-->

25 Agustus 2012

HUKUM PENYANDERAAN DAN PEMBAJAKAN PESAWAT

Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau.
Amma ba’du
Telah diketahui bersama bagi orang-orang yang memiliki akal bahwasanya membajak pesawat dan menyandera orang merupakan bentuk tindakan kriminal yang menimbulkan kerugian dan bahaya yang besar serta menyusahkan orang-orang tak berdosa dan mengganggu mereka yang pelindungnya tidak lain adalah Allah.
Seperti juga dipahami bahwasanya dampak dari tindakan krminal tersebut tidak hanya menimpa suatu negara dan satu kelompok saja, akan tetapi menimbulkan pengaruh bagi semuanya, apalagi jika tindakan kriminalitasnya yang keji seperti ini (pembajakan dan penyanderaan). Maka wajiblah bagi pemerintah dan pihak yang berwenang dari para ulama untuk memberikan perhatian yang sangat, dan bersungguh-sungguh untuk mencegah dampak buruknya serta memberikan penyelesaian terhadapnya.
Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan kitabNya yang mulia sebagai penjelas bagi segala sesuatu, petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin, dan Allah telah mengutus NabiNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat bagi sekalian alam, menjadikan beliau sebagai hujjah bagi sekalian makhluk dan Allah mewajibkan atas seluruh jin dan manusia untuk berhukum dengan syariatNya dan mengembalikan segala perselisihan yang terjadi di tengah mereka kepada kitabNya dan sunnah RasulNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perlselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [An-Nisa : 65]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
“Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” [Al-Maidah : 50]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” [An-Nisa : 59]
Para ulama –semoga Allah merahmati mereka- telah sepakat bahwasanya yang dimaksud dengan menentang Allah adalah dengan menentang kitabNya yang mulia dan bahwa menentang beliau pada masa hidupnya dan menentang sunnah beliau yang shahih setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah”. [Asy-Syura : 10]
Ayat ini berserta maknanya menunjukkan wajibnya mengembalikan segala apa yang diperselisihkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan kepada RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maksudnya adalah mengembalikannya kepada hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memperingatkan dari menyelisihiNya dalam segala perkara.
Pembajakan pesawat merupakan perkara yang paling penting yang bahaya dan kejelekannya berlaku secara menyeluruh, maka wajib bagi negara yang menjadi tempat para pembajak untuk menghukum mereka dengan syari’at Allah mengingat dampak yang ditimbulkan dari tindakan kotor mereka yang melanggar hak-hak Allah, hak hambaNya, menimbulkan bahaya dan kerugian yang besar. Dan tidak ada solusi untuk menyelesaikan dan mencegah akibat buruknya kecuali solusi yang telah diberikan oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Pemurah di dalam kitabNya yang Mulia dan apa yang digiatkan oleh orang-orang paling baik (dalam menasehati) dan paling mulia serta paling pemurah, penghulunya manusia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam atasnya sebaik-baik shalawat dan salam dari Rabbnya.
Itulah solusi yang wajib dipahami bagi si pembajak dan yang dibajak serta orang-orang yang mempunyai hubungan dengan hal itu, semoga pintu hati mereka terbuka jika mereka orang-orang yang beriman, jika bukan orang-orang yang beriman maka Allah telah memerintahkan kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghukumi mereka dengan syari’at Islam seperti pada firmanNya.
“Artinya : Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka” [A;-Maidah : 49]
Dan firmanNya
“Artinya : Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil” [Al-Maidah : 42]
Berdasarkan apa yang telah kami kemukakan, maka wajib bagi negara tempat berlindungnya para pembajak untuk melakukan hal-hal sebagai berikut : Membentuk lembaga yang tediri dari para ulama Islam untuk meneliti permasalahan ini, mempelajarinya dari segala aspek, kemudian memberikan putusan hukum yang sesuai dengan syariat Allah. Dan seyogyanya para ulama memberikan putusan hukum dengan dalil-dalil dari kitabullah dan Sunnah RasulNya, dan mengambil penjelasan para ulama berkenaan dengan ayat Al-Muharabah dalam surat Al-Maidah dan penjelasan para ulama madzhab mengenai (bab : hukum terhadap para pengacau atau perompak), setelah itu baru mengeluarkan hukuman bagi mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap dalil-dalil syari’ah.
Dan bagi negara yang menjadi tempat berlindungnya para pembajak hendaklah melaksanakan hukum secara syari’ah (Islam) sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, memuliakan perintahNya, mencegah menyebarnya tindakan kriminal ini, mewujudkan terciptanya rasa aman serta sebagai bentuk kasih sayang kepada orang-orang yang dibajak dan memberikan keadilan kepada mereka.
Adapun undang-undang yang merupakan hasil karya manusia tanpa ada dasarnya dari kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dibenarkan bagi umat Islam untuk berhukum dengannya. Sebagian yang lain tidaklah lebih mulia dari yang lainnya, karena semuanya merupakan hukum jahiliyah dan hukum thaghut yang Allah telah memperingatkannya dan menisbatkannya kepada kaum munafiq yang cenderung berhukum kepada thaghut seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka ; ‘Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul, niscaya kalian lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu” [An-Nisa : 60-61]
Maka tidaklah dibenarkan bagi umat Islam untuk menyerupai musuh-musuh Allah yaitu kaum munafiqin yang ingin berhukum kepada selain Allah dan juga menghalangi manusia dari hukum Allah dan RasulNya.
Tidaklah dibenarkan beralasan dengan perbuatan kaum muslimin (secara mayoritas) pada masa sekarang untuk berhukum dengan undang-undang konvensional, perbuatan mereka bukan merupakan alasan untuk menjadi pembenaran dan pembolehan bahkan itu merupakan kemungkaran yang paling besar, walaupun orang banyak melakukannya. Perbuatan kebanyakan orang pada suatu hal tidak bisa dijadikan dalil untuk membenarkan hal tersebut, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” [Al-An’am : 116]
Setiap hukum yang menyelisihi syariat (hukum) Allah adalah hukum jahiliyah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” [Al-Maidah : 50]
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabarkan bahwasanya berhukum dengan selain yang diturunkan Allah merupakan kekufuran, kezhaliman dan kefasikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” [Al-Maidah : 44]
“Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhlim” [Al-Maidah : 45]
“Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang dirturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” [Al-Maidah : 47]
Ayat-ayat di atas beserta maknanya mewajibkan kaum muslimin untuk berhati-hati dari berhukum dengan selain yang diturunkan oleh Allah, berlepas dari hukum selain Allah, berlomba-lomba melaksanakan hukum Allah dan RasulNya, melapangkan hati serta menerimanya. Dan jika bahaya mencakup secara menyeluruh seperti pembajakan (pesawat), maka wajib mengembalikan permasalahan tersebut kepada Allah dan RasulNya yang lebih utama dan paling ditekankan dari selainnya dan merupakan kewajiban yang paling besar karena Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, Maha Pemurah dan yang paling mengetahui tentang hal-hal baik bagi hambaNya, serta Dialah yang menolak bahaya dan mencegah kerusakan masa sekarang dan masa akan datang.
Maka sudah seharusnya untuk mengembalikan segala perselisihan kepada Kitabullah dan Sunnah NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena keduanya telah mencukupi, menjawab secara tuntas, solusi bagi segala permasalahan, serta dapat memberikan penyelesaian dari segala kejahatan bagi orang yang berpegang teguh, istiqamah dan berhukum dengan keduanya, menjadikan keduanya sebagai hakim sebagaimana telah dijelaskan pada ayat-ayat muhkamat (ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah).
Karena besarnya dampak yang ditimbulkan oleh tindakan ini (pembajakan), saya berpendapat bahwasanya wajib untuk mengeluarkan pernyataan sebagai sebuah nasehat, tanggung jawab, memperingatkan masyarakat umum dari hal ini serta sebagai bentuk tolong menolong dengan pihak yang berwenang dalam kebaikan dan ketakwaan.
Hanyalah Allah tempat memohon agar memperbaiki keadaan kaum muslimin, memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus, dan memberikan taufiq kepada pemerintah untuk berhukum dengan syari’at Islam serta berpegang teguh dalam segala hal. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Mahamulia. Shalawat dan salam semoga tercurah atas hamba-hamba sekaligus RasulNya Nabi kita Muhammad, keluarga serta para sahabat beliau.
JAWABAN PARA IMAM SEPUTAR HUKUM MENCELA PARA ULAMA
[Sa’ad bin Atiq, Muhammad bin Ibrahim, Umar bin Salim, Muhammad bin Abdul Latif, Abdullah Al-Anqori] berkata :
Di antara perkara yang perlu diperingatkan adalah apa yang dilakukan oleh orang-orang jahil (terhadap para ulama) dengan melemparkan tuduhan terhadap ahli ilmu dan agama bahwa mereka (ahlu ilmu dan agama) suka menjilat dan merendahkan ahli ilmu, mengatakan bahwa mereka tidak mentaati perintah Allah yang telah diwajibkan atas mereka serta menyembunyikan kebenaran dan tidak menjelaskannya.
Orang-orang jahil ini tidak mengetahui bahwa tuduhan terhadap ahli ilmu dan agama serta merampas kehormatan kaum mukminin merupakan racun yang mematikan, penyakit yang tersembunyi dan dosa yang sangat nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan orang-orang yang menyakiti orang-rang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” [Al-Ahzab ; 58]
Rendahkan mereka, tidak ada tempat bagi ayah kalian untuk dicela atau istilah tempat yang telah mereka duduki.
Jika orang yang adil melihat ayat-ayat ini, haidts-hadits, atsar-atsar dan perkataan para muhaqqiq dari ahli ilmu dan petunjuk, serta mengetahui bahwasanya ia akan berdiri dihadapan Allah dan mengetahui bahwa ia akan ditanya tentang apa yang ia ucapkan dan ia perbuat, niscaya ia akan berhenti pada batas-batasnya serta tidak menyibukkan diri dengan aib orang lain.
Adapun orang yang telah dirasuki dengan kebodohan dan hawa nafsu, merasa kagum dengan pendapatnya maka tidak ada cara untuk menyelamatkannya, kita memohon kepada Allah dengan ampunanNya dan bagi saudara kita sesama muslim. Sesungguhnya Allah Maha Penolong dan Maha Berkuasa atasnya.
[Nashihatun Muhimmatun Fii Tsalatsati Qadaya]
[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.