Oleh Ustadz Abu Minhal
Pendahuluan
Mirzan
Ghulam Ahmad al-Qadiyani telah membuka pintu fitnah besar, yaitu
pengakuan diri sebagai nabi yang melanjutkan dakwah Rasulullah Mauhammad
Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dukungan kuat dari kolonialisme dalam bentuk
material dan immaterial membuat banyak orang ingin mendekati Si Nabi
Palsu ini. Demi mendapatkan limpahan kekayaan duniawi yang telah
dinikmati oleh Mirza Ghulam Ahmad dari penjajah Inggris.
Orang-orang dekat si Nabi Palsu
Sebenarnya
ajaran-ajaran Ahmadiyah merupakan gagasan pemikiran yang digulirkan
oleh beberapa individu yang menjadi tangan kanannya. Mereka rela menjual
aqidah dan hati nurani mereka dengan kekayaan duniawi dari kolonialisme
dengan mendukung gerakan Ahmadiyah Mirzan Ghulam Ahmad sangat
membutuhkan keberadaan dan kontribusi mereka, karena ia bukanlah orang
yang cerdas. Ia tidak pernah mempelajari agama islam dengan baik,
terutama bahasa arab. Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rohimallah menyimpulkan,
”Bila kita kaakan bahwa melalui tangan merekalah Ahmadiyah terbentuk,
maka itu lebih benar dan relevan. Sebab mereka itulah yang mendukung
kenabian Ghulam Ahmad hanyalah selaku corong bagi apa yang mereka
sampaikan” 2. Orang-orang yang dimaksud
adalah Nuruddin, Muhammad Ali, Mahmud Ahmad, putra si Nabi Palsu,
Khaujah Kamaluddin, Muhammad Ihsan, Mruhi, Yar Muhammad dan Abdullah
Timuburi serta Muhammad Shadiq. Dari deretan delapan nama ini, orang
pertama, Nuruddin adalah tokoh yang paling penting dan berjasa besar
bagi ajaran Ahmadiyah. Orang inilah yang sedang kita bicarakan.
Nuruddin sebelum berjumpa dengan si Nabi Palsu
Pada
awalnya, ia hanyalah seorang atheis yang bergabung dengan kaum atheisme
India. Pada dirinya, tertanam sifat ambisius yang besar terhadap
kekuasaan dan jabatan. Ia juga suka menonjolkan diri. Manakala mulai
mengenal Mirza Ghulam Ahmad si Nabi Palsu. Nuruddin dapat merasakan
kecocokan dengannya. Karena ambisi besarnya dapat tersalurkan melalui
tangan Ghulam Ahmad, Putra Ghulam Ahmad menceritakan dalam Siratul M
ahdi (1/141), ”Sesungguhnya yang mulia Syaikh Nuruddin sebelumnya
terpengaruh dengan atheisme. Namun setelah bergabung dengan Yang Mulia
Ghulam Ahmad, pemikiran itu berangsur-angsur hilang”.
Kedudukan Nuruddin
Posisi Nuruddin sangat penting bagi Ghgulam si Nabi Palsu. Tidak ada orang yang menyamai kedudukannya selain Muhammad Ali.
Orang
ini memang dikenal pandai. Ia telah mendalami bahasa arab dan pernah
tinggal di Hijaz (Mekah) dalam jangka waktu lama. Penghormatan Mirza
Ghulam Ahmad kepadanya sangat istimewa. Ini dapat diperhatikan melalui
surat-surat yang dikirim si Nabi Palsu kepadanya. Gelar-gelar dan
sanjungan tinggi menjadi ciri penyebutan Nuruddin di surat-surat Mirza
Ghulam Ahmad. Sementara si Nabi Palsu menamakan dirinya sebagai
khadimnya (pelayannya). Sebagai contoh, Mirza Ghulam Ahmad menulis
kepadanya sebuah surat yang diawali dengan pernyataan: ”Kepada
junjunganku yang terhormat, saudaraku, Syaikh yang bijak, Nuruddin.
Semoga Allah memberikannya keselamatan, Assalamu’alaikum warahmatullah
wabarakatuh…………….. al-Khadim Ghulam Ahmad (Maktub Ghulam Ila Nuruddin,
dalam himpunan kitab Majmuah Maktiib al-Ghulam (5/14, no. 2)
Inilah
kebiasaan Mirza Ghulam Ahmad kepada Nuruddin, bakal calon khalifahnya.
Apakah masuk akal, seorang nabi menyebut-nyebut muridnya (sahabatnya)
dengan bahasa dan gelar tinggi semacam ini? 3
Salah
satu tugas penting yang diemban Nuruddin adalah melakukan tashh-hih
(mengoreksi) terhadap tulisan-tulisan karya Ghulam bersama tokoh-tokoh
pertama Ahmadiyah lainnya. Putra kedua si Nabi Palsu pernah secara tidak
langsung menceritakan bukti lain tentang kepalsuan kenabian bapaknya.
Ia berkata: ”Sesungguhnya Mirza Ghulam Ahmad mengirimkan tulisan-tulisan
tangan kepada Nuruddin untuk keperluan koreksi…… (Koran al-Fadhl, milik
Ahmadiyah, 5 Februari 1929 M).
Dalam
kesempatan lain, dalam kitabnya, Siratul Mahdi (1/75), Mahmud Ahmad
mengatakan pernyataan senada dengan di atas, ”Sesungguhnya yang mulia
(ayahnya) mengirimkan tulisan-tulisan tangan bakal kitab-kitabnya yang
berbahasa arab kepada Nuruddin dan Ustadz Muhammad Ihsan Amruhi supaya
mereka berdua melakukan perbaikan dan pengoreksian..”.
Syaikh Ihsan Ilahi Zharir berkomentar: ”Seorang nabi memerlukan koreksian pada tulisannya?!” 4 .
Mengklaim diri sebagai khalifah pengganti Mirza Ghulam Ahmad
Pasca
kematian si Nabi Palsu tibalah kesempatan untuk memnuhi ambisi besar
yang terpendam. Nuruddin memproklamirkan diri sebagai khalifah pertama.
Ia berkata: ”Saya bersumpah dengan nama Allah, bahwa Dia telah
menjadikan diriku sebagai khalifah-Nya (setelahGhulam Ahmad). Siapakah
yang mampu merebut selendang khalifah dariku?….Dia berkehendak
menjadikan diriku imam dan khalifah kalian. Katakanlah apapun yang
kalian inginkan. Setiap tuduhan dan celaan kalian kepadaku, tidaklah
kembali kecuali kepada Allah. Karena Dia telah mengangkatku sebagai
khalifah…(Termaktub dalam sebuah majalah Ahmadiyah 14/234).
Pihak
kolonialisme pun setuju dengan dirinya. Sebab, mereka telah menguji dan
membuktikan kesetiaan dan kesetiaan Nuruddin selama ini untuk menjadi
pelayan mereka. Meski dengan menpertaruhkan agama, dan harus berkhianat
kepada kaum muslimin.
Setelah
tambuk kekuasaan berada ditangannya, ia pun pernah mengaku kalau
posisinya seperti posisi Abu Bakar radiallahuanhu yang meneruskan
tongkat estapet dakwah Rasulullah ?!5
Akhir hayat yang mengenaskan
Sepak
terjangnya yang buruk menuai balasan dari Allah. Allah menetapkan
Nuruddin mengalami sakit yang berkepanjangan. Sampai kehilangan
kemampuan berbicara dan kesadarannya. Akhirnya ia meninggal dalam
kondisi mengenaskan. Sementara anaknya yang masih remaja harus mati oleh
racun yang dibubuhkan oleh orang Ahmadiyah. Istrinya lari dengan lelaki
lain pasca kematian sang suami.
Tidak
hanya ini saja, putri Nuruddin yang menikah dengan Mahmud Ahmad, putra
si Nabi Palsu, juga tewas terbunuh. Dan suaminyalah yang ternyata
membunuh dua anak Nuruddin itu. Sementara putra Nuruddin yang lain,
diusir dan dituduh berbuat nifak (ala Ahmadiyah, red).
Penutup
Demikianlah,
nasib Nuruddin, pembesar Ahmadiyah dan keluarganya. Tragis memang,
seperti kondisi Mirza Ghulam Ahmad yang mati di toilet akibat penyakit
kolera yang dideritanya. Namun itu belum ada apa-apanya dengan siksa
Allah di akhirat kelak atas kelakuan buruknya dalam mendukung Nabi Palsu
Mirza Ghulam Ahmad.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi mampunyai balasan.
Semoga Allah senantiasa menaungi kita dengan ilmu dan hidayah-Nya. Wallahu a’lam.
1. Diangkat
dari al-Qadiyaniyah, Dirasat Wa Tahlil karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
(wafat 194101987), Idarah Turjumanis Sunnah Lahore Pakistan tanpa tahun,
hal 179-185
2. Hal. 179
3. Hal. 182
4. Hal. 180
5. Syaikh
Ihsan Ilahi Zhahir berkomentar, ”Bagaimana bisa manusia kotor ini
mensejaharkan dirinya dengan Abu Bakar radiallahuanhu insan yang suci
0 komentar:
Posting Komentar