-->

15 Agustus 2012

MEMPROVOKASI UNTUK MENJATUHKAN PENGUASA, MENGIKUTI MADZHAB KHAWARIJ alias TERORIS




[Ctt. Tambahan : TIGA (3) SIFAT KHAWARIJ : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1928928225390&set=a.1942098394636.2101895.1307751853&type=1&theater]

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Khawarij adalah anjing-anjing neraka". [HR. Ibnu Majah (172) dari ‘Abdurrahman bin Abi Aufa].

Dan Beliau bersabda pula :

"Anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka! Mereka ini sejelek-jelek orang yang dibunuh di bawah kolong langit ini…" [HR. Ahmad, Ibnu Majah]

1. Memprovokasi masyarakat untuk memberontak kepada penguasa, terlebih jika nasihat tersebut tidak diindahkan oleh penguasa, maka akibatnya akan


menceraiberaikan kesatuan kaum muslimin (lihat penjelasan Ibnu Hajar, Al-‘Aini dan Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin –rahimahumullah-)


2. Pencemaran nama baik dan ghibah kepada penguasa yang dapat mengantarkan kepada perpecahan masyarakat dan pemerintah muslim (lihat penjelasan Al-Imam Al-‘Aini –rahimahullah-)


3. Membuat masyarakat tidak mau menaati penguasa dalam hal ma’ruf (lihat penjelasan Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah-)


4. Menyebabkan permusuhan antara pemimpin dan rakyatnya (lihat penjelasan Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah- dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal. 99)


Kasus terbunuhnya Utsman bin Affan radliyallahu 'anhu dan timbulnya pemikiran Khawarij sangat erat hubungannya dengan demonstrasi. Kronologis kisah terbunuhnya Utsman radliyallahu 'anhu adalah berawal dari isu-isu tentang kejelekan Khalifah Utsman yang disebarkan oleh Abdullah bin Saba’ di kalangan kaum Muslimin.


Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam[2]. Sedangkan kita telah maklum bagaimana karakter Yahudi itu karena Allah telah berfirman :


“Niscaya engkau akan dapati orang yang paling memusuhi (murka) kepada orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrikin.” (Al Maidah : 82)


Permusuhan kaum Yahudi terlihat sejak berkembangnya Islam, seperti mengkhianati janji mereka terhadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, merendahkan kaum Muslimin, mencerca ajaran Islam, dan banyak lagi (makar-makar busuk mereka). Setelah Islam kuat, tersingkirlah mereka dari Madinah. (Lihat Sirah Ibnu Hisyam juz 3 halaman 191 dan 199)


Pada zaman Abu Bakar dan Umar radliyallahu 'anhuma, suara orang-orang Yahudi nyaris hilang. Bahkan Umar mengusir mereka dari Jazirah Arab sebagai realisasi perintah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang pernah bersabda :


“Sungguh akan aku keluarkan orang-orang Yahudi dan Nashara dari Jazirah Arab sampai aku tidak sisakan padanya kecuali orang Muslim.” Juga Ucapan beliau :


“Keluarkanlah orang-orang musyrikin dari Jazirah Arab.” (HR. Bukhari)


Di tahun-tahun terakhir kekhalifahan Utsman radliyallahu 'anhu di saat kondisi masyarakat mulai heterogen, banyak muallaf dan orang awam yang tidak mendalam keimanannya, mulailah orang-orang Yahudi mengambil kesempatan untuk mengobarkan fitnah.


Mereka berpenampilan sebagai Muslim dan di antara mereka adalah Abdullah bin Saba’ yang dijuluki Ibnu Sauda. Orang yang berasal dari Shan’a ini menebarkan benih-benih fitnah di kalangan kaum Muslimin agar mereka iri dan benci kepada Utsman radliyallahu 'anhu.


Sedangkan inti dari apa yang dia bawa adalah pemikiran-pemikiran pribadinya yang bernafaskan Yahudi. Contohnya adalah qiyas-nya yang bathil tentang kewalian Ali radliyallahu 'anhu. Dia berkata : “Sesungguhnya telah ada seribu Nabi dan setiap Nabi mempunyai wali. Sedangkan Ali walinya Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.” Kemudian dia berkata lagi : “Muhammad adalah penutup para Nabi sedangkan Ali adalah penutup para wali.”


Tatkala tertanam pemikiran ini dalam jiwa para pengikutnya, mulailah dia menerapkan tujuan pokoknya yaitu melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan Utsman bin Affan radliyallahu 'anhu. Maka dia melontarkan pernyataan pada masyarakat yang bunyinya : “Siapa yang lebih dhalim daripada orang yang tidak pantas mendapatkan wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (kewalian Rasul), kemudian dia melampaui wali Rasulullah (yaitu Ali) dan merampas urusan umat (pemerintahan)!” Setelah itu dia berkata : “Sesungguhnya Utsman mengambil kewalian (pemerintahan)!” Setelah itu dia berkata : “Sesungguhnya Utsman mengambil kewalian (pemerintahan) yang bukan haknya, sedang wali Rasulullah ini (Ali) ada (di kalangan kalian). Maka bangkitlah kalian dan bergeraklah.


Mulailah untuk mencerca pejabat kalian tampakkan amar ma’ruf nahi munkar. Niscaya manusia serentak mendukung dan ajaklah mereka kepada perkara ini.” (Tarikh Ar Rasul juz 4 halaman 340 karya Ath Thabary melalui Mawaqif)


Amar ma’ruf nahi mungkar ala Saba’iyah ini sama modelnya dengan amar ma’ruf menurut Khawarij yakni keluar dari pemerintahan dan memberontak, memperingatkan kesalahan aparat pemerintahan di atas mimbar-mimbar, forum-forum, dan demonstasi-demonstasi yang semua ini mengakibatkan timbulnya fitnah.


Masalah pun bukan semakin reda, bahkan tambah menyala-nyala. Fakta sejarah telah membuktikan hal ini. Amar ma’ruf nahi mungkar ala Saba’iyah dan Khawarij ini mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan radliyallahu 'anhu, peperangan sesama kaum Muslimin, dan terbukanya pintu fitnah dari zaman Khalifah


Utsman sampai zaman kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib radliyallahu 'anhu. (Tahqiq Mawaqif Ash Shahabati fil Fitnati min Riwayat Al Imam Ath Thabari wal

Muhadditsin juz 2 halaman 342)

Sebenarnya amar ma’ruf nahi mungkar yang mereka gembar-gemborkan hanyalah sebagai label dan tameng belaka. Buktinya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda kepada Utsman :


“Hai Utsman, nanti sepeninggalku Allah akan memakaikan pakaian padamu. Jika orang-orang ingin mencelakakanmu pada waktu malam --dalam riwayat lain :-- Orang-orang munafik ingin melepaskannya, maka jangan engkau lepaskan. Beliau mengucapkannya tiga kali.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya juz 6 halaman 75 dan At Tirmidzi dalam Sunan-nya dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi 3/210 nomor 2923)


Syaikh Muhammad Amhazurn berkomentar : “Hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa orang Khawarij tidaklah menuntut keadilan dan kebenaran akan tetapi mereka adalah kaum yang dihinggapi penyakit nifaq sehingga mereka bersembunyi dibalik tabir syiar perdamaian dan amar ma’ruf nahi mungkar.


Tidak diketahui di satu jamanpun adanya suatu jamaah atau kelompok yang lebih berbahaya bagi agama Islam dan kaum Muslimin daripada orang-orang munafik.” (Tahqiq Mawaqif Ash Shahabati juz 1 halaman 476)


Inilah hakikat amar ma’ruf nahi mungkar kaum Saba’iyah dan Khawarij. Alangkah serupanya kejadian dulu dan sekarang?!


Di jaman ini ternyata ada Khawarij Gaya Baru yaitu orang-orang yang mempunyai pemikiran Khawarij. Mereka menjadikan demonstrasi, unjuk rasa, dan sebagainya sebagai alat dan metode dakwah serta jihad. Di antara tokoh-tokoh mereka adalah Abdurrahman Abdul Khaliq yang mengatakan (Al Fushul minas Siyasah Asy Syar’iyyah halaman 31-32) : “Termasuk metode atau cara Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam berdakwah adalah demonstrasi atau unjuk rasa.”


Sebelum kita membongkar kebathilan ucapan ini dan kesesatan manhaj Khawarij dalam beramar ma’ruf nahi mungkar kepada pemerintahan, marilah kita pelajari manhaj Salafus Shalih dalam perkara ini.


MANHAJ SALAFUS SHALIH BERAMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR KEPADA PEMERINTAH

**************************
**************************
Allah adalah Dzat Yang Maha Adil. Dia akan memberikan kepada orang-orang yang beriman seorang pemimin yang arif dan bijaksana. Sebaliknya Dia akan menjadikan bagi rakyat yang durhaka seorang pemimpin yang dhalim.

Maka jika terjadi pada suatu masyarakat seorang pemimpin yang dhalim, sesungguhnya kedhaliman tersebut dimulai dari rakyatnya. Meskipun demikian apabila rakyat dipimpin oleh seorang penguasa yang melakukan kemaksiatan dan penyelisihan (terhadap syariat) yang tidak mengakibatkan dia kufur dan keluar dari Islam maka tetap wajib bagi rakyat untuk menasihati dengan cara yang sesuai dengan syariat.


Bukan dengan ucapan yang kasar lalu dilontarkan di tempat-tempat umum apalagi menyebarkan dan membuka aib pemerintah yang semua ini dapat menimbulkan fitnah yang lebih besar lagi dari permasalahan yang mereka tuntut.


Adapun dasar memberikan nasihat kepada pemerintah dengan sembunyi-sembunyi adalah hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :


“Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan pahala baginya (orang yang menasihati).”


Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Al Khaitsami dalam Al Majma’ 5/229, Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah 2/522, Abu Nu’aim dalam Ma’rifatus Shahabah 2/121.


Riwayat ini banyak yang mendukungnya sehingga hadits ini kedudukannya shahih bukan hasan apalagi dlaif sebagaimana sebagian ulama mengatakannya.


Demikian keterangan Syaikh Abdullah bin Barjas bin Nashir Ali Abdul Karim (lihat Muamalatul Hukam fi Dlauil Kitab Was Sunnah halaman 54).


Dan Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Dzilalul Jannah fi Takhriji Sunnah 2/521-522. Hadits ini adalah pokok dasar dalam menasihati pemerintah. Orang yang menasihati jika sudah melaksanakan cara ini maka dia telah berlepas diri (dari dosa) dan pertanggungjawaban. Demikian dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Barjas.


Bertolak dari hadits yang agung ini, para ulama Salaf berkata dan berbuat sesuai dengan kandungannya. Di antara mereka adalah Imam As Syaukani yang berkata :


“Bagi orang-orang yang hendak menasihati imam (pemimpin) dalam beberapa masalah --lantaran pemimpin itu telah berbuat salah-- seharusnya ia tidak menampakkan kata-kata yang jelek di depan khalayak ramai.


Tetapi sebagaimana dalam hadits di atas bahwa seorang tadi mengambil tangan imam dan berbicara empat mata dengannya kemudian menasihatinya tanpa merendahkan penguasa yang ditunjuk Allah. Kami telah menyebutkan pada awal kitab As Sair : Bahwasanya tidak boleh memberontak terhadap pemimpin walaupun kedhalimannya sampai puncak kedhaliman apapun, selama mereka menegakkan shalat dan tidak terlihat kekufuran yang nyata dari mereka. Hadits-hadits dalam masalah ini mutawatir.


Akan tetapi wajib bagi makmur (rakyat) mentaati imam (pemimpin) dalam ketaatan kepada Allah dan tidak mentaatinya dalam maksiat kepada Allah. Karena sesungguhnya tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.” (As Sailul Jarar 4/556)


Imam Tirmidzi membawakan sanadnya sampai ke Ziyad bin Kusaib Al Adawi. Beliau berkata : “Aku di samping Abu Bakrah berada di bawah mimbar Ibnu Amir.


Sementara itu Ibnu Amir tengah berkhutbah dengan mengenakan pakaian tipis. Maka Abu Bilal[3] berkata : “Lihatlah pemimpin kita, dia memakai pakaian orang fasik.”


Lantas Abu Bakrah berkata : “Diam kamu! Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Barangsiapa yang menghina (merendahkan) penguasa yang ditunjuk Allah di muka bumi maka Allah akan menghinakannya.’ ” (Sunan At Tirmidzi nomor 2224)


Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan tata cara menasihati seorang pemimpin sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As Syaukani sampai pada perkataannya : “ … sesungguhnya menyelisihi pemimpin dalam perkara yang bukan prinsip dalam agama dengan terang-terangan dan mengingkarinya di perkumpulan-perkumpulan masjid, selebaran-selebaran, tempat-tempat kajian, dan sebagainya, itu semua sama sekali bukan tata cara menasihati. Oleh karena itu jangan engkau tertipu dengan orang yang melakukannya walaupun timbul dari niat yang baik. Hal itu menyelisihi cara Salafus Shalih yang harus diikuti. Semoga Allah memberi hidayah padamu.” (Maqasidul Islam halaman 395)


Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid bahwasanya beliau ditanya : “Mengapa engkau tidak menghadap Utsman untuk menasihatinya?” Maka jawab beliau : “Apakah kalian berpendapat semua nasihatku kepadanya harus diperdengarkan kepada kalian? Demi Allah, sungguh aku telah menasihatinya hanya antara aku dan dia. Dan aku tidak ingin menjadi orang pertama yang membuka pintu (fitnah) ini.” (HR. Bukhari 6/330 dan 13/48 Fathul Bari dan Muslim dalam Shahih-nya 4/2290)


Syaikh Al Albani mengomentari riwayat ini dengan ucapannya : “Yang beliau (Usamah bin Zaid) maksudkan adalah (tidak melakukannya, pent.) terang-terangan di hadapan khalayak ramai dalam mengingkari pemerintah. Karena pengingkaran terang-terangan bisa berakibat yang sangat mengkhawatirkan. Sebagaimana pengingkaran secara terang-terangan kepada Utsman mengakibatkan kematian beliau[4].”


Demikian metode atau manhaj Salaf dalam amar ma’ruf nahi mungkar kepada pemerintah atau orang yang mempunyai kekuasaan. Dengan demikian batallah manhaj Khawarij yang mengatakan bahwa demonstrasi termasuk cara untuk berdakwah sebagaimana yang dianggap oleh Abdurrahman Abdul Khaliq.


Manhaj Khawarij ini menjadi salah satu sebab jeleknya sifat orang-orang Khawarij. Sebagaimana dalam riwayat Said bin Jahm beliau berkata : “Aku datang ke Abdullah bin Abu Aufa, beliau matanya buta, maka aku ucapkan salam.” Beliau bertanya kepadaku : “Siapa engkau?” “Said bin Jahman,” jawabku. Beliau bertanya : “Kenapa ayahmu?” Aku katakan : “Al Azariqah[5] telah membunuhnya.”


Beliau berkata : “Semoga Allah melaknat Al Azariqah, semoga Allah melaknat Al Azariqah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengatakan bahwa mereka anjing-anjing neraka.” Aku bertanya : “(Yang dilaknat sebagai anjing-anjing neraka) Al Azariqah saja atau Khawarij semuanya?” Beliau menjawab : “Ya, Khawarij semuanya.” Aku katakan : “Tetapi sesungguhnya pemerintah (telah) berbuat kedhaliman kepada rakyatnya.” Maka beliau mengambil tanganku dan memegangnya dengan sangat kuat, kemudian berkata : “Celaka engkau wahai Ibnu Jahman, wajib atasmu berpegang dengan sawadul a’dham, wajib atasmu untuk berpegang dengan sawadul a’dham. Jika engkau ingin pemerintah mau mendengar nasehatmu maka datangilah dan khabarkan apa yang engkau ketahui. Itu kalau dia menerima, kalau tidak, tinggalkan! Sesungguhnya engkau tidak lebih tahu darinya.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya 4/383)


Dan masih banyak lagi hadits-hadits mengenai celaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam terhadap orang-orang Khawarij sebagai anjing-anjing neraka karena perbuatan mereka sebagaimana telah dijelaskan.


Oleh karena itu, bagi seorang Muslim yang masih mempunyai akal sehat, tidak mungkin dia akan rela dirinya terjatuh pada jurang kenistaan seperti yang digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (sebagai anjing-anjing neraka). Maka wajib bagi kita apabila hendak menasehati pemerintah, hendaklah dengan metode Salaf yang jelas menghasilkan akibat yang lebih baik dan tidak menimbulkan bentrokan fisik antara rakyat (demonstran) dengan aparat pemerintah yang akhirnya membawa kerugian di kedua belah pihak atau munculnya tindak anarki.


___

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=252739324743493&set=a.175235622493864.46689.100000222828586&type=1&ref=notif&notif_t=photo_comment_tagged&theater


____________________

Catatan
Fr. Deden Salafy

***

Orang kafir sering bertanya :
Orang Islam mendiamkan kemungkaran penguasa. Karena para ulama adalah budak penguasa yang kerjanya hanya mencari muka kepada penguasa

ISLAM MENJAWAB :

tidak menasihati penguasa secara terang-terangan di depan khalayak bukan berarti diam dengan kemungkaran penguasa, bukan pula karena mencari muka kepada penguasa, tetapi karena mengikuti tuntunan Islam dalam menasihati penguasa. Islam tidak mengajarkan Demontrasi, Demontrasi kebiasaan orang KAFIR.

***

Orang Kafir sering bertanya :
Mengapa Islam mengharamkan demokrasi namun tetap menaati pemimpin yang dihasilkan dari pesta demokrasi!?

ISLAM MENJAWAB :

tidak mengkafirkan secara serampangan terhadap pemerintah muslim yang terlibat dalam system kufur demokrasi atau yang tidak berhukum dengan syari’at Islam, karena ada syarat-syarat pengkafiran yang harus terpenuhi dan terangkatnya penghalang-penghalang. Olehnya, Ahlus Sunnah tetap menaati seorang pemimpin yang dihasilkan dari pesta demokrasi karena menganggapnya masih muslim..

Menyinggung masalah teroris ini bukanlah maksud saya untuk memecah belah kaum muslimin sebagaimana disangka oleh sebagian orang jika kami menyinggung masalah ini. Yang hanya kami inginkan adalah bagaimana umat ini bisa bersatu di atas kebenaran dan di atas ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar. Yang saya inginkan adalah agar saudara kami mengetahui kebenaran dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang saya ketahui. Saya tidak ingin saudara kami terjerumus. Semoga maksud Saya ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib,


“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud [11] : 88)


_______________


LINK TAMBAHAN :


1>OSAMA BIN LADEN RAHIMAHULLAH DIMATA ULAMA AHLUS SUNNAH

Perkataan Syaikh Bin Baz tentang Usamah bin Laden
Benarlah ucapan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah tentang dia:
“Usamah bin Laden termasuk orang-orang (mufsidin) yang membuat kerusakan di muka bumi. Dia memilih jalan-jalan kejelekan yang merusak dan tidak mau taat kepada ulil amri (pemerintah dan ulama).” (Surat Kabar Al-Muslimun 9-05-1417 H)

Selengkapnya di :
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1883260323721&set=a.1653325175486.2085068.1307751853&type=1

2> TIGA (3) SIFAT KHAWARIJ


Ada 3 sifat utama mereka:

1> Mengkafirkan kaum muslimin
2> Keluar dari taat pada penguasa
3> Menghalalkan darah kaum muslimin

Selengkapnya disini :
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1928928225390&set=a.1942098394636.2101895.1307751853&type=1&theater

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.