-->

18 Agustus 2012

BERJAULAH, MENJAJAKAN AJARAN SALAH

http://profile.ak.fbcdn.net/hprofile-ak-ash2/369022_100003087775973_742554860_n.jpg


Olah : Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin

Sepintas, prinsip pertama ajaran Jama’ah Tabligh atau dikenal juga Jama’ah Khuruj atau Jama’ah Jaulah tampak seperti ajaran Tauhid. Betapa tidak, sebab mereka mencantumkan judul prinsip tersebut dengan bunyi kalimat thayyibah. Tidak ada lain makna kalimat thayyibah tersebut, kecuali kalimat tauhid. Yaitu kalimat laa ilaaha illallah. Dan memanh benar, yang mereka maksudkan sebagai kalimat tauhid, ialah kalimat laa ilaaha illallah. Namun, benarkah ajaran tauhid Rasulullah yang mereka maksudkan?.
Terlebih jika melihat lima prinsip berikut. Seolah-olah prinsip ajaran Jama’ah Tabligh ini terasa demikian bagus. Ditemui adanya prinsip shalat lima waktu, prinsip ilmu dan dzikir, ada prinsip memuliakan tamu, ada prinsip ikhlas dalam berniat, ada prinsip bertabligh (menyampaikan dakwah) secara bersama-sama dengan cara khuruj (keluar untuk berdakwah).
Syubhat penyimpangan yang terbungkus dalam kalimat-kalimat nan indahini, sebenarnya juga terlihat pada semua prinsip ajaran ahli bid’ah. Bukankah lima prinsip ajaran Mu’tazilah, misalnya, juga terlihat seolah-oleh benar dan indah?. Lima prinsip ajaran Mu’tazilah itu seperti:
- Tauhid. Ternyata, maksudnya ialah menolak sifat-sifat Allah.
- Adil. Ternyata, maksudnya ialah mengingkari takdir Allah.
- Al manzilah naina al manzilatain, ialah satu keadaan diantara dua keadaan. Maksudnya, pelaku dosa besar itu tidak mungkin, tetapi tidak kafir.
- Berlangsungnya ancaman Allah. Maksudnya, pelaku dosa besar pasti disiksa di dalam neraka dan kekal didalamnya.
- Amar ma’ruf nahi mungkar. Ternyata maksudnya, ialah dibolehkannya melakukan pembangkangan (pemberontakan) kepada penguasa muslim yang sah, hanya lantaran pengusaha tersebut dianggap telah melakukan kedhaliman.
Tanpa memahami maksud-maksud yang dikandung dalam pinsip-prinsip tersebut, orang akan tertipu dengan keindahan bahasanya.
Begitulah umumnya prinsip-prinsip yang ditawarkan oleh setiap ahli bid’ah, termasuk jama’ah jaulah. Bahasa luarnya indah dan seakan menawan kebenaran. Namun sebaliknya menyembunyikan penyimpangan dan kesesatan.

BAGAIMANA PRINSIF KALIMAT THAYYIBAH MENURUT JAMA’AH JAULAH?

Dalam salah satu buku pegangan utama mereka, Fadha’il Al A’mal karya Maulana Muhammad Zakariyya Al Kandahlawi yang di Indonesiakan menjadi Himpunan Fadhilah Amal, Bab II tentang kalimat thayyibah, dapat dibongkar rahasianya.
Ternyata uraian kalimat thayyibah yang dikemukakan secara panjang lebar hingga tiga pasal, hanya menerangkan tentang kalimat Laa Ilaaha Illallah menurut versi ajaran Shufi. Tidak ditemukan sedikitpun ungkapan yang menjelaskan hakikat sebenarnya dari makna kalimat thayyibah tersebut.
Yang ditemukan ialah prinsip ajaran keshufian mereka. Yaitu ajaran dan dorongan untuk berdzikir secara lisan saja, mengucapkan kalimat Laa ilaaha Illallah. Sedikit tidak ditemukan uraian tentang, bagaimana pengamalan sesungguhnya terhadap kalimat Laa ilaaha Illallah, melainkan ajakan untuk tidak mencuri, berzina dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. Tanpa menyentuh sedikitpun, persoalan yang justru sangat pokok. Yaitu keharusan menyingkiri thaghut dan mengingkari serta menjauhi penyembahan terhadap kubur-kubur yang banayak dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin di India, Pakistan dan Indonesia.
Kalaupun dalam kitab itu disebutkan keharusan untuk bertauhid dan meninggalkan syirik serta ikhlas beramal, tetapi penyebutan isu sangat global. Padahal dalam kalimat tauhid tersebut mengandung dua konsekwensi besar. Pertama, menghamba hanya kepada Allah saja. Kedua, menolak dan mengingkari thaghut, termasuk penyembahan terhadap kuburan para wali. Dua konsekwensi tauhid ini mewujud secara nyata dalam kata-kata, sikap dan perbuatan sehari-hari. Allah berfirman: “Karena itu barang siapa yang ingkar kepada taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah: 256). Padahal kenyataannya, mereka memang tidak peduli dengan tauhid yang benar ini.
Syaikh Hamud bin Abdullah At Tuwaijiri, dengan menukil perkataan Ustadz Saifur Rahman Ad Dahlawi –bahkan menegaskan- bahwa Jama’ah Tabligh menyelewengkan semua nash Al Qur’an dan Sunnah yang memerintahkan supaya mengingkari thaghut. Disebutkan diantara prinsipnya, bahwa mereka sangat menjauhi, bahkan melarang secara kasar orang yang menyatakan pengingkaran terhadap thaghut dan pengingkaran terhadap kemungkaran. Alasan mereka, karena hal itu akan melahirkan penentangan dan tidak membawa kebaikan [2]. Dalam kitab Fadhail Al A’mal, justru disebutkan tafsir Shufi ketika mengetengahkan faidah dari hadis Abu Hurairah tentang orang yang paling berbahagia mendapat syafa’at Nabi. Yaitu orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.
Penulis kitab Fadhail Al A’mal menjelaskan faidahnya, yaitu (hanya ditekan pada): Pertama, orang yang dengan penuh keikhlasan telah masuk Islam dan sama sekali tidak memiliki amalan lain kecuali membaca kalimat thayyibah. Telah jelas, bahwa ia akan betuntung karena memperoleh syafa’at di akhirat nanti..… Kedua, orang-orang yang menjaga wirid mereka dengan penuh keikhlasan dan mereka beramal shalih [3].
Bukankah itu merupakan ajaran tharikat sesat? Sama sekali tidak menyinggung, bagaimana realisasi yang sebenarnya dari kalimat tauhid; yaitu memberikan segala macam peribadatan kepada Allah saja dan mengingkari penyembahan kepada selain Allh dengan cara apapun. Itulah sebabnya, di dalam tubuh jama’ah mereka terdapat kebebasan untuk memilih aqidah, bisa Quburiyah, bisa Asy’ariyah, bisa mu’tazilah dan boleh yang lainnya. Yang penting, masing-masing anggota bersedia melakukan khuruj rutin dan memiliki loyalitas terhadap jama’ah. Tak peduli apapun aqidahnya.
Sebenarnya, bantahan terhadap prinsip-prinsip ajaran mereka sangat banyak. Namun kiranya cukuplah sekelumit bantahan terhadap prinsip pertama mereka saja. Sebab yang sekelumit itu, sudah cukup membuka tabir rahasia kesalahan mereka yang mendasar. Jika dalam hal yang mendasar saja sudah salah, maka runtuhlah keseluruhan bangunan ajaran mereka. Termasuk ajaran khuruj yang merupakan manipulasi terhadap makna nash-nash Al Qur’an dan Sunnah serta amalan para sahabat. Kuruj merupakan kegiatan pokok yang sebenarnya hanya didasarkan mimpi khayalan dari imam mereka. Lihat tulisan di bagian lain.
Adapun berkaitan dengan syubhat yang mereka lancarkan, berkenaan dengan fatwa Syaikh Al ‘Allamah Abdul Aziz bin Bas, yang katanya merekomendasi gerakan mereka, amaka Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali telah menjelaskan duduk perkaranya secara jelas dalam rangka membantah dan menghilangkan syubhat mereka. Ini bisa dilihat dalam kumpulan fatwa para ulama yang beliau kumpulkan seputar Jama’ah Tabligh.
Syaikh Rabi’ bin Hadi A Madkhali menjelaskan, ketika Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin memuji gerakan Jama’ah Tabligh, adalah lantaran ada seorang anggita Jama’ah Tabligh yang bertanya kepada Beliau, sambil menceritakan hal-ahal yang kelihatannya baik-baik saja tentang jama’ah ini. Sehingga –tentu- Beliau memujinya. Tetapi pada fatwa paling akhir, Beliau menjelaskan persoalan yang sebenarnya. Intinya, tidak boleh khuruj bersama mereka, kecuali orang yang berilmu dengan tujuan mengingkari kemungkaran mereka dan mengajari mereka jalan yang lurus. Jika untuk maksid mengikuti saja ajaran mereka., maka tidak boleh. Sebab Jama’ah Tabligh yang berasal dari India ini memiliki beberapa khurafat, bid’ah dan kesyirikan.
Risalah Syaikh Rabi ini sudah di Indonesiakan dengan judul Fatwa Ulama Seputar Jama’ah Tabligh. Diterbitkan oleh Pustaka Al Haura’, Jigyakarta. Sayangnya risalah terjemahan ini ditutup dengan surat-menyurat yang dilakukan antara Syaikh Sa’d Al Hushain dengan Imam Jama’ah Tabligh In’am Al Hasan, yang diakhiri dengan jawaban surat dari In’am Al Hasan, tanpa ada kesimpulan yang jelas. Sehingga mengesankan, seakan-akan jawaban In’am Al Hasan tidak terbantahkan. Padahal yang dikemukakannya adalah gaya bahasa dengan jurus mengelak, supaya kebatilan Jama’ah Tabligh tertutupi. Karena itu haruslah waspada. Yang perlu dilihat ialah dalil serta kebenaran, dan bukan hawa nafsu pembelaan membabi buta.
Demikian secara ringkas. Kaum muslimin hendaknya jangan sampai terbawa kepada segala gerakan yang tampak pada lahirnya membawa rahmat, namun –ternyata- disebaliknya menyimpan laknat, termasuk diantaranya ialah Jama’ah Tabligh. Hidup ini hanyalah untuk menghamba kepada Allah dengan mengikuti jejak Nabi.
Kaitanya dengan hidup bersama, kaum muslimin harus menjaga keutamaan persatuan umat islam berdasarkan prinsip ajaran yang haq; prinsip ajaran yang diajarkan oleh Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Hidup ini bukan untuk bertualang mengikuti Jama’ah-jama’ah yang ujung-ujungnya menyimpang dari jalan kebenaran. Jama’ah-jama’ah yang justru memecah belah umat. Wallahu waliyyu at taufoq.
Dipublikasikan oleh : ibnuramadan.wordpress.com
________________________
Footnote:
[1] Dari Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VII/1423H/2003M
[2] Lihat al-Qaul al-Baligh fi at-Tahdzir min Jama’ati at-Tabligh, Daar ash-Shumai, Hal. 154
[3] Lihat Himpunan Fadhilah A-Amal , hal 4570458

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.