-->

30 Agustus 2012

Syafaat dari Allah Menurut Pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (1)


Syafa’at dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Menurut Pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Mengimani syafa’at dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari Kiamat adalah termasuk salah satu prinsip dasar aqidah (keyakinan)Ahlus Sunnah wal Jamaah yang tercantum dalam dalam kitab-kitab aqidah para imam Ahlus Sunnah.[1]

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “(Termasuk landasan pokok Islam adalah kewajiban) mengimani syafa’at Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam (dari Allah Subhanahu wa Ta’ala) kepada suatu kaum (dari orang-orang muslim sehingga) mereka dikeluarkan dari neraka setelah mereka terbakar (api neraka) dan menjadi arang, kemudian Allah memerintahkan agar mereka dimasukkan ke dalam sungai di depan pintu surga, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits, sesuai dengan kehendak Allah.”[2]
Imam Abu Muhammad al-Barbahari berkata, “(Termasuk landasan pokok Islam adalah kewajiban) mengimani syafa’at Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang-orang yang berbuat dosa dan salah (dari kaum muslimin) pada hari Kiamat, juga di atas ash-shiraath (jembatan yang dibentangkan di atas permukaan neraka Jahannam), dan (dengan syafa’at) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan mereka (dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala) dari dalam neraka Jahannam. Masing-masing Nabi memiliki syafa’at, demikian pula para shiddiq, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang shaleh…”[3]
Imam Abu Ja’far ath-Thahawi berkata, “Syafa’at yang Allah simpan untuk kaum muslimin (di akhirat nanti) adalah benar, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.“[4]
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin berkata, “Kita (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) mengimani (membenarkan) syafa’at (dari AllahSubhanahu wa Ta’ala) bagi orang-orang yang masuk neraka dari kalangan kaum mukminin sehingga mereka keluar dari neraka. Syafa’at ini bisa dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, nabi-nabi lainnya, orang-orang yang beriman (yang shaleh) dan para malaikat (dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala). Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengeluarkan dari neraka orang-orang (yang berbuat dosa) dari kaum mukminin tanpa syafa’at, tapi dengan karunia dan rahmat-Nya.”[5]

Definisi syafa’at

Secara bahasa syafa’at berarti menjadikan sesuatu genap (berpasangan). Asy-syaf’u artinya genap lawan dari al-witru (genap).[6]
Adapun dalam istilah syariat: syafa’at adalah menjadi penengah bagi orang lain untuk mengusahakan kebaikan atau mencegah keburukan.[7]
Definisi ini sesuai dengan makna syafa’at secara bahasa, karena dengan adanya penengah maka jadilah keduanya genap.[8]
Imam Ibnul Atsir berkata, “(Lafazh) syafa’at disebutkan berulang kali dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara yang berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat. Syafa’at ini artinya memohon (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) agar (Dia) mengampuni dosa-dosa dan kesalahan (yang terjadi) di antara mereka.[9]

Dalil-dalil penetapan syafa’at

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ
Siapakah (tiada seorangpun) yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.” (QS. al-Baqarah: 255).
Imam al-Qurthubi berkata, “Ayat (yang mulia) ini menetapkan bahwa Allah mengizinkan siapa yang dikehendaki-Nya untuk (memberikan) syafa’at, mereka adalah para Nabi ‘alaihissalam, para ulama, orang-orang yang berjihad (di jalan-Nya), para Malaikat, dan orang-orang selain mereka yang dimuliakan dan diutamakan oleh Allah. Kemudian mereka tidak bisa memberikan syafa’at kecuali kepada orang yang diridhai Allah, sebagaimana firman-Nya,
وَلا يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى
Dan mereka tidak (bisa) memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (QS. al-Anbiyaa’: 28).[10]
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat-ayat berikut,
يَوْمَئِذٍ لا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً
Pada hari itu (hari kemudian) tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang diberi izin oleh Allah Maha Pemurah, dan Dia telah meridhai perkataannya.” (QS. Thaahaa: 109).
وَلا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُون
Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafa’at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah ialah) orang yang mempersaksikan (kalimat tauhid) dengan benar dan mereka menyakini(nya).” (QS az-Zukhruf: 86).
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
Dan betapa banyak Malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali setelah Allah mengizinkannya bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-Nya.” (QS an-Najm: 26).
Semua ayat di atas menetapkan adanya syafa’at pada hari Kiamat dengan syarat-syarat tertentu, yang akan kami jelaskan insya Allah.[11]
Adapun hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menetapkan adanya syafa’at maka terlalu banyak untuk disebutkan, bahkan hadits-hadits tersebut mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalan sehingga tidak mungkin diingkari kebenarannya).[12]
Di antara hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai doa yang mesti dikabulkan (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala), maka mereka semua menyegerakan doa mereka tersebut  (di dunia), dan aku menyimpan doaku sebagai syafa’at bagi umatku pada hari Kiamat nanti, maka syafa’at itu insya Allah akan diraih oleh orang yang meninggal dunia dari umatku dalam keadaan dia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu.“[13]

  1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda, “Orang yang paling berbahagia dengan (mendapatkan) syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan (kalimat) Laa ilaaha illallahu (tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah) dengan ikhlas dari hati atau jiwanya.“[14]
  1. Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, dalam sebuah hadits yang panjang, Allah Ta’ala berfirman, “Para Malaikat telah memberi syafa’at, para Nabi ‘alaihissalam (juga) telah memberi syafa’at, dan orang-orang yang beriman (juga) telah memberi syafa’at, maka tidak tersisa keculai Zat Yang Maha Penyayang (Allah Subhanahu wa Ta’ala)….“[15]
4. Dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau berkata, “Sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salalmbersabda, ‘Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali Allah akan menerima/mengabulkan syafa’at mereka terhadapnya.’”[16]
-bersambung insya Allah-


Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A
Artikel www.manisnyaiman.com

[1] Lihat kitab Asy-Syafaa’ah tulisan syaikh Muqbil al-Waadi’i (hal. 4).
[2] Kitab Ushuulus Sunnah (hal. 4).
[3] Kitab Syarhus Sunnah (hal. 73).
[4] Kitab Syarhul Aqiidatith Thahaawiyyah (hal. 229).
[5] Kitab Aqiidatu Ahlis Sunnah Wal Jama’ah (hal. 11).
[6] Lihat kitab Lisaanul ‘Arab (8/183), Al-Qamuusul Muhiith (hal. 947) dan Syarhul Aqiidatil Waasithiyyah (2/168).
[7] Kitab Syarhul Aqiidatil Waasithiyyah (2/168).
[8] Ibid.
[9] Kitab An-Nihaayah Fi Ghariibil Hadits Wal Atsar (2/1184).
[10] Kitab Tafsir al-Qurthubi (3/273).
[11] Lihat kitab Asy-Syafaa’ah tulisan Syaikh Muqbil al-Waadi’i (hal. 11-12).
[12] Lihat kitab Asy-Syafaa’ah tulisan syaikh Muqbil al-Waadi’i (hal. 4).
[13] Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 5945) dan Muslim (no. 199) dan lafazh ini adalah lafazh Imam Muslim.
[14] Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 99).
[15] Hadits shahih riwayat Muslim (no. 183).
[16] Hadits shahih riwayat Muslim (no. 948).

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.