Selanjutnya,
merupakan gabungan dari empat bab pendek dari penulis Kitab Tauhid.
Beliau menerangkan mengenai penetapan Asma-asma Allah itu hanya
untuk-Nya saja dan beberapa bab setelah itu yakni, Larangan Mengucapkan:
“As-Salamu ‘Alallah”, Do’a dengan: “Ya Allah Ampunilah Aku Jika Engkau Menghendaki” dan yang terakhir, Jangan Mengatakan: “Hambaku” (‘Abdi; Amati).
Menetapkan Al-Asma’ Al-Husna Hanya Untuk Allah Dan Tidak Menyelewengkannya
Firman Allah ‘Azza wa Jalla :
"Hanya
milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Al-A’raf: 180)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tafsiran firman Allah: "Menyelewengkan asma’Nya", yaitu: "Berbuat syirik (dalam asma’-Nya)."
Diriwayatkan
pula dari Ibnu ‘Abbas tafsirannya: "Yaitu: Mereka (orang-orang musyrik)
mengambil dari asma’-Nya untuk nama-nama berhala mereka, seperti
memberi nama Al-Lat berasal dari Al-Ilah dan Al-’Uzza berasal dari
Al-’Aziz."
Dan diriwayatkan dari Al-A’masy[1] bahwa dalam menafsirkan ayat tersebut ia mengatakan: "Mereka memasukkan ke dalam asma’-Nya apa yang bukan darinya."
Kandungan Bab Ini
- Wajib menetapkan asma’ [untuk Allah, sesuai dengan ke-agungan dan kemuliaanNya].
- Seluruh asma’ Allah adalah husna (Maha Indah).
- Diperintahkan untuk berdoa dengan asma’ husna-Nya.
- Diperintahkan untuk meninggalkan orang-orang yang tidak tahu, yang menyelewengkan asma’-Nya.
- Tafsiran menyelewengkan asma’ Allah.
- Ancaman terhadap orang yang menyelewengkannya asma’ Allah dari kebenaran.
Larangan Mengucapkan: "As-Salamu ‘Alallah"
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud , katanya:
"Semula,
apabila kami melakukan shalat bersama Nabi shallallahu‘alaihi wasallam,
kami mengucapkan: "Semoga keselamatan untuk Allah dari para hambaNya;
semoga keselamatan untuk si Fulan dan si Fulan", maka Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kamu mengu-capkan: ‘As-Salamu
‘Alallah’ (semoga keselamatan untuk Allah), karena sesungguhnya Allah
adalah As-Salam (Maha Pemberi Keselamatan)."
Kandungan Bab Ini
- Tafsiran As-Salam.[2]
- As-Salam merupakan ucapan selamat.
- Hal ini tidak sesuai untuk Allah.
- Alasannya, [karena As-Salam adalah salah satu dari asma' Allah, Dialah Yang Memberi keselamatan dan hanya kepadaNya kita memohon keselamatan].
- Telah diajarkan kepada para sahabat ucapan penghormatan yang sesuai untuk Allah.[3]
Do’a dengan: "Ya Allah Ampunilah Aku Jika Engkau Menghendaki"
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah
ada seseorang di antara kamu yang berdo’a: "Ya Allah, ampunilah aku
jika Engkau menghendaki", atau berdo’a: "Ya Allah, limpahkan rahmat-Mu
kepadaku jika Engkau menghendaki; tetapi hendaklah berkeinginan kuat
dalam permohonannya itu, karena sesungguhnya Allah tiada sesuatu pun
yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu."
Dan disebutkan dalam riwayat Muslim:
"Dan hendaklah ia membesarkan harapannya, karena sesungguhnya Allah tidak terasa berat bagi-Nya sesuatu yang Dia berikan."
Kandungan Bab Ini:
- Dilarang mengucapkan: "Jika Engkau menghendaki" dalam berdo’a.
- Alasannya, (ucapan ini menunjukkan seakan-akan Allah merasa keberatan dengan permintaan hamba-Nya atau merasa terpaksa untuk memenuhi permohonan hamba-Nya).
- Diperintahkan untuk berkeinginan kuat dalam berdo’a.
- Diperintahkan untuk membesarkan harapan dalam berdo’a.
- Alasannya, (karena Allah adalah Maha Kaya, Maha Luas karunia-Nya dan Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya).
Jangan Mengatakan: "Hambaku" (‘Abdi; Amati)
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah
seseorang di antara kamu mengatakan (kepada sahaya atau pelayannya):
"Hidangkan makan atau berikan air wudhu’ kepada Gusti Pangeranmu
(Rabbaka), dan biarlah pelayan itu mengatakan: "Tuanku (Sayyidi; Maulaya); janganlah pula seseorang diantara kamu mengatakan kepadanya: "Abdiku, hambaku (‘abdi; amati)", tetapi hendaklah mengatakan: "Bujangku (fataya), gadisku (fatati) dan anakku (ghulami)".
Kandungan Bab Ini:
- Dilarang mengatakan: "Abdiku, hambaku" (‘abdi; amati).
- Dilarang bagi sahaya untuk menyebut: "Gusti Pangeranku" (Rabbi); dan dilarang untuk menyuruhnya dengan mengatakan: "Hidangkan makan untuk Gusti Pangeranmu (Rabbaka)".
- Diajarkan kepada si tuan supaya mengatakan: "Bujangku (fataya), gadisku (fatati) atau anakku (ghulami)."
- Dan diajarkan kepada pelayan untuk mengatakan: "Tuanku (Sayyidi; Maulaya)".
- Maksud hal tersebut, yaitu: pengamalan tauhid dengan semurni-murninya sampai dalam hal ucapan
Catatan Kaki
[1] Abu Muhammad: Sulaiman bin Mahran Al-Asadi,
digelari Al-A’masy. Salah seorang tabi’in ahli tafsir, hadits dan ilmu
fara’idh, dan banyak meriwayatkan hadits. Dilahirkan th. 61 H (681 M)
dan meninggal th. 147 H (765 M).
[2]
As-Salam salah satu asma Allah yang artinya Maha Pemberi Keselamatan.
As-Salam berarti juga keselamatan, sebagai do’a kepada orang yang diberi
ucapan selamat. Karena itu tidak boleh dikatakan "As-Salamu ‘Alallah".
[3] Ucapan penghormatan yang sesuai untuk Allah yaitu: "At Tahiyyatu Lillah, wash-Sholawatu wath-Thoyyibat".
Jangan Ditolak Orang Yang Meminta Dengan Menyebut Nama Allah [Dan 2 Bab Selanjutnya]
Memasuki
pembahasan selanjutnya dalam Kitab Tauhid, penulis ingin menjelaskan
mengenai orang yang meminta penyebutan nama Allah dan tentang ucapan:
"Andaikata". Mengapa ucapan "Andaikata" dilarang? Seberapa besar
bahayanya?
Jangan Ditolak Orang Yang Meminta Dengan Menyebut Nama Allah
Ibnu ‘Umar ma menuturkan: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa
yang meminta dengan menyebut nama Allah maka berilah; barangsiapa yang
meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah maka lindungilah;
barangsiapa yang mengundangmu maka penuhilah undangannya; dan
barangsiapa yang berbuat kebaikan kepadamu maka balaslah kebaikannya itu
(dengan yang sebanding atau lebih baik), tetapi jika kamu tidak
mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikannya, maka do’akanlah untuknya
dengan sungguh-sungguh sampai kamu merasa bahwa kamu sudah membalas
kebaikannya." [1]
Kandungan Bab Ini
- Diperintahkan memberi orang yang meminta dengan menyebut nama Allah, (demi memuliakan dan mengagungkan Allah).
- Diperintahkan untuk melindungi orang yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah.
- Disyariatkan untuk memenuhi undangan (saudara seiman).
- Disyariatkan untuk membalas kebaikan (dengan balasan yang sebanding, atau yang lebih daripadanya).
- Dalam keadaan tidak mampu untuk membalas kebaikan seseorang, disyariatkan untuk mendoakannya.
- Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan supaya mendoakannya dengan sungguh-sungguh sampai anda merasa bahwa anda telah membalas kebaikannya.
Tidak Dimohon Dengan Menyebut Wajah Allah, Kecuali Surga
Jabir menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh dimohon dengan menyebut Wajah Allah, kecuali Surga saja." [2]
Kandungan Bab Ini
- Dilarang memohon sesuatu dengan menyebut Wajah Allah, kecuali apabila yang dimohon itu adalah Surga. [Hal ini, demi mengagungkan Allah serta memuliakan asma' dan shifat-Nya].
- Menetapkan kebenaran adanya Wajah bagi Allah ‘Azza wa Jalla [sesuai dengan keagungan dan kemuliaanNya].
Tentang Ucapan: "Andaikata"
Firman Allah ‘Azza wa Jalla :
“Mereka
berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan)
dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini".
Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan
akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh". Dan
Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan
untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi
hati.” (Ali Imran: 154)
“Orang-orang
yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi
berperang: "Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak
terbunuh". Katakanlah: "Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu
orang-orang yang benar." (Ali Imran: 168)
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Bersungguh-sungguhlah
dalam menuntut apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan
kepada Allah (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali kamu
bersikap lemah. Apabila kamu tertimpa suatu kegagalan, janganlah kamu
berkata: ‘Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau
begitu’, tetapi katakanlah: ‘Ini telah ditakdir-kan oleh Allah; dan
Allah berbuat apa yang Dia kehendaki’; karena ucapan ‘seandainya’ akan
membuka (pintu) perbuatan setan."
Kandungan Bab Ini
- Tafsiran kedua ayat dalam surah Ali Imran. [3]
- Dilarang dengan tegas untuk mengucapkan "andaikata" atau "seandainya" apabila mendapat suatu musibah atau kegagalan.
- Alasannya, bahwa ucapan tersebut akan membuka pintu perbuatan setan.
- Bimbingan yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam [ketika menjumpai suatu kegagalan atau mendapat suatu musibah], yaitu supaya mengucapkan perkataan yang baik [dan bersabar serta mengimani bahwa apa yang terjadi adalah takdir Allah].
- Diperintahkan supaya bersungguh-sungguh dalam menuntut segala yang bermanfaat [untuk di dunia dan di akhirat], dengan senantiasa memohon pertolongan Allah.
- Dilarang bersikap sebaliknya, yaitu bersikap lemah.
Catatan Kaki
[1] HR Abu Dawud dan An-Nasa’i dengan sanad shahih.
[2] Hadits riwayat Abu Dawud.
[3] Kedua ayat di atas menunjukkan larangan mengucapkan "Andaikata" atau "Seandainya"
dalam hal yang telah ditakdirkan oleh Allah terjadi, dan ucapan
demikian termasuk sifat-sifat munafik; menunjukkan bahwa konsekuensi
iman ialah pasrah dan ridha kepada takdir Allah, serta rasa khawatir
seseorang tidak akan dapat menyelamatkan dirinya dari takdir tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar