BAB II
URAIAN KESESATAN WAHDAH ISLAMIYAH
Dari perkara-perkara yang dianggap oleh
para ulama bahwa hal itu adalah sesat dan perkara yang menyelisihi
syari’at Islam adalah:
Kesesatan Ke-1: Wahdah Islamiyah telah Melakukan Demonstrasi
Mereka telah melakukan demonstrasi dengan kesaksian banyak orang dan ini perkara yang nyata dan tidak bisa dipungkiri. Mereka pernah melakukannya dengan datang ke DPRD Makassar, dan ini telah terjadi dua kali.
Kemudian juga, salah seorang ikhwah
memberikan kesaksian bahwa ia mendengar Muhammad Zaitun Rasmin, Lc,
pimpinan Wahdah Islamiyah mengatakan ketika datang ke acara demonstrasi
itu, “Ambil saja itu pengeras suara, itu kan miliknya rakyat!”
Kemudian data berikutnya, dalam
ceramahnya di kampus tentang Palestina, tentang masalah demonstrasi,
unjuk rasa dan lain-lainnya, ia tidak memberikan sikap tegas bahkan
seakan-akan tidak melarang dan memberikan kesamar-samaran dengan
perkataannya, “Tentang masalah demonstrasi haram atau tidaknya
ditanyakan lagi kepada para ulama.” Maka dengan hal ini, tegas, itsbat (penetapan) bahwa mereka mempunyai metode demonstrasi.
Sekarang kita mulai bantah hal ini.
Demonstrasi ini adalah perkara bid’ah
yang harus dijauhi, maka kalau dari sisi dalil, ini adalah suatu
kejelekan. Berikut ini, karena berhubung ia katakan perlu ditanyakan
kepada para ulama—seakan-akan para ulama tidak ada yang berkomentar—maka
perlu diketaui bahwa seluruh para ulama Ahlus Sunnah bersepakat bahwa
demonstrasi itu adalah perkara yang bid’ah dan bukan merupakan bagian
dari agama.
Fatwa Para Ulama Besar tentang Demonstrasi
Fatwa Asy Syaikh Al Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullâh
Berkata Syaikh Ibnu Baz rahimahullâh sebagaimana dalam majalah Al Buhûts Al Islâmiyah edisi ke-38 halaman 210:
“Maka uslub (cara, metode) yang baik adalah termasuk wasilah (pengantar/sarana) yang teragung untuk diterimanya suatu kebenaran dan uslub yang
jelek lagi kasar temasuk wasilah yang sangat berbahaya kepada tertolak
dan tidak diterimanya kebenaran atau menimbulkan kekacauan, kezhaliman,
permusuhan dan perkelahian. Dan masuk di dalam bab ini apa yang
dilakukan oleh sebagian orang berupa muzhâharâh (demonstrasi)
yang menyebabkan kejelekan yang sangat besar terhadap para da’i. Maka
pawai-pawai di jalan-jalan dan berteriak-teriak itu bukanlah jalan untuk
memperbaiki dan (bukan pula jalan) dakwah, maka jalan yang benar adalah
dengan berkunjung dan menyurat dengan cara yang paling baik kemudian
engkau menasihati pemerintah, gubernur dan pimpinan qabilah dengan jalan ini bukan dengan kekerasan dan demonstrasi.
Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam
menetap 13 tahun di Makkah, beliau tidak menggunakan demonstrasi dan
tidak pula berpawai dan tidak mengancam orang-orang (dengan ancaman)
akan dihancurkannya harta mereka dan dilakukan ightiyâl (kudeta militer) terhadap mereka. Dan tidak diragukan bahwa uslub
seperti ini berbahaya bagi dakwah dan para da’i serta menghambat
tersebarnya dakwah juga menyebabkan para penguasa dan para pembesar
memusuhinya dan menentangnya dengan segala kemampuan. Mereka
menginginkan kebaikan dengan uslub ini (uslub yang
jelek yang disebutkan di atas) akan tetapi yang terjadi adalah
kebalikannya, maka adanya seorang da’i kepada Allah yang menempuh jalan
para Rasul dan para pengikutnya walaupun waktu menjadi panjang itu lebih
baik daripada suatu amalan yang membahayakan dakwah dan membuatnya
sempit atau menyebabkan dakwah itu habis sama sekali dan Lâ haula wala quwwata iIllâ billâh.” (Lihat tulisan berjudul Al Mukhtashar fii Hukmil Muzhaharât karya Abdullah As Salafi)
Dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullâh juga ditanya sebagaimana dalam kaset yang berjudul Muqtathafât min Aqwâlil ‘Ulama:
Pertanyaan: “Apakah demonstrasi yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan terhadap pemerintah dan penguasa
dianggap sebagai suatu wasilah dari wasilah-wasilah dakwah, dan apakah orang yang mati dalam demonstrasi itu dianggap mati syahid di jalan Allah?”
Maka beliau menjawab: “Saya tidak
menganggap demonstrasinya perempuan dan laki-laki merupakan
terapi/pengobatan, bahkan demonstrasi itu termasuk penyebab fitnah,
termasuk penyebab kejelekan dan termasuk penyebab kezhaliman dan
pelampauan batas sebagian manusia atas sebagian yang lain tanpa hak.
Akan tetapi sebab-sebab yang disyari’atkan adalah dengan menyurat,
menasihati, dan menyeru kepada kebaikan dengan cara damai (tentram).
Demikianlah jalannya para ulama dan demikian pula yang ditempuh oleh
para shahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam dan para
pengikut mereka dengan baik yaitu dengan menyurat dan berbicara langsung
dengan orang-orang yang bersalah, pemerintah dan dengan penguasa dengan
menghubungi, menasihati, dan mengirim surat untuknya tanpa tasyhîr
(membeberkan keburukannya) di atas mimbar dan lain-lainnya bahwa dia
telah mengerjakan begini dan sekarang telah menjadi begini, Wallâhul musta’ân. (Lihat tulisan berjudul Al Mukhtashar fii Hukmil Muzhaharât karya Abdullah As Salafi)
Fatwa Fadhilatusy Syaikh Al ‘Allâmah Faqîhuz Zaman Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullâh
Dalam kitab yang berjudul Al Jawab Al Abhar halaman 79 karya Fu’ad Siraj, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya sebagai berikut:
“Apakah muzhâharâh (demonstrasi) dapat dianggap sebagai wasilah dari wasilah dakwah yang disyari’atkan?”
Beliau menjawab:
“Segala puji bagi Allah Robb alam
semesta. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Sayyidina Muhammad
dan keluarganya serta para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya
dengan baik sampai hari kemudian. Kemudian setelah itu.
Sesungguhnya muzhâharâh adalah perkara baru dan tidak pernah dikenal di zaman Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam dan tidak pula di zaman Al Khulafa’ Ar Rasyidin dan tidak pula di zaman sahabat radhiyallâhu ‘anhum.
Kemudian di dalamnya terdapat kekacauan dan keributan yang
menyebabkannya menjadi perkara yang terlarang tatkala terdapat di
dalamnya penghancuran kaca, pintu, dan lain-lainnya. Dan juga terdapat
pula di dalamnya percampurbauran antara laki-laki dan perempuan, pemuda
dan orang tua serta kerusakan dan kemungkaran yang semisal dengannya.
Adapun permasalahan menekan pemerintah, maka kalau pemerintah ini adalah
pemerintah muslim maka cukuplah yang menjadi nasihat untuknya Kitab
Allah Ta’âlâ dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam dan
ini adalah hal terbaik yang diperuntukkan untuk seorang muslim. Adapun
kalau pemerintahannya pemerintahan kafir, maka ia tidaklah mempedulikan
orang-orang yang berdemonstrasi itu dan dia akan bermanis muka secara zhahir
dan ia tetap berada di atas kejelekan yang disembunyikannya di dalam
batinnya, karena itulah kami melihat bahwa demonstrasi itu adalah
perkara mungkar. Adapun perkataan mereka bahwa demonstrasi ini adalah
dilakukan dengan cara damai (tanpa menimbulkan keributan dan huru hara),
maka kadang ia damai dipermulaannya atau di awal kali kemudian berubah
menjadi pengrusakan dan saya menasihatkan para pemuda untuk mengikuti
jalan para Salaf (orang-orang yang telah lalu) karena Allah subhanâhu wa ta’âlâ memuji atas kaum Muhajirin dan Anshor dan memuji orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.” (Lihat tulisan berjudul Al Mukhtashar fii Hukmil Muzhaharât karya Abdullah As Salafi)
Fatwa Syaikh Al ‘Allâmah Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullâh
Dalam kaset yang berjudul Fatawa Jiddah
no. 5, Syaikh Al Albani ditanya tentang hukum demonstrasi yang banyak
dilakukan oleh pemuda-pemudi. Maka beliau menjawab dengan jawaban yang
panjang yang pada akhirnya beliau simpulkan dengan perkataan berikut
ini: “Karena itu saya nyatakan dengan ringkas tentang
demonstrasi-demonstrasi yang terjadi pada sebagian negara Islam (bahwa)
perkara ini pada dasarnya adalah telah keluar dari jalannya kaum
muslimin dan telah menyerupai orang-orang kafir dan (Allah) Rabbul ‘âlamin telah berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ
مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا.
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mu`min, maka Kami biarkan ia larut terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.””
Fatwa Syaikh Al ‘Allâmah Al Muhaddits Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullâh
Beliau berkata dalam kitab beliau yang berjudul Al Ilhad Al Khumaini fi Ardhil Haramain halaman
56: “Perlu diketahui bahwa demonstrasi dalam bentuk ini bukanlah
Islami. Kami sama sekali tidak mengetahui ada (riwayat) dari Nabi shallallâhu ‘alahi wa ‘alâ âlihi wasallam bahwa beliau keluar secara berjama’ah menyerukan suatu syi’ar (simbol, slogan). Tidaklah hal tersebut kecuali hanya sebagai taqlid (ikut-ikutan) kepada musuh-musuh Islam dan menyerupai mereka padahal Rasulullah shallallâhu ‘alahi wa ‘alâ âlihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka.”
Fatwa Syaikh Al ‘Allâmah Shalih bin Ghushun rahimahullâh
Syaikh Shalih bin Ghushun merupakan salah seorang anggota Hai’ah Kibârul ‘Ulama Saudi Arabia. Beliau ditanya dengan pertanyaan sebagai berikut:
“Pada dua tahun yang lalu kami mendengar sebagian para da’i mendengung-dengungkan seputar permasalahan wasilah dakwah dan mengingkari kemungkaran dan mereka memasukkan (menggolongkan) demonstrasi, ightiyâl dan pawai ke dalam wasilah dakwah tersebut dan sebagian di antara mereka kadang-kadang memasukkannya ke dalam bab jihad islami.
1. Kami mengharap penjelasan apabila perkara-perkara ini termasuk wasilah yang disyari’atkan atau masuk di dalam lingkaran bid’ah yang tercela dan wasilah yang terlarang.
2. Kami memohon penjelasan tentang
mu’amalah syar’i bagi orang-orang yang berdakwah kepada amalan-amalan
ini dan berpendapat dengannya serta menyeru kepadanya.”
Maka beliau menjawab: “Alhamdulilâh sudah dimaklumi bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar, dakwah dan memberikan wejangan merupakan pokok dari agama Allah ‘Azza wa Jalla, akan tetapi Allah Jalla wa ‘Alâ berfirman dalam muhkam kitab-Nya Al ‘Aziz:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS An Nahl: 125)
Dan tatkala (Allah) ‘Azza wa Jalla mengutus Musa dan Harun kepada Fir’aun, Allah berfirman:
فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى.
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS Thaha: 44)
Dan Nabi shallallâhu ‘alahi wasallam
datang dengan hikmah dan beliau memerintahkan untuk menempuh dakwah
yang hikmah dan berhias dengan kesabaran, hal ini terdapat dalam Al
Qur’an Al ‘Aziz dalam surah Al ‘Ashr:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.
وَالْعَصْرِ. إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ.
“Dengan seluruh nama-nama Allah Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran
dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al ‘Ashr: 1-3)
Maka seorang da’i kepada Allah ‘Azza wa Jalla,
orang yang memerintah kepada yang ma’ruf dan orang yang mencegah dari
kemungkaran hendaknya berhias dengan kesabaran dan wajib atasnya untuk
mengharapkan pahala dan balasan dan wajib pula atasnya untuk bersabar
terhadap apa yang dia dengar atau apa yang dia dapatkan (berupa
kesulitan) dalam jalan dakwahnya.
Adapun seorang manusia menempuh jalan kekerasan dan menempuh jalan—wal iyâdzu billâh—mengganggu
manusia, jalan, kekacauan atau jalan perbedaan, perselisihan dan
memecah kalimat (baca: persatuan) maka ini adalah perkara-perkara syaithaniyah dan ia merupakan pokok dakwah Al Khawarij. Ini pokok dakwah Al Khawarij,
mereka itulah yang mengingkari kemungkaran dengan pedang atau dengan
benda tajam dan mengingkari perkara-perkara yang mereka tidak sependapat
dengannya atau menyelisihi keyakinan mereka, mengingkarinya dengan
pedangnya, menumpahkan darah, mengkafirkan manusia dan seterusnya dari
berbagai macam perkara.
Maka beda antara dakwah para shahabat Nabi shallallâhu ‘alahi wasallam dan Salaf Ash Shalih dan antara dakwah orang-orang Khawarij dan orang yang menempuh manhaj mereka serta berjalan di atas jalan mereka. Dakwah para sahabat dengan hikmah dan dengan mau’izhah, menjelaskan kebenaran, bersabar, berhias dengan baik dan mengharapkan pahala dan balasan. Dan dakwah Khawarij memerangi
manusia, menumpahkan darah mereka, mengkafirkan mereka, memecah belah
kalimat dan merobek barisan kaum muslimin dan ini adalah pekerjaan yang
keji dan perbuatan yang baru (bid’ah).
Maka yang paling pantas bagi orang-orang
yang menyeru kepada perkara ini hendaknya mereka menjauhi dan mereka
dijauhi dan berjelek sangka kepada mereka mereka itu memecah belah
kalimat kaum muslimin. Al Jama’âh adalah rahmat dan perpecahan adalah
siksaan dan adzab, wal iyâdzu billâh.
Dan andaikata penduduk suatu negara
bersatu di atas kebaikan dan bersatu di atas satu kalimat, maka niscaya
mereka akan mempunyai kedudukan dan mereka akan mempunyai wibawa. Akan
tetapi penduduk negara sekarang berpartai-partai dan
berkelompok-kelompok, mereka berpecah, berselisih dan masuk kepada
mereka musuh-musuh dari diri mereka sendiri sebagian dari mereka
mengusai sebagian yang lainnya dan ini adalah jalan yang bid’ah, jalan
yang keji dan jalan yang seperti yang telah lalu bahwa ini adalah jalan
orang-orang yang mematahkan tongkat dan memerangi amir/pimpinan ‘Ali bin
Abi Thalib radhiyallâhu ‘anhu dan orang-orang yang bersama beliau dari para sahabat dan Ahli Bai’at Ar Ridhwan (orang-orang yang melakukan bai’at Ridhwan).
Mereka memeranginya menginginkan dengannya kebaikan dan mereka adalah
gembong kerusakan dan bid’ah dan gembong perpecahan. Mereka itulah yang
memecahkan kalimat kaum muslimin dan melemahkan kekuatan kaum muslimin
dan demikian pula sampai yang berkeyakinan dengannya dan membangun
bangunannya di atasnya dan menganggap hal tersebut baik, maka orang yang
seperti ini (adalah orang yang) jelek keyakinannya dan wajib untuk
dijauhi. Dan ketahuilah—wal iyâdzu billâh—bahwa seseorang itu berbahaya bagi umat dan bagi teman-teman duduknya ….”
(Dari majalah Safinah An Najah edisi ke-2 bulan Juli 1997 sebagaimana dalam tulisan berjudul Al Mukhtashar fii Hukmil Muzhaharât karya Abdullah As Salafi)
Fatwa Syaikh Al ‘Allâmah Ahmad Bin Yahya An Najmi hafizhahullâh
Beliau berkata di dalam kitab beliau Maurid Al ‘Adzbi Az Zilâl halaman 228 dalam menjelaskan kritikan terhadap Ikhwanul Muslimin, beliau berkata:
“Kritikan yang ke-23: Tanzhim, pawai dan demonstrasi dan Islam tidak mengenal perbuatan ini dan tidak menetapkannya bahkan itu adalah perbuatan yang muhdats/baru
(bid’ah) dari amalan orang-orang kafir dan telah diimpor dari mereka
kepada kita. Apakah setiap kali orang kafir beramal dengan suatu amalan
kita menyeimbanginya dan mengikuti mereka?
Sesungguhnya Islam tidaklah mendapatkan
pertolongan dengan pawai dan demonstrasi akan tetapi Islam akan
mendapatkan pertolongan dengan jihad yang dibangun di atas aqidah yang
shahihah dan jalan yang disunnahkan oleh Muhammad bin ‘Abdillah shallallâhu ‘alahi wasallam.
Dan para Rasul dan pengikutnya telah
diuji dengan berbagai macam cobaan dan tidaklah mereka diperintah
kecuali dengan kesabaran. Ini Nabi Musa ‘alaihis salâm beliau
berkata kepada Bani Israil bersamaan dengan apa yang mereka dapatkan
dari Fir’aun dan kaumnya berupa pembunuhan laki-laki dari anak-anak
laki-laki yang baru dilahirkan dan membiarkan hidup kaum perempuannya,
Nabi Musa berkata kepada mereka sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla, Musa berkata kepada kaumnya:
اسْتَعِينُوا بِاللهِ وَاصْبِرُوا إِنَّ اْلأَرْضَ ِللهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan
yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS Al A’râf: 128).
Dan ini Rasulullah shallallâhu ‘alahi wasallam
beliau berkata kepada sebagian para sahabatnya tatkala mereka
mengadukan kepada beliau apa yang mereka dapatkan dari gangguan kaum
musyrikin (beliau berkata):
إِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانَ يُؤْتَى
بِالرَّجُلِ مِنْهُمْ فَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ فِيْ مَفْرَقِهِ حَتَّى
يُشَقُّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ مَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ
وَلَيُتِمَّنَّ اللهُ هَذَا اْلأَمْرَ حَتَّى يَسِيْرُ الرَّجْلُ مِنْ
صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لاَ يَخَافُ إِلاَّ اللهُ وَالذِّئْبُ عَلَى
غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُوْنَ
“Sesungguhnya telah terjadi pada
orang-orang sebelum kalian didatangkan seseorang dari mereka kemudian
diletakkan gergaji di atas dahinya sampai dibelahlah antara kedua
kakinya dan tidaklah hal tersebut menahannya untuk tetap teguh di atas
agamanya. Dan demi Allah sungguh Allah akan menyempurnakan perkara ini
sampai seseorang berjalan dari Shan’a menuju Hadramaut dan ia tidak
takut kecuali Allah dan srigala berada di atas kambing-kambingnya (siap
memangsanya, pent.) akan tetapi kalian sangat tergesa-gesa.” (HR Al Bukhari dari sahabat Khabbab bin Al Arat)
Maka beliau tidak memerintahkan sahabatnya melakukan demonstrasi dan tidak pula ightiyâl.”
Fatwa Syaikh Shalih bin ‘Abdurrahman Al Athram ‘afahullâh
Syaikh Shalih Al Athram adalah salah seorang anggota Hai’ah Kibârul ‘Ulamâ Saudi Arabia, beliau ditanya tentang hukum demonstrasi dan apakah itu merupakan wasilah dakwah, beliau menjawab:
“Tidak, ini merupakan wasilah syaithan,” kemudian beliau berkata, “Perbuatan orang-orang Khawarij yang kudeta terhadap ‘Utsman adalah bentuk muzhâharah.”
Fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullâh
Syaikh Shalih Al Fauzan, salah seorang
ulama besar di Saudi Arabia dan merupakan anggota Al Lajnah Ad Daimah
dan Hai’ah Kibârul ‘Ulamâ, pada malam Senin tanggal 2 Safar 1423 H
bertepatan tanggal 17 April 2002 dalam acara pertemuan terbuka yang
disebarkan melalui Paltalk beliau ditanya dengan nash sebagai berikut:
“Apa hukum berdemonstrasi, apakah dia termasuk bagian dari jihad fii sabilillah?”
Beliau menjawab:
“Demonstrasi itu tidak ada faidah di
dalamnya, itu adalah kekacauan, itu adalah kekacauan dan apa mudharatnya
bagi musuh kalau manusia melakukan demonstrasi di jalan-jalan dan
(berteriak-teriak) mengangkat suara? Bahkan perbuatan ini menyebabkan
musuh senang seraya berkata sesungguhnya mereka telah merasa mendapatkan
kejelekan dan merasa mendapatkan mudharat dan musuh gembira dengan ini.
Islam adalah agama sakinah (ketenangan),
agama hudu’ (ketenteraman), dan agama ilmu bukan agama kekacauan dan
hiruk-pikuk, sesungguhnya ia adalah agama yang menghendaki sakinah dan
hudu’ dengan beramal dengan amalan-amalan yang mulia lagi majdi (tinggi,
bermanfaat) dengan bentuk menolong kaum muslimin dan mendoakan mereka,
membantu mereka dengan harta dan senjata, inilah yang majdi dan membela
mereka di negeri-negeri supaya diangkat dari mereka kezhaliman dan
meminta kepada negeri-negeri yang menggembar-gemborkan demokrasi untuk
memberikan kepada kaum muslimin hak mereka, dan hak-hak asasi manusia
yang mereka membanggakan diri dengannya, tetapi mereka menganggap bahwa
manusia itu hanyalah orang kafir adapun muslim di sisi mereka bukan
manusia bahkan teroris. Mereka menamakan kaum muslimin sebagai
gerombolan teroris. Dan manusia yang punya hak-hak asasi hanyalah orang
kafir menurut mereka!
Maka wajib bagi kaum muslimin untuk
bermanhaj dengan manhaj islam pada kejadian-kejadian yang sepeti ini dan
yang selainnya. Islam tidak datang dengan demonstrasi, hirup-pikuk dan
berteriak-teriak atau menghancurkan harta benda atau melampaui batas.
Ini semuanya bukan dari islam dan tidak memberikan faidah bahkan
memberikan mudharat bagi kaum muslimin dan tidak memberikan mudharat bagi musuh-musuhnya. Ini memudharatkan kaum muslimin dan tidak memudharatkan
musuh-musuhnya bahkan musuhnya gembira dengan hal ini dan berkata:
‘Saya telah membekaskan pengaruh (jelek) pada mereka, saya telah membuat
mereka marah dan saya telah membuat mereka merasa mendapat pengaruh
jelek.’ Jadi jelas di sini bahwa demonstrasi itu adalah perkara besar
dan ini adalah pokok dan sudah menjadi ciri Sururiyah Quthbiyah,
senang melakukan demonstrasi. Oleh karena itulah seluruh para ulama
sepakat untuk mengingkarinya dan menganggapnya sebagai wasilah syaithan.
Maka ini adalah kesesatan yang pertama dari Wahdah Islamiyah, yakni melakukan demonstrasi.*
*) Catatan: Adapun fakta
bahwa pada tahun 2000 sebagian Salafi yang saat itu tergabung dalam
Laskar Jihad melakukan demonstrasi di depan Istana Negara, maka itu
telah diakui mereka sebagai kesalahan dan mereka membuat pernyataan
taubat dan ruju’ sebagaimana ditulis oleh Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed dalam kata pengantar terhadap terjemahan buku Meredam Amarah terhadap Pemerintah; Menyikapi Kejahatan Penguasa Menurut Al Qur’an dan As Sunnah. Tulisan berjudul “Rujuk kepada Kebenaran adalah Ciri Ahlus Sunnah”
ini juga bisa dibaca di
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=1072. Jadi, tidak tepat
pihak Wahdah Islamiyah masih berhujjah dengan kekeliruan yang telah
dinyatakan taubatnya ini (ed).
0 komentar:
Posting Komentar