-->

26 Agustus 2012

Mengingkari Sebagian Dari Asma’ Dan Shifat Allah Serta Nikmat Allah




Selanjutnya merupakan gabungan dua bab pendek dari penulis Kitab Tauhid. Dengan membawakan atsar sahabat, beliau menjelaskan bahwa setiap muslim harus mengimani semua nama dan sifat Allah tanpa terkecuali. Bab yang satu lagi mengenai ingkar kepada nikmat Allah. Beliau memaparkan penafsiran terhadap An-Nahl: 83.


Mengingkari Sebagian Dari Asma’ Dan Shifat Allah


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Katakanlah, "Dialah Tuhanku, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; hanya kepadaNya aku bertawakkal dan hanya kepadaNya aku bertaubat.” (Ar-Ra’d:30).

Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, bahwa ‘Ali berkata, “Tuturkanlah kepada orang-orang apa yang mereka mengerti. Inginkah kamu sekalian bahwa Allah dan RasulNya dituduh tidak benar?”

‘Abdurrazaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Ibnu Thawus dari bapaknya (Thawus), dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ia melihat seseorang terperanjat mendengar sebuah hadits berkenaan dengan shifat Allah yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam karena merasa keberatan dengan hal tersebut. Maka Ibnu ‘Abbas berkata,
“Apa kekhawatiran mereka itu? Mereka mau mendengar dan menerima ketika dibacakan nash yang muhkam (jelas pengertiannya), tetapi mencelakakan diri (karena merasa keberatan) ketika dibacakan nash yang mutasyabih (sulit dipahami).” [1]

Orang-orang Quraisy tatkala mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyebut "Ar-Rahman", mereka mengingkarinya. Maka terhadap mereka itu, Allah menurunkan firmanNya, “Dan mereka kafir kepada Ar-Rahman.”


Kandungan Bab Ini

  1. Dinyatakan tidak berima, karena mengingkari (menolak) sebagian dari asma’ dan shifat Allah.
  2. Tafsiran ayat dalam surah Ar-Ra’d. [2]
  3. Jangan dituturkan kepada orang-orang yang tidak dimengerti oleh mereka.
  4. Alasannya, hal tersebut bisa mengakibatkan tuduhan bahwa Allah dan RasulNya tidak benar, meskipun tidak bermaksud demikian.
  5. Ibnu ‘Abbas menolak sikap orang yang merasa keberatan ketika dibacakan sebuah hadits yang berkenaan dengan shifat Allah dan menyatakan bahwa sikap tersebut mencelakakan dirinya.


Ingkar Kepada Ni'mat Allah


Allah Ta’ala berfirman: “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya …” (An-Nahl:83).

Dalam menafsiri ayat di atas, Mujahid berkata bahwa maksudnya adalah kata-kata seseorang, "Ini adalah harta kekayaanku yang aku warisi dari nenek moyangku."

‘Aun bin ‘Abdullah mengatakan, "Yakni kata mereka, ‘Kalau bukan karena Fulan, tentu tidak akan menjadi begini’."

Menurut tafsiran Ibnu Qutaibah, "Mereka itu mengatakan, ‘Adalah berkat syafa’at sesembahan-sesembahan kita’."

Abu Al-’Abbas[3] setelah mengupas hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Khalid yang isinya bahwa Allah berfirman, “Pagi ini, di antara hamba-hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir …" (dan seterusnya), sebagaimana telah disebutkan di atas,[4],
beliau mengatakan,“Hal ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah. Allah mencela orang yang berbuat syirik kepadaNya dengan menisbatkan nikmatNya kepada selainNya. Di antara kaum salaf ada yang mengatakan,  Yaitu seperti kata mereka, "Anginnya enak, nahkodanya tangkas" dan sebagainya, yang sering keluar dari ucapan orang banyak.”

Kandungan Bab Ini

  1. Tafsiran "Mengetahui nikmat Allah, kemudian mengingkarinya."
  2. Perbuatan tersebut sering terjadi dalam ucapan orang banyak, [karena itu harus dihindari].
  3. Ucapan seperti ini disebut sebagai mengingkari nikmat Allah.
  4. Bahwa dua hal yang bertentangan ini (mengetahui nikmat Allah dan mengingkarinya), bisa terjadi dalam diri manusia.

Catatan Kaki

[1] Perkataan Ibnu ‘Abbas disebutkan penulis setelah perkataan ‘Ali yang menyatakan bahwa seyogyanya tidak usah dituturkan kepada orang-orang apa yang mereka tidak mengerti, adalah untuk menunjukkan bahwa nash-nash Al-Qur’an maupun hadits yang berkenaan dengan shifat Allah tidak termasuk hal tersebut.
Bahkan perlu pula disebutkan dan ditegaskan, karena keberatan sebagian orang akan hal tersebut bukanlah menjadi faktor penghalang untuk menyebutkannya, sebab para ulama semenjak zaman dahulu masih membicarakan ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkenaan dengan shifat Allah di hadapan orang-orang umum maupun khusus.
[2] Ayat ini menunjukkan kewajiban mengimani segala asma’ dan shifat Allah, dan mengimani segala asma’ dan shifat Allah, dan mengingkari sesuatu darinya adalah kufur.
[3] yaitu Abu Al-’Abbas Ibnu Taimiyah.
[4] Telah disebutkan pada

Jangan Membuat Sekutu-sekutu Bagi Allah Dan Hal-Hal Yang Berkaitan Dengannya


Memasuki bab-bab selanjutnya dalam pembahasan Kitab Tauhid, penulis ingin menasehati agar jangan membuat sekutu/tandingan selain Allah, lalu menjelaskan hukum orang yang tidak rela dengan sumpah atas nama-Nya dan menjelaskan status ucapan “Atas Kehendak Allah Dan Kehendakmu”

Janganlah Membuat Sekutu-Sekutu Untuk Allah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 22)

Ibnu ‘Abbas, dalam manafsirkan ayat tersebut, mengatakan,
Membuat andad ialah berbuat syirik, suatu perbuatan dosa yang lebih sulit untuk dikenali daripada semut kecil yang merayap di atas batu hitam pada malam yang kelam. Yaitu seperti ucapan anda, "Demi Allah dan demi hidupmu wahai fulan serta demi hidupku."; atau, "Kalau bukan karena anjing kecil orang ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu."; atau, "Kalau bukan karena angsa yang ada di rumah ini, tentu datanglah pencuri-pencuri itu."; dan ucapan seseorang kepada kawannya, "Atas kehendak Allah dan kehendakmu."; juga ucapan seseorang, "Kalau bukan karena Allah dan karena si Fulan." Janganlah anda sebutkan si Fulan (si anu) dalam ucapan-ucapan tersebut. Itu semua adalah perbuatan syirik terhadap-Nya.” [1]

‘Umar bin Khaththab menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan menyebut selain nama Allah, maka ia telah
berbuat kafir atau syirik.”
[2]

Dan Ibnu Mas’ud berkata, “Bersumpah bohong dengan menyebut nama Allah lebih aku sukai daripada bersumpah jujur tetapi dengan menyebut nama selainNya.”

Hudzaifah menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu mengatakan, "Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan.", tetapi katakanlah, "Atas kehendak Allah, kemudian atas kehendak si Fulan." [3]

Diriwayatkan dari Ibrahim An-Nakha’i bahwa ia melarang ucapan, "Aku berlindung kepada Allah dan kepadamu."; tetapi membolehkan ucapan, "Kalau bukan karena Allah kemudian karena si Fulan." Dan janganlah anda mengatakan, "Kalau bukan karena Allah dan karena si Fulan."


Kandungan Bab Ini

  1. Tafsiran "Membuat andad (sekutu-sekutu)."
  2. Bahwa ayat yang diturunkan oleh Allah berkenaan dengan syirik akbar, para sahabat dalam menafsirkannya mencakup pula syirik ashghar (kecil).
  3. Bersumpah dengan nama selain Allah adalah syirik.
  4. Bersumpah dengan menyebut nama selain Allah, apabila benar-benar sumpahnya maka lebih besar dosanya daripada sumpah bohong (palsu).
  5. Perbedaan antara kata "dan" dengan kata "kemudian" dalam ucapan.


Orang Yang Tidak Rela Dengan Sumpah Yang Menggunakan Nama Allah


Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu bersumpah dengan nama nenek moyangmu! Barangsiapa bersumpah
dengan nama Allah supaya berkata benar, dan barangsiapa yang diucapkan padanya sumpah dengan menyebut nama Allah hendaklah ia rela (menerimanya). Barangsiapa yang tidak rela, maka lepaslah dia dari Allah. [4]


Kandungan Bab Ini

  1. Dilarang bersumpah dengan menyebut nama nenek moyang.
  2. Diperintahkan kepada orang yang diberi sumpah dengan menggunakan nama Allah untuk rela menerimanya.
  3. Ancaman bagi orang yang tidak rela.


Ucapan "Atas Kehendak Allah Dan Kehendakmu"


Qutailah menuturkan, Bahwa ada seorang Yahudi datang kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik, kamu mengatakan, "Atas kehendak Allah dan kehendakmu." dan mengucapkan "Demi Ka’bah." Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan, "Demi Tuhan Pemilik Ka’bah" dan mengucapkan, "Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu." [5]

Ibnu ‘Abbas menuturkan, Bahwa ada seseorang berkata kepada Nabi, shallallahu’alaihi wa sallam "Atas kehendak Allah dan kehendakmu." Maka ketika itu bersabdalah beliau, Apakah kamu menjadikan diriku sebagai sekutu untuk Allah? (katakanlah:) "Hanya kehendak Allah saja." [6]


Diriwayatkan Ibnu Majah dari Ath-Thufail, saudara seibu dengan ‘Aisyah, ia berkata,
“Aku bermimpi seakan-akan aku mendatangi sekelompok orang-orang Yahudi. Aku berkata kepada mereka, "Sungguh, kamu adalah sebaik-baik kaum, seandainya kamu tidak mengatakan, ‘Uzair putera Allah’." Mereka menjawab, "Sungguh, kamu pun sebaik-baik kaum seandainya kamu tidak mengatakan, ‘Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad’."

Lalu aku menjumpai sekelompok orang-orang Nasrani, maka aku berkata kepada mereka, "Sungguh, kamu pun sebaik-baik kaum seandainya kamu tidak mengatakan, ‘Al-Masih putera Allah’." Mereka menjawab, "Sungguh, kamu pun sebaik-baik kaum seandainya kamu tidak mengatakan, ‘Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad’."

Ketika pagi hari, aku beritahukan mimpi tersebut kepada kawan-kawanku, kemudian aku mendatangi Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan aku beritahukan kepada beliau. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bertanya, "Apakah kamu telah memberitahukannya kepada seseorang?" Aku menjawab "Ya." Lalu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ber-tahmid dan memuji kepada Allah, kemudian bersabda,  “Amma ba’du, sesungguhnya Thufail telah bermimpi sesuatu yang telah diberitahukan kepada orang-orang di antara kamu. Dan sesungguhnya kamu telah mengucapkan sesuatu yang ketika itu aku tidak sempat melarangnya kepadamu karena aku ada beberapa halangan, maka janganlah kamu mengatakan, "Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad." Akan tetapi katakanlah,  "Atas kehendak Allah semata."


Kandungan Bab Ini

  1. Hadits tersebut di atas menunjukkan bahwa orang Yahudi pun mengerti perbuatan yang disebut syirik ashghar.
  2. Pemahaman manusia apabila dipengaruhi hawa nafsunya; [seperti halnya orang Yahudi tadi, dia mengerti kebenaran tetapi dia tidak mau mengikuti kebenaran itu dan tidak mau beriman kepada Nabi yang membawanya].
  3. Sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, "Apakah kamu menjadikan diriku sebagai sekutu untuk Allah?" sebagai penolakan terhadap orang yang berkata kepada beliau, "Atas kehendak Allah dan kehendakmu." Jika demikian sikap beliau, lalu bagaimana dengan orang yang mengatakan, “Wahai makhluk termulia! Tiada seorang pun bagiku sebagai tempat aku berlindung selain engkau…" dan dua bait selanjutnya?
  4. Ucapan, "Atas kehendak Allah dan kehendakmu" termasuk syirik ashghar, tidak termasuk syirik akbar, karena beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kamu telah mengucapkan sesuatu yang ketika itu aku tidak sempat melarangnya kepadamu karena aku ada beberapa halangan …”
  5. Mimpi baik termasuk salah satu macam wahyu.
  6. Mimpi kadangkala menjadi sebab disyariatkannya sebagian hukum.

Catatan Kaki

[1] Riwayat Ibnu Abi Hatim.
[2] Hadits riwayat At-Tirmidzi dengan menyatakan hasan. Al-Hakim menyatakannya shahih.
[3] Hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad shahih.
[4] Hadits riwayat Ibnu Majah dengan sanad hasan.
[5] Hadits riwayat An-Nasa’i dan dinyatakan shahih.
[6] riwayat An-Nasa’i.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.