Apabila diteliti masa Perang Padri di daerah Sumatera Barat dalam abad ke-19 dapat digolongkan kepada beberapa priode, yaitu:
(a) Periode 1809 – 1821
Periode ini adalah merupakan pembersihan yang dilakukan oleh kaum Padri terhadap golongan penghulu adat yang dianggap menyimpang dan bertentangan dengan syari’at Islam. Dalam masa ini terjadilah pertempuran antara kaum Padri melawan golongan penghulu adat.
Periode ini adalah merupakan pembersihan yang dilakukan oleh kaum Padri terhadap golongan penghulu adat yang dianggap menyimpang dan bertentangan dengan syari’at Islam. Dalam masa ini terjadilah pertempuran antara kaum Padri melawan golongan penghulu adat.
(b) Periode 1821 – 1832
Priode ini adalah merupakan pertempuran antara kaum Padri dengan Belanda-Kristen yang dibantu sepenuhnya oleh golongan penghulu adat. Dalam masa ini sifat pertempuran telah berubah antara penguasa kolonial Belanda-Kristen yang mau menjajah Sumatera Barat yang dibantu oleh para penguasa bangsa sendiri yang berkolaborasi untuk mempertahankan eksistensinya sebagai penguasa yang ditentang secara gigih oleh kaum Padri.
Priode ini adalah merupakan pertempuran antara kaum Padri dengan Belanda-Kristen yang dibantu sepenuhnya oleh golongan penghulu adat. Dalam masa ini sifat pertempuran telah berubah antara penguasa kolonial Belanda-Kristen yang mau menjajah Sumatera Barat yang dibantu oleh para penguasa bangsa sendiri yang berkolaborasi untuk mempertahankan eksistensinya sebagai penguasa yang ditentang secara gigih oleh kaum Padri.
(c) Periode 1832 – 1837
Periode ini adalah merupakan perjuangan seluruh rakyat Sumatera Barat, dimana kaum Padri dan golongan penghulu adat telah barsatu melawan penguasa kolonial Belanda-Kristen. Dalam masa ini rakyat Sumatera Barat dengan dipelopori dan dipmimpin oleh para ulama yang tergabunig dalam kaum Padri bahu-membahu di medan pertempuran untuk mengusir penguasa kolonial Belanda-Kristen dari Sumatera Barat.
Periode ini adalah merupakan perjuangan seluruh rakyat Sumatera Barat, dimana kaum Padri dan golongan penghulu adat telah barsatu melawan penguasa kolonial Belanda-Kristen. Dalam masa ini rakyat Sumatera Barat dengan dipelopori dan dipmimpin oleh para ulama yang tergabunig dalam kaum Padri bahu-membahu di medan pertempuran untuk mengusir penguasa kolonial Belanda-Kristen dari Sumatera Barat.
Latar Belakang
Latar belakang lahirnya kaum Padri mempunyai kaitan dengan gerakan Wahabi yang muncul di Saudi Arabia, yaitu gerakan yang dipimpin oleh seorang ulama besar bernama Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787). Nama gerakan Wahabi sesunggulinya merupakan nama yang mempunyai konotasi yang kurang baik, yang diberikan oleh lawan-lawannya, sedangkan gerakan ini lebih senang dan menamakan dirinya sebagai kaum ‘Muwahhidin’ yaitu kaum yang konsisten dengan ajaran tauhid, yang merupakan landasan asasi ajaran Islam.
Latar belakang lahirnya kaum Padri mempunyai kaitan dengan gerakan Wahabi yang muncul di Saudi Arabia, yaitu gerakan yang dipimpin oleh seorang ulama besar bernama Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787). Nama gerakan Wahabi sesunggulinya merupakan nama yang mempunyai konotasi yang kurang baik, yang diberikan oleh lawan-lawannya, sedangkan gerakan ini lebih senang dan menamakan dirinya sebagai kaum ‘Muwahhidin’ yaitu kaum yang konsisten dengan ajaran tauhid, yang merupakan landasan asasi ajaran Islam.
Paham kaum Muwahhidin (Wahabi) ini antara lain:
(a) Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah semata; dan siapa saja yang menyembah selain Allah, adalah musyrik;
(b) Umat Islam yang meminta safaat kepada para wali, syeikh atau ulama dan kekuatan ghaib yang dipandang memiliki dan mampu memberikan safaat adalah suatu kemusyrikan;
(c) Menyebut-nyebut nama Nabi, wali, ulama untuk dijadikan perantara dalam berdo’a adalah termasuk perbuatan syirik;
(d) Mengikuti shalat berjamaah adalah merupakan kewajiban;
(e) Merokok dan segala bentuk candu adalah haram;
(f) Memberantas segala bentuk kemunkaran dan ke¬maksiatan;
(g) Umat Islam, harus hidup sederhana, segala macam pakaian mewah dan berlebih-lebihan diharamkan.
Sifat gerakan Wahabi yang keras
ini, benar-benar merupakan tenaga penggerak yang sanggup membangkitkan
kembali kesadaran kaum muslimin yang sedang tidur lelap dalam
keterbelakangannya. Dibantu dengan para sahahatnya seperti Ibnu Sa’ud
dan Abdul Azis Ibnu Sa’ud, pemikiran dan cita-cita ini diwujudkan dalam
gerakan yang keras, akhirnya pada tahun 1921 menjelma menjadi satu
pemerintahan yang berdaulat di Saudi Arabia dengan ibukotanya Riyadh.
Paham dan gerakan Wahabi inilah
yang mewarnai pandangan Haji Miskin dari Pandai Sikat (Luhak Agam),
Haji Abdur Rahman dari Piabang (Luhak Lima Puluh) dan Haji Muhammad
Arief dari Sumanik (Luhak Tanah Datar) yang bermukim di Mekah Saudi
Arabia dan pada tahun 1802 mereka kembali ke Sumatera Barat.
Sesampainya di Sumatera Barat,
mereka berpendapat bahwa umat Islam di Minangkabau baru memeluk Islam
namanya saja, belum benar-benar mengamalkan ajaran Islam yang sejati.
Berdasarkan penilaian semacam itu, maka di daerahnya masing-masing
mereka mencoba memberikan fatwanya. Haji Muhammad Arifin di Sumanik
mendapat tantangan hebat di daerahnya sehingga terpaksa pindah ke
Lintau. Haji Miskin mendapat perlawanan hebat pula di daerahnya dan
terpaksa harus pindah ke Ampat Angkat. Hanya Haji Abdur Rahman di
Piabang yang tidak banyak mendapat halangan dan tantangan.
Kepindahan Haji Miskin ke Ampat
Angkat membawa angin baru, karena di sini ia mendapatkan
sahabat-sahabat perjuangan yang setia; diantaranya yaitu Tuanku Nan
Renceh di. Kamang, Tuanku di Kubu Sanang; Tuanku di Ladang Lawas,
Tuanku di Koto di Padang Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di Koto
Ambalau, Tuanku di Lubuk Aur. Itulah tujuh orang yang berbai’ah
(berjanji sehidup semati) dengan Tuanku Haji Miskin. Jumlah para ulama
yang berbai’ah ini menjadi delapan orang, yang kemudian terkenal dengan
sebutan ‘Harimau Nan Salapan’.
Harimau Nan Salapan ini
menyadari bahwa gerakan ini akan lebih berhasil bilamana mendapat
sokongan daripada ulama yang lebih tua dan lebih berpengaruh, yaitu
Tuanku Nan Tuo di Ampat Angkat. Oleh sebab itu Tuanku Nan Renceh yang
lebih berani dan lebih lincah telah berkali-kali menjumpai Tuanku Nan
Tuo untuk meminta agar ia bersedia menjadi ‘imam’ atau pemimpin gerakan
ini. Tetapi setelah bertukar-pikiran berulang kali, Tuanku Nan Tuo
menolak tawaran itu. Sebab pendirian Harimau Nan Salapan hendak dengan
segera menjalankan syari’at Islam di setiap nagari yang telah
ditaklukkannya. Kalau perlu dengan kekuatan dan kekuasaan.
Tetapi Tuanku Nan Tuo mempunyai
pendapat Yang berbeda; ia berpendapat apabila telah ada orang beriman
di satu nagari walaupun baru seorang, tidaklah boleh nagari itu
diserang. Maka yang penting menurut pandangannya ialah menanamkan
pengaruh yang besar pada setiap nagari. Apabila seorang ulama di satu
nagari telah besar pengaruhnya, ulama itu dapat memasukkan pengaruhnya
kepada penghulu-penghulu, imam-khatib mantri dan dubalang.
Pendapat yang berbeda dan bahkan
bertolak belakang antara Tuanku Nan Tuo dengan Harimau Nan Salapan
sulit untuk dipertemukan, sehingga tidak mungkin Tuanku Nan Tuo dapat
diangkat menjadi imam atau pemimpin gerakan ini. Untuk mengatasi masalah
ini, Harimau Nan Salapan mencoba mengajak Tuanku di Mansiangan, yaitu
putera dari Tuanku Mansiangan Nan Tuo, yakni guru daripada Tuanku Nan
Tuo Ampat Angkat. Rupanya Tuanku yang muda di Mansiangan ini bersedia
diangkat menjadi imam atau pemimpin gerakan Harimau Nan Salapan, dengan
gelar Tuanku Nan Tuo.
Karena yang diangkat menjadi
imam itu adalah anak daripada gurunya sendiri, sulitlah bagi Tuanku Nan
Tuo Ampat Angkat itu untuk menentang gerakan ini. Padahal hakikatnya
yang menjadi imam dari gerakan Hariman Nan Salapan adalah Tuanku Nan
Renceh; sedangkan Tuanku di Mansiangan hanya sebagai simbol belaka.
Kaum Harimau Nan Salapan
senantiasa memakai pakaian putih-putih sebagai lambang kesucian dan
kebersihan, dan kemudian gerakan ini terkenal dengan nama ‘Gerakan Padri’.
Setelah berhasil mengangkat
Tuanku di Mansiangan menjadi imam gerakan Padri ini, maka Tuanku Nan
Renceh selaku pimpinan yang paling menonjol dari Harimau Nan Salapan
mencanangkan perjuangan padri ini dan memusatkan gerakannya di daerah
Kameng. Untuk dapat melaksanakan syari’at Islam secara utuh dan murni,
tidak ada alternatif lain kecuali memperoleh kekuasaan politik.
Sedangkan kekuasaan politik itu berada di tangan para penghulu. Oleh
karena itu untuk memperoleh kekuasaan politik itu, tidak ada jalan lain
kecuali merebut kekuasaan dari tangan para penghulu. Karena Kamang
menjadi pusat perjuangan Padri, maka kekuasaan penghulu Kamang harus
diambil alih oleh kaum Padri, dan berhasil dengan baik.
Sementara itu para penghulu di
luar Kamang yang telah mendengar adanya gerakan Padri ini, ingin
membuktikan sampai sejauh mana kemampuan para alim-ulama dalam
perjuangan mereka untuk melaksanakan syari’at Islam secara utuh dan
murni. Bertempat di Bukit Batabuah dengan Sungai Puar di lereng Gunung
Merapi, para penghulu dengan sengaja dan mencolok mengadakan
penyabungan ayam, main judi dan minum-minuman keras yang diramaikan
dengan bermacam pertunjukan. Para penghulu itu dengan para pengikutnya
seolah-olah memancing apakah para alim-ulama mampu merealisasikan
ikrarnya untuk betul-betul melaksanakan syari’at Islam secara keras.
Tentu saja tantangan ini
menimbulkan kemarahan dari pihak kaum Padri. Dengan segala persenjataan
yang ada pada mereka, seperti setengger (senapan balansa), parang,
tombak, cangkul, sabit, pisau dan sebagainya kaum Padri pergi ke Bukit
Batabuh tersebut untuk membubarkan pesta ‘maksiat’ yang diselenggarakan
oleh golongan penghulu (penguasa). Sesampainya pasukan kaum Padri di
Bukit Batabuh disambut dengan pertempuran oleh golongan penghulu.
Dengan sikap mental perang sabil dan mati syahid, pertempuran yang
banyak menelan korban di kedua belah pihak, akhirnya dimenangkan oleh
pasukan kaum Padri. Dengan peristiwa Bukit Batabuh, berarti permulaan peperangan Padri.
Link terkait:
- http://serbasejarah.wordpress.com/2009/04/01/perang-padri-pemimpin-baru-tuanku-mudo-imam-bonjol/
- http://serbasejarah.wordpress.com/2009/04/01/perang-padri-akhir-keberpihakan-golongan-penghulu-terhadap-belanda/
- http://serbasejarah.wordpress.com/2009/04/01/perang-padri-gerakan-perlawanan-rakyat-sumatera-barat-terhadap-belanda-dipimpin-oleh-imam-bonjol/