Muqoddimah
Segala
puji hanya milik Allah Robb semesta alam yang telah melimpahkan rahmat
dan nikmat-Nya kepada kita semua, kita memuji-Nya, meminta
pertolongan-Nya, meminta ampun kepada-Nya, dan bertaubat kepada-Nya.
Kita memohon perlindungan kepada Allah dari kejelekan jiwa-jiwa kita dan
keburukan amalan-amalan kita. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk maka
tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang Allah
sesatkan maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya.
Saya
bersaksi, bahwa tidak ada sesembahan yang hak disembah selain Allah
tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.
Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wasallam beserta
keluarga dan para shahabatnya serta orang-orang yang teguh menempuh
jalan mereka dan mengikuti petunjuk mereka dengan baik hingga datangnya
hari pembalasan.
Waba’du…
Jama’ah Tabligh tentu
bukan nama yang asing lagi bagi masyarakat kita, terlebih bagi mereka
yang menggeluti dunia dakwah. Dengan menghindari ilmu-ilmu fiqh dan
aqidah yang sering dituding sebagai 'biang pemecah belah umat', membuat
dakwah mereka sangat populer dan mudah diterima masyarakat berbagai
lapisan. Bahkan saking populernya, bila ada seseorang yang berpenampilan
mirip mereka atau kebetulan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan
mereka, biasanya akan ditanya; ”Mas, Jama’ah Tabligh, ya?” atau “Mas,
Karkun, ya?” Yang lebih tragis jika ada yang berpenampilan serupa meski
bukan dari kalangan mereka, kemudian langsung dihukumi sebagai Jama’ah
Tabligh. Pro dan kontra tentang mereka pun meruak. Lalu bagaimanakah
hakikat jama’ah yang berkiblat ke India ini? Kajian kita kali ini adalah
jawabannya.
Jama’ah Tabligh. Siapa yang tak kenal
kelompok ini. Ciri mereka mudah dikenali. Pakaian gamis/jubah, kepala
bersorban, mata bercelak. Berpenampilan zuhud, berjalan ke sana kemari,
ada yang menenteng kompor, ada pula yang berjalan telanjang kaki.
Mengajak orang-orang ke masjid. Dan seringnya bergerombol di masjid,
pasar, dan tempat-tempat umum lainnya untuk mengajak orang shalat.
Sepintas banyak orang terpesona dengan tampang dan keramahan mereka dan
tidak sedikit kaum muslimin yang menyambut ajaran mereka. Namun, Islam
tidak hanya sekedar pakaian atau asesoris murah semisal celak mata.
Islam juga tidak hanya tampilan fisik, seperti berjenggot atau kening
yang menghitam.
Islam adalah agama yang mengatur seluruh
aspek kehidupan, universal. Maka salah jika dikatakan bahwa aksi teror,
zikir berjama’ah, demonstrasi, dan tindakan-tindakan anarkis lainnya
adalah bagian dari ajaran Islam. Begitu juga Jama’ah Tabligh, ajaran
mereka juga bukan bagian dari ajaran Islam. Bahkan, Jama’ah Tabligh
sangat kental dengan ajaran Sufi dan paham Wihdatul Wujud (manunggaling
kawula lan gusti). Sebagaimana yang dipahami oleh pendirinya. Muhammad
Ilyas Al Kandahlawi. Ajaran ini menyimpang jauh dari Islam yang di
ajarkan oleh Nabi kita shalallahu’alaihi wa sallam. Bahkan pergerakan
kelompok baru dari India ini paling bersemangat berdakwah di dunia ini
dibanding kelompok-kelompok pergerakan yang lain, penyebar virus-virus
kesyirikan dan kesesatan, persaudaraan, senyum ramah, dan berbagai
lipstik indah lainnya. Akan tetapi ingat, dibalik baju yang bagus itu
penuh bahaya kesesatan yang siap menyeret siapa saja yang lemah
agamanya. Sudah banyak kaum muslimin yang termakan oleh rayuan
berbisanya. Hati-hati dengan racun bermerek madu.
Kelompok
Jama’ah Tabligh (JT) ini telah diperingatkan oleh para Ulama’
Ahlussunnah akan kesesatannya. Kedok mereka telah dibongkar dan banyak
para pengikut JT yang setia justru mengakui dan membantah kesesatan yang
ada di dalam ajaran Jama’ah Tabligh.
Ketauhilah wahai kaum muslimin…Dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah dibangun di atas dua kaidah penting yaitu :
1. Tarbiyah dan
2. Tashfiyah
*Tarbiyah
adalah menyampaikan al haq (kebenaran) yaitu apa yang telah dibawa oleh
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yakni Al-Qur’an dan As Sunnah
dengan pemahaman As Salafushsholih (pendahulu yang shalih dari kalangan
shahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in)
*Sedangkan Tashfiyah
artinya pembersihan, yakni menyampaikan segala bentuk kebatilan sebagai
lawan dari kebenaran yaitu segala yang dapat menggangu, memalingkan,
mengeluarkan dan merusak kebenaran.
Prinsip dakwah ini
telah diterapkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dalam
pelaksanaan dakwahnya, dalam setiap khutbah jum’at beliau
shallallahu’alaihi wa sallam dengan wajah merah memperingatkan umat agar
menjauhi perkara yang baru yang diada-adakan dalam agama karena setiap
perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah yang diada-adakan, dan
setiap bid’ah adalah terancam dengan neraka.
Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam dengan lisannya yang mulia telah mencela
dengan celaan yang keras terhadap orang-orang khawarij (baca teroris,
red), beliau shallallahu’alaihi wa sallam mengatakan bahwa khawarij itu
adalah anjing-anjing neraka.
Bahkan beliau
shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh orang-orang
khawarij dengan pembunuhan yang sadis yaitu seperti terbunuhnya kaum
‘aad karena kelompok khawarij (baca teroris,red) adalah kelompok sesat,
keras, mudah mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah kaum
muslimin.
Sikap keras beliau shallallahu’alaihi wa sallam
ini dilandasi agar selamat dari bahaya kesesatan di dunia dan selamat
dari bahaya neraka di akhirat.
Artinya seorang da’i itu
bukan hanya mengajarkan fardlu-fardlu, sunnah-sunnah dan
keutamaan-keutamaan serta cara-cara beribadah yang benar saja, tetapi
seorang da’i juga harus menyampaikan kepada umat segala bentuk dan macam
kesesatan dan kebatilan, juga harus disampaikan kepada umat para
pembawa dan penyebar virus-virus kesesatan dan kebatilan tersebut supaya
jelas dihadapan umat dan mudah untuk menghindarinya.
Memperingatkan manusia dari kebatilan dan kesesatan (tahdzir) mempunyai dua faidah, yaitu :
1. Menghentikan mengalirnya dosa pada pencipta kesesatan karena pencipta kesesatan dan
penyebarnya akan mendapat dosa sebanyak orang yang mengikutinya.
2. Untuk menyelamatkan manusia dari terjerumusnya pada kesesatan.
Inilah
kiranya yang mendasari saya untuk menulis buku kecil ini, mengingat
semakin menyebarnya ajaran sesat Jama’ah Tabligh dalam keadaan kaum
muslimin banyak yang tidak mengerti dimana dan apa saja kesesatan
kelompok ini.
Semoga buku ini ditulis ikhlas karena
mengharap wajah Allah subhanahu wa ta’ala serta bermanfaat bagi penulis,
keluarga, pembaca dan segenap kaum muslimin. Simak dan perhatikan
setiap poin penting dalam buku ini. Selamat membaca!
25 Romadhon 1428 H
Abu Umamah Abdurrohim bin
Abdul Qohhar Al Atsary
BAB I
KALIMAT RAHASIA JAMA’AH TABLIGH
Sudah
ma’lum bahwa jama’ah tabligh (selanjutnya disingkat JT) memiliki 6
dasar atau rukun dakwah, yang di atas 6 rukun inilah para pengikut JT
dibai’at dan diatas rukun inilah dilaksanakan dakwah JT, barangsiapa
yang keluar dari 6 rukun ini maka dia dianggap keluar dari JT. Enam
rukun itu adalah :
1. Kalimat thayyibah, yaitu Laa ilaha illallah, Muhammadarrasulullah.
2. Menegakkan shalat
3. Menuntut ilmu dan dzikir
4. Memulyakan kaum muslimin
5. Ikhlas
6. Keluar di jalan Allah (Khuruj fi sabilillah)
Pembahasan 6 rukun JT ini bisa dibaca di dalam buku saya “Menguak Kesesatan Jama’ah Tabligh" (MKJT) dari halaman 13-43.
Didalam
mendakwahkan 6 rukun ini, JT memiliki jurus kalimat rahasia sehingga
dengan jurus ini mereka mampu menjerumuskan banyak manusia ke dalam
kesesatan JT. Apa kalimat rahasia itu? Kalimat rahasia itu adalah :
“SEGALA SESUATU YG MENYEBABKAN MANUSIA LARI, YG MENYEBABKAN MANUSIA
BERPECAH BELAH, ATAU BERSELISIH DI ANTARA DUA ORANG, MAKA HARUS
DITINGGALKAN KARENA MERUPAKAN PENGHALANG DAKWAH JT, PEMUTUS DAKWAH JT,
PENGHANCUR DAKWAH JT.”
Maka dengan prinsip inilah dakwah
JT bisa berkembang pesat di seluruh dunia melalui bid’ah khuruj model
JT. Contoh pelaksanaan kalimat rahasia JT dapat kita lihat ketika para
da’i JT sedang berdakwah, padahal mereka belum waktunya berdakwah. Maka
setiap da’i JT dibekali supaya memegangi kalimat rahasia ini. Ketika
orang JT mau membahas rukun pertama dari rukun 6 rukun JT, mereka juga
harus menerapkan 6 jurus ini. Sudah maklum di kalangan Ahlussunnah Wal
Jama’ah bahwa kalimat tauhid, yaitu kalimat Laa ilaaha illaallah itu
mengandung tiga macam tauhid, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah,
dan Tauhid Asma’ was Sifat.
Apabila da’i Ahlussunnah
membahas kalimat tauhid ini maka mereka membahas dan menyampaikan semua
tiga macam tauhid tadi, sehingga jelas dihadapan kaum muslimin siapa
ahli tauhid yang sebenarnya dan siapa ahli syirik yang sebenarnya. Hal
ini sangat berbeda dengan kelompok JT ketika membahas hanya kepada
tauhid Rububiyyah saja, karena ini relatif aman dari munculnya
perselisihan dan perpecahan.
Sedangkan pembahasan Tauhid
Uluhiyyah, maka ini tidak boleh dibahas karena di sana ada Salafy yang
sangat anti pada kesyirikan. Salafy yang tidak membolehkan untuk
mengadakan Syaddurihal (perjalanan safar/bepergian) ke kuburan, tidak
boleh thawwaf di kuburan, tidak boleh bertawassul dan istighatsah kepada
orang sholih yang sudah mati, sementara selain Salafy mereka
membolehkan. Maka JT tidak berani membahas Tauhid Uluhiyyah ini karena
menyebabkan perselisihan dan perpecahan.
JT juga tidak
berani membahas tauhid yang ketiga, yaitu Tauhid Asma’ was Sifat karena
di sana ada sekian golongan atau kelompok yang berbeda yang tidak bisa
dipertemukan, ada kelompok Asy’ariyah, ada kelompok Maturidiyah, ada
kelompok Jahmiyah, ada kelompok Hululiyyah (ajaran Phanteisme,
menyatunya Allah dengan makhluk atau Wihdatul Wujud -dalam bahasa Jawa-
dikenal dengan ungkapan Manunggaling Kawulo lan Gusti). Belum lagi
disana ada kelompok Salafy yang menentang semua kelompok diatas sehingga
JT tidak berani mambahas masalah tauhid ini karena akan menimbulkan
perselisihan dan perpecahan.
Demikian juga ketika JT mau
mambahas rukun lainnya , rukun ilmu misalnya maka jurus kalimat rahasia
ini wajib dipegangi. JT membagi ilmu itu menjadi dua, yaitu ILMU
FADHA'IL dan ILMU MASA’IL (ilmu fiqih). Ilmu yang pertama yakni Ilmu
Fadha'il (atau yang lebih dikenal dikalangan mereka Fadhilah 'Amal)
dianggap lebih aman untuk membahasnya dari timbulnya perselisihan dan
perpecahan. Sementara Ilmu Masa’il sangat sarat timbulnya perselisihan
dan perpecahan -menurut mereka- karena mereka mendahulukan khuruj
daripada thalabul ilmi (mencari ilmu). Maka orang JT tidak berani
membahas ilmu masa’il dan masalah ilmu masa’il (ilmu fiqih) ini
diserahkan kepada Ulama’ negeri (wilayah) tersebut. Orang JT cukup
dengan ilmu Fadha'il saja. Dan begitu seterusnya, yaitu semua wajib
dihindari.
Sungguh kalimat rahasia JT ini sangat
bertentangan dengan prinsip dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Konsekuensinya, seorang da’i JT harus bisa bermuka banyak dengan
mendiamkan kesyirikan yang ada di hadapannya, mendiamkan kebid’ahan dan
kesesatan yang ada di hadapannya. Bahkan JT juga menjadi penolong dari
perbuatan kemungkaran : "Ketika ada orang yang merokok, mereka malah
membelikan; ketika ada yang mabuk, mereka malah menyiapkan gelasnya; dan
ketika ada orang yang mencukur jenggotnya, mereka yang menyiapkan
siletnya (pisau cukur). Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Dan
janganlah kamu mencampur adukkan yang hak dengan yang batil dan
janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”
(QS.Al-Baqoroh : 42)
Adapun
da’i Salafy Ahlussunnah Wal Jama’ah, dia menerangkan kepada umat Islam
bahaya-bahaya kesyirikan, macam-macamnya, menyeru kepada umat untuk
menjauhi syirik dan pelakunya sehingga menjadi jelas dan terang di
hadapan umat antara syirik dan tauhid, antara ahli syirik dan ahli
tauhid.
Da’i Salafy Ahlussunnah Wal Jama’ah juga
menerangkan kepada umat bahaya-bahaya bid’ah, macam-macam bid’ah, dan
siapa yang disebut ahli bid’ah. Diterangkan kepada umat pentingnya
mempelajari dan mengamalkan sunnah, sehingga dengan itu jelaslah di
hadapan umat siapa ahli bid’ah dan siapa ahli sunnah, yang keduanya
berbeda dan tidak bisa disatukan. Da’i Salafy juga menerangkan kepada
umat bahaya perbuatan mungkar dan maksiat dan bahaya tidak ditegakkannya
amar ma’ruf nahi mungkar ( diringkas dari kitab Al-Qhuthbiyyah Hiyal
Fitnah Fa’rifuha karya Asy-Syaikh Ibrahim Ibnu Sulthon Al-Adnany, hlm.
7-12)
BAB II
KISAH KELABU JAMA’AH TABLIGH
Dari
kisah-kisah kelabu Jama’ah Tabligh, pembaca akan tahu betapa kebencian
mereka kepada al-haq dan pembawa al-haq, dalam keadaan banyak Muslimin
tersihir dengan keindahan “lipstik” jama’ah ini. Mari kita ikuti
kisah-kisah mereka, semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa
merahmati kita dan mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita.Amiin.
1. CELAAN JT TERHADAP ULAMA’
Jama’ah
Tabligh mempunyai dua majelis: majelis pertama adalah tiap selasa malam
yang merupakan majelisnya orang-orang yang baru datang dari Khuruj
(baca : berkelana/mengembara dari masjid ke masjid,red) dan majelis
kedua adalah majelis orang-orang yang hendak berangkat khuruj. Kemudian
Amir (baca : Pemimpin,red) mereka menghadirkan salah seorang yang baru
datang dari khuruj untuk membangkitkan semangat khuruj orang-orang JT
yang mau khuruj. Maka terjadilah dialog antara amir JT dengan JT yang
baru datang dari khuruj tersebut.
Amir JT : Berapa hari anda khuruj?
Fulan JT : Saya khuruj selama 4 bulan fi sabilillah
Amir JT : Masya Allah! Ke mana saja khurujnya?
Fulan JT : Ke Jazirah 10 hari, di Afrika 20 hari, di Eropa 1 bulan, di
Amerika selatan 1 bulan, dan 1 bulan di Asia Timur, India dan Pakistan
Amir JT : Masya Allah! Kamu adalah seorang da’i seperti awan yang
bergerak mendatangi manusia di negaranya (kampungnya) dan
memberi minum langsung kepada mereka, berbeda dengan para
Ulama’, mereka itu seperti sumur atau mata air, kalau kalian
kehausan harus menempuh sekian mil perjalanan untuk
mendatangi sumur tersebut, terkadang sesampai di sana belum
tentu bisa langsung minum karena sumurnya tidak ada timbanya
dan kalaupun ada timbanya kalian akan susah payah
menimbanya, baru bisa meminumnya.
Perhatikan
baik-baik kisah buatan amir JT ini, semoga Allah subhanahu wa ta’ala
merahmati kita. Ketika ada “Thalabul Ilmi” (penuntut ilmu), mereka
sampaikan kisah ini agar orang tersebut tidak jadi menuntut ilmu dan
mengutamakan menjadi da’i yang mereka bilang seperti awan yang
menurunkan hujan itu lebih afdhal dari sumur atau mata air. Padahal
kalau sedikit kita mengarahkan pikiran pada perbedaan awan yang sedang
menurunkan hujan dan sumur atau mata air, maka kita mengatakan tidak
seperti awan yang dikatakan amir JT di atas.
Hujan dari
awan seringnya hanya menumbuhkan rumput makanan ternak saja, juga sering
hanya menumbuhkan rumput musiman. Berbeda dengan air sumur atau sumber
mata air yang diambil orang untuk minum, untuk mencuci, memberi minuman
ternak, menyiram tanaman. Sumur dan mata air bisa digunakan untuk orang
mukim maupun musafir, diminum oleh manusia dan binatang ternak karena
kualitasnya bagus, tidak berbau, rasanya enak, dan warnanya pun jernih.
Dengan
ini bukankah pembaca dapat membedakan antara air hujan dengan air
sumur? Kalau kurang jelas, pembaca bisa membuktikan dengan cara
mengambil segelas air hujan yang menggenang di depan atau di samping
rumah anda, kemudian ambillah segelas air sumur, kemudian sejajarkan
keduanya. Kemudian, jika Anda disuruh minum, mana yang akan Anda minum?
Itulah
pengakuan dari Amir JT yang menjelaskan kepada kita tentang keadaan
kualitas JT, seperti air keruh yang digandrungi oleh orang-orang yang
menyukainya. Bercampur di dalamnya antara kebaikan dan kejelekan, antara
hidayah dan kesesatan, antara kebatilan, kemungkaran, kemaksiatan.
Kisah
ini merupakan isyarat dan pelajaran kepada segenap kaum muslimin serta
sebagai pemberitahuan tentang keadaan dan kualitas JT, yaitu ibarat
minuman kotor bercampur penyakit dan racun yang lebih ganas dari sekedar
penyakit terganas di dunia ini. Karena seganas apa pun penyakit badan
itu hanya merusak badan saja dan tidak merusak hati. Badan yang hancur
masih bisa diharapkan selamat dari berbagai kesesatan di dunia dan
ancaman neraka di akhirat, sedangkan kebid’ahan dan kesesatan adalah
penyakit hati yang berbahaya bukan hanya di dunia, tetapi bisa berlanjut
sampai di Jahannam, na’udzubillah minadlalalati wannar. Badan sakit,
tetapi hatinya sehat jauh lebih baik daripada sebaliknya.
2. CELAAN JT TERHADAP THALABUL ILMI (PENUNTUT ILMU)
Dikisahkan
ada seorang JT yang bertemu dengan seorang yang hendak berangkat
thalabul ilmi, maka terjadilah dialog di antara keduanya:
JT : Mau kemanakah wahai saudaraku?
Thalib : Saya mau berangkat thalabul ilmi.
JT : Untuk apa thalabul ilmi?
Thalib : Supaya mengerti halal dan haram?!
JT : Subhanallah! Anda belum mengerti halal dan haram. Padahal
kucing saja mengerti halal dan haram.
“Menuntut ilmu agama wajib bagi setiap muslim”
(HR. Ibnu Majah, Abu ya’la, Thabrani, dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-Albany)
3. CELAAN JT TERHADAP MUSLIMIN YANG TIDAK MAU IKUT KHURUJ
Telah berkata amir JT ketika memberi semangat kepada orang-orang JT yang hendak khuruj meninggalkan kampungnya, meninggalkan pekerjaannya, keluarganya, dan anak-anaknya :
“Wahai saudaraku, kalau kalian letakkan gula dan teh di dalam gelas, tetapi tidak kamu aduk maka kalian tidak akan merasakan manisnya teh tersebut. Demikian juga setiap manusia itu memiliki iman di dalam hatinya, mereka tidak akan merasakan manisnya iman tersebut kecuali mereka khuruj bersama JT.”
Subhanallah…!! Ucapan amir JT ini benar-benar celaan terhadap para Ulama dan kaum muslimin karena kita mendapati para Ulama, thalabul ilmi, kaum muslimin laki-laki dan wanita, mereka semua tidak khuruj, hanya JT saja yang khuruj untuk mengamalkan ajaran Budha yang dimasukkan ke dalam Islam oleh JT.
Juga ucapan ini bertentangan dengan hadits shahih :
“Tiga hal apabila ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman yaitu seseorang yang menjadikan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari selain keduanya, seseorang yang mencintai orang lain dia tidak mencintai kecuali karena Allah, dan seseorang yang membenci kekafiran setelah Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkannya sebagaimana dia membenci jika dilempar ke neraka setelah Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkannya.” (HR.Muslim)
Tiga kisah ini diterjemahkan dengan ringkas dari kitab Al-Quthbiyah Hiyal Fitnah fa’rifuha karya Asy-Syaikh Abu Ibrohim Ibnu Sulthon Al Adnany hal 13-15.
Khuruj atau keluar di jalan Allah subhanahu wa ta’ala ini adalah ajaran baru yang diada-adakan oleh Kelompok Jama'ah Tabligh yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat beliau ridhwanullah ‘alaihim ajma’in.
Ajaran khuruj (baca : berkelana/mengembara dari satu masjid ke masjid lain,red) ini merupakan ajaran Budha dan Brahma, sama sekali bukan bagian dari ajaran Islam. Maka berhati-hatilah wahai kaum muslimin jangan sampai kalian tertipu oleh penyesatan Kelompok Jama'ah Tabligh ini, segeralah kembali kepada As-Sunnah Nabi yang dengannya akan mencapai keselamatan di dunia dan akhirat.
Terhadap khuruj ini, telah berkata Asy Syaikh Taqiyuddin Al Hilaly rahimahullah : “Sesungguhnya umat terdahulu dari kalangan penganut ajaran Brahma dan Budha, mereka beribadah dengan khuruj (melancong), yakni manusia diwajibkan untuk keluar meninggalkan keluarganya dan berkelana di muka bumi dengan menempuh perjalanan panjang, harus sabar di atas penderitaan perjalanan, di atas rasa lapar dan haus, sabar berjalan di atas betis, tidak boleh naik kendaraan, sabar berselimutkan debu dalam perjalanan, makan harus sedikit, berjalan di bawah teriknya matahari dan dinginnya cuaca, serta derasnya hujan. Ini semua adalah ajaran Budha (bukan dari Islam sedikit pun).
Ajaran ini pernah dilakukan oleh seorang penganut ajaran Brahma yang bernama Budza. Dia adalah anak orang kaya di India, dia melancong dengan meninggalkan anak an istrinya, berjalan selama lima tahun sampai ketika di puncak kelemahannya, dia berhenti di bawah sebuah pohon. Di puncak rasa lapar dan haus serta telah merasakan pedihnya panas dan dingin, maka ketika itu dia merasa berhasil menuju puncak hakikat, tujuan tertinggi yang tidak bisa diperoleh oleh semua (sembarang) orang. Ketika itu terbukalah baginya pintu-pintu hikmah dan mengerti segala sesuatu yang asalnya tidak tahu (padahal ini adalah kejahilan/kebodohan, bukan ilmu dan bukan hikmah sama sekali). Si Budza pun segera pulang menuju kampungnya dan manusia menyambutnya sebagai tokoh agama yang sukses (mencapai hakikat), sedangkan pohon tempat berteduhnya mereka beri nama ‘pohon hikmah’ karena di bawah pohon ini si Budza dianggap mendapatkan sumber-sumber hikmah dan ilmu.
Adapun dalam sunnah Nabi, keluar itu adalah dalam rangka berjihad berperang melawan orang-orang kafir, bukan sekedar melancong seperti Budha tersebut.
Beliau (Asy Syaikh Taqiyuddin rahimahullah) juga berkata : “Lisan halnya Kelompok Jama'ah Tabligh berkata “Tidak wahai Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, perkaranya tidak seperti yang engkau katakan, bahkan melancong (khuruj) itu disyari’atkan di jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan seorang ahli ibadah meskipun telah melaksanakan semua yang diwajibkan maupun yang telah disunnahkan, tetapi dia belum khuruj maka agamanya tetap kurang.
Sesungguhnya ucapan ini puncak penyimpangan dari Kelompok Tabligh. Barangsiapa yang telah mengetahui bahwa Nabi shalallahu’alaihi wa sallam telah menghapus ibadah melancong ini dan dia tetap mengamalkannya maka dia telah menentang Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu’alaihi wa salam dan akan menjadikan orang hina.
Khuruj, kalau tidak mau dikatakan sebagai ajaran Budha/Brahma, maka ini adalah perkara baru dalam agama yang diada-adakan yang sangat berbahaya baik di dunia maupun di akhirat.
Al Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan hadits bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Akan didatangkan suatu kaum di antara kalian kepadaku dan saya (Rasulullah) berada di Telaga Haudl, kemudian kaum itu terusir dariku, aku katakan: Ya Allah, sahabatku!” Maka dikatakan: Sesungguhnya kamu tidak mengerti apa yang mereka lakukan (terhadap agamamu) sepeninggalmu, maka aku katakan: Celaka! Celaka!.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “Maka malaikat menyeret mereka dengan wajahnya (wajah di bawah). Aku tanyakan: mau diseret ke mana? Dikatakan: ke neraka.” (HR Bukhari)
Maka hadits ini menunjukkan bahwasannya Nabi shalallahu’alaihi wa sallam berada di Telaga Haudl (telaga beliau yang airnya mengalir dari Al-Kautsar). Barangsiapa yang meminumnya seteguk saja, dia tidak akan merasakan haus untuk selamanya. Artinya, dia akan mengalami kebahagiaan dengan meminum air telaga tersebut, gelasnya sebanyak bintang di langit, warnanya lebih putih dari susu, rasanya lebih manis dari madu.
Kemudian ada Jama’ah (sekumpulan) orang mendatangi telaga Nabi shalallahu’alaihi wa sallam itu (Haudl), mereka telah dikenal dari bekas wudhunya karena wajah mereka bercahaya dari bekas wudhunya di dunia. Ketika mereka telah berada di puncak siksa kehausan dan ketakutan, tiba-tiba datang malaikat menyeret mereka di atas wajah-wajah mereka dan diusir ke belakang. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bertanya: “Ke mana mereka akan minum?” Maka dijawab: “Ke Neraka.” Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda lagi: “Ya Allah, berilah Syafa’atku kepada mereka karena mereka adalah ummatku!” Allah subhanahu wa ta’ala menjawab, “Engkau tidak mengerti bid’ah apa yang mereka lakukan sepeninggalmu. Mereka telah mengganti dan mengubah agama yang engkau tinggalkan.” Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka dengan mengatakan: “Celaka mereka! Celaka mereka!”
Wahai Firqah Tabligh! Bertaqwalah kepada Allah. Ingatlah bahwa sebentar lagi kalian akan berdiri di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Sesungguhnya dengan khuruj itu, kalian telah memfitnah manusia. Dengan khuruj itu kalian telah melalaikan anak, istri, saudara-saudara dan kedua orang tua kalian. Padahal khuruj itu jika kalian tidak mau mengatakan telah mengambil ajaran Brahma, maka sesungguhya khuruj itu adalah ajaran Bid’ah yang paling menyesatkan.
Khuruj adalah ajaran dasarnya para penyembah berhala di India. Bahkan semua bentuk kesyirikan ada pada mereka (ajaran Brahma), kemudian kalian adopsi. Sesungguhnya perbuatan ini merupakan tindakan kriminal terjelek di muka bumi karena kalian telah merusak agama Allah subhanahu wa ta’ala yang telah sempurna. Tidakkah kalian takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang sebentar lagi kalian akan dikumpulkan di hadapan-Nya? Sesungguhnya kami sangat mengkhawatirkan kalian, maka jagalah diri kalian (dari bahaya neraka). Sekarang adalah dunia, besok adalah akhirat, sebentar lagi kalian akan berpindah dari dunia dan akan melihat hasil perbuatan jelek kalian. Kalian akan menyesali dengan penyesalan yang tidak berguna ketika kalian melihat hasil perbuatan bid’ah yang kalian kerjakan ini (yaitu khuruj).
Segeralah kalian berpaling (bertaubat) menuju dakwah kepada Sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, suruhlah diri kalian dahulu untuk mengikuti As-Sunnah dan berlepas diri dari bid’ah khuruj, dan jauhilah mazhab aqidah Maturidiyah Mu’aththilah karena aqidah Maturidiyah termasuk di antara mazhab yang menolak sifat Allah subhanahu wa ta’ala sehingga mereka disebut Mu’aththilah.
Beliau (Asy-Syaikh Taqiyuddin rahimahullah) juga berkata dalam kitab As-Sirajul Munir halaman 61: “Apa yang telah mendorong kalian wahai pengikut Jama’ah Tabligh? Wahai para taklid buta!! Apa yang telah mengeluarkan kalian untuk (khuruj) yang bid’ah ini, yang dengan khuruj itu kalian telah melalaikan keluarga? Ketika dinasihati kalian malah mencari-cari dalih pembenar kebatilan kalian, keluarnya kalian bersama (rombongan Tabligh) seperti unta, sapi, dan kambing. Bahkan keluarnya unta, sapi, dan kambing itu lebih baik daripada keluarnya kalian karena keluarnya binatang itu sangat bermanfaat terutama kepada penggembala atau pemilik ternaknya.
Sementara keluarnya kalian (khuruj) hanyalah menyebarkan dan membuat kerusakan di muka bumi, telah merusak agama, merusak jiwa dan harta. Bertaubatlah kepada Allah subhanahu wa ta’ala! Keluarlah kalian dari kesesatan kalian itu dan ikutilah sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat beliau! Tinggalkanlah ajaran Budha itu! Sesungguhnya Islam itu telah sempurna. Bahkan tidak butuh lagi dengan ajarannya Nabi Musa dan Nabi Isa ‘alaihimassalam, apalagi dengan ajaran Brahma dan Ajaran Budha.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“Andaikata Nabi Musa hidup niscaya tidak pantas baginya, melainkan mengikutiku”
(HR. Baihaqi Dalam kitab Syu’abul Iman bab: Dzikru Hadits Jami’il Qur’an Juz 1 hal 99. cet Darul Kutub Ilmiyyah Beirut-ed
BERSAMBUNG...