Apa
itu ilmu nujum? Bagaimana hukumnya dalam Islam? Lalu bagaimana jika
kita mempelajarinya hanya untuk mengetahui peredaran benda-benda dalam
tata surya kita? Apa saja manfaat-manfaat yang Allah berikan dalam
penciptaan bintang-bintang? Simak jawabannya dalam pembahasan Kitab Tauhid kali ini.
1. Ilmu Nujum (Astrologi)
Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya, bahwa Qatadah mengatakan,
“Allah
menciptakan bintang-bintang ini, untuk tiga hikmah, sebagai hiasan
langit, sebagai alat pelempar setan dan sebagai tanda-tanda untuk
petunjuk (arah dan sebagainya). Karena itu, barangsiapa dalam masalah
ini berpendapat selain tersebut, maka dia telah salah dan menyia-nyiakan
nasibnya serta membebani diri anda dengan hal yang di luar batas
pengetahuannya.”
Tentang
mempelajari letak-letak peredaran bulan, Qatadah menyatakan makruh,
sedang Ibnu ‘Uyainah tidak membolehkan. Demikian disebutkan oleh Harb
dari mereka. Tetapi Imam Ahmad dan Ishaq memperbolehkan hal tersebut.[1]
Abu Musa menuturkan, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Tiga
jenis manusia tidak masuk Surga, yaitu, pecandu khamr (minuman keras),
orang yang mempercayai sihir[2] dan pemutus hubungan kekeluargaan.”[3]
Kandungan Bab Ini
- Hikmah penciptaan bintang-bintang.
- Bantahan terhadap orang yang berpendapat selain tersebut.
- Ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam masalah mempelajari letak-letak peredaran bulan.
- Ancaman bagi orang yang mempercayai sesuatu sihir [yang di antara jenisnya adalah ilmu nujum (astrologi)], walaupun dia mengetahui akan kebatilannya.
2. Menisbatkan Turunnya Hujan Kepada Bintang
Firman Allah Ta’ala,
“Dan kamu membalas rizki (yang telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan mendustakan Allah yang tidak benar.” (Al-Waqi’ah: 82).
Abu Malik Al-Asy’ari menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Empat
perkara yang terdapat pada umatku yang termasuk perbuatan Jahiliyah,
yang tidak ditinggalkan oleh mereka: membanggakan kebesaran leluhur,
mencela keturunan, menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang dan
meratapi orang mati.”
Lalu beliau bersabda, “Wanita
yang meratapi orang mati, apabila belum bertaubat sebelum meninggal,
akan dibangkitkan pada hari Kiamat dan dikenakan kepadanya pakaian yang
berlumuran dengan cairan tembaga serta mantel yang bercampur dengan
penyakit gatal.” (Hadits riwayat Muslim)
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Zaid dan Khalid, katanya,
“Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam telah mengimani kami dalam shalat Shubuh
di Hudaibiyah setelah semalamnya turun hujan. Ketika usai shalat, beliau
menghadap
kepada orang-orang lantas bersabda, "Tahukah kamu apa yang difirmankan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, Dia berfirman, “Pagi ini di antara hamba-hambaKu ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang mengatakan ‘Telah turun hujan kepada kita berkat karunia dan rahmat Tuhan’, dia beriman kepadaKu dan kafir kepada bintang.”
kepada orang-orang lantas bersabda, "Tahukah kamu apa yang difirmankan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, Dia berfirman, “Pagi ini di antara hamba-hambaKu ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang mengatakan ‘Telah turun hujan kepada kita berkat karunia dan rahmat Tuhan’, dia beriman kepadaKu dan kafir kepada bintang.”
Sedangkan orang yang mengatakan ‘Telah turun hujan kepada kita karena bintang ini, atau bintang itu.’, dia kafir kepadaKu dan beriman kepada bintang.
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula hadits dari Ibnu ‘Abbas, yang maknanya antara lain disebutkan demikian, “…Ada
di antara mereka berkata, ‘Sungguh telah benar bintang ini atau bintang
itu.’ Sehingga Allah menurunkan firman-Nya, Maka Aku bersumpah dengan
tempat-tempat peredaran bintang-bintang… dst. sampai firman-Nya, Dan
kamu membalas rizki (yang telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan
mengatakan perkataan yang tidak benar. [4]
Kandungan Bab Ini
- Tafsiran ayat dalam surat Al-Waqi’ah.[5]
- Disebutkan empat perkara termasuk perbuatan Jahiliyah.
- Dinyatakan bahwa di antara perkara-perkara tersebut ada yang disebut sebagai kufur [yaitu menisbatkan turunnya hujan kepada bintang].
- Kufur ada yang tidak menyebabkan keluar dari Islam.
- Di antara dalilnya, firman Allah yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, "Pagi ini di antara hamba-hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir…" disebabkan turunnya nikmat hujan.
- Perlu difahami makna iman dalam kasus tersebut.
- Dan perlu difahami pula makna kufur dalam kasus tersebut.
- Di antara pengertian kufur, adalah ucapan salah seorang dari mereka, "Sungguh telah benar bintang ini, atau bintang itu."
- Metode pengajaran kepada orang yang tidak mengerti masalah dengan mengajukan pertanyaan, sebagai contohnya, sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam, "Tahukah kamu apa yang difirmankan oleh Tuhanmu?"
- Ancaman bagi wanita yang meratapi orang mati.
Catatan Kaki
[1]
Maksudnya, mempelajari letak matahari, bulan dan bintang untuk
mengetahui arah kiblat, waktu shalat dan semisalnya, maka hal itu
diperbolehkan.
[2] Mempercayai sihir yang di antara macam-nya adalah ilmu nujum (astrologi). Sebagaimana telah dinyatakan dalam suatu hadits, “Barangsiapa mempelajari sebagian dari ilmu nujum, maka sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian dari ilmu sihir …“ Lihat bagian Macam-macam Sihir.
[3] Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya.
[4] Surah Al-Waqi’ah: 75 – 82.
[5]
Dalam ayat ini Allah mencela orang-orang musyrik atas kekafiran mereka
terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah dengan menisbatkan turunnya
hujan kepada bintang; dan Allah menyatakan bahwa perkataan ini dusta dan
tidak benar, karena turunnya hujan adalah karunia dan rahmat dariNya.
Takut Kepada Allah dan Tawakkal Kepada Allah
Melanjutkan pembahasan selanjutnya dari Kitab Tauhid,
kami suguhkan dua bab pendek sekaligus yaitu “Takut Kepada Allah” dan
“Tawakkal Kepada Allah”. Penulis menjelaskan secara singkat mengenai
kedua hal ini. Penjelasannya secara panjang lebar, bisa didapatkan dari
buku “Fathul Majid, Syarah Kitabut Tauhid”. Walaupun tidak panjang, mari
kita simak sebagai rangkuman dari penulis.
Takut Kepada Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya
mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu
takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar
orang yang beriman.” (Ali Imran: 175).
“Hanyalah
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetapi mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk.” (At-Taubah:18).
“Dan
di antara manusia ada orang yang berkata, "Kami beriman kepada Allah",
maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap
fitnah manusia itu sebagai adzab Allah. Dan sungguh jika datang
pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata, "Sesungguhnya kami
adalah besertamu." Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam
dada semua manusia?.” (Al-Ankabut:10).
Diriwayatkan hadits marfu’ dari Abu Sa’id:
“Sesungguhnya
termasuk lemahnya keyakinan apabila kamu mencari kerelaan manusia
dengan kemurkaan Allah, memuji mereka atas rizki Allah yang diberikan
lewat mereka, dan mencela mereka atas sesuatu yang belum diberikan Allah
kepadamu lewat mereka. Sesungguhnya rizki Allah itu tidak dapat
didatangkan oleh ketamakan orang yang tamak dan tidak pula dapat
digagalkan oleh kebencian orang yang membenci.”
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
berusaha mendapatkan ridha Allah, sekalipun dengan resiko kemarahan
manusia, maka Allah meridhainya dan menjadikan manusia ridha kepadanya.
Dan barangsiapa berusaha mendapatkan ridha manusia dengan melakukan apa
yang menimbulkan kemurkaan Allah, maka Allah murka kepadanya dan
menjadikan manusia murka pula kepadanya.”[1]
Kandungan Bab Ini
- Tafsiran ayat dalam surah Ali Imran.[2]
- Tafsiran ayat dalam surah Bara’ah / At-Taubah.[3]
- Tafsiran ayat dalam surah Al-’Ankabut.[4]
- Keyakinan bisa menjadi lemah dan bisa menjadi kuat.
- Tanda lemahnya keyakinan, antara lain: tiga perkara yang disebutkan dalam hadits dari Abu Sa’id.
- Memurnikan rasa takut kepada Allah termasuk kewajiban.
- Pahala bagi orang yang mengamalkannya.
- Ancaman bagi orang yang tidak mengamalkannya.
Tawakkal Kepada Allah
Firman Allah Azza wa Jalla:
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Al-Maidah: 23).
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal.” (Al-Anfal: 2).
“Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mu’min yang mengikutimu.” (Al-Anfal: 64).
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Ath-Thalaq: 3).
Al-Bukhari dan An-Nasa’i meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, katanya, “Cukuplah Allah bagi kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
Kalimat
ini diucapkan Ibrahim ketika dicampakkan ke dalam api, dan diucapkan
Muhammad Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika mereka berkata
kepadanya, “Sesungguhnya orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka. Tetapi
perkataan itu malah menambah keimanan mereka …” [5]
Kandungan Bab Ini
- Tawakkal termasuk kewajiban.
- Tawakkal termasuk syarat-syarat iman.
- Tafsiran ayat dalam surah Al-Anfal.[6]
- Tafsiran ayat dalam surah Al-Anfal.[7]
- Tafsiran ayat dalam surah Ath-Thalaq.[8]
- Kalimat "Hasbunallah wa Ni’mal Wakiil" mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena telah diucapkan oleh Nabi Ibrahim Alaihis Salam dan Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika dalam situasi yang sulit sekali.
Catatan Kaki
[1] Hadits riwayat Ibnu Hibban dalam Shahih-nya.
[2]
Ayat ini menunjukkan bahwa khauf (takut) termasuk ibadah yang harus
ditujukan kepada Allah semata-mata, dan di antara tanda kesempurnaan
iman adalah tiada merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah
saja.
[3]
Ayat ini menunjukkan bahwa memurnikan rasa takut kepada Allah adalah
wajib, sebagaimana shalat, zakat dan kewajiban lainnya.
[4]
Ayat ini menunjukkan bahwa merasa takut akan perlakuan buruk dan
menyakitkan dari manusia dikarenakan iman kepada Allah adalah termasuk
takut kepada selain Allah; dan menunjukkan pula kewajiban bersabar dalam
berpegang teguh pada jalan Allah.
[5] Ali Imran: 173.
[6]
Ayat ini menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah merupakan sifat
orang-orang yang beriman kepada Allah; dan menunjukkan bahwa iman dapat
bertambah dan dapat pula berkurang.
[7]
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman yang
mengikutinya supaya bertawakkal kepada Allah, karena Allah-lah yang
mencukupi keperluan mereka.
[8] Ayat ini menunjukkan kewajiban bertawakkal kepada Allah dan pahala bagi orang yang mengamalkannya
0 komentar:
Posting Komentar