-->

25 Agustus 2012

Hukum Makan dengan Sendok


Oleh Ustadz Aris Munandar
حكم الأكل بالملاعق قال الشيخ حمود التويجري – رحمه الله – في كتابه ( الإيضاح والتبيين ) ص 184 ( من التشبه بأعداء الله تعالى استقذار الأكل بالأيدي واعتياد الملاعق ونحوها من غير ضرر بالأيدي(
Hukum makan dengan sendok, Syaikh Hamud al Tuwaijiri dalam kitabnya al Idhah wa al Tabyin hal 184 mengatakan, “Termasuk tasyabbuh dengan para musuh Allah (baca:orang-orang kafir) adalah merasa jijik jika makan dengan tangan dan membiasakan diri makan dengan sendok atau semisalnya padahal tangan tidak bermasalah”.
وخالف في ذلك الشيخ الألباني – رحمه الله – فقال : (السلسلة الضعيفة – (ج 3 / ص 201)( و من الغريب أن بعضهم يستوحش من الأكل بالمعلقة ، ظنا منه أنه خلاف السنة ! مع أنه من الأمور العادية ، لا التعبدية ، كركوب السيارة و الطيارة و نحوها من الوسائل الحديثة ، و ينسى أو يتناسى أنه حين يأكل بكفه أنه يخالف هديه صلى الله عليه وسلم(
Syaikh Al Albani memiliki pandangan yang berbeda. Dalam Silsilah Dhaifah 3/201 beliau mengatakan, “Anehnya ada orang yang merasa tidak nyaman jika makan dengan sendok karena dia beranggapan bahwa makan dengan sendok itu menyelisihi sunnah. Padahal makan dengan sendok adalah masalah non ibadah, bukan perkara ibadah. Makan dengan sendok itu semisal dengan naik mobil, pesawat terbang ataupun sarana transportasi modern yang lain. Orang yang menolak untuk makan dengan sendok lalu beralih dengan telapak tangan itu lupa atau pura-pura lupa bahwa makan dengan telapak tangan adalah menyelisih tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
وقال – رحمه الله – ( تعلمون جميعاً بأنه قد ثبت في السنة الصحيحة , أن النبي صلى الله عليه وسلم , كان يأكل باليد اليمنى من جهة , ويأكل بثلاثة أصابع , الأن هذه السنة مهجورة بالكلية , ولا أحد من الذين تلقوا هذه السنة عن النبي صلى الله عليه وسلم قدوتهم , لا أحد منهم يأكل الطعام بثلاثة أصابع
Beliau juga mengatakan, “Anda semua tentu tahu bahwa dalam hadits yang shahih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan menggunakan tangan kanan dan makan dengan menggunakan tiga jari. Saat ini kedua sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini tidak lagi dilakukan. Tidak ada satu pun yang mempraktekkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dan menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan. Tidak ada satu pun yang makan dengan tiga jari.
والأن لنكون واقعيين ؛ أحياناً يكون الطعام سائلاً ويتسائل المتسائل , ترى كيف كانوا يأكلون هذه الأطعمة التي تكون سائلة أن تؤخذ بثلاث أصابع سوف لا تأخذ شيئاً يذكر ؟
sekarang supaya kita berpikir realistis, terkadang makanan itu berbentuk cairan sehingga ada orang yang bertanya-tanya. Bagaimana cara kaum muslimin terdahulu memakan makanan yang berbentuk cairan? Jika dengan menggunakan tiga jari maka hampir-hampir tidak ada makanan yang terambil
والله أعلم كانوا يستعملون يمكن ما يسمى اليوم بالزبادي يعني الصواني الصغيرة ويكرعون منها كرعاً
Wallahu a’lam, dulu kaum muslimin menggunakan semacam mangkok kecil lalu makanan yang cair tersebut mereka minum dengan mulut.
الأن توضع أطعمة مثل الرز مثلاً لا تُأكل بثلاثة أصابع لأن الحقيقة يبدوا أن هذا الذي يريد أن يأكل بثلاثة أصابع سيكون مرغماً أن يطبق السنة … رغم أنفه ألا وهو قوله عليه السلام ” بحسب بن أدم لقيمات يقمن صلبه “وهو إذاً يأخذ لقيمات ويكتفي بذلك لكن ليس كل إنسان يكفيه هذا مع أن الأمر هو من باب الترغيب وليس من باب التحريم , فللإنسان أن يأكل حتى الشبع ولا يزيد عليه،
Saat ini makanan semisal nasi tidaklah dimakan dengan menggunakan tiga jari. Nampaknya jika ada orang yang ingin makan nasi dengan hanya menggunakan tiga jari maka dia tidak akan mampu menerapkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Cukuplah bagi anak Adam beberapa suapan yang bisa menegakkan tulang punggungnya”. Berdasarkan hadits ini maka kita makan dengan mengambil beberapa suapan saja lalu berhenti. Namun tidak semua orang cukup dengan beberapa suapan. Hadits di atas maknanya adalah motivasi bukan mengharamkan makan lebih dari beberapa suapan. Kita boleh makan sampai kenyang akan tetapi tidak boleh lebih dari pada itu.
الأن أنا أرى أن الأكل بأكثر من ثلاثة أصابع هي مع كونها مخالفة للسنة فهي تعرض الآكل لمخالفات قد لا يشعر بها ,ولذلك فأنا أرى والحالة هذه أن يستعمل الطاعم والأكل الملعقة هذه لأنها تساعده على أول شئ أن لا يخالف السنة
Saat ini saya berkeyakinan bahwa makan dengan menggunakan lebih dari tiga jari disamping menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebabkan pelakunya terjerumus ke dalam berbagai larangan tanpa disadarinya. Oleh karena itu dalam kondisi semisal ini, saya berpandangan hendaknya seorang itu makan dengan menggunakan sendok. Dengan pertimbangan pokok, menggunakan sendok itu membantu seseorang untuk tidak menyelisihi sunnah
وأنا حين اقول هذه أعني ما أقول لأن الذي يأكل بالملعقة صحيح هو ما أكل بثلاث أصابع , لكن هو ما خالف السنة فأكل بالقبضة
Ketika aku sampaikan hal ini, bukan berarti aku mengatakan bahwa orang yang makan dengan menggunakan sendok itu telah melakukan suatu yang ideal berdasarkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena dia tidak makan dengan menggunakan tiga jari. Akan tetapi orang yang makan dengan menggunakan sendok itu tidak menyelisihi sunnah dengan makan menggunakan genggaman.
وإنما أقام الملعقة مقام الثلاث أصابع كما نقيم اليوم الدابة الجامدة التي هي السيارة مكان الدابة العجماء التي هي مثلاً الناقة أو الفرس أو ما شابه ذلك ,
Dalam hal ini, sendok hanyalah menggantikan peran tiga jari sebagaimana di zaman ini kendaraan mesin yaitu mobil menggantikan peran binatang tunggangan semisal onta, kuda atau yang lainnya.
وأنا أشبه أن من يأكل الأن بالقبضة مخالفاً للسنة ويأبى أن يأكل بالملعقة بدعوى أن الأكل بها مخالف للسنة , أُشبه هذا بمن يتكلف أن يحج على الحمار أو على الناقة أو على الفرس ولا يتمتع بهذه النعم التي خلقها الله عز وجل لنا في هذا الزمان وأشار إليها في القرأن بقوله تبارك وتعالى : ” ويخلق مالا تعلمون ” فالذي يركب الدابة مثلاُ من هنا إلى مكة للحج هذا متكلف في ما إذا كان مستطيعاً أن يركب مثلاً سيارة أو طيارة(
Orang yang makan dengan menggunakan genggaman tangan adalah orang yang menyelisihi sunnah makan dengan tiga jari. Orang yang demikian itu enggan untuk makan dengan menggunakan sendok karena anggapan bahwa makan dengan sendok itu menyelisihi sunnah. Orang yang semisal menurut hemat saya serupa dengan orang yang memaksakan diri untuk berhaji dengan naik keledai, onta ataupun kuda. Orang tersebut tidak mau menikmati anugrah (baca:kendaraan modern) yang telah Allah berikan kepada kita di zaman ini. Adanya kendaraan modern di zaman ini sebenarnya telah Allah isyaratkan dalam al Qur’an tepatnya dalam firman-Nya, “Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya” (QS an Nahl:8).
Maka orang yang menaiki hewan tunggangan misalnya dari sini (baca:Yordania) sampai Mekkah dalam rangka berhaji adalah tergolong orang yang memaksakan diri jika dia adalah orang yang memungkinkan untuk menaiki mobil ataupun pesawat terbang”

من سلسلة الهدى والنور الشريط 807
Demikian dari kaset Silsilah al Huda wa al Nur no 807.
Sumber: http://majles.alukah.net/showthread.php?t=26425

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.