Al-Mundzir bin Jarir menceritakan dari ayahnya Jarir bin Abdillah , bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda
نْ
سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ
عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ
شَيْءٌومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ
وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Siapa yang melakukan satu
sunnah hasanah dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala
orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi
pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang melakukan satu sunnah
sayyiah dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang
yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa
mereka sedikitpun. (HR.Muslim no. 2348, 6741, Sunan An-Nasa‘i
no.2554, Sunan At-Tirmidzi no. 2675, Sunan Ibnu Majah no. 203, Musnad
Ahmad 5/357, 358, 359, 360, 361, 362 dan juga diriwayatkan oleh yang
lainnya)
Yang dimaksud dengan sunnah hasanah dalam sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
(Siapa
yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam) yakni menempuh satu
jalan yang diridhai, yang jalan tersebut ada contoh/ asalnya dalam agama
ini (bukan perkara yang diada-adakan/ bid’ah) dan akan menjadi contoh
bagi orang lain.
Sedangkan sunnah sayyiah dalam sabda beliau:
ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً
siapa
yang melakukan satu sunnah sayyiah dalam Islam) yakni jalan yang tidak
diridhai yang tidak ada asalnya dalam agama ini. (Tuhfatul Ahwadzi, hal.
2034, kitab Al-’Ilm, bab Fi Man Da’a Ilal Huda Fatutbi’a aw Ila
Dhalalah, Syarhu Sunan An-Nasa‘i lil Imam As-Sindi, 5/76)
Yang
membedakan antara sunnah hasanah dengan sayyiah adalah adanya
kesesuaian dengan pokok-pokok syar’i atau tidak. (Syarhu Sunan Ibni
Majah lil Imam As-Sindi 1/90)
Namun jangan dipahami dari hadits di atas bahwa ada bid’ah hasanah dan ada bid’ah sayyiah.
Prof.
Dr. Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah (seorang ulama besar
terkemuka, anggota Majelis Kibarul ‘Ulama, juga anggota Komite Tetap
Kajian Ilmiah dan Pemberian Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) berkata: “Tidak
ada dalil bagi orang yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (yang
baik) dan bid’ah sayyiah (yang jelek). Karena yang namanya bid’ah itu
semuanya sayyiah, dengan dalil sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
“Seluruh bid’ah itu sesat dan semua kesesatan itu di dalam neraka.”
Adapun sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
Maka yang dimaksud adalah: Siapa yang menghidupkan satu sunnah. Nabi shalallahu ‘alaihi wassalambersabda
demikian disebabkan salah seorang shahabat beliau yang datang dengan
membawa sedekah di satu waktu dari saat-saat krisis, kemudian
perbuatannya ini diikuti oleh orang lain sehingga mereka berturut-turut
memberikan sedekah.”
Beliau juga menyatakan: “Hadits ini tidak
menunjukkan sebagaimana yang dikatakan oleh mereka (bahwasanya ada
bid’ah hasanah) karena Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dalam hadits tersebut tidak menyatakan:
مَنْ ابْتَدَعَ بِدْعَةً حَسَنَةً
Siapa yang mengada-adakan bid’ah hasanah, namun beliau shalallahu ‘alaihi wassalam hanya menyatakan:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
sementara
sunnah bukanlah bid’ah. Sunnah adalah apa yang mencocoki Al-Kitab dan
As-Sunnah, mencocoki dalil, demikianlah yang namanya sunnah.
Maka
barangsiapa yang mengamalkan satu sunnah yang ditunjukkan oleh Al-Kitab
dan As-Sunnah, dengan menghidupkannya atau mengajarkannya kepada
manusia dan menerangkannya kepada manusia hingga mereka mengamalkan
sunnah tersebut karena mencontohnya (orang yang menghidupkan sunnah
tersebut, maka ia akan mendapatkan pahala sunnah tersebut dan pahala
orang-orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat
Sababul
wurud (sebab terjadinya) hadits ini sudah dikenal, yaitu ketika
orang-orang Arab yang miskin datang menemui Nabi. Beliau terenyuh
melihat keadaan mereka dan merasa sangat sedih karenanya. Maka beliau
pun memerintahkan dan mendorong para shahabatnya untuk bersedekah. Lalu
berdirilah seseorang dari kalangan shahabat untuk memberikan sedekahnya
berupa makanan sepenuh telapak tangannya. Kemudian manusia pun
berturut-turut memberikan sedekah karena mencontoh orang ini, karena
memang dialah yang pertama kali membuka jalan bagi mereka. Saat itulah
Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam…”
Orang
ini telah melakukan amalan sunnah, yaitu bersedekah dan membantu orang
yang membutuhkan. Sedangkan sedekah diperintahkan dalam Al-Kitab dan
As-Sunnah, maka sedekah merupakan sunnah hasanah, bukan bid’ah. Siapa
yang menghidupkan, mengamalkan, dan menerangkannya pada manusia hingga
mereka pun mengamalkan dan mencontohnya dalam melakukan amalan/sunnah
tersebut, orang itu mendapatkan pahala semisal pahala mereka.”
(Dhahiratut Tabdi’ wat Tafsiq wat Takfir wa Dhawabithuha, hal. 42,
47-48)
Al-Imam Abu Ishaq Asy-Syathibi rahimahullah dalam kitabnya yang masyhur Al-I’tisham (1/233 dan 235) menyatakan bahwa dalam sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam di
atas tidaklah sama sekali menunjukkan bolehnya mengada-adakan perkara
baru, tapi justru menunjukkan pengamalan suatu sunnah yang tsabit
(pasti) keberadaannya, sehingga sunnah hasanah bukanlah perkara
mubtada’ah (yang diada-adakan/ bid’ah).
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata
ketika mensyarah (menjelaskan) hadits yang agung ini: “Dalam hadits ini
ada dorongan untuk mengawali melakukan amalan-amalan kebaikan dan
mengerjakan sunnah-sunnah hasanah (menghidupkan perkara kebaikan yang
telah ditinggalkan oleh orang-orang dan menghidupkan sunnah yang telah
mati,.). Dan (dalam hadits ini juga) terdapat peringatan untuk tidak
melakukan perkara kebatilan dan kejelekan.”
Beliau juga menyatakan
bahwa hadits ini menunjukkan keutamaan yang besar bagi orang yang
memulai melakukan satu amalan kebaikan dan menjadi pembuka pintu amalan
ihsan/ kebaikan bagi lainnya. Dan barangsiapa yang melakukan sunnah
hasanah, ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala-pahala yang
didapatkan oleh orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut (karena
mencontohnya) semasa hidupnya ataupun setelah matinya sampai hari
kiamat. Dan sebaliknya, barangsiapa membuat sunnah sayyiah, niscaya ia
akan mendapatkan dosa semisal dosa orang-orang yang menirunya dalam
melakukan sunnah tersebut semasa hidupnya atau sepeninggalnya sampai
hari kiamat. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 7/105-106, 16/443-444)
23 Agustus 2012
Tidaklah Sama Antara Sunnah Hasanah Dan Bid'ah Hasanah
23.58
Unknown
Diberdayakan oleh Blogger.