muhajirin, bermakna “Orang-orang yang Berpindah”, yang dimaksud adalah Sahabat yang hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Sementara Anshor, bermakna “Orang-orang yang Menolong”, yang dimaksud adalah Sahabat yang berasal dari Madinah, yang menolong kaum Muhajirin.
Sebagian kalangan di masyarakat kita, mereka justru mengkultuskan kyai /
 ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh mutaakhiriin yang sesungguhnya tidak 
ada jaminan keridhoan Allah سبحانه وتعالى atasnya. Apabila disuguhkan 
dalil yang sahih untuk meluruskan ke-Bid’ah-an mereka, maka mereka 
membantah dengan sikap taqlid yang ujung-ujungnya berakhir dengan 
kata-kata: “Pokoknya kata kyai-ku begitu…”, seakan-akan kyai-nya 
mendapat jaminan keridhoan Allah سبحانه وتعالى.
Wahai kaum muslimin, apabila hendak mencari panutan, maka ikutilah  
orang-orang yang telah Allah سبحانه وتعالى ridhoi, mengapa mesti taqlid 
terhadap kyai / ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh mutaakhiriin yang tidak 
ada jaminan keridhoan Allah سبحانه وتعالى atasnya?
2)   Para Sahabat yang Soleh itu telah dijamin masuk Surga oleh Allah سبحانه وتعالى
Ada Sahabat yang diabsen atau disebutkan namanya satu per satu secara  
jelas oleh Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bahwa mereka telah dijamin  
masuk Surga oleh Allah سبحانه وتعالى.
Dari ‘Abdurrohman bin ‘Auf  رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, 
أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ  وَعُمَرُ 
فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي  الْجَنَّةِ 
وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ  وَعَبْدُ 
الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدُ بْنُ أَبِي  وَقَّاصٍ فِي
 الْجَنَّةِ وَسَعِيدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ  فِي 
الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ
Artinya: “Abu Bakar didalam surga, ‘Umar didalam  surga, ‘Ali 
didalam surga, ‘Utsmaan didalam surga, Tholhah didalam  surga, Az Zubair
 didalam surga, ‘Abdurrohman bin ‘Auf didalam surga,  Sa’ad bin Abi 
Waqqosh didalam surga, Sa’iid bin Zaiid bin ‘Amr bin  Nufaiil didalam 
surga, dan Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrooh didalam surga.”(Hadiits Riwayat 
Imaam Ahmad رحمه الله no: 1675, menurut Syaikh  Syuaib Al Arna’uuth 
sanadnya kuat sesuai dengan syarat Imaam Muslim)
Bahwa Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda melalui ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه, 
أفضل نساء أهل الجنة خديجة بنت خويلد و فاطمة بنت محمد و مريم بنت عمران و آسية بنت مزاحم امرأة فرعون
Artinya: “Sebaik-baik wanita penghuni surga  adalah Khaadijah bintu 
Khuwailid, Faathimah bintu Muhammad, Maryam bintu  ‘Imran, dan ‘Aasiyah 
bintu Muzaahim istri Fir’aun.”(Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hibban رحمه 
الله no: 7010, menurut Syaikh Syuaib Al Arna’uuth sanadnya sahih)
Dan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda melalui Abu Hurairoh رضي  
الله عنه, sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhari رحمه الله no:  
 6542 dan Imaam Muslim رحمه الله no: 542 : 
يَدْخُلُ مِنْ أُمَّتِى الْجَنَّةَ  
سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ». فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ
  ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِى مِنْهُمْ. قَالَ « اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ 
 مِنْهُمْ ». ثُمَّ قَامَ آخَرُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ
  أَنْ يَجْعَلَنِى مِنْهُمْ. قَالَ « سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ
Artinya: “Akan masuk kedalam surga dari ummatku 70.000 orang tanpa hisab”.  
Lalu seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah , berdoalah pada Allah agar Allah menjadikan aku bagian dari mereka.” 
Jawab Rasul صلى الله عليه وسلم, “Ya Allah, jadikanlah dia bagian dari mereka.”
Lalu yang lain berkata pula, “Ya Rasulullah , bermohonlah agar Allah menjadikan aku bagian dari mereka.” 
Rasul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Kamu sudah didahului ‘Ukkaasyah.” 
Juga Hadits Sahih yang diriwayatkan oleh Imaam Ahmad رحمه الله no:  
27042 yang disahihkan oleh Syaikh Syuaib Al Arna’uuth, dari Sahabat  
Jaabir رضي الله عنه dari Ummu Mubasyiir رضي الله عنها (istri Zaid bin  
Tsaabit رضي الله عنه, salah seorang Sahabat penulis Al Qur’an), beliau  
berkata, “Rasulullah  صلى الله عليه وسلم suatu hari berada di rumah 
Hafshoh (– istri Rasulullah  صلى الله عليه وسلم, anak dari ‘Umar bin 
Khatthab رضي الله عنه –), lalu beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, 
لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ  
بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ قَالَتْ حَفْصَةُ أَلَيْسَ اللَّهُ عَزَّ  
وَجَلَّ يَقُولُ { وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا } ] مريم: 71[  
قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَهْ {
  ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا } (مريم: 72 
Artinya: ‘Orang yang ikut perang Badar dan Bayatul Ridwaan tidak seorangpun akan masuk neraka’.” 
Lalu Hafshoh رضي الله عنها berkata, “Bukankah Allah سبحانه وتعالى 
berfirman, ‘Tidaklah diantara kalian kecuali akan memasukinya’. (QS. 
Maryam ayat 71)
Kemudian Hafshoh رضي الله عنها berkata, “Rasul صلى الله عليه وسلم 
bersabda, ‘Allah berfirman, “Kemudian kami selamatkan orang-orang yang 
bertaqwa.” (QS Maryam ayat 72).”
Adakah diantara kyai / ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh mutaakhiriin  di 
zaman sekarang yang mendapat jaminan masuk surga dari Allah سبحانه  
وتعالى, sebagaimana para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم 
mendapatkannya? Mengapa perkataan kyai / ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh
 mutaakhiriin yang tidak ada jaminan Surga-nya itu lebih ditakuti, 
dijadikan “harga mati” dan lebih diutamakan daripada perkataan 
orang-orang Soleh terdahulu yang telah jelas jaminan Surganya?
3)   Karena para Sahabat itu telah terbukti berjuang menegakkan Islam dan menerapkan Islam pada diri mereka
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. As Sajdah (32) ayat 24 sebagai berikut: 
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Artinya: “Dan Kami jadikan diantara mereka itu  pemimpin-pemimpin yang 
memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika  mereka sabar. Dan adalah 
mereka meyakini ayat-ayat Kami.”
Yang dimaksud dalam ayat ini adalah para Sahabat Rasulullah  صلى الله 
عليه وسلم. Allah سبحانه وتعالى menjadikan para Sahabat  sebagai 
pemimpin, karena mereka disifati sebagai orang-orang yang  berpegang 
teguh pada syari’at Allah سبحانه وتعالى, sabar dan sangat  yakin 
terhadap ayat-ayat Allah سبحانه وتعالى. Para Sahabat itu  sangat 
istiqomah, hidup mereka dipenuhi dengan perjuangan melawan  orang-orang 
musyrik, orang-orang kaafir, orang Parsia maupun orang  Romawi sehingga 
Islam pada masa itu berkembang luas dan berjaya karena  perjuangan 
mereka yang luar biasa.
4)   Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah Pelopor / Penegak dalam memelihara kemurnian Islam
Dalam Hadits Sahih Riwayat Imaam Muslim رحمه الله no: 6629, dari  
Sahabat Abu Burdah, dari ayahnya, beliau رضي الله عنهما berkata, “Kami 
sholat maghrib bersama Rasulullah  صلى الله عليه وسلم, lalu kami duduk 
menunggu sampai datangnya waktu Isya.”
Maka Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bertanya, “Kalian masih disini?”
Para Sahabat pun menjawab, “Benar ya Rasul, kami menunggumu untuk sholat Isya bersamamu.”
Rasulullah  صلى الله عليه وسلم pun berkata, “Kalian telah berbuat sesuatu yang baik.”
Lalu Rasulullah  صلى الله عليه وسلم melihat kearah langit dan berkata, 
النُّجُومُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ  فَإِذَا
 ذَهَبَتِ النُّجُومُ أَتَى السَّمَاءَ مَا تُوعَدُ وَأَنَا  أَمَنَةٌ 
لأَصْحَابِى فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِى مَا يُوعَدُونَ  
وَأَصْحَابِى أَمَنَةٌ لأُمَّتِى فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِى أَتَى أُمَّتِى
  مَا يُوعَدُونَ
Artinya: “Bintang itu adalah penjaga langit.  Bintang pergi maka langit 
pun akan hancur. Aku adalah pengaman terhadap  para Sahabatku, jika aku 
pergi maka para Sahabatku akan mengalami apa  yang dijanjikan pada 
mereka (– maksudnya: fitnah – pen.). Dan para Sahabatku adalah penjaga Ummatku. Jika para Sahabat pergi maka Ummatku akan mengalami apa yang dijanjikan pada mereka (– maksudnya: fitnah – pen.).”
Jadi jika mencari panutan, maka ikutilah para Sahabat Rasulullah  صلى 
الله عليه وسلم yang telah Rasulullah  صلى الله عليه وسلم sendiri katakan
 sebagai “Penjaga Ummat Islam”.
Berdasarkan firman Allah سبحانه وتعالى didalam Al Qur’an, maka Bintang itu memiliki 3 fungsi yakni:
a) Sebagai Pelempar Syaithoon
Perhatikan QS. Ash Shoffaat (37) ayat 6 – 10 sebagai berikut: 
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاء  الدُّنْيَا 
بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ ﴿٦﴾ وَحِفْظاً مِّن كُلِّ شَيْطَانٍ  مَّارِدٍ ﴿٧﴾ 
لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ  مِن كُلِّ 
جَانِبٍ ﴿٨﴾ دُحُوراً وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ ﴿٩﴾ إِلَّا مَنْ  خَطِفَ 
الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ ﴿١٠
Artinya: 
(6) “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, 
(7) dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaithoon yang sangat durhaka, 
(8) syaithoon-syaithoon itu tidak dapat mendengar-dengarkan 
(pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. 
(9) Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, 
(10) akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.”
b) Sebagai Perhiasan
Perhatikan QS. Al Mulk (67) ayat 5 sebagai berikut: 
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاء  الدُّنْيَا
 بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُوماً لِّلشَّيَاطِينِ  وَأَعْتَدْنَا 
لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan 
bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar 
syaithoon, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang 
menyala-nyala.”
c) Sebagai Petunjuk
Perhatikan QS. Al An’aam (6) ayat 97 sebagai berikut: 
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ  النُّجُومَ لِتَهْتَدُواْ بِهَا فِي 
ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ قَدْ  فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ 
يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan Dia lah (Allah) yang menjadikan bintang-bintang bagimu, 
agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. 
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada 
orang-orang yang mengetahui.”
Rasulullah  صلى الله عليه وسلم mengumpamakan para Sahabatnya laksana  
Bintang-Bintang di langit, sehingga bila kita mengikuti mereka (para  
Sahabat) رضي الله عنهم maka insya Allah kita bisa menepis tipu  daya 
syaithoon yang terkutuk, menjadikan Islam tampak keindahan  ajarannya 
(laksana perhiasan) yang memancar dengan jelas di muka bumi,  juga 
mendapatkan petunjuk diantara gelapnya kesesatan, ke-Bid’ah-an dan 
maraknya penyimpangan yang ada.
5)   Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah sebaik-baik Ummat Islam
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 110 sebagai berikut: 
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ  
لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ  
وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً  
لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik  yang dilahirkan untuk manusia, 
menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah  dari yang munkar, dan beriman
 kepada Allah. Sekiranya  Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik 
bagi mereka; diantara  mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka 
adalah orang-orang yang  fasik.”
Gelar “Ummat Terbaik” itu Allah سبحانه وتعالى berikan kepada para
 Sahabat Rasulullah   صلى الله عليه وسلم, karena teguhnya mereka dalam 
ber-amar ma’ruf nahi munkar dan keimanan mereka yang sangat dalam dan 
besar kepada Allah سبحانه وتعالى.
Dan juga suatu Hadits yang telah kita bahas dalam beberapa kajian  yang 
lalu yakni Hadits Riwayat Imaam Al Bukhari no: 2652 dan Imaam  Muslim 
no: 6635, dari Sahabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, ia  berkata 
bahwa Rasulullah   صلى الله عليه وسلم bersabda: 
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah (orang yang hidup) pada masaku ini 
(– yaitu generasi Sahabat –), kemudian yang sesudahnya (– generasi 
Tabi’in –), kemudian yang sesudahnya (– generasi Tabi’ut Tabi’in –).”
6)   Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah Generasi Pilihan
Sahabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata, 
إنَّ اللهَ نَظَرَ إلى قلوبِ  العبادِ؛ 
فوجدَ قلبَ محمدٍ خيرَ قُلوبِ العبادِ فاصطفاه لنفسِه، فابتعثَه  برسالتِه،
 ثمَّ نَظرَ في قُلوبِ العبادِ بعدَ قلبِ محمدٍ، فوجدَ قلوبَ  أصحابِه خيرَ
 قُلوبِ العبادِ فجعلَهم وزراءَ نبيِّه، يُقاتلونَ على دينِه
Artinya: “Sesungguhnya Allah melihat pada hati  manusia, maka hati 
Muhammad lah sebaik-baik hati, sehingga Allah memilih  untuk diri-Nya 
dan mengangkatnya dengan keRasulan. Lalu Allah  melihat pada hati 
manusia setelah hati Muhammad, maka hati para Sahabat  Muhammad itulah 
sebaik-baik hati, sehingga Allah pun menjadikan mereka  sebagai para 
mentri Nabi-Nya. Para Sahabat itu berperang membela dirinya…..” (Musnad 
Ahmad)
Berarti para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah  generasi
 pilihan / ideal yang Allah سبحانه وتعالى  tempatkan untuk  menjadi 
pendamping Rasul-Nya Muhammad صلى الله عليه وسلم dalam  menampakkan 
kebenaran, keindahan dan kelurusan deenul Islam di  muka bumi ini. 
Berbeda halnya dengan kita yang sangat jauh dari kualitas  imaan mereka 
para Sahabat, maka dari itu merekalah yang lebih pasti  keberhakannya 
untuk diikuti.
7)   Karena persaksian Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu diterima oleh Allah سبحانه وتعالى
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 143 : 
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), 
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) 
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…”
Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah Ummat yang 
mempunyai sikap pertengahan (wasathiyyah) diantara ifrooth (melampaui 
batas) dan tafriith  (menyia-nyiakan); dan pertengahan diantara 
berlebih-lebihan dan  sewenang-wenang, baik dalam masalah ‘aqidah, hukum
 ataupun akhlaq. Allah  سبحانه وتعالى jadikan mereka sebagai saksi bagi 
perbuatan manusia,  karena mereka memiliki sifat yang adil.
8)   Karena Rasulullah  صلى الله عليه وسلم menyuruh kita agar mengikuti para Sahabatnya رضي الله عنهم 
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Luqman (31) ayat 15 sebagai berikut: 
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “… dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian 
hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah
 kamu kerjakan.”
Yang dimaksud dengan “Jalannya orang-orang yang kembali pada Allah 
سبحانه وتعالى” itu adalah Jalannya para Sahabat Rasulullah  صلى الله 
عليه وسلم.
Juga Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Dhiyaa’ Al Maqdiisy رحمه الله dalam kitab “Al Mukhtaroh” no: 2733, bahwa Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda, 
تفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلهم في النار إلا واحدة قالوا وما هي تلك الفرقة قال ما أنا عليه اليوم وأصحابي
Artinya: “Ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Setiap 
mereka (semua golongan) itu akan masuk neraka kecuali satu,” Kemudian 
mereka para Sahabat bertanya, “Apa itu ya Rasulullah ? Dan kelompok 
apakah itu?” Lalu Rasul صلى الله عليه وسلم menjawab, “ Yakni apa-apa 
yang aku dan Sahabatku diatasnya hari ini.”
9)   Karena Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah orang yang paling selamat
Para Sahabat adalah orang yang paling dekat dengan sumber ‘ilmu yang  
murni yakni Muhammad Rasulullah  صلى الله عليه وسلم dan mereka adalah  
generasi awal hasil didikan langsung dari Rasulullah  صلى الله عليه  
وسلم.
Perhatikanlah Hadits Sahih Riwayat Imaam Al Bukhari رحمه الله no: 3606 dari Hudzaifah Ibnul Yamaan رضي الله عنه berikut ini : 
عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ  يَقُولُ 
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ  مَخَافَةَ 
أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا  فِي 
جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ  بَعْدَ
 هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ  ذَلِكَ 
الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا  دَخَنُهُ 
قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ  وَتُنْكِرُ 
قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ  دُعَاةٌ 
إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ  فِيهَا 
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ  جِلْدَتِنَا
 وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي  إِنْ 
أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ  
وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ  
قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ
  شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Artinya: Dari Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه berkata, “ 
Orang-orang bertanya pada Rasulullah  صلى الله عليه وسلم tentang 
kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejahatan, karena takut hal itu
 menimpaku.“ 
Maka aku katakan, “Wahai Rasulullah , sesungguhnya dulu kita  berada 
dalam kejahiliyahan (kebodohan) dan kejahatan, lalu Allah  datangkan 
pada kami kebaikan (–Islam –pent) ini, maka apakah setelah kebaikan ini 
akan datang kejahatan?” 
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?” 
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Tetapi di dalamnya terdapat noda.”
Aku bertanya lagi, “Noda apakah itu?” 
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yaitu suatu kaum yang berpedoman 
bukan dengan pedomanku. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.” 
Aku bertanya lagi, “Lalu apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?” 
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Yaitu para da’i  (penyeru) 
kepada pintu-pintu jahannam. Maka barangsiapa yang memenuhi  panggilan 
mereka, niscaya mereka akan mencampakkannya pada jahannam itu.” 
Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah , gambarkanlah kepada kami tentang mereka.”
Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.”
Aku bertanya, “Apa yang kau perintahkan padaku, jika hal itu menimpaku?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Berpegang teguhlah dengan jama’ah 
muslimin, dan Imaam mereka (– kelompok yang berpegang teguh dengan Al 
Haq – pent).”
Aku bertanya, “Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya Imaam?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Maka tinggalkan semua  golongan 
itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai kamu mati,  
sedangkan kamu berada dalam keadaan demikian.”
Dari Hadits diatas jelaslah diberitakan bahwa generasi awal (para 
Sahabat) itu adalah generasi yang paling murni ilmu dien-nya, dan 
generasi-generasi berikutnya adalah lebih keruh bila dibandingkan dari 
generasi awalnya. Oleh karena itu bila hendak mengambil ilmu dien, maka 
ambillah dari sumbernya yang murni, karena itulah yang paling selamat. 
Dan hendaknya kaum muslimin memperhatikan bahwa Rasulullah  صلى الله 
عليه وسلم telah mensinyalir akan adanya para da’i-da’i penyeru di pintu 
api neraka jahannam pada generasi-generasi sesudahnya. Maka hendaknya 
kaum muslimin berhati-hati, dari siapa ia mengambil ilmu diennya !
10)    Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah orang yang paling ‘aalim
Perhatikanlah atsar dari ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, dimana beliau berkata:
“Barangsiapa yang ingin mencontoh, maka contohlah para Sahabat 
Rasulullah  صلى الله عليه وسلم, kerena mereka itu hatinya paling baik, 
ilmunya paling dalam. Tidak membebani diri (– dengan apa-apa yang Bid’ah
 –). Petunjuknya paling lurus. Keadaan diennya paling baik. Dan Sahabat 
itu adalah suatu kaum yang Allah سبحانه وتعالى pilih  untuk mendampingi 
Rasulullah  untuk menegakkan dien-Nya. Maka  ketahuilah keutamaan 
mereka. Dan ikutilah peninggalan-peninggalan mereka  sebab mereka diatas
 petunjuk yang lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i  رحمه الله
 yang berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
Banyak para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم yang  
merupakan perintis madrosah ke-ilmuan di berbagai daerah, mereka antara 
 lain adalah ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه yang terkenal sebagai  
ahli ilmu Tafsiir di Mekkah, ‘Abdullooh bin Mas’uud  رضي الله عنه yang  
merupakan perintis madrosah keilmuan di Kuffah, ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي
  الله عنه yang merupakan perintis madrosah keilmuan di Madinah,  
‘Abdullooh bin Amr bin Al Ash رضي الله عنه yang merupakan perintis  
madrosah keilmuan di Mesir, dan lain sebagainya.
11)    Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah orang yang paling bijaksana
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. An Nahl (16) ayat 125 : 
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ  
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ  
أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ  
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Robb-mu dengan hikmah dan 
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.  
Sesungguhnya Robb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang  
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang  
yang mendapat petunjuk.”
Allah سبحانه وتعالى menyuruh kaum muslimin berdakwah dengan cara yang  
hikmah (nasehat) yang baik. Bagaimana seseorang menyeru manusia dengan  
hikmah apabila dirinya sendiri tidak memiliki hikmah?
Perhatikanlah kebijaksanaan yang tercermin dari perkataan ‘Umar bin  
‘Abdul Aziiz  رضي الله عنه, yang oleh Al Imaam Asy Syaafi’iy disebut  
sebagai Khaliifah ke-5, dimana suatu hari beliau bertemu dengan Sulaiman
  bin ‘Abdul Maalik
Kata Sulaiman bin ‘Abdul Maalik : “Wahai ‘Umar, apa yang mengagumkanmu?”
Jawab ‘Umar bin ‘Abdul Aziiz رضي الله عنه : “Aku merasa heran pada orang
 yang mengenal Allah سبحانه وتعالى, namun dia berma’shiyat pada Allah 
سبحانه وتعالى. Dan  aku heran pada orang yang tahu tentang Syaithoon, 
namun ia mentaatinya.  Dan aku pun heran pada orang yang tahu tentang 
dunia, namun ia justru  cenderung padanya.”
Dalam Hadiits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2323 dan Imaam Ibnu Maajah no: 4108, bahwa Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda: 
ما الدنيا إلا مثل ما يجعل أحدكم إصبعه في اليم فلينظر بماذا يرجع
Artinya: “Bahwa dunia itu tidaklah kecuali laksana telunjuk yang dicelup
 kedalam lautan yang luas, maka perhatikanlah apa yang tersisa.”
Perhatikanlah pula hikmah yang terselip dalam nasihat Imaam Al Laits bin
 Sa’ad Al Fahmy رضي الله عنه, seorang taabi’iin, beliau berkata : “Jika 
 kalian melihat orang berjalan diatas air maka janganlah kalian tertipu,
  sampai kalian mengadukan perkara itu kepada Al Qur’an dan As Sunnah.”
Maksud dari nasihat Imaam Al Laits bin Sa’ad Al Fahmy رضي الله عنه  
tersebut adalah janganlah mudah tertipu dengan seseorang yang tampaknya 
 hebat karena bisa berjalan di atas air (sebagaimana yang bisa dilakukan
  oleh para penyulap dan penyihir), namun hendaknya kembalikanlah 
perkara  tersebut pada Al Qur’an dan As Sunnah tentang hukum sulap 
maupun sihir.  Bagaimana tinjauan hukum Sulap maupun Sihir tersebut 
secara Syari’at  Islam? Bisa jadi apa yang tampak hebat dalam pandangan 
manusia, namun  itu justru merupakan perkara yang Harom yang dapat 
menjatuhkan manusia  ke jurang kesyirikan dan mendatangkan murka Allah 
سبحانه وتعالى.
12)    Yang mengikuti Salaf itu dipuji oleh Allah سبحانه وتعالى dan yang tidak mengikutinya dicela oleh Allah سبحانه وتعالى
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Az Zumar (39) ayat 17-18 : 
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ  أَن
 يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ  
عِبَادِ ﴿١٧﴾ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
  أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُوْلَئِكَ هُمْ أُوْلُوا  
الْأَلْبَابِ ﴿١٨
Artinya: (17) “Dan orang-orang yang menjauhi thoghut (yaitu) tidak 
menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab
 itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku,” (18) “yang 
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.
 Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka 
itulah orang-orang yang mempunyai akal.”
13)    Allah سبحانه وتعالى mengancam orang yang menyelisihi Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 115 :
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن  بَعْدِ 
مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ  الْمُؤْمِنِينَ 
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ  مَصِيراً
Artinya: “Dan barangsiapa yang menentang  Rasul sesudah jelas kebenaran 
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan  jalan orang-orang mu’min, Kami 
biarkan ia leluasa terhadap kesesatan  yang telah dikuasainya itu dan 
Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk 
tempat kembali.”
Dalam riwayat tersebut, yang dimaksud sebagai “jalannya orang-orang mu’min” (sabiilul mu’miniin) pada masa itu adalah jalan yang ditempuh para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم.
Juga firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Anfaal (8) ayat 13 : 
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَآقُّواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَمَن يُشَاقِقِ اللّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “ (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya 
mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah 
dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.”
14)    Wajib mencintai para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم dan dicela orang yang membenci Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم
Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhari no: 3673 dan Imaam Muslim no:  
6651, dari Sahabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه bahwa Rasulullah  
 صلى الله عليه وسلم bersabda: 
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Artinya: “Janganlah kalian mencaci maki  Sahabatku, sebab seandainya 
salah seorang dari kalian berinfaq sebesar  gunung Uhud emas, tidak akan
 sampai pada 1 mud (raupan keduatangannya)  diantara kalian bahkan tidak
 setengahnya sekalipun.”
Juga dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhari no: 17, dari Sahabat Anas  
bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda, 
آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ
Artinya:“Tanda keimanan itu adalah mencintai Al Anshor dan tanda orang munaafiq adalah membenci Al Anshor.”
15)    Mengikuti para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah kunci kejayaan Islam
Imaam Maalik bin Anas رضي الله عنه berkata, “Akhir ummat ini tidak akan 
berjaya atau tidak akan baik, kecuali dengan perkara yang menyebabkan 
generasi awalnya baik.”
Juga perkataan Imaam Al Auzaa’i  رضي الله عنه :
“Sabarkanlah dirimu diatas Sunnah. Berhentilah (menyikapi sesuatu), jika
 para Sahabat berhenti. Katakan apa yang mereka (para Sahabat) katakan. 
Dan  berhentilah (dalam membahas sesuatu), apabila para Sahabat tidak  
membahasnya. Dan titilah jalan As Salafus Soleh. Sesungguhnya kelapangan
  (kejayaan) akan kamu alami seperti mereka.”
Demikianlah 15 alasan mengapa kita hendaknya memilih manhaj Salaf. Dan 
sebagai penutup adalah wasiat dan untain kata-kata hikmah yang datang 
dari para Imaam Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah :
a)      Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه,  salah seorang Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم berkata:
“Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Sahabat Rasulullah  صلى 
الله عليه وسلم sebagai ibadah, maka janganlah kalian lakukan !  Karena 
generasi pertama itu tidak memberikan kesempatan kepada generasi  
berikutnya untuk berpendapat (dalam perkara dien). Bertaqwalah kepada  
Allah سبحانه وتعالى wahai para qurro’ (ahlul qiro’ah) dan ambillah jalan
 orang-orang sebelum kalian !” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Baththah 
رحمه الله yang berjudul “Al Ibaanah”)
b)      ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, salah seorang Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم berkata:
“Barangsiapa mengikuti jejak (seseorang), maka ikutilah jejak 
orang-orang yang telah wafat, mereka adalah para Sahabat Muhammad صلى 
الله عليه وسلم. Mereka  adalah sebaik-baik ummat ini, paling baik 
hatinya, paling dalam ilmunya  dan paling sedikit berpura-pura. Mereka 
adalah suatu kaum yang telah  dipilih oleh Allah سبحانه وتعالى untuk 
menjadi Sahabat Nabi-Nya صلى الله عليه وسلم dan menyebarkan dien-nya; 
maka berusahalah untuk meniru akhlaq dan cara mereka. Karena mereka 
telah berjalan diatas petunjuk yang lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Al
 Baghowy رحمه الله yang berjudul “Syarhus Sunnah”)
c)      Khaliifah yang adil ‘Umar bin ‘Abdul Aziiz رضي الله عنه, salah seorang Taabi’iin berkata :
“Berhentilah kamu dimana para Sahabat berhenti (– dalam memahami nash 
–), karena mereka berhenti berdasarkan ilmu dan dengan penglihatan yang 
tajam,  mereka menahan (diri). Mereka lebih mampu untuk menyingkapnya 
dan lebih  patut dengan keutamaan. Seandainya hal tersebut ada 
didalamnya. Jika  kalian katakan: ‘Terjadi (suatu Bid’ah) setelah 
mereka’. Maka tidaklah diada-adakan kecuali oleh orang yang menyelisihi petunjuknya dan membenci Sunnah.
  Sungguh mereka telah menyebutkan dalam petunjuk itu apa yang melegakan
  (dada) dan mereka sudah membicarakannya dengan cukup. Dan apa yang  
dibawahnya, adalah orang yang meremehkan. Sungguh ada suatu kaum yang  
meremehkan mereka, lalu mereka menjadi kasar. Dan ada pula yang melebihi
  batas mereka, maka mereka menjadi berlebih-lebihan. Sungguh para  
Sahabat itu, diantara kedua jalan tersebut (– pertengahan sikap 
meremehkan dan berlebih-lebihan –), dan tentulah diatas petunjuk yang 
lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Qudamah رحمه الله yang berjudul 
“Lum’atul I’tiqodil Hadi Ilas Sabiilir Rosyaad”)
d)     Imaam Al Auzaa’i رحمه الله, salah seorang Taabi’iin berkata :
“Hendaklah engkau berpegang dengan atsar para pendahulu  ummat (Salaf), 
meskipun orang-orang menolakmu dan jauhkanlah dirimu dari  pendapat para
 tokoh meskipun ia hiasi pendapatnya dengan perkataan yang  indah. 
Sesungguhnya hal itu akan jelas, sedangkan engkau berada diatas jalan 
yang lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul
 “Saraf Ashhaabul Hadiits”)
e)      Rabi’ bin Sulaiman berkata: “Imaam Asy-Syaafi’i رحمه الله pada 
suatu hari meriwayatkan hadits, lalu seseorang berkata kepada beliau 
رحمه الله: ‘Apakah engkau mengambil hadits ini wahai Abu ‘Abdillaah?’
Beliau رحمه الله pun menjawab, “Bilamana aku meriwayatkan suatu hadits 
yang sahih dari Rasulullah  صلى الله عليه وسلم lalu aku tidak 
mengambilnya, maka aku bersaksi dihadapan kalian bahwa akalku telah 
hilang.” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Baththah رحمه الله yang berjudul
 “Al Ibaanah”)
f)       Perkataan Imaam Asy-Syaafi’i رحمه الله tentang Ahlus Sunnah,
“Jika aku melihat seseorang dari ashhaabul hadiits (ahli  hadiits), maka
 seakan-akan aku melihat seseorang dari Sahabat Rasulullah   صلى الله 
عليه وسلم.” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul 
“Saraf Ashhaabul Hadiits”)
g)      Al Fudhail bin ‘Iyaadh  رحمه الله berkata:
“Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang dengan mereka Dia 
menghidupkan negeri, mereka adalah Ashhaabus Sunnah.” (dinukil dari 
kitab Imaam Al Laalika’i  رحمه الله yang berjudul “Syarah Ushuul 
I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
h)      ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, salah seorang Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم berkata :
“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” 
(dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i  رحمه الله yang berjudul “Syarah 
Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
i)        Sufyan Ats Tsauri رحمه الله berkata:
“Perbuatan Bid’ah lebih dicintai oleh iblis daripada kema’shiyatan dan 
pelaku kema’shiyatan masih mungkin dia untuk bertaubat dari 
kema’shiyatannya; sedangkan pelaku Bid’ah sulit untuk bertaubat dari 
Bid’ahnya.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i  رحمه الله yang 
berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
j)        Dari Nuh al-Jaami’ berkata, “Aku bertanya kepada Abu Haniifah 
رحمه الله : “Apakah yang engkau katakan terhadap perkataan yang 
dibuat-buat oleh orang-orang seperti A’radh dan Ajsam?” Beliau رحمه الله
 menjawab,”Itu adalah perkataan orang-orang Ahli Filsafat. 
Berpegangteguhlah  pada atsar dan jalan orang Salaf. Dan waspadalah 
terhadap segala  sesuatu yang diada-adakan, karena hal tersebut adalah 
Bid’ah!” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul “Al
 Faqih wal Mutafaqqih”)
k)      Imaam Maalik bin Anas رحمه الله, guru dari Imaam Asy-Syaafi’i 
رحمه الله berkata, “Seandainya  ilmu Kalam itu merupakan ilmu, niscaya 
para Sahabat dan Taabi’iin  berbicara tentang hal itu sebagaimana mereka
 berbicara tentang hukum dan  Syari’at; akan tetapi ilmu Kalam itu baathil yang menunjukkan kepada kebaathilan.” (dinukil dari kitab Imaam Al Baghowy رحمه الله yang berjudul “Syarhus Sunnah”)
l)        Dari Ibnu Majisyuun, dia berkata, “Aku mendengar Imaam Maalik 
رحمه الله berkata, ‘Barangsiapa  berbuat suatu Bid’ah dalam Islam lalu 
ia menganggapnya sebagai suatu  kebaikan, berarti ia telah menyangka 
bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم telah berkhianat terhadap risaalah. 
Karena Allah سبحانه وتعالى telah berfirman: “Pada hari ini telah 
Kusempurnakan untukmu dien-mu…” Maka apa-apa yang saat itu tidak 
merupakan dien, maka pada saat ini juga tidak merupakan dien.” (dinukil 
dari kitab Imaam Asy-Syaathiby رحمه الله yang berjudul “Al I’tishoom”)
m)    Imaam Ahmad bin Hanbal رحمه الله, Imaam Ahlus Sunnah berkata, 
“Pokok  sunnah menurut kami (Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah) adalah: 
Berpegang teguh  pada apa yang dilakukan oleh para Sahabat Rasulullah 
 صلى الله عليه وسلم dan mengikuti mereka serta meninggalkan Bid’ah. 
Segala Bid’ah itu adalah sesat.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i 
 رحمه الله yang berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal 
Jamaa’ah”)
n)      ‘Abdullooh bin Mubaarok  رحمه الله , salah seorang Taabi’iin berkata:
“Ketahuilah – wahai Saudaraku – bahwa kematian seorang Muslim untuk 
bertemu dengan Allah diatas sunnah pada hari ini merupakan suatu 
kehormatan,  lalu (kita ucapkan): ‘Innaa Lillaahi Wa innaa Ilaihi 
Rojiuun’  (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita 
akan kembali  kepada-Nya). Maka kepada Allah-lah kita mengadu atas 
kesepian diri  kita, kepergian saudara, sedikitnya penolong dan 
munculnya Bid’ah. Dan  kepada Allah pulalah kita mengadu atas beratnya 
cobaan yang menimpa  ummat ini berupa kepergian para ‘Ulama dan Ahlus 
Sunnah serta munculnya  Bid’ah.” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Wadhdhah
 رحمه الله yang berjudul “Al Bida’ Wan Nahyu ‘Anha”)
o)      Imaam Al Fudhail bin ‘Iyaadh رحمه الله berkata:
“Ikutilah jalan-jalan kebenaran itu, dan jangan hiraukan  walaupun 
sedikit orang yang mengikutinya ! Jauhkanlah dirimu dari  jalan-jalan 
kesesatan dan janganlah terpesona dengan banyaknya orang  yang menempuh 
jalan kebinasaan !” (dinukil dari kitab Imaam Asy-Syaathiby رحمه الله 
yang berjudul “Al I’tishoom”)
http://abuaisyahmohdshukri.wordpress.com/2011/06/21/mengapa-saya-memilih-manhaj-salaf/








 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar