-->

08 Agustus 2012

Wahai Hizbut Tahrir Demonstrasi Haram Hukumnya


Wahai Hizbut Tahrir Demonstrasi Haram Hukumnya

Oleh : Abu Namira Hasna Al-Jauziyah
Mukadimah
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدي
Telah sampai kepada penulis sebuah tulisan yang berjudul : Haramkah Demonstrasi? Yang penulis ambil dari website  resmi Hizbut Tahrir http://hizbut-tahrir.or.id/2011/04/09/haramkah-demonstrasi/, tulisan ini merupakan bantahan  hizbut tahrir kepada Hai’ah Kibar ‘Ulama’ Arab Saudi yang mengeluarkan fatwa bahwa demonstrasi hukumnya haram. Setelah penulis membaca isi bantahan hizbut tahrir itu, ternyata banyak kerancuan dan memutarbalikan fakta serta tuduhan dusta kepada Hai`ah kibar ulama di Arab Saudi.
Untuk itulah, penulis merasa terpanggil untuk menyumbangkan tanggapan terhadap bantahan tulisan hizbut tahrir (yang tanpa rasa takut kepada Allah azza wa jalla menuduh dengan keji ) kepada Hai`ah kibar ulama. Apakah hizbut tahrir tidak membaca firman Allah Ta’ala berfirman:
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُواْ عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُم مُّسْوَدَّةٌ
“Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta atas nama Allah, wajah-wajah mereka menjadi hitam.” (QS. Az-Zumar: 60).
Seharusnya mereka(hizbut tahrir)intropeksi diri,dan menimbang siapa yang salah dalam menyikapi sesuatu persoalan. Dan janganlah kalian berdusta hanya karena kalian benci kepada pemerintahan Arab Saudi, perhatikanlah firman Allah Azza wa jalla وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”. (Al-Maidah:8).
Tuduhan-Tuduhan Hizbut Tahrir kepada Hai`ah kibar Ulama Arab Saudi, di antaranya:
1.      Menuduh fatwa Ha`iah Kibar ulama Arab Saudi yang mengharamkan demontrasi bukan untuk kepentingan Islam dan kaum Muslim, tetapi untuk kepentingan rezim Saud, yang mengabdi untuk Inggris dan Amerika.
Pada paragraf  4, hizbut tahrir menulis : Perlu dicatat, bahwa fatwa seperti ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya, ketika terjadi aksi untuk menumbangkan rezim diktator di Mesir, Husni Mubarak, mufti Arab Saudi, ‘Abd al-‘Aziz Ali as-Syaikh juga mengeluarkan fatwa tentang keharaman aksi tersebut. Fatwa ini juga ditentang oleh sejumlah ulama’ lain dari berbagai negara. Fatwa ini pun bukan untuk kepentingan Islam dan kaum Muslim, tetapi untuk kepentingan rezim Saud, yang mengabdi untuk Inggris dan Amerika.
Tanggapan :
 Hai`ah kibar Ulama Arab Saudi yang mengharamkan demontrasi bagi kaum muslimin sangatlah tepat, karena demontrasi sangat bertentangan dengan aturan islam, demontrasi, agama Islam sama sekali tidak menyetujuinya. Karena yang namanya demontrasi selalu menimbulkan kekacauan, menghilangkan rasa aman, penjarahan, menimbulkan korban jiwa dan harta, serta memandang remeh penguasa muslim. Sedangkan agama ini adalah agama yang cinta kedamaian, juga selalu ingin menghilangkan bahaya, serta menghindari kekacauan.
Apakah hizbut tahrir tidak melihat akibat-akibat berdemonstrasi Yaman dan negara islam lainnya, para demonstran banyak yang jadi korban, bahkan puluhan bahkan ratusan nyawa kaum muslimin melayang sia-sia, contohnya di mesir sedikitnya 846 warga sipil tewas sejak 25 Januari hingga 16 Februari silam, setelah pasukan keamanan menembaki para pengunjuk rasa (http://berita.liputan6.com/luarnegeri/201104/330716/total_korban_tewas_kerusuhan_mesir_846_orang). Jumlah korban ini lebih banyak dua kali lipat dari angka yang dikeluarkan pihak militer pada bulan Februari lalu, belum lagi di Libya di laporkan korban yang tewas kini mencapai 233 orang dan ratusan lainnya luka parah(http://www.lintasberita.com/Dunia/Politik/jumlah-korban-tewas-di-libya-capai-233-orang). Apakah hizbut tahrir menutup mata, dengan kejadian ini?, inilah akibat dari demontrasi yang terjadi di Mesir dan Libya, belum lagi banyak fasilitas umum yang rusak dan hancur. Islam adalah agama yang damai yang telah mengatur  tata cara bagaimana  menasihati penguasa yang zhalim, sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-:
من رأى منكم منكراً فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka dengan lisannya. Apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, no. 186).
Akan tetapi, masih banyak kaum muslimin yang belum memahami bahwa untuk merubah kemungkaran yang dilakukan oleh pemerintah muslim tidak sama dengan merubah kemungkaran yang dilakukan oleh selainnya. Bahkan lebih parah lagi, kemungkaran yang dilakukan penguasa dijadikan sebagai komoditi untuk meraih keuntungan oleh sebagian media massa. Mahasiswa pun turun ke jalan untuk berdemonstrasi, tak ketinggalan pula para “aktivis Islam” atau “aktivis dakwah” melakukan “aksi damai” yang menurut mereka itulah demo Islami, sehingga pada akhirnya masyarakatlah yang menjadi korban. Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- yang ma’shum, yang tidak berkata kecuali wahyu yang diwahyukan kepadanya. Semua perkataan bisa diterima atau ditolak, kecuali perkataan beliau -shallallahu’alaihi wa  sallam-, beliau bersabda:
من أراد أن ينصح لذي سلطان فلا يبده علانية ولكن يأخذ بيده فيخلوا به فإن قبل منه فذاك وإلا كان قد أدى الذي عليه
“Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkannya terang-terangan. Akan tetapi hendaklah ia meraih tangan sang penguasa, lalu menyepi dengannya. Jika nasihat itu diterima, maka itulah yang diinginkan. Namun jika tidak, maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban (menasihati penguasa).” [HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah dari ‘Iyadh bin Ganm -radhiyallahu’anhu-. Hadits ini di-shahih-kan oleh Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah- dalam Zhilalul Jannah, (no. 1096)]
Demikianlah bimbingan Nabi yang mulia teladan kita –shallallahu’alaihi wa sallam- dalam menasihati penguasa. Lalu seperti apakah pemahaman dan pengamalan terhadap hadits di atas oleh para pengikut sunnah yang sejati, yakni para sahabat dan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah?
Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim -rahimahumallah- dalam Shahih keduanya meriwayatkan:
قيل لأسامة لو أتيت فلانا (عند الامام مسلم: عثمان بن عفانرضي الله عنه-) فكلمته . قال إنكم لترون أنى لا أكلمه إلا أسمعكم ، إنى أكلمه فى السر دون أن أفتح بابا لا أكون أول من فتحه
“Dikatakan kepada Usamah (bin Zaid) radhiyallahu’anhuma, “Kalau sekiranya engkau mendatangi si fulan (dalam riwayat Al-Imam Muslim, si fulan yang dimaksud adalah: Utsman bin Affan radhiyallahu‘anhu) lalu engkau menasihatinya?” Usamah menjawab, “Sesungguhnya kalian benar-benar mengira bahwa aku tidak menasihatinya, kecuali jika aku memperdengarkannya kepada kalian?! Sungguh aku telah menasihatinya secara diam-diam, tanpa aku membuka sebuah pintu yang semoga aku bukanlah orang pertama yang membuka pintu tersebut.” [HR. Al-Bukhari, (no. 3267, 7098) dan Muslim, (no. 7408) dari Abu Wa’il radhiyallahu’anhu]
Al-Hafizh Ibnu Hajarrahimahullah- menjelaskan maksud perkataan Usamah bin Zaid -radhiyallahu’anhuma-, “Sungguh aku telah berbicara (menasihati) beliau tanpa aku membuka sebuah pintu“, maknanya adalah: “Aku telah menasihatinya dalam perkara yang kalian isyaratkan tersebut, tetapi dengan memperhatikan maslahat dan adab (dalam menasihati penguasa), yakni secara rahasia, sehingga tidak terjadi pada perkataan (nasihatku) ini sesuatu yang bisa mengobarkan fitnah.” [Lihat Fathul Bari, (13/51)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- juga menukil penjelasan sebagian ulama tentang kemungkaran yang diisyaratkan kepada Usamah bin Zaid -radhiyallahu’anhuma- ternyata bukanlah kemungkaran yang tersembunyi dari masyarakat, tetapi kemungkaran yang zhahir dan telah tersebar beritanya di tengah-tengah masyarakat, yaitu tentang salah seorang pejabat Utsman bin Affan -radhiyallahu’anhu- yang bernama Al-Walid bin ‘Uqbah yang tercium dari mulutnya bau nabidz (sejenis khamar), kemudian Al-Hafizh Ibnu Hajarrahimahullah- berkata dalam menjelaskan perkataan Usamah,
“Sungguh aku telah menasihatinya secara rahasia (tidak terang-terangan), tanpa aku membuka sebuah pintu”, makna (pintu) yang dimaksud adalah: “Pintu pengingkaran atas kemungkaran para penguasa secara terang-terangan, karena khawatir akan memecah belah kalimat (yakni persatuan kaum muslimin di bawah seorang pemimpin)”, kemudian beliau (Usamah) memberitahu mereka bahwa ia tidak sedikitpun mencari muka pada seseorang meskipun pada seorang pemimpin, akan tetapi ia telah mengerahkan segenap kemampuannya untuk menasihati pemimpin secara rahasia (tidak terang-terangan)”. [Lihat Fathul Bari, (13/52)]
Al-Qodhi ‘Iyadh –rahimahullah- berkata, “Maksud Usamah, bahwa ia tidak ingin membuka pintu (memberi contoh) cara mengingkari penguasa dengan terang-terangan, karena ia khawatir dampak buruk dari cara tersebut. Akan tetapi yang beliau lakukan adalah dengan lemah lembut dan menasihati secara rahasia, karena cara tersebut lebih dapat diterima”. [Lihat Fathul Bari, (13/52)]
Al-‘Allamah Badruddin Al-‘Aini Al-Hanafi –rahimahullah- juga menjelaskan perkataan Usamah bin Zaid -radhiyallahu’anhuma-, “Sungguh aku telah menasihatinya secara rahasia“, maknanya, “Aku menasehati penguasa secara diam-diam, sehingga aku tidak membuka sebuah pintu dari pintu-pintu fitnah. Kesimpulannya, aku (Usamah) menasihatinya demi meraih kemaslahatan bukan untuk memprovokasi munculnya fitnah (masalah), karena cara mengingkari para penguasa dengan terang-terangan terdapat semacam sikap penentangan terhadapnya. Sebab pada cara tersebut terdapat pencemaran nama baik para pemimpin yang mengantarkan kepada terpecahnya kalimat (persatuan kaum muslimin) dan tercerai-berainya jama’ah”. [Lihat Umdatul Qari Syarh Shahih Al-Bukhari, (23/33)]
Al-Imam An-Nawawi –rahimahullah- dalam menerangkan perkataan Usamah pada riwayat Muslim, beliau berkata: “Aku membuka perkara yang aku tidak suka jika akulah yang pertama membukanya (yakni mencontohkan keburukan),” maknanya adalah, “Terang-terangan dalam menasihati penguasa di depan khalayak, sebagaimana pernah terjadi pada para pembunuh ‘Utsman -radhiyallahu’anhu-. Dalam hadits ini terdapat adab bersama penguasa, lemah lembut terhadap mereka, menasihati mereka secara rahasia dan menyampaikan perkataan manusia tentang mereka agar mereka berhenti dari kemungkaran tersebut. Ini semua dilakukan jika memungkinkan, namun jika tidak memungkinkan untuk menasihati dan mengingkari kemungkaran penguasa secara rahasia, maka hendaklah seseorang melakukannya terang-terangan, agar pokok kebenaran itu tidak ditelantarkan.” [Lihat Syarah Muslim, (18/118)]
Peringatan: Perkataan Al-Imam An-Nawawi -rahimahullah- pada bagian akhir yang kami garisbawahi di atas maksudnya adalah jika keadaan memaksa untuk itu (bukan pada semua keadaan) karena hal tersebut bukanlah kebiasaan para sahabat, sebagaimana perbuatan sahabat Abu Sa’id Al-Khudri -radhiyallahu’anhu- yang dijadikan dalil oleh hizbiyun untuk membolehkan menasihati pemerintah secara terang-terangan, yang insya Allah akan kami jawab dalam penjelasan syubhat dan bantahannya.
Al-Imam Al-Qurthubi -rahimahullah- menerangkan perkataan Usamah dalam riwayat Muslim: “Sungguh aku telah menasihatinya secara empat mata”, maksudnya adalah, “Ia (Usamah) telah menasihati Utsman -radhiyallahu’anhu- secara langsung dengan perkataan yang lembut, karena yang demikian itu lebih hati-hati untuk menghindari cara terang-terangan dalam mengingkari penguasa dan menghindari sikap penentangan terhadap penguasa, sebab cara menasihati penguasa dengan terang-terangan sangat berpotensi melahirkan berbagai macam fitnah dan kerusakan.” [Lihat Al-Mufhim Syarah Shohih Muslim, (6/619)]
Al-Imam Asy-Syaukani -rahimahullah- berkata, “Sepatutnya bagi orang yang mengetahui kesalahan penguasa dalam sebagian masalah agar ia menasihati penguasa tersebut, dan janganlah ia menampakan celaan kepada penguasa di depan publik. Akan tetapi sebagaimana terdapat dalam hadits (yakni hadits ‘Iyadh bin Ganm -radhiyallahu’anhu-), hendaklah ia meraih tangan sang penguasa dan menyepi dengannya, lalu menasihatinya, dan janganlah ia menghinakan sultan (penguasa) Allah”.[Lihat As-Sail Al-Jarrar, (4/556)]
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –rahimahullah- berkata, “Bagi siapa yang melihat suatu kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa, hendaklah ia memperingatkan mereka secara rahasia, tidak terang-terangan di khalayak, dengan cara yang lembut dan perkataan yang sesuai dengan keadaan.” [Lihat Ar-Riyadh An-Nadhirah, (hal. 50)]
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz –rahimahullah- berkata, “Bukan termasuk manhaj salaf, membeberkan aib-aib penguasa, dan menyebutkannya di atas mimbar-mimbar, karena hal itu akan mengantarkan kepada ketidakstabilan (negara), sehingga masyarakat tidak mau dengar dan taat kepada pemerintah dalam perkara ma’ruf, dan mengantarkan kepada pemberontakan yang merusak dan tidak bermanfaat. Tapi metode yang dicontohkan Salaf adalah menasehati secara empat mata, menyurat, dan menghubungi para ulama yang memiliki akses langsung kepada penguasa, sehingga sang penguasa bisa diarahkan kepada kebaikan”. [Lihat Haqqur Ro’iy war-Ro’iyyah, (hal. 27)]
Di sini penulis akan sampaikan bagaimana sikap Imam Ahmad bin Hanbal terhadap penguasa dzalim, seperti yang beliau kisahkan sendiri : Al-Imam Hanbal rahimahullah mengisahkan :
أجتمع فقهاء بغداد في ولاية الواثق إلي أبي عبد الله – يعني الإمام أحمد بن حنبل – رحمه الله تعالي – وقالوا له: أن الأمر قد تفاقم وفشا – يعنون: إظهار القول بخلق القرآن، وغير ذلك ولا نرضي بإمارته ولا سلطانه !
فناظرهم في ذلك، وقال: عليكم بالإنكار في قلوبكم ولا تخلعوا يداً من طاعة، ولا تشقوا عصا المسلمين، ولا تسفكوا دمائكم ودماء المسلمين معكم وانظروا في عاقبة أمركم، واصبروا حتى يستريح بر، ويستراح من فاجر
وقال ليس هذا – يعني نزع أيديهم من طاعته – صواباً، هذا خلاف الآثار
“Para ahli fiqh Baghdad bersepakat menemui Abu ‘Abdillah – yaitu Imam Ahmad bin Hanbal – untuk membicarakan kepemimpinan Al-Watsiq (yaitu karena penyimpangan dan kedhalimannya terhadap hak-hak kaum muslimin). Mereka mengadu : “Sesungguhnya perkara ini telah memuncak dan tersebar, yaitu ucapan : Al-Qur’an adalah makhluk{Perkataan ini adalah perkataan kufur menurut kesepakatan ulama Ahlus-Sunnah; karena Al-Qur’an adalah Kalamullah, bukan makhluk, <penulis> } dan perkara yang lainnya (yaitu kedhalimannya terhadap kaum muslimin). Kami tidak ridla dengan kepemimpinannya dan kekuasaannya”. Maka beliau (Al-Imam Ahmad) mendebat mereka dan berkata : “Wajib atas kalian mengingkarinya hanya dalam hati kalian. Janganlah kalian melepaskan tangan kalian dari ketaatan (kepada pemerintah), janganlah kalian memecah-belah persatuan kaum muslimin, janganlah kalian menumpahkan darah kalian dan darah kaum muslimin. Renungkanlah oleh kalian akibat yang akan ditimbulkan dari apa yang hendak kalian lakukan. Dan bersabarlah kalian sampai orang yang baik hidup tentram dan selamat dari orang yang jahat”. Lalu beliau melanjutkan : “Hal ini (yaitu keluar dari ketaatan penguasa/pemimpin) bukanlah suatu kebaikan. Ini adalah tindakan yang menyelisihi atsar” [Al-Adabusy-Syar’iyyah oleh Ibnu Muflih juz 1 hal. 195,196. Kisah ini juga dikeluarkan oleh Al-Khallal dalam As-Sunnah hal. 133].
Penulis berikan contoh lagi, bagaimana sikap ahlussunnah dalam menyikapi penguasa dzalim Dalam sejarah:
Al-Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi terkenal dengan kezalimannya,
bengis dan kejam dalam menumpahkan darah, menodai hal-hal yang diharamkan Allah,
membunuh tokoh-tokoh utama umat Islam seperti Sa’id bin Zubir. Menghalalkan
apa-apa yang haram. Mengepung Ibnu Zubir yang telah berlindung di Ka’abah dan
kemudian membunuhnya walaupun Ibnu Zubir telah ditaati dan dibaiat oleh penduduk
Mekkah, Madinah, Yaman dan sebahagian wilayah Iraq.
Al-Hajjaj adalah wakil Marwan, sekaligus wakil anaknya Abdul Malik. Tidak ada
seorang khalifah pun yang menjanjikan Marwan (menjadi penguasa) dan tidak
dibaiat oleh Ahlul Halli wal Aqdi. Ibnu Umar dan ramai lagi para sahabat hidup
dan mengharungi zaman kekuasaan al-Hajjaj, namun mereka tidak mencabut ketaatan
kepada al-Hajjaj, mereka tidak melarang sesiapa untuk taat kepadanya dalam
perkara-perkara yang boleh mempertahankan agama dan hak-hak rakyat. Perhatikan perkataan Hasan Al-Basri terhadap Al-Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi Sebagaimana yang dikhabarkan bahwa Al Hasan Al Bashri mendengar seseorang mendoakan kejelekan untuk Al Hajjaj yang kekuasaannya terkenal dengan kedhaliman, penindasan, pertumpahan darah, pelanggaran terhadap apa yang diharamkan Allah, bahkan sampai ia membunuh Abdullah bin Zubair, lalu beliau (Al Hasan Al Bashri) menyatakan : “Janganlah engkau melakukannya!”
Dengan sikap Al Hasan Al Bashri ini bertambah jelas bagi kita bahwa hak penguasa adalah dimintakan kepada Allah agar memperbaiki mereka dan bukan mendoakan kejelekan untuk mereka.
Bani Abbasiyah ketika menguasai dan memerintah kaum Muslimin. Mereka terkenal
keras, kejam dan ketajaman pedangnya. Banyak membunuh manusia dari
berbagai-bagai kalangan, terutama dari kalangan pemimpin dan tokoh Bani Umaiyah.
Antara yang dibunuh adalah Ibnu Hubairah penguasa Iraq dan juga Khalifah Marwan.
As-Saffah penguasa Bani Abbasiyah membunuh delapan puluh orang dari Bani Umayah
dalam sehari. Walaupun sudah demikian parahnya, para imam kaum Muslimin seperti
al-Auzaii, Malik, Al-Laits bin Sa’ad, Atha’ bin Abi Rabah dan yang lainnya tetap
bersikap taat dan mendengar. Kebenaran seperti ini hanya dapat difahami oleh
sesiapa sahaja yang mempunyai ilmu yang mendalam.

Adalah haram hukumnya bagi sesiapa yang berniat mahu menjatuhkan penguasa,
para pemimpin yang berkuasa, pemerintah dan mereka yang memerintah, kerana
menjatuhkan penguasa sama dengan merampas kekuasaan yang ada di tangan mereka
yang pasti akan mengakibatkan perpecahan, perbalahan, huru-hara, kacau-bilau dan
boleh menyebabkan kemusnahan kepada agama, harta benda, negara dan umat Islam.
Di zaman para Imam muktabar seperti Imam Ahmad bin Hambal, Muhammad bin
Ismail, Muhammad bin Idris (as-Syafie), Ahmad bin Nuh, Ishak bin Rahawih dan
ramai lagi, mereka menghadapi suatu masa di mana para penguasanya banyak
melakukan perbuatan zalim dan bid’ah yang sangat serius. Penguasa dimasa itu
mengingkari sifat-sifat Allah. Para ulama dipaksa untuk menyokong kesesatan
tersebut, tetapi para ulama tidak berganjak dengan perinsip-perinsip kebenaran.
Para ulama diuji dengan berbagai-bagai siksaan. Ramai yang telah dibunuh,
antara mereka ialah Ahmad bin Hashr. Walaupun keadaan ini sudah demikian
sadisnya, namun tidak mendorong para ulama untuk keluar dari ketaatan dan tidak
melakukan pemberontakan, tidak mencerca dan tidak memburuk-burukkan penguasa
(pemimpin mereka). (Ad-Durar as-Sunniyah fil Ajwibah an-Najdiyah 7/177-178)
Dalam pandangan Ahlussunnah, kita tidak boleh melaknat, mencela dan mendoakan kejelekkan penguasa, karena cara seperti itu bukanlah metode ahlussunnah, tapi metode pengikut hawa nafsu.perhatikan riwayat ini : Dari Muawiyah berkata : Tatkala Abu Dzar keluar ke Ribdzah, dia ditemui sekelompok orang dari Irak, kemudian mereka berkata : Wahai Abu Dzar, pancangkanlah bendera (perang) untuk kami, niscaya akan datang orang-orang yang membelamu. (Maka) Abu Dzar berkata : Pelan-pelan (bersabarlah) wahai Ahlul Islam, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
Akan ada sepeninggalku seorang sulthan (pemimpin), muliakanlah dia, maka barangsiapa mencari-cari kehinaannya, berarti dia telah melubangi Islam dengan satu celah dan tidak akan diterima taubatnya sampai dia mampu mengembalikannya seperti semula. (Hadits Shahih riwayat Ahmad, Ibnu Abi Ashim dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Ad-Dhilal). Dari Adi bin Hathim ra. berkata : Kami bertanya :Ya Rasulullah, kami tidak bertanya kepadamu tentang (ketaatan) kepada (amir) yang bertaqwa, akan tetapi bagaimana yang berbuat (demikian) dan berbuat (demikian) (Adi bin Hathim menyebutkan perbuatan yang jelek) ? Maka Rasulullah Shallallau Alaihi Wasallam bersabda : Bertaqwalah kepada Allah dan (tetaplah) mendengar dan taat (kepada mereka). (HR. Ibnu Abi Ashim dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Ad-Dhilal hal 493 no. 1069). Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : Wajib bagi kamu mendengar dan taat baik dalam keadaan sulit ataupun mudah, semangat ataupun tidak suka, walaupun ia sewenang-wenang terhadapmu. (HR. Muslim). Dalam kesempatan lain:Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasllam bersabda:

Akan ada sepeninggalku nanti para pemimpin yang tidak mengambil petunjukku, dan tidak mengambil sunnah dengan sunnahku. Akan muncul (pula) ditengah-tengah kalian orang-orang (dikalangan penguasa) yang hatinya adalah hati syaithan dalam wujud manusia. Aku (Hudzaifah) bertanya : Apa yang harus saya perbuat jika aku mendapatinya? Beliau bersabda : (Hendaknya) kalian mendengar dan taat kepada amir, meskipun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu. (Hadits shahih riwayat Muslim dalam Shahihnya no. 1847 (52)dari sahabat Hudzaifah bin Yaman).
Perhatikanlah kedua hadist yang disebutkan di atas, dari hadist itu, kita diperintahkan taat kepada penguasa meski penguasa itu dzalim dan merampas harta kita dengan semena-mena. Dan kita tidak boleh memberontak .tapi hendaknya bersabar, Dari Anas berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Sepeninggalku nanti kalian akan menemui atsarah (pemerintah yang tidak menunaikan haq rakyatnya-ed) maka bersabarlah sampai kalian menemuiku. (HR. Bukhari dan Muslim). Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
Barangsiapa melihat sesuatu yang ia benci ada pada pemimpinnya maka hendaklah ia bersabar, karena barangsiapa melepaskan diri dari Al-Jamaah meskipun sejengkal maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat yang lain Imam  Muslim dalam kitab shohihnya :
Barangsiapa membenci sesuatu dari pemimpinnya (pemerintah) maka hendaklah ia bersabar. Karena tida ada seorang manusiapun yang keluar dari (kekuasaan) penguasa meskipun sejengkal lalu dia mati dalam keadaan demikian, melainkan matinya tak lain dalam keadaan mati jahiliyyah.
Al Imam Al Barbahari rahimahullah menyatakan : “Jika engkau melihat seseorang mendoakan kejelekan bagi pemerintah maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu (ahli bid’ah). Dan jika engkau mendengar seseorang mendoakan kebaikan bagi pemerintah maka ketahuilah bahwa ia adalah Ahlus Sunnah, Insya Allah.” (kitab Syarhus Sunnah halaman 116-117). Janganlah mendoakan kejelekan untuk penguasa. Karena yang demikian bukanlah akhlak Ahlus Sunnah. Ulama Ahlus Sunnah tidak senang jika mendengar seseorang yang mendoakan kejelekan untuk penguasanya. Sebagaimana yang dikhabarkan bahwa Al Hasan Al Bashri mendengar seseorang mendoakan kejelekan untuk Al Hajjaj yang kekuasaannya terkenal dengan kedhaliman, penindasan, pertumpahan darah, pelanggaran terhadap apa yang diharamkan Allah, bahkan sampai ia membunuh Abdullah bin Zubair, lalu beliau (Al Hasan Al Bashri) menyatakan : “Janganlah engkau melakukannya!”
Dengan sikap Al Hasan Al Bashri ini bertambah jelas bagi kita bahwa hak penguasa adalah dimintakan kepada Allah agar memperbaiki mereka dan bukan mendoakan kejelekan untuk mereka.
Dan hendaklah kita juga memperbaiki diri, menjauhi larangan Allah, dan mengamalkan perintah-Nya. Karena kedhaliman para penguasa juga disebabkan dosa-dosa rakyatnya.
Hai`ah kibar ulama Arab Saudi yang mengharamkan demonstrasi adalah untuk kepentingan seluruh kaum muslimin, agar kehormatan jiwa dan harta kaum muslimin terjaga dengan baik, untuk itulah  ulama-ulama yang tergabung dalam Hai`ah kibar Ulama Arab Saudi, memahami bahwa demonstrasi  besar-besaran apalagi untuk menentang penguasa akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan bahkan melayangnya nyawa sia-sia, , disini penulis sebutkan beberapa kerusakam-kerusakan dalam demonstrasi, di antaranya :
  • Bentuk tasyabuh dengan orang-orang kafir.
  • Termasuk khuruj (menentang pemerintah) yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam riwayat Muslim dan lain-lain.
  • Menceritakan aib pemerintah di depan umum dalam bentuk orasi-orasi yang ini pun dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
  • Ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan) bahkan berdesak-desakan. (Lihat SALAFY rubrik Ahkam edisi 4 tahun pertama)
  • Tindak anarkis yang seringkali timbul ke sana atau setelah demonstrasi dan orasi-orasi.
  • Dan lain-lain.
Hai`ah kibar Ulama Arab Saudi, memandang bahwa kehormatan jiwa dan harta kaum muslimin juga sangatlah berharga, ini berdasarkan hadist shohih dalam sunan Nasa’i dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :  “Artinya : Sungguh hancurnya dunia itu lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim” Suatu hari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah melihat baitullah atau ka’bah lalu ia berkata : “Alangkah besarnya kehormatanmu ! Namun orang mukmin masih lebih besar kehormatannya di sisi Allah dari padamu” Dalil-dalil ini dan masih banyak lainnya lagi menunjukkan betapa besar kehormatan darah seorang muslim. Maka haram membunuhnya dengan sebab apapun kecuali apa yang telah dijelaskan oleh nash-nash syar’i. Malah sebenarnya yang melakukan demonstrasi atau yang mendukung serta memprokasi  untuk menentang penguasa zhalim,mereka itulah terpengaruh dan bertasyabuh dengan orang-orang dan bangsa kafir,di antaranya Amerika, Inggris dan negara-negara kafir lainnya yang mengusung sistem demokrasi. Tidak diragukan lagi yang melakukan demonstrasi untuk menentang penguasa merupakan ciri-ciri khawarij, karena ciri-ciri khawarij adalah : Mengkafirkan kaum muslimin, khususnya pemerintah muslim, Memberontak kepada pemerintah muslim, baik dengan demonstrasi, menyebarkan aib penguasa melalui mimbar-mimbar terbuka ataupun pernyataan di media masa, hingga membentuk organisasi yang menyerupai negara dalam negara. Demonstrasi merupakan pengekor orang kafir, ini dijelaskan leh Syaikh Al Albani hafidhahullah tatkala seorang penanya menyampaikan pertanyaan kepada beliau yang lengkapnya demikian :
Penanya : “Apa hukumnya demonstrasi/unjuk rasa, misalnya para remaja, laki-laki maupun perempuan keluar ke jalan-jalan?”
Syaikh : “Para perempuan juga?”
Penanya : “Benar. Sungguh ini telah terjadi!”
Syaikh : “Masya Allah.”
Penanya : “Mereka keluar ke jalan-jalan dalam rangka menentang sebagian permasalahan yang dituntut atau diperintahkan oleh orang yang mereka anggap taghut-taghut, atau apa yang mereka tuntut dari organisasi/partai-partai politik yang bertentangan dengan mereka. Apa hukumnya perbuatan ini?”
Syaikh : Aku katakan –wabillahi taufiq–, jawaban dari soal ini termasuk pada kaidah dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang dikeluarkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan-nya dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radliyallahu ‘anhu atau hadits Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu –saya ragu apakah beliau Abdullah bin ‘Amr atau Ibnu Umar– ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Aku diutus dengan pedang dekat sebelum hari kiamat sampai hingga hanya Allah-lah yang disembah, tidak ada sekutu baginya. Dan Allah menjadikan rizqiku di bawah naungan tombak, dijadikan kerendahan dan kekerdilan atas orang yang menyelisihi pemerintah. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum mereka.” Yang dijadikan dalil dari ucapan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ini adalah perkataan : “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum mereka.”
Jika Hizbut Tahrir berkata : yang dilakukan hizbut Tahrir dalam berdemonstrasi adalah dengan damai, tertib dan teratur dan tanpa kekerasan(ini yang diusung oleh mereka). Maka penulis tanggapi apakah dengan keluarnya puluhan massa baik ikhwan dan akhwat di jalan dengan membawa spanduk, pengeras suara, sambil berteriak, loncat-loncat apakah ini tidak menganggu pengguna jalannya lainnya, ditambah jalan-jalan menjadi macet, karena ulah demonstran, apakah ini dinamakan aksi damai dan tertib? Wahai hizbut tahrir apakah kalian buta mata dengan realita ini? Sebagian kalangan mencoba untuk memperindah demonstrasi dengan label demonstrasi damai, demonstrasi aman dan sebagainya untuk melegalkan aksi demonstrasi, yaitu dengan melakukan aksi demonstrasi secara tertib, rapih, menjaga emosi dan lainnya. Siapakah yang bisa menjamin para demonstran dari emosi amarah mereka saat aksi tersebut? Bukankah kita harus membendung segala sarana menuju kerusakan? Alangkah miripnya keadaan mereka dengan ucapan penyair : dia melemparkan ke laut dalam keadaan terikat, lalu berkata : awas hati-hati jangan sampai basah kena air.
Syaikh Abu Ishaq pernah di tanya : kalau faktor terlarangnya demonstrasi adalah kerusakan yang ditimbulkan darinya, lantas bolehkah mengadakan aksi demonstrasi damai untuk menyampaikan aspirasi rakyat tanpa merbuat kerusakan? Beliau menjawab : yang saya yakini bahwa demonstrasi tetap tidak boleh sekali pun dilakukan secara damai. demonstrasi berasal dari barat. Demonstrasi  di negeri mereka bisa mengubah keputusan politik. Adapun demonstrasi di negeri Islam tidak mengubah sedikitpun. Kemudian anggapan bahwa demonstrasi damai, itu tidak terjamin, buktinya demonstrasi yang di atur oleh negara kita(Mesir)tetap terjadi kerusakan dan aksi bentrok antara demonstran dan polisi padahal negara sendiri mengatur semonstrasi. (kitab fataawaa syaikh Abi Ishaq al-Huwaini 1/38, penerbit Maktabah syamilah).
Apabila kalian telah mengetahui larangan bertasyabuh dan perintah untuk menyelisihi (orang-orang kafir) maka kembali kepada permasalahan demonstrasi (unjuk rasa), kita saksikan dengan mata kepala sendiri saat Perancis menguasai Suriah dan apa yang terjadi di Aljazair. Di sana terdapat kesesatan dan tasyabuh dengan turut sertanya para wanita dalam demonstrasi.
Demikian itu merupakan kesempurnaan tasyabuh terhadap orang kafir baik laki-laki atau perempuan. Karena kita melihat melalui foto-foto, berita lewat radio, dan televisi atau selainnya tentang keluarnya beribu-ribu manusia dari kalangan orang-orang kafir Afrika maupun Syiria dan yang lainnya.
Menurut ungkapan orang-orang Syam, keluarga laki-laki dan wanita dalam keadaan “meleit temkit”. Meleit temkit maksudnya mereka berdesakan antara punggung dengan punggung, atau pinggul dengan pinggul, dan lain-lain. Saya katakan dari segi yang lain (yang berhubungan dengan demonstrasi) : Bahwasanya demonstrasi ini menunjukkan sikap taklid terhadap orang-orang kafir dalam rangka menolak undang-undang yang ditetapkan oleh hakim-hakim mereka.
Demonstrasi ala Eropa dengan sikap taklidiyah (ikut-ikutan) dari kalangan kaum Muslimin bukan termasuk cara yang syar’i untuk memperbaiki hukum dan keadaan masyarakat. Dari sini setiap jamaah hizbiyah kelompok Islam jelas telah melakukan kekeliruan besar karena tidak menelusuri jalan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di dalam merubah keadaan masyarakat. Tidak ada dalam aturan Islam merubah keadaan masyarakat dengan cara bergerombol-gerombol, berteriak-teriak, dan demonstrasi (unjuk rasa). Hizbut tahrir menyatakan bahwa fatwa Hai’ah Kibar ‘Ulama’ Saudi  yang  mengharamkan demonstrasi adalah untuk kepentingan rezim Saud, yang mengabdi untuk Inggris dan Amerika. Penulis katakan : Pernyataan ini merupakan kedustaan dan kebohongan yang nyata, bagi orang-orang yang sedikit berilmu dan berakal sehat, pastilah akan mendustakannya, bagaimana tidak pernyataan ini hanya keluar dari mulut-mulut orang-orang yang sangat jahil. Untuk itu penulis sampaikan pernyataan syaikh Shalih Luhaidan terhadap tuduhan tersebut. Penanya: “Syaikh, kami memiliki beberapa pertanyaan. Kami minta izin kepada Anda untuk menyebarkannya.”
Pertama ada pertanyaan yang berbunyi :
“Kami mendengar di sebagian media adanya celaan kepada negeri kita ini (Saudi ) dan pemerintahnya, khususnya di akhir-akhir ini. Hal ini terjadi setelah (kejadian) Israel menyerang Libanon. Beberapa komentar sangat kelewatan hingga mereka menjadikan negara Saudi, Israel dan Amerika adalah satu kelompok. Semuanya kafir dan saling berwala’ (berloyalitas).
Maka apa komentar anda, sebab kami mengetahui bagaimana pemerintah kami mencintai Islam dan kaum Muslimin? (Pemerintah kami) juga mendakwahkan Islam yang benar lagi murni, bahkan diantara mereka (pemerintah) dan para ulama saling memberi nasihat dan musyawarah dalam agama.
Maka jawab beliau:
Kekufuran itu adalah kalimat klasik yang biasa mereka lontarkan.
Yang mereka ucapkan tidak lain adalah dusta. Tidak diragukan lagi bahwa kerajaan Saudi Arabia adalah yang menjadi target untuk diganggu oleh Amerika…
Bukankah mereka telah menekan lembaga-lembaga sosial dan berambisi untuk menghentikan dan membekukan bantuan (kaum muslimin untuk muslimin
).
(Amerika) menghalangi usaha-usaha baik mereka (Arab Saudi) –semoga Allah melenyapkan kepongahannya (Amerika) dan menghancurkan kekuatannya-. Bukankah mereka menuduh para pembesar (negeri ini) bahwa mereka mendanai terorisme?! Yaitu apa yang mereka salurkan berupa sedekah untuk orang-orang fakir dari kaum muslimin dan yang mereka perbantukan kepada yayasan-yayasan sosial dalam mengajarkan ilmu.
Maka yang mengatakan bahwa Saudi bersama Yahudi dan Amerika, tidak lain hal itu diucapkan oleh orang yang di hatinya ada kedengkian terhadap aqidah ini dan para pembawa serta pembelanya. Kedengkian-kedengkian itu hanya akan menjerumuskan pelakunya ke lembah kehinaan dan kejelekan.
Tidak diragukan lagi… bahwa di dunia Islam tidak ada negara yang bisa memberikan bantuan melalui badan-badan dan lembaga-lembaga sosial seperti yang dilakukan oleh negara ini , baik atas nama pemerintah ataupun pribadi.
Saya tidak suka kalau disebut “Israil (yang membantai-pent)”, sebab Israil adalah nama lain dari Nabi Allah, Ya’qub alaihissalam.
Adapun mereka, (yang membantai), adalah famili para babi dan monyet…
Tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah Yahudi, bukan Israil. Tapi mereka menggunakan nama itu. Kemudian menjadi kesalahan dari ummat ini, baik itu negara Islam atau yang menjadikan Islam sebagai simbolnya menamakan mereka dengan nama Israil.
Negara Yahudi menamakan dirinya dengan Israil, yakni di atas dasar keyahudian.
Dan tidak diragukan lagi bahwa setiap orang yang berakal di dunia ini, apakah dari Nashrani di Barat ataupun orang kafir di Timur, melainkan dia tahu bahwa Amerika sangat gigih untuk melecehkan dunia Islam – diantaranya termasuk Arab Saudi-.
Namun – dengan pertolongan Allah sajalah – dikarenakan kita berpegang teguh kepada agama kita yang benar dan kita menggigitnya – dengan gigi geraham kita – secara jujur, serta kita mengikhlaskan amal kita untuk Allah. Maka Allah menolong hamba-hambanya yang beriman. Tidak ada penyebab terlambat datangnya pertolongan Allah melainkan karena kehinaan hamba-hamba-Nya tersebut, yakni disaat mereka menyia-nyiakan agamanya.
Maka kita mohon kepada Allah agar menampakkan kekuasaan-Nya -dengan segera tanpa ditunda- atas Amerika yang akan membahagiakan kaum mukminin…Iya.”
Penanya: “Jazakallahu khairan, Syaikh.” (selesai dialog sampai di sini).
Sebenarnya yang antek orang-orang kafir adalah daulah utsamaniyah, sebuah khilafah yang sangat dibanggakan oleh Hizbut Tahrir, Tercatat dalam sejarah, beberapa kali ada upaya penyerangan yang dilakukan Dinasti ‘Utsmani terhadap Negeri Najd dan kota-kota yang ada di dalamnya yang terkenal sebagai pusat dakwah tauhid.
Di antaranya apa yang terjadi di masa Sultan Mahmud II, ketika memerintahkan Muhammad ‘Ali Basya untuk menyerang kekuatan dakwah tauhid di Najd. Tentara Muhammad ‘Ali Basya dipimpin oleh anaknya Ibrahim Basya dalam sebuah pasukan besar dengan bantuan militer dari negara-negara kafir Eropa. Pada akhir tahun 1232 H, mereka menyerang kota ‘Unaizah dan Al-Khubra` serta berhasil menguasai Kota Buraidah. Sebelumnya, pada bulan Muharram 1232 H, tepatnya tanggal 23 Oktober 1818 M, mereka berhasil menduduki daerah Syaqra’ dalam sebuah pertempuran sengit dengan strategi tempur penuh kelicikan yang diatur oleh seorang ahli perang Prancis bernama Vaissiere.
Bahkan dalam pasukan Dinasti ‘Utsmani yang menyerang Najd pada waktu itu didapati 4 orang dokter ahli berkebangsaan Itali. Nama-nama mereka adalah Socio, Todeschini, Gentill, Scots. Nama terakhir ini adalah dokter pribadi Ibrahim Basya. Demikian juga didapati perwira-perwira tinggi Eropa yang bergabung dalam pasukan Dinasti ‘Utsmani dalam penyerangan tersebut.( Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 139)
Hal ini menunjukkan bahwa Dinasti ‘Utsmani telah bersekongkol dengan negara-negara kafir Eropa di dalam memerangi dakwah tauhid, yang tentunya hal ini mengundang amarah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjadi sebab terbesar hancurnya Daulah ‘Utsmaniyyah. Bukti lain yang membuktikan dinasti Utsamaniyyah adalah antek Inggris dan perancis di antaranya:
  1. Pemberian bantuan pasukan dari pemerintahan penjajah Inggris maupun Prancis kepada Dinasti ‘Utsmani dalam upayanya menyerang dakwah tauhid(hat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 139.)
  2. provokasi mereka terhadap Dinasti ‘Utsmani untuk memusuhi dan menyerang dakwah tauhid adalah adanya penyerangan tentara Dinasti ‘Utsmani terhadap kota Ad-Dir’iyyah sebagai pusat dakwah tauhid di bawah pimpinan Ibrahim Basya pada tahun 1816 M atas perintah ayahnya Muhammad Ali Basya, Gubernur Mesir ketika itu, yang bersekongkol dengan penjajah Prancis.
  3. Karena keberhasilannya atas penyerangan ke negeri Ad-Dir’iyyah itu, Pemerintah Inggris mengirimkan utusannya, yaitu Kapten George Forster Sadleer, untuk menyampaikan ucapan selamat secara khusus dari Pemerintahan Inggris atas keberhasilan Dinasti ‘Utsmani menghancurkan Ad-Dir’iyyah.( Lihat kitab Imam wa Amir wa Dakwah likulli Al-‘Ushur karya Ahmad bin Abdul ‘Aziz Al-Hushain, penerbit Daruth Tharafain cet. I th. 1993, hal. 191, dan penulis mengisyaratkan pada kitab Jaulah fi Biladil ‘Arab hal. 104-111).
Di sisi lain Hizbut Tahrir memuji tokoh Syiah Rofidhoh yang sebenarnya lebih berbahaya dari Amerika dan inggris, hizbut tahrir nengatakan tokoh besar Syi’ah Rafidhah, Al-Khumaini, adalah seorang pemimpin bersejarah yang agung dan jenius…” padahal tokoh syiah memiliki pemahama yang sangat batil, di antaranya : di dalam kitab kitabnya, Al Hukumah Al Islamiyyah, dia mencaci Abu Bakar, Umar, Mu’awiyah dan lainnya. Dia mencaci ipar laki-lakinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di saat yang bersaman pula hizbut tahrir meminta Khomeini menjadi khalifah. Dan hal ini mereka nyatakan dalam surat kabar mereka, Al Khilafah no.18, jum’at, 2 januari 1410 H (1989 M). Dalam surat kabar ini, kami menemukan sebuah artikel berjudul “Hizbut Tahrir wal ‘Imam’ Khomeini”. Dalam artikel itu mereka berkata “Kami pergi ke Iran dan mengusulkan agar Khomeini menjadi khalifah umat ini”. Jadi dengan umat manakah yang mereka inginkan agar kita, kaum muslimin, bekerja sama dan bila tidak bekerja sama maka dihukumi musyrik? Lalu siapakah khalifahnya? Dia adalah Khomeini.
Dalam majalah mereka, Al Wa’ie, mereka mengatakan bahwa karangan yang berkenaan dengan politik terbesar (terbaik) yang pernah ditulis adalah Al Hukumah Al Islamiyyah, yang ditulis oleh Khomeini. Menurut mereka, ini adalah karya terbesarnya khomeini, sebab dalam karangannya itu dia menyerukan kepada syari’at dan menetapkan syari’at (menurut versinya) itu, dan dia mengatakan bahwa tidak ada timur tidak ada barat, tidak ada sunni tidak ada syi’i, yang ada adalah Islam. Dia membagi Islam menjadi dua dekade (?), dan memberikan harapan akan hal tersebut kepada kaum muslimin yang berada dalam keputus-asaan. Mereka (Hizbut Tahrir) berkata “bukan berarti Khomeini itu tidak mempunyai kesalahan, tapi sekarang ini bukanlah waktunya untuk membahas hal itu, tapi pergunakanlah waktu itu untuk hal lain”. Apakah yang lain itu? Yaitu untuk menghantamkan kepala-kepala kaum muslimin dan mendakwahi mereka pada kemusyrikan.
  1. 2.     Pada paragraf keempat , hizbut tahrir menulis : Fatwa Hai’ah ini juga dipenuhi berbagai klaim. Pertama: Kerajaan Saudi Arabia (KSA) mengklaim konstitusinya berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, serta menjalankan hukum syariah yang bersumber dari keduanya. Ini jelas klaim bohong karena kenyataannya jelas berbeda. Sistem kerajaan itu sendiri bukanlah sistem Islam karena sistem pemerintahan Islam adalah Khilafah. Sistem kerajaan (monarki) bertentangan dengan sistem pemerintahan Islam yang tidak mengenal putra mahkota (wilayah al-‘ahd).
Tanggapan :

Sungguh pernyataan di atas sangat keji dan penuh kedustaan. Apakah hizbut tahrir buta terhadap realita di Arab Saudi yang sebagian besar berhukum dengan Al-Quran dan sunnah? Penulis sangat wajar hizbut tahrir menyatakan seperti itu, bahkan pada kesempatan lain para aktivis hizbut Tahrir (akhwat), menganggap Arab Saudi tidak pantas disebut negara islam, ini diperkuat oleh pernyataan pendiri hizbut Tahrir Taqiyiddin An-Nabhani dalam  Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, II/215-216, dia berkata : Penetapan suatu negeri termasuk Darul Islam atau darul al-kufur harus memperhatikan dua perkara. Pertama: hukum yang diberlakukan di negeri itu adalah hukum Islam. Kedua: keamanan di negeri itu harus dijamin oleh kaum Muslim, yakni kekuasaannya. Jika suatu negeri memenuhi dua perkara ini maka ia disebut Darul Islam dan negeri itu telah berubah dari darul kufur menuju Darul Islam. Akan tetapi, jika salah satu unsur itu lenyap maka negeri itu menjadi darul kufur. Negeri Islam yang tidak menerapkan hukum-hukum Islam adalah darul kufur. Begitu pula sebaliknya, jika negeri Islam menerapkan hukum-hukum Islam, namun keamanannya tidak dijamin oleh kaum Muslim, yakni kekuasaannya, namun dijamin oleh kaum kafir, maka negeri itu termasuk darul kufur. Oleh karena itu, seluruh negeri kaum Muslim sekarang ini termasuk darul al-kufur. Alasannya, negeri-negeri itu tidak menerapkan hukum Islam. Suatu negeri juga tetap disebut darul kufur seandainya di dalamnya kaum kafir menerapkan hukum-hukum Islam atas kaum Muslim, namun kekuasaannya dipegang nkan pemerintahannya tidak oleh kaum kafir. Dalam keadaan semacam ini, keamanan negeri itu di bawah keamanan kafir, dan secara otomatis ia termasuk darul kufur. Hizbut tahrir sangatlah terpengaruh dengan pemahaman khawarij, karena menganggap bahwa negara Arab Saudi dalam menjalankan hukum syariah yang tidak bersumber dari keduanya , yakni Quran dan sunnah, ini jelas-jelas hizbut tahrir telah mengkafirkan Arab Saudi, coba bandingkan dengan pernyataan Abu Muhammad Al-Maqdisi  di dalam bukunya yang berjudul Kawasyif Jaliyyah fi Kufri Daulah Su’udiyyah hal. 115-138 (seorang tokoh khariji)yang mengkafirkan Saudi Arabia karena tuduhan wala (loyal) kepada Amerika, karena Saudi telah melakukan kerjasama perdagangan dan militer dengan Amerika serta mendatangkan tentara-tentara Amerika ke Saudi. Juga tokoh khawarij terbesar abad ini Usamah bin laden juga telah mengkafirkan Arab Saudi dia berkata : “Hanya Afghanistan sajalah Daulah Islamiyyah itu. Adapun Pakistan dia memakai undang-undang Inggris. Dan saya tidak menganggap Saudi itu sebagai Negara Islam….(koran Ar-Ra`yul ‘Am Al-Kuwaity edisi 11-11-2001 M, dalam sebuah wawancara dengan Usamah bin Laden). Sangatlah jelas pernyataan hizbut tahrir di atas mengusung pemahaman khawarij.
Selanjutnya Hizbut Tahrir menyatakan : Sistem kerajaan itu sendiri bukanlah sistem Islam karena sistem pemerintahan Islam adalah Khilafah. Sistem kerajaan (monarki) bertentangan dengan sistem pemerintahan Islam yang tidak mengenal putra mahkota (wilayah al-‘ahd).

Tanggapan :
Wahai hizbut tahrir perhatikan hadist-hadist ini :

  1. Ada sebuah hadist shohih Hadits Hudzaifah bin Yaman radliyallaahu ‘anhu : تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة , فتكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها , ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها , ثم تكون ملكا جبريا فتكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها , ثم تكون خلافة على منهاج النبوة . ثم سكت ” .
    “Akan ada masa kenabian pada kalian selama yang Allah kehendaki, Allah mengangkat/menghilangkannya kalau Allah kehendaki. Lalu akan ada masa khilafah di atas manhaj Nubuwwah selama yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendaki. Lalu ada masa kerajaan yang sangat kuat (ada kedhaliman) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada masa kerajaan (tirani) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada lagi masa kekhilafahan di atas manhaj Nubuwwah”. Kemudian beliau diam” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/273 dan Ath-Thayalisi no. 439; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 5].
  1. Hadits Safiinah radliyallaahu ‘anhu Maula Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : الخلافة في أمتي ثلاثون سنة ثم ملك بعد ذلك
    Kekhilafahan umatku selama 30 tahun, kemudian setelah itu adalah masa kerajaan” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4646,4647; At-Tirmidzi no. 2226; dan yang lainnya; shahih].
    Dua hadits di atas (dan sebenarnya masih ada hadits-hadits yang lain) secara jelas menjelaskan periodisasi kepemerintahan Islam. Masa kekhilafahan awal dalam Islam adalah selama 30 tahun. Ini adalah tekstual (manthuq) hadits yang sangat jelas lagi tidak memerlukan ta’wil. Jika ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud kekhilafahan selama 30 tahun adalah kekhilafahan di atas manhaj nubuwwah dan setelah itu tetap berbentuk kekhilafahan (yang tidak berdiri di atas manhaj nubuwwuah) – bukan kerajaan – ; maka itu sangat tidak bisa diterima. Kenapa ? Tidak lain pemahaman itu menafikkan dhahir nash yang mengatakan bahwa setelah masa 30 tahun adalah kerajaan (الْمُلْكُ).
Para ulama telah menjelaskannya dalam banyak kesempatan ketika mereka mensyarah hadits di atas. Juga ketika mereka menjelaskan perbedaan antara khilafah dan kerajaan atau khalifah dan raja.
Para ulama berkata : Masa tiga puluh tahun itu adalah masa kekhilafahan. Era khulafaaur-raasyidiin yang terdiri dari masa kekhilafahan Abu Bakar, ’Umar, ’Utsman, ’Ali, dan Al-Hasan bin ’Ali radliyallaahu ’anhum (para ulama berbeda pendapat mengenai status Al-Hasan bin ’Ali – namun yang rajih, masa kepemerintahannya termasuk bagian dari masa kekhilafahan). Adapun setelah itu muncullah raja. Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal (no. 52) membawakan satu riwayat dari Safiinah radliyallaahu ’anhu sebagai berikut :
أن أول الملوك معاوية رضي الله عنه
”Bahwasannya raja pertama dari raja-raja (dalam Islam) adalah Mu’awiyyah radliyallaahu ’anhu”.
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 1203 [shahih].
Mengenai kalimat {ثم ملك بعد ذلك} ”kemudian setelah itu adalah masa kerajaan” ; maka berkata Al-Munawi : ”yaitu setelah berakhirnya masa kekhilafahan nubuwwah, maka akan muncul kerajaan”. Dan bahkan secara tegas Ath-Thibi yang disitir oleh Al-’Adhim ’Abadiy dalam ’Aunul-Ma’bud (2/388) mengatakan bahwa masa setelah ’Ali radliyallaahu ’anhu adalah masa ’mulkan ’adluudlan’ (مُلْكاً عَضُوضاً = Kerajaan yang dhalim).

  1. 3.      Pada poin kedua hizbut Tahrir menyatakan kerajaan ini(maksudnua Arab Saudi) juga bukan negara kaum Muslim, tetapi entitas keluarga Saud. Ini bertentangan dengan negara yang disyariatkan dalam al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak Sahabat, yaitu Khilafah. Khilafah adalah negara kaum Muslim di seluruh dunia, bukan hanya entitas keluarga. Bahkan kerajaan ini awalnya justru didirikan oleh Inggris sebagai hadiah atas pengkhianatan Sharif Husein terhadap Khilafah ‘Utsmaniyah
Tanggapan :
Lagi-lagi kedustaan yang mereka sebarkan ke kaum muslimin  dengan menyatakan Bahkan kerajaan ini awalnya justru didirikan oleh Inggris sebagai hadiah atas pengkhianatan Sharif Husein terhadap Khilafah ‘Utsmaniyah  tidak sesuai dengan fakta.  Untuk mengetahui sejarah Arab Saudi yang sebenarnya bisa buka link : http://abunamira.wordpress.com/2011/04/28/sejarah-terbentuknya-kerajaan-arab-saudi/,  Malah dinasti utsmani lah yang sebenarnya adalah antek Inggris, seperti yang telah dijelaskan di atas.

  1. 4.      Pada poin nomer  6  hizbut tahrir menyatakan : Keenam, tentang alasan fitnah dan mafsadat, sebenarnya ini bukan dalil syariah. Karena itu, alasan fitnah maupun mafsadat untuk mengharamkan unjuk rasa tidak ada nilainya di dalam syariah.( Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Dar al-Ummah, Beirut, cet III, 2005, III/372; Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, An-Nidzam al-Ijma’i, Dar al-Ummah, Beirut, cet IV, 2003, hlm. 69-70.)  Sebaliknya, justru adanya KSA dengan segala atributnya, termasuk khadim al-Haramain, telah menjadi fitnah bagi kaum Muslim, yang menyesatkan umat dari kewajibannya untuk menegakkan Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah. KSA sering diklaim sebagai negara Islam yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah sehingga baik rakyat Saudi maupun yang lain dininabobokkan seolah sudah ada negara Islam, yaitu KSA. Selain itu, ini juga menjadi mafsadat bagi Islam dan kaum Muslim, karena citra Islam justru diperburuk dengan prilaku KSA dan rakyatnya, termasuk Islam yang mereka praktikkan, yang tidak mencerminkan kemuliaan Islam.
 Tanggapan :

Keenam, tentang alasan fitnah dan mafsadat, sebenarnya ini bukan dalil syariah. Karena itu, alasan fitnah maupun mafsadat untuk mengharamkan unjuk rasa tidak ada nilainya di dalam syariah.
Penulis akan tanggapi pernyataan ini dengan jawaban telak dari al-Hafidz Ibmul Qoyyim. Hafidz Ibmul Qoyyim berkata : apabila seorang merasa kesulitan tentang hukum suatu masalah, apakah mubah ataukah haram, maka hendaknya dia melihat kepada mafsadah(kerusakan)dan hasil yang ditimbulkan olehnya. Apabila ternyata sesuatu tersebut mengandung kerusakan yang lebih besar, maka sangatlah mustahil bila syari`at Islam memerintahkan atau membolehkannya bahkan keharamannya merupakan yang pasti . lebih-lebih apabila hal tersebut menjurus kepada kemurkaan Allah dan Rasul-Nya baik dari jarak dekat maupun dari jarah jauh, seorang yang cerdik, tidak akan ragu akan keharamannya.(Kitab Madarijus Salikin 1/496). Dari sinilah dikenal sebuah kaidah fiqh yang sangat mansyur : Membendung kerusakan itu lebih utama daripada mendapatkan kebaikan.
Penulis setelah membaca pernyataan hizbut tahrir di atas. Terutama pada paragraf akhir, penulis menggeleng-gelengkan kepala, tuduhan apa lagi yang mereka lemparkan kepada kerajaan Arab saudi dan rakyatnya. Apakah  rakyat Arab saudi menjadi menyebab buruknya kaum muslimin? Apakah para ulama ahlussunnah dalam mempraktekkan ajaran islam, tidak mencerminkan kemulian Islam?!kalau saja hizbut tahrir mau buka mata dan hati, pastilah pernyataan di atas tidak akan pernah dikeluarkan, tapi begitulah hizbut tahrir, yang hatinya sudah sangat kotor  yang tertutup oleh  kebencian sangat besar kepada Arab Saudi. Memang tidak bisa dipungkiri ada sebagian rakyat Arab Saudi yang tiodak menjalankan syariat islam dengan sebenarnya, tetapi dengan sebab itu hizbut tahrir pukul rata bahwa semua rakyat Arab Saudi tidak becus dalam menjalankan syariat Islam? Bahkan di masa kepemimpinan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang masyarakatnya adalah generasi terbaik ummat ini, ada orang yang didera karena minum khamar(Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihnya (6391):
عن أنس بن مالك رضي الله عنه : أن النبي صلى الله عليه و سلم ضرب في الخمر بالجريد والنعال وجلد أبو بكر أربعين
) ada yang dirajam karena berzina[eperti kisah Ma’iz bin Malik radhiyallahu’anhu dalam riwayat Al-Bukhari (6438) dan Muslim (4520)], bahkan ada yang murtad keluar dari Islam[Seperti kisah suami Ummu Habibah radhiyallahu’anha yang murtad di negeri Habasyah]. Namun tidak ada satupun yang menuduh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah gagal mendidik para sahabatnya. Karena memang, tidak ada satupun manusia yang terjaga dari kesalahan selain para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam, olehnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ بنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak adam senantiasa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang senantiasa bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shohihut Targhib, no. 3139)
lalu yang bagaimana hizbut tahrir inginkan? apakah suatu pemerintahan yang ma`sum dari kesalahan dan kezholiman dan semua rakyatnya menjalankan syariat islam dengan benar? Yang penulis herankan, di tubuh hizbut tahrir sendiri juga, banyak yang mengabaikan syariat Islam, misal : bolehnya bersentuhan tangan antara ikhwan dan akhwat, bolehnya isbal, bolehnya potong jenggot, bolehnya wanita berunjuk rasa turun ke jalan, bolehnya  mendengarkan musik, halalnya mencela penguasa muslim di depan umum. Sebenarnya hukum islam atau syariat islam yang dilaksanakan di Arab Saudi sangat mendekati kebenaran daripada apa yang dijalankan oleh hizbut tahrir, yang perbedaannya pun bisa dibilang 180%, karena dalam menjalankan atau memperjuangkan syariat Islam, hizbut tahrir hanya mengikuti syariat islam yang membicarakan peraturan-peraturan Islam/jalan menuju kekuasaan dan sedikit di luar itu. Hizbut tahrir hanya mengikuti hawa nafsunya dan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan dan diinginkan pendiri hizbut tahrir, yakni Taqiyudin An-Nabhani dan para tokoh-tokohnya yang sebenarnya sangat fanatik pada kelompoknya.  Yang sangat mengherankan dari hizbut tahrir dalam masalah pemahaman agama, memiliki pendapat-pendapat yang bertentangan dengan ajaran Islam, di antaranya :  boleh mencium wanita non muslim, boleh melihat gambar porno, boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, boleh bagi wanita menjadi anggota dewan syura mereka, boleh mengeluarkan jizyah (upeti) untuk negeri kafir, dan lain sebagainya. (Al-Mausu’ah Al-Muyassarah, hal. 139-140), perhatikan perkataan (pendiri Hizbut Tahrir)berkata dalam Nidhomul Ijtimaiy fil islam (Sistem pergaulan dalam Islam, Pustaka Thoriqul Izzah, hal. 67), Seorang pria pada dasarnya boleh menjabat tangan seorang wanita, demikian pula sebaliknya, seorang wanita boleh menjabat tangan seorang pria tanpa ada penghalang di antara keduanya. Hal ini juga diperkuat dengan nusyrah sual jawab mereka no 24/Rabiul Awwal/1390 atau 29/5/1970, no 8/Muharam/1390 atau 16/3/1970 dan nusyroh al-ajwibah wal as^ilah tanggal 26/4/1970. Hizbut Tahrir memperbolehkan memandang gambar wanita bukan mahram, walaupun dengan syahwat sebagaimana dalam nusyrah (selebaran resmi Hizbut Tahrir) no 16/Syawwal/1388H atau 4/1/1969M. yang berisi :  Memikirkan dengan syahwat, berkhayal dengan syahwat ataupun memandangi foto wanita dengan syahwat tidak haram, demikian pula pergi menonton bioskop adalah tidak haram, dikarenakan yang ditonton hanyalah gambar (benda mati) yang bergerak.. Demikian pula dalam nusyrah no 21/Jumadil awwal/1390 atau 24/7/1970M, dikatakan, Sesungguhnya memandang gambar wanita baik dari cermin, di kartu, di surat kabar ataupun yang semisalnya tidaklah haram. Jika ada yang membantah hal ini dengan alasan bahwa nusyroh tersebut sudah lama, dan telah dianulir, maka kita jawab, dimanakah bantahan (anulir) dan revisi tersebut??? Jika memang benar pendapat HT ini direvisi kenapa tidak diterangkan ke ummat secara nyata bahwa HT (secara internasional) mengharamkan foto wanita???. Maka kita tidak heran melihat publikasi, majalah atau selebaran mereka penuh dengan gambar-gambar wanita, sebab menurut madzhab mereka hal ini tidak haram, hizbut tahrir juga memperbolehkan wanita berpakaian dengan celana, sebagaimana dalam nusyrah jawab wa sual (2/Muharam/1392 atau 27/2/1972M). Akhowat Hizbut Tahrir juga terkenal dengan pakaiannya yang bercorak dan bermotif serta berwarna-warni menarik perhatian, hal ini jelas menyelisihi hikmah disyariatkannya jilbab muslimah. Hizbut Tahrir memperbolehkan memandang wajah wanita, karena menurut mereka wajah tidak termasuk aurot. Taqiyuddin  berkata dalam Sistem pergaulan dalam Islam hal 61, Allah Taala berfirman : Katakanlah kepada mukmin laki-laki hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka. (an-Nur (24) : 30), maksudnya tentu adalah menundukkan pandangan terhadap wanita pada selain wajah dan kedua telapak tangan, sebab memandang wajah dan telapak tangan adalah mubah.
Perhatikanlah pemahaman-pemahaman hizbut tahrir yang penulis sebutkan di atas, bagaimana jika hizbut tahrir berhasil memperjuangkan khilafah islamiyah?sedangkan di sisi lain hizbut tahrir mengusung pemahaman-pemahaman nyeleneh bahkan menjerumus ke perbuatan zina? Bukankah bersentuhan tangan yang bukah mahrom dengan sengaja adalah haram dan bisa termasuk perbuatan zina termasuk juga memandang gambar yang bukan mahrom dengan syahwat tidaklah haram juga termasuk zina? Perhatikanlah sebuah hadist shohih ini :  dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan:
إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزَّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذَنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zananya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan atau didustakan.” (Muttafaq ‘alaih)
Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (8/457) mengatakan: “Bahwa setiap anak Adam ditakdirkan untuk melakukan perbuatan zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina sesungguhnya, yaitu memasukkan kemaluan ke dalam kemaluan. Di antara mereka ada yang zinanya tidak sungguhan, dengan melihat hal-hal yang haram, atau mendengarkan sesuatu yang mengarahkan pada perzinaan dan usaha-usaha untuk mewujudkan zina, atau dengan bersentuhan tangan, atau menyentuh wanita asing dengan tangannya, atau menciumnya…, pada halaman dan juz yang berbeda di dalam kitab yang sama, Imam Nawawi menjelaskan : “Hadits ini menerangkan bahwa haramnya memegang dan menyentuh selain mahram karena hal itu adalah pengantar untuk melakukan zina kemaluan”. (kitab  Syarah Muslim (16/316),apakah syabab hizbut tahrir yang dengan semangatnya memperjuangkan khilafah dan syariah serta mencela negara Arab saudi karena banyak kemaksiatan bahkan perzinahan(lihat poin ketiga paragraf ke-2), tapi pada saat yang bersamaan hizbut tahrir membolehkan berjabat tangan dengan wanita bukan mahrom, juga membolehkan memandang  wanita  yang bukan mahrom dengan syahwat, dan  itu tidak haram, serta membolehkan nonton film ke bioskop  juga tidak haram, apakah  ini tidak konsistennya hizbut tahrir?! Dan dengan itu, yang menjadi pertanyaan besar: model khilafah dan syariah manakah yang akan diperjuangkan  oleh hizbut tahrir????
Di sini penulis akan menyebutkan sebagian hukum islam yang telah dijalankan oleh Arab Saudi :   Arab Saudi menerapkan hukum rajam, hukum potong  tangan, hudud, hukum pancung(Qishosh), Di Arab Saudi juga, melakukan kegiatan keagamaan selain Islam di tempat umum tergolong pelanggaran hukum. Tidak hanya itu, mempertunjukkan simbol-simbol agama selain Islam juga dilarang. Penulis dengar langsung dari ustadz-ustadz yang pernah belajar di Arab Saudi, bahwa setiap hari Jumat tiba pada saat akan dilaksanakan sholat jumat, hampir semua toko-toko harus di tutup, dan segala transaksi jual beli harus dihentikan, juga di jalan-jalan sepi. Dan masih banyak lagi hukum Islam yang dilaksanakan di Arab Saudi, meski tidak semuanya hukum islam diterapkan di Arab Saudi, tapi dengan begitu, tidaklah Arab Saudi di masukkan ke negara kafir. Karena sebuah negara Islam, tidak meski harus ma`sum dari kesalahan dan kekurangan, sebenarnya dengan melihat realita penerapkan hukum Islam di Arab Saudi sudah merupakan kemulian bagi kaum muslimin, meski masih ada kekurangan-kekurangan. Ana jelaskan apa itu negara islam dan negara kafir,  seperti yang dinyatakan Syaikhul Islam rohimahullah berkata: “Suatu tempat dikatakan negara kafir,
jika dihuni oleh orang-orang kafir. Lalu negara itu bisa berubah menjadi
negara Islam, jika penduduknya masuk Islam, seperti Makkah dahulu yang
awalnya adalah negara kafir.” (Majmu’ al Fatawa, 27/143).
Ulama’ Madzhab Hanafi.
As Sarakhsi rohimahullah berkata: “Sesungguhnya sebuah tempat dinisbatkan
kepada kita (kaum muslimin), atau kepada mereka (kaum kafir) berdasarkan
kekuatan dan kekuasaan. Semua tempat yang tersebar kesyirikan di dalamnya,
dan kekuasaan di tangan kaum musyrikin, maka itu dinamakan negara kafir. Dan
semua tempat yang tersebar di dalamnya syiar-syiar Islam, dan kekuatannya di
tangan kaum muslimin, maka itu dinamakan negara Islam.” (lihat Syarhus
Sa’ir: 3/81) Al Jashshos rohimahullah berkata: “Sesungguhnya tolak ukur
suatu negara itu berdasarkan kekuasaan dan tampaknya syiar-syiar agama di
dalamnya. Buktinya adalah, apabila kita menaklukkan salah satu negara kafir
dan kita menampakkan syiar-syiar kita, maka negara itu menjadi negara
Islam.” (Al Aulamah: 100)
Ulama’ Madzhab Maliki
Ibnu Abdil Bar rohimahullah berkata: “Aku tidak menjumpai perselisihan
tentang wajibnya adzan bagi penduduk negeri, karena hal itu adalah tanda
yang membedakan negara Islam dan negara kafir.” (Al Istidzkar: 18/4, Tamhid:
3/61) Al Maaziri rohimahullah berkata: “Di dalam adzan itu ada dua makna:
yang pertama menampakkan syiar Islam, yang kedua untuk menjelaskan bahwa ini
adalah negara Islam.” (Adz Dzakhiroh: 2/58)
Ulama’ Madzhab Syafi’i
Ar Rosfi’i rohimahullah berkata: “Cukup sebuah negara dikatakan negara
Islam, jika di bawah kekuasaan imam (kaum muslimin), meskipun tidak ada
satupun muslim yang di sana. (At Taaj wa Iklil: 1/451)

Ulama’ Madzhab Hambali
Ibnu Muflih rohimahullah berkata: “Setiap negara yang mayoritasnya adalah
syiar Islam, maka disebut negara Islam. Dan apabila syiar kafir yang
mayoritas, maka disebut negara kafir.” (Al Adab Asy Syar’iyyah:1/212)
Ucapan para ulama’ di atas jika kita renungkan kembali, maka kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa, diantara bentuk negara Islam adalah negara yang
ditaklukkan oleh kaum muslimin dan dihuni oleh orang-orang kafir dengan
membayar jizyah Dan tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang kafir tersebut
secara otomatis berhukum dengan selain hukum Allah. Hal ini menunjukkan
dengan sejelas-jelasnya bahwa tolak ukur semua ini adalah kekuasaan atas
negara tersebut. Adapun terlihatnya syiar-syiar Islam, hanyalah tanda akan
adanya kekuasaan tersebut, yang terkadang bisa lemah dengan hanya sebagian
saja syiar yang nampak dan disertai adanya syiar-syiar kafir, selama
kekuasaan di tangan kaum muslimin dan bukan di tangan kaum kafir; maka
negara itu adalah negara Islam.
Untuk syabab hizbut tahrir di mana pun berada :
jikalau Arab Saudi dalam menerapkan hukum Islam masih ada kelemahan dan kekurangan, hendaknya kalian menasihati dengan baik, memberikan masukan yang benar dengan akhlak yang mulia serta mendoakan kebaikan kepada negara Arab Saudi, bukannya malah mencela,merendahkan bahkan mengkafirkan Arab Saudi di depan khalayak ramai, baik lewat dunia maya, majalah, buletin, khutbah-khutbah, di forum-horum, dan lainnya. Penulis masih sangat ingat beberapa tahun lalu, ketika ratusan syabab hizbut tahrir kota Bandung berdemonstrasi di depan BIP(Bandung Indah Plaza), menentang kenaikan BBM, salah seorang dari mereka berorasi dan berkata lantang dengan pengeras suara : Pemerintah Indonesia telah mendzalimi rakyat kecil dengan menaikan BBM sungguh penguasa Latnatullah. Dalil-dalil dan perkataan ulama ahlussunnah agar mendoakan kebaikan dan melarang mencela penguasa dzalim sudah dijelaskan panjang lebar di atas.
Nasihat :
Untuk itu penulis nasihatkan kepada kaum muslimin, jangan sampai terkena syubhat-syubhat yang penuh racun dari pernyataan-pernyataan hizbut tahrir, dan jangan terkecoh dengan tulisan-tulisan atau ucapan-ucapan mereka yang di hiasi dengan dalil-dalil, sebenarnya yang mereka sebarkan ke tengah-tengah kaum muslimin adalah kesesatan-kesesatan dan kedustaan  yang dibungkus oleh dalil-dalil. Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata: “Dan setan- setan menyeru mereka kepada kebinasaan, sehingga iapun berada dalam kebingungan diantara para penyeru.
Dan ini adalah keadaan semua manusia kecuali orang yang Allah lindungi, mereka menemukan penarik-penarik dan pendorong-pendorong yang saling bertentangan; antara pendorong kepada risalah, akal sehat dan fitrah yang selamat yang menyeru mereka kepada petunjuk dan naik kepada derajat yang paling tinggi. Dan antara pendorong setan dan orang-orang yang selaras dengannya, serta hawa nafsu yang menyuruh kepada keburukan dan menyeru mereka kepada kesesatan.
Diantara manusia ada yang bersama pendorong- pendorong hidayah dalam seluruh urusan atau kebanyakan urusannya. Diantara mereka ada yang sebaliknya, dan diantara mereka ada yang sama kuat padanya dua penyeru, dan saling kontradiktif disisinya dua penarik” . (Taisir Al Karimirrahman hal 22.
Perlu di ingat, setiap kesesatan tidak murni kesesatan, karena jika kesesatan murni, maka kaum muslimin pun akan dengan serta merta akan menolaknya, tetapi kesesatan yang disebarluaskan oleh kelompok sesat, seperti hizbut tahrir(pengusung pemahaman Mutazilah, khawarij, dan menyebar aqidah Asyariyyah, Maturidiyah). Adalah kesesatan yang telah dibungkus dan di hiasi dengan dalil-dalil seakan-akan ilmiah dan benar, padahal sebenarnya mereka menggunakan dalil-dalil dan ucapan-ucapan ulama-ulama ahlussunnah sebagai tameng bahwa hizbut tahrir berada di atas kebenaran dalam memperjuangkan ide-idenya, sehingga  kaum muslimin mau mengikuti dan masuk menjadi anggota hizbut tahrir, padahal sebenarnya mereka adalah kelompok sesat pengusung pemikiran teroris, terutama teroris pemikiran, seperti yang dinyatakan oleh salah seorang syaikh ahlussunnah, yakni  Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhaly, beliau  menggolongkan Hizbut Tahrir dalam kelompok Teroris Pemikiran (Al Irhabul Fikri) dan ini jauh lebih berbahaya bagi umat dan generasi mudanya daripada teror fisik. Tidaklah teror fisik terjadi kecuali rusak jiwanya terlebih dahulu.( Buku Hizbut Tahrir Mu’tazilah Gaya Baru).
Penutup :
Demikianlah sebagian bantahan atas tulisan yang penuh kedustaan dan pemutarbalikan fakta yang ditulis oleh hizbut Tahrir. Penulis tidak membantah semua kerancuan, syubhat dan kedustaan hizbut tahrir di dalam tulisan mereka di atas, karena bagi penulis itu sudah cukup dikatakan bahwa hizbut tahrir adalah kelompok campur aduk, maksudnya kelompok yang menyebarkan faham mutazilah, khawarij, Asyariyyah, Maturidiyah (buktinya bisa buka link : http://abunamira.wordpress.com/2010/11/10/ada-apa-dengan-hizbut-tahrir/  http://abunamira.wordpress.com/2010/10/23/mengenal-manhaj-hizbut-tahrir/ http://abunamira.wordpress.com/2011/03/15/kesesatan-aqidah-hizbut-tahrir/ http://abunamira.wordpress.com/2010/10/28/menjawab-syubhat-hizbut-tahrir/ http://abunamira.wordpress.com/2010/10/26/hizbut-tahrir-dari-mereka-dan-untuk-mereka-4/ ) karena bagi orang yang berakal sehat dan memiliki ilmu sedikit saja akan mengetahui bahwa tulisan hizbut tahrir di atas hanyalah sebuah tulisan yang sangat ngaco, penuh kerancuan dan sangat jauh dari kenyataan yang ada. Penulis menggap tulisan hizbut tahrir di atas seperti kata pribahasa : lempar batu sembunyi tangan. Hizbut tahrir menuduh bahwa dinasti Suud yang memimpin kerajaan Arab Saudi telah berdusta, dan tidak becus dalam mengurus jamaah haji serta sebagai bisnis tahunan istana dan tuduhan-tuduhan dusta lainnya. Sebenarnya tuduhan itu hanya hisapan jempol saja, hizbut tahrir buta mata dan dalam hatinya tertanam kekotoran yang tebal. Sehingga tidak bisa melihat kenyataan yang ada. Sebenarnya hizbut tahrir lah yang berani tanpa rasa takut kepada Allah azza wa jalla yang telah berdusta atas nama agama untuk membenarkan klaim mereka. Wasallam
Alhamdulillah, selesai tulisan ini.
Subhanakallahumma wabihandika asydu alla ilaaha illa anta astaghruka wa atuubu ilaika.
Cimahi, 24 Jumada awal 1432 H/ 28 April 2011.
Penulis
Abu Namira Hasna Al-Jauziyah

Diberdayakan oleh Blogger.