(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar)
Dari Jarir bin Abdillah al-Bajali , beliau berkisah:
كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ n إِذْ نَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ
لَيْلَةَ الْبَدْرِ قَالَ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ
هَذَا الْقَمَرَ لَا تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنْ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ
لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَصَلَاةٍ قَبْلَ
غُرُوبِ الشَّمْسِ فَافْعَلُوا
“Kami pernah duduk bersama Nabi .
Saat itu beliau memandang ke arah bulan pada malam purnama. Beliau
bersabda, ‘Sesungguhnya kalian akan memandang Rabb kalian sebagaimana
kalian memandang bulan. Kalian tidak berdesakan ketika memandang Allah.
Jika kalian mampu, untuk tidak terlewatkan shalat sebelum terbitnya
matahari dan shalat sebelum tenggelamnya matahari, lakukanlah!”
▓ TAKHRIJ HADITS
Hadits di atas dikeluarkan oleh al-Imam al-Bukhari (no. 554) dan Muslim (no. 633).
Al-Imam al-Bukhari mengeluarkannya melalui jalan ‘Amr bin ‘Aun dari
Khalid dan Husyaim, dari Ismail dari Qais, dari Jarir bin Abdillah
al-Bajali .
Adapun al-Imam Muslim mengeluarkan hadits di atas
melalui jalan Zuhair bin Harb, dari Marwan bin Mu’awiyah al-Fazari, dari
Ismail, dari Qais, dari Jarir bin Abdillah al-Bajali .
Para
ulama rahimahumullah menyatakan hadits tentang ru’yatullah mencapai
derajat mutawatir. Di antara mereka adalah Ibnu Taimiyah (Majmu’ Fatawa
3/390), Ibnu Qayyim (Hadil Arwah hlm. 219—251), Ibnu Katsir (Tafsir
al-Qur’an al-Azhim 2/161), dan Ibnu Abil Izz (Syarah Thahawiyah 1/243).
● Ibnul Qayyim berkata dalam Hadil Arwah,
“Hadits-hadits dari Nabi dan para sahabat yang menjelaskan tentang
ru’yatullah mencapai derajat mutawatir. Sahabat yang meriwayatkan dari
Nabi adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Abu Hurairah, Abu Said al-Khudri,
Jarir bin Abdillah al-Bajali, Suhaib bin Sinan ar-Rumi, Abdullah bin
Mas’ud al-Hudzali, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Adi bin
Hatim ath-Tha’i, Anas bin Malik al-Anshari, Buraidah bin al-Hushaib
al-Aslami, Abu Razin al-Uqaili, Jabir bin Abdillah al-Anshari, Abu
Umamah al-Bahili, Zaid bin Tsabit, Ammar bin Yasir, Aisyah Ummul
Mukminin, Abdullah bin ‘Amr, Umarah bin Ruwaibah, Salman al-Farisi,
Hudzaifah ibnul Yaman, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin al-Ash
g—dan hadits beliau mauquf—Ubai bin Ka’b, Ka’b bin Ujrah, Fadhalah bin
Ubaid —dan haditsnya mauquf—dan salah seorang sahabat Nabi . Berikut ini
pemaparan hadits-hadits mereka dalam kitab-kitab Shahih, Musnad, dan
Sunan.
Hadits-hadits tersebut diterima dengan sepenuh hati dan
lapang jiwa. Tidak dengan mentahrif, mengubah, atau hati sempit, juga
tidak mendustakan. Barang siapa mendustakannya, ia tidak termasuk hamba
yang akan memandang wajah Allah dan ia termasuk golongan yang
terhalangi pada hari kiamat nanti.”
● Al-Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bari 13/443) mengatakan,
“Ad-Daraquthni telah menghimpun seluruh jalan periwayatan tentang
ru’yatullah di akhirat nanti, ternyata didapati lebih dari dua puluh
jalan. Lalu Ibnu Qayyim al-Jauziyah menelitinya lebih lanjut dalam kitab
Hadil Arwah, ternyata malah sampai tiga puluh jalan. Sebagian besar
jalan periwayatannya bagus.”
● Ibnul Qayyim menukil keterangan al-Baihaqi dalam hal ini. Al-Baihaqi berkata,
“Kami memperoleh riwayat dalam menetapkan ru’yatullah dari Abu Bakar
ash-Shiddiq, Hudzaifah ibnul Yaman, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin
Abbas, Abu Musa, dan lain-lain . Tidak ada satu pun riwayat dari
seorang sahabat yang menafikannya. Andai mereka berbeda pendapat dalam
masalah ini, pasti perbedaan itu akan dinukilkan kepada kita sebagaimana
telah dinukilkan kepada kita dari mereka perbedaan pendapat tentang
halal, haram, syariat, dan hukum-hukum. Perbedaan pendapat di antara
mereka tentang ru’yatullah dengan mata kepala di dunia, dinukilkan
kepada kita. Karena ru’yatullah dengan mata kepala pada hari kiamat
telah diriwayatkan dari mereka dan tidak dinukilkan adanya perbedaan di
kalangan mereka, sebagaimana telah dinukilkan perbedaan mereka tentang
ru’yatullah di dunia, kita memastikan bahwa para sahabat telah sepakat
dan ijma’ dalam hal ru’yatullah dengan mata kepala di akhirat.”
● Al-Allamah Ibnul Wazir dalam kitabnya ar-Raudhul Basim menjelaskan
anggapan sebagian kalangan bahwa hadits Jarir bin Abdillah al-Bajali
termasuk hadits ahad, “Anggapan ini sangat aneh dan merupakan kejahilan
besar, karena ahli hadits meriwayatkan hadits dalam jumlah yang banyak
tentang ru’yatullah. Jumlahnya mencapai delapan puluh hadits. Sahabat
yang meriwayatkan lebih dari tiga puluh sahabat.”
Pembaca…
Masalahnya bukan mutawatir atau ahad, melainkan keyakinan mereka yang
sudah sesat! Pernyataan sebagai hadits ahad hanyalah alasan yang
dibuat-buat. Betapa banyak hadits mutawatir yang mereka dustakan. Semua
kedustaan ini mereka lakukan demi memperjuangkan kesesatan.
Na’udzubillah!
▓ MAKNA HADITS
Sungguh, kalian
akan benar-benar melihat Allah , Rabb kalian. Dengan mata kepala, secara
nyata. Bukan dengan mata hati atau hanya mengetahui saja. Tetapi, akan
memandang dengan mata kepala. Kalian akan memandang Allah sebagaimana
halnya memandang bulan di malam purnama. Sebagaimana kalian memandang
bulan dengan mata kepala, demikian juga kaum mukminin akan memandang
Allah dengan mata kepala. Rasulullah menyamakan antara CARA MEMANDANG
Allah dengan CARA MEMANDANG bulan, BUKANNYA Rasulullah menyamakan
antara yang dipandang. Hal ini karena tidak ada sesuatu pun yang sama
dengan-Nya. Keadaan kalian saat memandang Allah sama dengan keadaan
kalian ketika memandang bulan purnama, malam keempat belas atau kelima
belas. Saat itu kalian tidak saling berdesakan, tidak saling menutupi
dan menghalangi, juga tidak saling mengganggu satu sama lain.
Masing-masing bisa memandang Allah . Oleh karena itu, salah satu caranya
adalah menjaga shalat Subuh dan shalat Ashar secara berjamaah.
Rasulullah bersabda, “Barang siapa (menjaga) untuk selalu mengerjakan
shalat bardain (shubuh dan ashar), ia akan masuk surga.” (HR. al-Bukhari
dan Muslim) (Syarah al-Wasithiyah, Ibnu Utsaimin, Syarah al-Wasithiyah,
al-Harras)
▓ URGENSI AKIDAH RU'YATULLAH
Pembahasan ini sangat penting, termasuk akidah dasar keimanan seorang
hamba. Hal ini karena memandang Allah merupakan kenikmatan besar.
Segenap hamba berlomba dan berpacu untuk bisa merasakan nikmat ini.
Setiap hamba berusaha agar tidak terhalang untuk memandang Allah, agar
tidak terusir dari pintu rahmat Allah .
Bukti pentingnya
pembahasan ini adalah perhatian ulama. Para ulama mencantumkan
pembahasan ini di dalam kitab-kitab akidah karya mereka. Bahkan,
sejumlah ulama mengumpulkan dan menyusun hadits-hadits tentang
ru’yatullah secara khusus. Di antaranya adalah :
▌ad-Daraquthni,
▌al-Ajurri,
▌Ibnu an-Nahhas, dan yang lain.
Al-Imam Ahmad bin Hambal , menjelaskan keyakinan Ahlus Sunnah yang agung ini dalam ucapan beliau,
▌“Beriman (bahwa kaum mukminin) akan melihat (wajah Allah yang
Mahamulia) pada HARI KIAMAT, sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad dalam hadits-hadits yang sahih.” (Ushul as-Sunnah hlm. 23)
Al-Imam ash-Shabuni mengatakan,
▌“Ahlus Sunnah bersaksi bahwa kaum mukminin akan melihat dan memandang
Rabb mereka—Tabaraka wa Ta’ala—pada HARI KIAMAT dengan mata kepala
mereka. Hal ini sebagaimana berita yang sahih dari Rasulullah ,
‘Sesungguhnya kalian akan memandang Rabb kalian, sebagaimana kalian
memandang bulan’.” (Aqidah Ashabul Hadits hlm. 61)
Al-Imam Ismail bin Yahya al-Muzani berkata,
▌“Pada hari itu, mereka akan melihat Rabb mereka. Mereka tidak merasa
ragu dan bimbang dalam melihat Allah . Wajah mereka menjadi berseri
dengan kemuliaan dari-Nya. Dengan karunia-Nya, mata mereka akan melihat
kepada-Nya, dalam kenikmatan yang kekal abadi….” (Syarah Sunnah
al-Muzani hlm. 82)
▸
Al-Imam Abu Ja’far ath-Thahawi menerangkan prinsip yang agung ini dengan lebih terperinci dalam ucapannya,
▌“Memandang wajah Allah bagi penghuni surga adalah kebenaran, tanpa
penglihatan mereka bisa meliputi-Nya ketika melihat-Nya, dan tidak boleh
(menanyakan) bagaimana (tata caranya dan seperti apa), sebagaimana
disebutkan kitab Rabb kita:
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” (al-Qiyamah: 22—23)
Penafsiran ayat ini adalah sebagaimana yang Allah ketahui dan
kehendaki. Semua hadits sahih dari Rasulullah yang menjelaskan masalah
ini adalah seperti yang beliau sabdakan, dan maknanya seperti yang
beliau inginkan.
▸▸▌Kita tidak boleh membicarakan masalah ini dengan menakwil kepada pendapat kita sendiri.
▸▸▌Tidak boleh pula kita mereka-reka dengan hawa nafsu, karena
seseorang tidak akan selamat dalam beragama melainkan jika dia tunduk
dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya , serta mengembalikan ilmu dalam
hal-hal yang kurang jelas kepada ulama.”
(Aqidah ath-Thahawiyah)
▸
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
▌“Iya, memandang Allah dengan mata kepala memang untuk kaum mukminin
di dalam jannah (surga). Memandang Allah juga diberikan untuk manusia
pada hamparan luas hari kiamat, sebagaimana dijelaskan dalam
hadits-hadits yang mutawatir dari Nabi Muhammad . Beliau bersabda,
‘Sesungguhnya, kalian akan memandang Rabb kalian sebagaimana kalian
memandang matahari pada waktu siang. Tidak ada awan yang menghalangi’.”
Setelahnya, Syaikhul Islam menjelaskan,
▌”Hadits-hadits di atas dan hadits-hadits lain dalam kitab-kitab
Shahih, telah diterima oleh salaf dan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah
juga bersepakat. Yang mendustakan dan mengubahnya adalah kelompok
Jahmiyah dan para pengikutnya, seperti kelompok Mu’tazilah, Rafidhah,
dan kelompok lainnya yang mendustakan sifat-sifat Allah , termasuk
memandang Allah dan selainnya. Mereka adalah kaum Mu’aththilah,
seburuk-buruk makhluk dan ciptaan.” (al-Fatawa 3/390—391)
▓ DALIL-DALIL TENTANG RU'YATULLAH
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi berkata,
“Artinya, memandang Allah pada hari akhir nanti. Setiap hamba wajib
beriman bahwa Allah akan dilihat pada hari akhir. Kaum mukminin akan
memandang Allah . Kaum Mu’tazilah mengingkari ru’yatullah pada hari
akhir berdasarkan syubhat-syubhat batil. Ahlus Sunnah telah membantah
mereka dengan hujah dan keterangan dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Di antara ulama yang membantah mereka adalah Ibnul Qayyim . Ibnul
Qayyim berdalil dengan tujuh ayat dari al-Qur’an. Mungkin, ada yang
menilai jauh berdalil dengan ayat-ayat tersebut. Akan tetapi, jika ia
mau merenunginya, ia pasti mengetahui bahwa Ibnul Qayyim memang benar
dalam hal berdalil dengan ayat-ayat tersebut.” (Syarah Ushul Sunnah hlm.
28)
Pembaca,
▌selain hadits mutawatir, ada juga beberapa
ayat al-Qur’an yang menetapkan ru’yatullah. Dalam pembahasan ini hanya
akan diuraikan dua ayat saja. Adapun ayat-ayat lain dapat dirujuk lebih
luas lagi dalam kitab-kitab ulama.
▸▌Dalil Pertama:
Firman Allah , yang artinya :
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” (al-Qiyamah: 22—23)
Abu Abdillah al-Qurthubi berkata dalam penjelasan ayat ini,
●”Artinya, memandang Rabbnya (Allah ). Jumhur ulama berpendapat berdasarkan penafsiran ini.” (Tafsir al-Qurthubi 19/107)
Al-Imam ath-Thabari menyebutkan beberapa pendapat dalam hal ini. Di akhirnya beliau berkata,
● “Dari dua pendapat tersebut, yang paling benar menurut kami adalah
pendapat yang telah kami sebutkan dari al-Hasan dari Ikrimah, yaitu
makna ayat adalah memandang Allah . Hadits dari Rasulullah menerangkan
dengan makna ini.” (Tafsir ath-Thabari 37/119)
Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini,
● “(Maknanya), melihat dengan mata kepala.” (Tafsir Ibnu Katsir 4/450)
Asy-Syaukani berkata,
● “Ayat ini bermakna memandang Allah . Demikianlah pendapat jumhur
ulama. Yang dimaksud oleh ayat ini semakna dengan maksud yang terkandung
dalam hadits-hadits sahih yang mutawatir, yaitu hamba-hamba Allah akan
memandang Rabb mereka sebagaimana mereka memandang bulan di malam
purnama.” (Fathul Qadir 5/338)
Ibnu Katsir berkata,
●
“Makna ini, alhamdulillah, adalah makna yang disepakati oleh para
sahabat, tabi’in, dan salaf umat. Makna ini juga telah disepakati oleh
para imam Islam dan penyeru hidayah kepada manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir
4/450)
●●❥ Beberapa nukilan dari ulama di atas menunjukkan,
barang siapa yang pendapatnya berbeda, ia telah keluar dari wilayah
kebenaran.
▸▌Dalil Kedua:
Firman Allah, yang artinya :
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah ).” (Yunus: 26)
Rasulullah bersabda dalam hadits Shuhaib,
● “Apabila penduduk surga telah masuk ke dalam surga, Allah berfirman,
‘Apakah kalian menginginkan sesuatu untuk Aku tambahkan?’
Mereka
menjawab, ‘Bukankah Engkau telah menjadikan wajah kami putih bercahaya?
Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga, dan Engkau
menyelamatkan kami dari neraka?’
Kemudian Dia menyingkap hijab.
Tidak ada satu pun nikmat yang diberikan kepada penduduk surga yang
lebih mereka sukai dibandingkan memandang Rabb mereka .” Kemudian
Rasulullah membaca ayat ini. (HR. Muslim no. 181)
Ibnu Katsir menjelaskan makna “dan tambahannya”,
● “Tambahan adalah dilipatgandakannya pahala amalan kebaikan sampai
sepuluh kali bahkan tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih. Mencakup juga
nikmat yang Allah berikan untuk mereka berupa istana, bidadari, dan
keridhaan-Nya, serta nikmat menyenangkan yang Allah masih sembunyikan.
Kenikmatan yang paling agung dan tinggi, melebihi semua kenikmatan di
surga, adalah memandang wajah Allah yang Mahamulia. Inilah ‘tambahan’
yang paling agung, melebihi semua nikmat yang Allah berikan kepada para
penghuni surga. Mereka berhak mendapatkan kenikmatan tersebut, namun
bukan karena amal perbuatan mereka, tetapi karena karunia dan rahmat
Allah .
Penafsiran ‘tambahan’ dengan memandang wajah Allah yang
mulia telah diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Hudzaifah bin
al-Yaman, Abdullah bin Abbas , Said bin al-Musayyab, Abdurrahman bin Abi
Laila, Abdurrahman bin Sabith, Mujahid, Ikrimah, Amir bin Sa’d, Atha’,
ad-Dhahhak, al-Hasan, Qatadah, as-Suddi, Muhammad bin Ishaq, dan ulama
lain dari kalangan salaf dan khalaf, semoga Allah l merahmati mereka
semua.” (Tafsir Ibnu Katsir 2/545)
▓ Seputar Syubhat Tentang Ru’yatullah
Ada beberapa kelompok yang menyelisihi pendapat Ahlus Sunnah dalam hal ru’yatullah. Namun, yang terkenal ada dua:
1. Kelompok yang mengingkari ru’yatullah dan memahami dalil-dalil
tentang ru’yatullah dengan takwil yang batil. Mereka adalah kaum
Jahmiyah, Mu’tazilah, Khawarij, al-Imamiyah, Rafidhah, dan yang semisal.
2. Kelompok yang menetapkan ru’yatullah, namun meyakini bahwa Allah
dapat dilihat tidak pada jihah (arah tertentu). Mereka adalah kaum
Asy’ariyah. (Syarah ath-Thahawiyah, Shalih Alu Syaikh)
»̶❥
Masing-masing kelompok mengaku memiliki dalil untuk mempertahankan
pendapatnya. Namun, pemahaman yang salah dan keyakinan sesat menyebabkan
mereka jauh dari kebenaran.
»̶❥Syubhat-syubhat mereka telah
dikupas tuntas dan diterangkan dengan jawaban yang memuaskan oleh para
ulama Ahlus Sunnah. Jawaban yang tidak menyisakan keraguan sedikit pun.
Cukuplah ayat al-Qur’an dan hadits mutawatir tentang ru’yatullah untuk
dipegang dan diyakini. Adapun bayangan dan konsekuensi yang muncul dari
akal dan pikiran manusia yang dangkal, hendaknya dihilangkan. Allahu
musta’an.
Asy-Syaikh al-Fauzan berkomentar tentang kelompok-kelompok yang menentang adanya ru’yatullah pada hari kiamat,
▌“Seperti yang dilakukan oleh kelompok Jahmiyah, Mu’tazilah, dan
orang-orang yang berguru dari mereka serta berpegang dengan takwil batil
mereka. Padahal, yang wajib bagi kita adalah mengikuti al-Qur’an dan
as-Sunnah, tidak tenggelam dalam akal dan pikiran kita sendiri. Kita
berhukum dengan keterangan dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Yang
seharusnya, al-Qur’an dan as-Sunnah yang mengatur akal dan pikiran
kita.” (Ta’liq al-Aqidah ath-Thahawiyah, 1/349)
Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin mengatakan,
▌“Oleh sebab itu, sebagian ulama menyatakan, barang siapa mengingkari
ru’yatullah, dia kafir murtad. Kewajiban seorang mukmin adalah
menetapkan ru’yatullah. Dia dikafirkan karena dalil-dalil yang
menetapkan ru’yatullah adalah dalil yang qath’i secara tsubut dan
dalalah.” (Syarah al-Wasithiyah, al-Utsaimin hlm. 436)
▓ PENUTUP
Di pengujung tulisan ini, tidak lupa kita berdoa dan meminta, dengan
doa yang diajarkan Rasulullah dalam hadits Ammar bin Yasirz yang
diriwayatkan oleh al-Imam an-Nasa’i ,
أَسْأَلُكَ لِذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ، وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ
“Aku meminta kepada-Mu (ya Allah) kenikmatan memandang wajah-Mu di
akhirat kelak, dan aku meminta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu
dengan-Mu.”
Aamiin, ya Mujibas sa’ilin!
http://asysyariah.com/
27 Agustus 2012
RU'YATULLAH, NIKMATNYA MEMANDANG ALLAH
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar