Disusun Oleh:Syaikh Fathi Abdullah Sultan
Diterjemahkan secara bebas oleh:Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Pengantar,
Sebuah pemikiran dan ideologi tidak akan mati, meskipun para penganutnya sudah
terkubur
hancur dimakan tanah! Demikianlah sebuah ungkapan yang sering kita
dengar dan tidak asing lagi di telinga kita. Memang begitulah
realitanya. Sebagai contoh:Pemikiran Khawarij yang masih tetap eksis
hingga sekarang bahkan sampai akhir zaman seperti yang diberitakan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Meskipun Khalifah Ali bin Abi
Thalib telah menumpas sebagian besar tokoh-tokohnya pada peperangan
Nahrawan yang terkenal itu, akan tetapi benih-benih pemikirannya masih
tetap bertahan.Begitu pula pada hari ini, meskipun para alim ulama telah
meinperingatkan umat dari bahaya bid’ah Khawarij ini, toh pemikiran
pemikiran ala Khawarij tetap laris manis di tengah-tengah kaum muslimin,
khususnya generasi muda.
Mayoritas
orang-orang yang terjebak dalam bid’ah Khawarij pada awalnya tidak
menyadari bahwa pemikiran yang bercokol dalam benaknya adalah
benih-benih bid’ah Khawarij.Setelah larut di dalamnya dan setelah
terbawa arus dan telah terkondisi, mereka tidakdapat melepaskan diri
darinya. Persis seperti virus rabies yang menggerogott penderitanya.
Sebagai
contoh sekarang ini muncul sebuah pemikiran bahwa dalam menjatuhkan
vonis kafir terhadap seseorang sekarang ini tidak dibutuhkan lagi proses
penegakan hujjah jikalau ia melakukan kekufurannya itu karena kejahilan
yang bisa dihilangkannya dengan menuntut ilmu, tapi hal itu tidak
dilakukannya karena malas atau lalai, ia tidak bisa dimaafkan, ia dapat
dihukumi kafir Karena malas belajar bukanlah alasan untuk melakukan
kekufuran. Demikian yang diungkapkan oleh Abdul Mun’im Mushtafa
Halimahdalam bukunya berjudul Ath-Thaghut. Hal itu jelas merupakan
prolog menuju akar pemikiran Khawarij yang royal mengkafirkan kaum
muslimin.
Contoh pemikiran lainnya: Dalam menetapkan bahwa seseorang telah menghalalkan dosa yang dilakukannya cukup dengan qarinah. (indikasi kuat) bahwa la telah
menghalalkannya. Mereka beralasan karena sekarang ini tidak mungkin seseorang
mengatakan terangterangan bahwa ia telah menghalalkan dosa yang diperbuatnya. Jadi cukup dengan indikasi kuat tadi.
Apa
yang dikatakan oleh Abdul Mun’im Mushtafa Halimah berikut ini dalam
bukunya tersebut adalah buktinya “Persyaratan adanya pernyataan halal
yang bersifat mutlak sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama itu
kelihatannya sulit diterima oleh
kalangan
murjt’ah modern. Karena mereka hanya menerima istilah ‘menyatakan
halal’ apabila diucapkan dengan lisan bahwa ia menghalalkan hukum selain
hukum Allah dari lubuk hatinya. Pernyataan seperti itu tidak akan
dilontarkan oleh thaghut dari segala thaghut sekalipun di muka bumi ini.
Adapun indikasi-indikasi yang terlihat dari amal perbuatan mereka jelas
menunjukkan bahwa mereka menghalalkan hal itu. Bahkan menunjukkan
kekufuran dan penghinaan terhadap hukum Allah tersebut, bagi mereka
(murji’ah modern) tidak bisa dijadikan patokan.”
Cobalah lihat, tanpa disadari benih-benih pemikiran Khawarij kembali muncul. Hal ini
harus diwaspadai oleh kaum muslimin! Jika tidak bukan mustahil mereka akan menjadi korban!
Dahulu
telah dikatakan:’Aku mengenal kejahatan bukan untuk melakukannya Akan
tetapi agar dapat menghindarkan diri darinya Barangsiapa yang tidak
dapat membedakan antara yang baik dengan yang jahat Dikhawatirkan ia
terjerumus dalam kejahatan itu. “
Hudzaifah
Ibnul Yaman Rahimahullah juga rajin bertanya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kejahatan-kejahatan yang bakal
muncul dengan harapan dapat menjauhkan diri dari kejahatan tersebut.
Melihat gejala yang tumbuh di tengah-tengah umat pada hari ini, yaitu maraknya
pemikiranpemikiran bid’ah Khawarij khususnya di kalangan pemuda, maka kami
mengetengahkan sebuah makalah yang ditulis oleh Fathi Abdullah Sultan berjudul
‘Metodologi Ibnu Taimiyah Dalam Membedah Bid’ah Khawarij’. Semoga makalah tersebut dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir-akhir
ini muncul kembali benih-benih generasi khawarij di beberapa negeri
kaum muslimin. Kaum muslimin harus waspada terhadap fenomena tersebut!
Agar orang yang memiliki secercah ilmu dapat mengidentifikasi hakikat
permasalahan, dapat menetapkan hukum secara benar dan dapat membedakan
antara kesalahan yang bisa dimakiumi dan kesalahan yang tidak bisa
dimaklumi, yaitu kesalahan yang berpangkal dari asas ahlu bid’ah.
Khususnya bid’ah yang berkaitan dengan masalah pengkafiran kaum
muslimin, penghalalan darah, harta dan tempat tinggal mereka.
Pertama, hal
itu harus didasarkan kepada kaidah-kaidah ilmiah yang merujuk kepada
pedoman generasi Salafus Shalih dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah
berikut teknis penerapannya di lapangan.
Kedua, seluk-beluk bid’ah Khawarij harus dipahami, khususnya yang berkaitan dengan kaidahkaidah dan asal-usul bid’ah mereka.
Kedua
perkara penting di atas dapat diwujudkan secara paripurna dengan
menilik kembali warisan-warisan ilmiah yang telah ditinggalkan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, khususnya untuk mengetahui ciri-ciri kaum Khawarij dari masa ke masa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah memiliki keistimewaan khusus dalam membahas persoalan tersebut!
Sebelum kita memulai pembahasan, selayaknya kita perhatikan beberapa perkara penting yang telah diingatkan oleh Ibnu Taimiyah:
1. Kaum Khawarij ini muncul pertama kali pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu ‘Anhu.
Mereka
terkenal dengan ketekunan dalam beribadah, seperti shalat, puasa,
tilawah Al-Qur’an, zuudan beberapa aspek ibadah lahiriyah lainnya yang
tidak didapati pada
mayoritas sahabat nabi. Namun sayangnya mereka menyimpang dari sunnah Rasulullah Shallallaahu’ Alaihi wa Sallam dan
menyempal dari kaum muslimin. Mereka telah membunuh seorang muslim
bernama Abdullah bin Khabbab dan merampas binatangbinatang ternak milik
kaum muslimin. Inilah bid’ah yang pertama kali muncul dalam
sejarah Dienul Islam dan merupakan bid’ah yang paling banyak dikecam dalam sunnah Nabi dan atsar Salafus Shalih. Tokoh utama merekalah yang pertama kali menyanggah Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dengan mengatakan: “Berlaku adillah wahai Muhammad, karena Anda belum berlaku adil!” Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam telah memerintahkan kaum muslimin untuk membunuh dan memerangi kaum Khawarij ini. Dan ini terwujud ketika para sahabat keluar bersama Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu ‘Anhu untuk memerangi mereka.
Banyak sekali hadits-hadits nabi Shallallaahu Alaihi wa Sallam yang memerintahkan
supaya memerangi mereka serta menceritakan ciri-ciri mereka. Hingga Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata: “Hadits tentang Khawarij ini dinyatakan shahih dari sepuluh sisi.”
Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Salah
seorang dari kalian merasa shalatnya lebih rendah nilainya daripada
shalat mereka, puasanya lebih rendah nilainya daripada puasa mereka,
tilawahnya lebih rendah nilainya daripada tilawah mereka. Mereka membaca
Al-Qur’an tapi tidak melewati kerongkongan mereka (tidak memahaminya).
Mereka telah melesat keluar dari Islam sebagaimana anak panah melesat
dari busurnya. Bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai sebab telah
tersedia pahala yang besar di Hari Kiamat bagi yang membunuh mereka.
2. Kaum Khawarij ini akan tetap ada hingga datang masa keluarnya Dajjal.
Hadits-hadits
berkaitan dengan Khawarij ini diriwayatkan dalam berbagai versi. Dalam
hadits Abu Barzah riwayat An-Nasa’i disebutkan:
Akan
muncul di akhir zaman nanti suatu kaum, sepertinya orang ini (gembong
khawarij Dzul Khuwaisirah) termasuk kelompok mereka, yang membaca
Al-Qur’an akan tetapi tidak melewati tenggorokan mereka (tidak
memahaminya). Mereka telah keluar dari Islam sebagaimana anak panah
melesat dari busurnya. Ciri-ciri
mereka adalah menggundul kepala. Mereka akan tetap muncul hingga akhir
zaman bersama Dajjal. Apabila kalian menemui mereka, perangilah! Mereka
adalah seburuk-buruk makhluk bentuk maupun perangainya.
Dalam buku Majmu’ Fatawa (28/496), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
berkata:
“Dalam beberapa riwayat hadits lain telah diceritakan bahwa kelompok ini akan tetap
muncul sampai zaman keluarnya Dajjal. Alim ulama telah sepakat bahwa kelompok
Khawarij ini bukan hanya pasukan tentara yang menyertai Dajjal.”
3.
Alim ulama telah menggolongkan setiap pengikut hawa nafsu serta ahli
bid’ah yang memiliki pemikiran seperti mereka dalam jajaran Khawarij.
Sebagaimana dimaklumi bahwa bentukbentuk khuruj (pembangkangan) dalam Dienul Islam sangat banyak sekali.
4. Syariat telah mengecam dengan keras kelompok khawarij bahkan
memerintahkan agar memerangi mereka meskipun mereka memiliki kebaikan dan ketekunan dalam beribadah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata:
“Meskipun shalat, puasa dan tilawah AlQur’an mereka sangat banyak,
ibadah dan kezuhudan mereka teruji, namun Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tetap
memerintahkan agar memerangi mereka. Ali bin Abi Thalib telah
melaksanakan perintah Rasulullah tersebut bersama beberapa orang sahabat
nabi lainnya. Mereka memerangi pasukan Khawarij yang telah menyimpang
dari sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan syariat yang beliau bawa.” (Lihat Majmu’
Fatawa 11/473)
Perlu diketahui bahwa kaum Khawarij ini menapaki beberapa fase hingga dapat
mengkristalkan lalu merealisasikan bid’ah mereka.
Pertama
kali mereka menampilkannya dalam bentuk prolog-prolog yang mereka
sokong dengan berbagai argumentasi. Lalu mereka mengetengahkan
alasan-alasan mengapa harus memilih dan mewujudkan pemikiran sesat
tersebut. Setelah itu memaksakan pemikiran-pemikiran yang menurut mereka
harus diterima itu walaupun harus dengan menggunakan senjata
(kekerasan). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membahas tuntas masalah
ini dalam uraian beliau berikut ini:
PEMBAHASAN PERTAMA: PROLOG-PROLOG BID’AH KHAWARIJ
Interpretasi keliru terhadap apa yang dimaksud oleh Allah dan Rasul-Nya merupakan
dasar
bid’ah Khawarij. Sebenarnya kaum Khawarij ini tidak bermaksud
menyelisihi Al-Qur’an, akan tetapi mereka salah dalam
menginterpretasikannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan:
“Bid’ah yang pertama kali muncul, yaitu bid’ah Khawarij, penyebabnya
adalah interpretasi keliru terhadap kandungan Al-Qur’an, sebenarnya
mereka tidak bermaksud melanggarnya! Akan tetapi mereka salah
menafsirkannya. Mereka berasumsi bahwa nash-nash ancaman itu
berkonseksuensi kafirnya para pelaku dosa besar! Mereka beranggapan
bahwa seorang mukmin itu harus baik dan bertakwa, konseksuensinya siapa
saja yang tidak baik dan tidak bertakwa maka ia tergolong kafir dan
kekal dalam api neraka.
Kemudian
mereka menandaskan: “Utsman, Ali dan orang-orang yang membela mereka
berdua bukanlah tergolong orang-orang yang beriman. Karena mereka telah
berhukum dengan selain hukum Allah, demikian kata mereka!
Jadi, ada dua prolog bagi bid’ah Khawarij ini:
1. Siapa saja yang perbuatan dan pendapatnya menyalahi Al-Qur’an maka ia tergolong kafir.
2. Utsman, All dan orang-orang yang membela mereka termasuk kategori demikian.
Oleh
sebab itu hendaklah ekstra hati-hati dalam menjatuhkan vonis kafir
terhadap kaum muslimin hanya karena dosa dan kesalahan yang dilakukan.
Sebab itulah bid’ah yang pertama kali muncul dalam Islam. Dengan dalih
tersebut mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. Dalam banyak
hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengecam mereka dan memerintahkan agar memerangi mereka.” (Lihat Majmu’ Fatawa 13/30-31)
PEMBAHASAN KEDUA: AKAR BID’AH KHAWARIJ
Syaikhul
‘ Islam ‘ Ibnu Taimiyah menggolongkan bid’ah Khawarij ini sebagai
bid’ah yang besar, sebagaimana halnya Syi’ah Rafidhah sejenisnya. Ketika
menerangkan perbedaan antara Rafidhah dan Khawarij, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah menjelaskan:
“Akar
kesesatan mereka (Khawarij) adalah keyakinan mereka bahwasanya para
Imam serta segenap kaum muslimin telah menyimpang dari kebenaran dan
telah sesat. Itu pula yang merupakan akar kesesatan setiap kelompok yang
menyimpang dari sunnah nabi, seperti halnya Rafidhah dan
kelompok-kelompok lainnya! Kemudian mereka nyatakan kufur setiap
perbuatan yang mereka anggap sebuah tindak kezhaliman. Lalu mereka
menjatuhkan sanksi-sanksi hukum yang mereka ada-adakan atas setiap
kekufuran!
Itulah tiga pokok dasar kelompok-kelompok yang menyimpang dari As-Sunnah, seperti Haruriyah (Khawarij), Rafidhah (Syi’ah)
dan yang lainnya. Dalam setiap kesempatan mereka berusaha melepaskan
asas-asas dasar Dienul Islam sehingga mereka keluar dari Islam
sebagaimana panah melesat dari busurnya.
Ibnu Taimiyah memandang akar bid’ah Khawarij dari dua sisi:
1. Menyelisihi sunnah Rasulullah.
2. Konseksuensi-konseksuensi batil yang ditimbulkannya.
Dalam
Majmu’ Fatawa (19/72-73), Ibnu Taimiyah menerangkan: “Ada dua faktor
utama yang menyebabkan kaum Khawarij ini menyempal dari jama’ah kaum
muslimin:
1. Mereka telah menyelisihi Sunnah nabi. Mereka pandang jelek perkara yang baikbaik dan mereka pandang baik perkara yang buruk. Itulah yang mereka tunjukkan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu
ketika Dzul Khuweisharah At-Tamimi berkata kepada beliau: “Berlaku
adillah, sesungguhnya engkau tidak berlaku adil!” Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Celakalah engkau, siapakah lagi yang
berlaku adil jika aku tidak berlaku adil! Sungguh telah merugi dan
celakalah diriku jika aku tidak berlaku adil!”
2. Mereka memvonis kafir kaum muslimin karena
dosa dan kesalahan yang dilakukan, serta menerapkan sanksi-sanksi hukum
atas vonis yang telah mereka jatuhkan itu, yaitu penghalalan darah dan
harta kaum muslimin. Mereka menganggap negeri kaum muslimin sebagai darul harb (negeri kafir yang mesti diperangi) dan hanya negeri mereka sajalah yang berhak disebut darul iman.
Kemudian
Syaikhul Islam menerangkan ekses-ekses negatif yang timbul akibat dua
faktor di atas. Beliau menjelaskan: “Setiap muslim hendaknya
berhati-hati dari dua faktor tersebut berikut dampak-dampak negatif yang
ditimbulkannya, seperti membenci kaum muslimin, melaknat, mengecam
serta menghalalkan darah dan harta mereka.
Kedua
faktor di atas jelas menyelisihi kaidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Sedang
siapa saja yang menyelisihi Sunnah maka ia tergolong mubtadi’ (ahli
bid’ah) yang telah menyimpang dari Sunnah Rasulullah. Barangsiapa
mengkafirkan kaum muslimin karena dosa yang mereka perbuat kemudian
memperlakukan mereka sebagai orang kafir, maka ia telah memisahkan diri
dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Perlu diketahui bahwa mayoritas ahlu
bid’ah dan hawa nafsu muncul melalui dua faktor di atas.
PEMBAHASAN KETIGA: REFERENSI UTAMA DAN METODE KHAWARIJ DALAM
PENGAMBILAN DALIL.
Khawarij
biasa berpegang kepada tekstual ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka menolak
haditshadits nabi yang sepintas lalu bertentangan dengan tekstual
ayat-ayat tersebut. Bahkan mereka tidak segan-segan membuang
hadits-hadits mutawatir dengan alasan bertentangan dengan teks ayat.
Ibnu
Taimiyah menuturkan sebagai berikut: “Apabila Anda telah mengetahui
akar-akar bid’ah dari uraian sebelumnya, maka ketahuilah bahwa akar
bid’ah Khawarij adalah memvonis kafir pelaku dosa. Mereka yakini sebagai
dosa perkara-perkara yang sebenarnya bukan dosa. Mereka memandang wajib
mengikuti Al-Qur’an saja dan menolak hadits yang bertentangan dengan
teks ayat Al-Qur’an, meskipun hadits tersebut derajatnya mutawatir. Dan
memvonis kafir orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka. Bahkan
mereka membolehkan berbuat apa saja terhadap orang- orang yang
menyelisihi mereka melebihi perlakuan terhadap orang-orang kafir, dengan
keyakinan orang-orang tersebut telah murtad dari Islam. Oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menatakan bahwa:
Mereka membunuhi kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala.
Dengan
dasar itu mereka mengkafirkan Utsman, Ali serta para pembela mereka
berdua. Dan mereka juga mengkafirkan orang-orang yang turut serta dalam
kancah peperangan Shiffin! Masih banyak lagi pemikiran-pemikiran mereka
yang kotor lainnya! (Silakan lihat Majmu’ Fatawa 3/355)
Kaum Khawarij telah terjerumus dalam dua perkara yang sangat berbahaya:
1. Meninggalkan kewajiban berpegang teguh dengan sunnah nabi. Mereka
berpendapat bahwa hal itu tidak wajib!
Dalam Majmu’ Fatawa (20/104), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
“Dosa dan kesalahan ahlu bid’ah adalah karena meninggalkan apa yang telah
diperintahkan kepada mereka, yaitu mengikuti Sunnah nabi dan menetapi jama’ah
kaum
muslimin. Akar bid’ah Khawarij adalah keyakinan mereka bahwa mentaati
Rasul hukumnya tidak wajib bila bertentangan dengan teks Al-Qur’an
menurut persepsi mereka. Sikap tersebut merupakan salah satu bentuk
meninggalkan kewajiban.”Dalam kesempatan lain beliau menambahkan: “Kaum
Khawarij beranggapan bahwa Rasul bisa berbuat zhalim dan tersesat dalam
sunnahnya, oleh karena itu menurut mereka mentaati dan mengikuti rasul
bukanlah suatu keharusan. Mereka hanya mempercayai apa yang disampaikan
Rasul di dalam Al-Qur’an, adapun As-Sunnah yang menurut mereka
bertentangan dengan tekstual Al-Qur’an, tidaklah mereka terima.”
(Silakan lihat Majmu’ Fatawa 19/73)
2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan akal pikiran mereka.
Selain tidak menerima As-Sunnah yang menurut klaim mereka bertentangan dengan
tekstual Al-Qur’an, mereka juga memahami AlQur’an seenak perut mereka saja,
mereka
menafsirkannya menurut logika dan hawa nafsu. Terutama dalam
menafsirkan nash-nash yang berisi ancaman, mereka jatuh dalam kekeliruan
yang fatal dalam menafsirkannya. Ketika mengulas perbedaan antara
bid’ah Rafidhah dengan Khawarij Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
“Diantara perbedaan tersebut: Khawarij mengikuti nash-nash Al-Qur’an
yang mereka pahami sendiri, sementara Rafidhah mengikuti Imam Ma’shum
yang sebenarnya tidak ada. Dalam hal ini Khawarij lebih bagus daripada
Rafidhah.” (Silakan lihat Majmu’ Fatawa 28/483)
Demikianlah penilaian Ibnu Taimiyah setelah kita ketahui bersama bahwa beliau
menggolongkan keduanya sebagai bid’ah yang besar!
Dalam
kesempatan lain Ibnu Taimiyah menyatakan: “Demikian pula kaum Khawarij
ini menganut keyakinan wajibnya mengikuti Al-Qur’an meskipun mereka
pahami menurut akal pikiran mereka dan berkeyakinan tidak wajib
mengikuti As-Sunnah yang bertentangan dengan tekstual ayat Al-Qur’an.
Sementara Rafidhah menganut keyakinan wajibnya mengikuti Madzhab Ahli
Bait, mereka mengklaim bahwa diantara Ahli Bait terdapat Imam yang
ma’shum, yang tidak ada satupun ilmu yang tersembunyi atasnya, tidak
pernah salah, baik disengaja, terlupa ataupun sadar.” (Lihat Majmu’
Fatawa 28/491)
Bagi
yang mengikuti uraian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas tentulah
dapat melihat bahwa: Khawarij tidak memiliki buku-buku yang berbicara
khusus tentang dasar-dasar pemikiran mereka. Pemikiran-pemikiran
tersebut dibiarkan terekam di dalam akal mereka tidak dituangkan dalam
bentuk tulisan. Di samping itu mereka menyokongnya dengan asas-asas
bid’ah. Dengan itu mereka leluasa menjatuhkan vonis kafir terhadap
orang-orang yang mereka anggap murtad dan memaksa kaum muslimin lainnya
untuk menjatuhkan vonis kafir tersebut. Oleh sebab itu sangat sulit
mendeteksi mereka pada awal kemunculannya sehingga mereka memiliki
wilayah tempat mewujudkan seluruh bid’ah-bid’ah mereka itu.
Berbeda dengan kelompok-kelompok bid’ah lainnya yang memiliki buku-buku yang
menjelaskan dasar-dsar pemikiran kelompok masing-masing sehingga akar bid’ah
mereka lebih mudah diidentifikasi.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah. berkata: “Kaum Khawarij hanya mengikuti As-Sunnah
yang telah terperinci bukan yang menyelisihi tekstual AlQur’an. Menurut
mereka boleh jadi seorang pezina tidak hukum rajam, tidak ada batasan
tertentu yang menyebabkan seseorang berhak dipotong tangannya karena
mencuri, seorang murtad tidak perlu dihukum mati, karena semua itu
(yakni rajam, batasan barang yang dicuri hingga pencurinya berhak
dipotong tangannya dan hukuman bagi orang murtad) tidak disebutkan dalam
Al-Qur’an.
Pemikiran-pemikiran Khawarij dapat kita ketahui melalui penukilan-penukilan orang
tentang
mereka. Kita belum mendapatkan satupun buku yang mereka karang tentang
dasar-dasar pemikiran mereka. Sebagaimana kita dapat temui buku-buku
tentang dasardasar pemikiran Mu’tazilah, Rafidhah, Zaidiyah, Karramiyah,
As’ariyah, Salimiyah,Madzhab yang empat, Zhahiriyah, Ahlu Hadits,
Falasifah, Shufiyah dan lain-lain.” (Silakan lihat Majmu’ Fatawa
13/48-49)
PEMBAHASAN KEEMPAT:
SEBAB-SEBAB PENYIMPANGAN KAUM KHAWARIJ
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah berusaha menganalisa faktor-faktor penyebab
munculnya bid’ah Khawarij dan berusaha menjelaskan cara-cara setan dalam
menjerat mereka. Salah satunya adalah dengan menjadikan bid’ah yang
mereka lakukan seolah-olah bagus dan indah serta layak diikuti dan
diterima. Sehingga harus dibela dengan pedang oleh imam beserta jama’ah
mereka.
Berikut ini akan kami sebutkan beberapa faktor yang dipaparkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, yang
merupakan sebab penyimpangan dan kesesatan kaum Khawarij. Sekaligus
faktor penyebab berkembangnya bid’ah mereka di tengah-tengah manusia.
1. Sikap wara’ yang semu sebagai akibat dari kedangkalan ilmu mereka.
Banyak sekali orang yang bersikap wara’ terhadap hal-hal tertentu. Namun di lain pihak justru meninggalkan perkara-perkara yang diwajibkan
atas mereka. Diantara mereka ada yang melakukan perkaraperkara syubhat
dengan berpijak kepada persangkaan dusta belaka. Ironinya mereka
menganggap hal itu sebuah kewara’an, disebabkan karena kedangkalan ilmu
dan piciknya pemahaman mereka. Hingga mereka jadikan sebagai sesuatu
yang harus diikuti layaknya sebuah syariat.
Disebabkan sikap wara’ semu yang ditunjukkan oleh kaum Khawarij tersebut, seperti
berlebih-lebihan dalam menyikapi perkara kezhaliman dan kemaksiatan, dan
keyakinan
mereka yang keliru tentang ancaman Allah yang pasti ditepati-Nya dan
tidak akan dipungkiri. Akibatnya mereka malah meninggalkan kewajiban
mentaati Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan
meninggalkan berhukum kepada sunnah beliau dalam masalah vonis
memvonis. Serta meninggalkan kewajiban berlaku belas kasih terhadap kaum
mukminin. Sehingga mereka jatuh ke dalam bid’ah yang besar! Sehingga
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mencela dan memerintahkan untuk memerangi mereka.
Berkaitan
dengan perkara di atas Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata dalam kitab Majmu’ Fatawa (XX/140): “Sikap wara seperti itu
telah menjerumuskan pelakunya ke dalam bid’ah yang besar. Sama halnya
sikap wara’ yang ditunjukkan oleh kaum Khawarij, Syi’ah Rafidhah,
Mu’tazilah dan kelompok-kelompok bid’ah lainnya. Mereka bersikap wara’
secara berlebihan terhadap kezhaliman atau sesuatu yang mereka anggap
kezhaliman dengan menjauhi orang-orang yang berbuat zhalim, sayangnya
mereka justru meninggalkan kewajiban yang dibebankan atas mereka,
seperti shalat jum’at, shalat jama’ah, haji, jihad dan memberi nasehat
serta berlaku kasih sayang kepada kaum muslimin. Orang-orang yang
bersikap wara’ seperti itulah yang disanggah oleh para imam Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah, seperti imam yang empat. Mereka menyebutkan hal ini dalam
deretan prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Kemudian beliau menjelaskan bahwa sikap wara’ yang semu ini hanya akan dapat
diperbaiki dengan ilmu yang memadai, pemahaman yang mapan dan rasa kasih
sayang
yang dalam. Beliau berkata dalam kitab Al-Majmu’ (XX/141-142): “Oleh
sebab itu seorang yang wara’ membutuhkan ilmu yang cukup tentang
AlQur’an dan As-Sunnah dan pemahaman dalam agama. Jika tidak maka sikap
wara’nya itu lebih
banyak mendatangkan kerusakan daripada maslahat. Sebagaimana yang dilakukan
oleh kaum kafir, ahli bid’ah, Khawarij, Rafidhah dan lain-lain.
Wara’ yang dianjurkan oleh syariat –yang justru dilanggar oleh kaum Khawarij- adalah:
a. Harus melaksanakan kewajiban dan meninggal kan perbuatan haram.
b. Perbuatannya harus sesuai dengan sunnah nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
c. Harus dalam lingkupan rasa takut dan pengharapan.
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan hal ini dalam Majmu’ Fatawa
(XX/110-111): “Contohnya adalah kaum Al-Wa’idiyah dari kalangan Khawarij
dan sejenisnya, yang menanggapi perkara maksiat dan larangan secara
berlebihan. Dalam hal mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan mengagungkannya
mereka sudah baik, namun sayangnya hal itu mereka lakukan di atas dasar
menyelisihi sunnah nabi dan atas dasar pengingkaran mereka terhadap
kewajiban mengasihi kaum mukminin meskipun melakukan dosa besar.”
2. Menyamaratakan antara kesalahan dan dosa.
Sebagaimana sudah dimaklumi bahwa pemabahasan tentang status hukum seorang
muslim
yang fasik merupakan sebab pertama terjadinya bid’ah di dalam agama.
Kaum Khawarij berkata: ”orang fasik itu hukumnya kafir” mereka meyakini
kebenaran infadzul wa’id (kebenaran
ancaman Allah terhadap orang-orang fasik), menurut mereka maknanya
adalah: “orang-orang fasik kekal dalam neraka dan tidak akan dapat
keluar darinya dengan syafaat atau dengan yang lainnya.” Hal itu hanya
untuk menetapkan bahwa Allah benar-benar menepati janji dan tidak
memungkirinya. Menurut mereka bila ancaman bersifat umum telah
dikeluarkan maka akan terhitung pengingkaran apabila tidak
membenarkannya. Mereka keliru dalam memahami sebuah ancaman. Mereka
samakan antara dosa dan ancaman dengan kesalahan.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (XXXV/69-
70): “Kelompok-kelompok sesat menyamaratakan antara kesalahan dan dosa.
Kadangkala mereka bersikap berlebihan dalam masalah ini. Ada yang berkata: “Orangorang itu ma’shum!” Dan sebagian lagi berkata: “Orang-orang itu termasuk
pembangkang karena kesalahan yang dilakukannya!” Ahli ilmu bukanlah orang yang
ma’shum dan bukan pula orang yang tidak berdosa.
Faktor
inilah yang banyak melahirkan kelompok-kelompok bid’ah dan
kelompokkelompok menyimpang. Sebagian kelompok tersebut ada yang mencaci
dan melaknat Salafus Shalih dengan alasan mereka telah melakukan dosa
dan pelaku dosa tersebut berhak dilaknat. Bahkan mereka tidak segan
menjatuhkan vonis fasik atau kafir terhadap Salafus Shalih. Sebagaimana
dilakukan oleh kaum Khawarij yang mengkafirkan Ali bin Abi Thalib,
Utsman bin Affan dan orang-orang yang mendukung mereka berdua, mengutuk
dan mencaci mereka dan menghalalkan darah mereka !”
3. Kesalahan dalam memahami dalil.
Kesalahan ini tampak lebih jelas dalam memahami nash: nash berisi ancaman dan
beberapa masalah yang berkaitan dengan pengkafiran kaum muslimin. Demikian pula
dalam memahami nash-nash tentang amar ma ‘ruf nahi mungkar dan beberapa hal
yang berkenaan dengan pembangkangan dan perlawanan terhadap penguasa.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Dar’u Ta’arudhi Al-Aql wan
Naql (I/ 141) berkata: “Kaum Khawarij yang mentakwil secara keliru ayat-ayat Al-
Qur’an
dan mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi mereka lebih baik
keadaannya dari pada mereka (kaum Jahmiyah). Sebab kaum Khawarij
tersebut menjatuhkan vonis kafir atas dasar AlQur’an dan As-Sunnah.
Hanya saja mereka keliru dalam memahami nash Al-Qur’an dan AsSunnah
tersebut. Adapun kaum Jahmiyah menjatuhkan vonis kafir atas dasar ucapan
yang Allah tidak menurunkan keterangan atasnya.
4. Kesalahan dalam menetapkan wasilah dan target.
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu perintah syariat yang memiliki
kaidah-
kaidah, batasan dan wasilah tertentu. Kaum Khawarij –disebabkan
berpalingnya mereka dari Sunnah nabi- justru memutarbalikkan perkara,
mereka
jadikan perkara ma’ruf sebagai perkara mungkar dan perkara mungkar sebagai
perkara ma’ruf. Bahkan mereka tidak mengetahui wasilah amarma’rufnahi mungkar,
mana saja mendatangkan maslahat dan mana saja yang tidak mendatangkan maslahat. Mereka, keliru dalam menetapkan wasilah dan menentukan target.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam
Majmu’Fatawa (XXVIII/128) ketika mengulas kesalahan yang dilakukan
manusia berkaitan dengan amar ma’ruf nahi mungkar berkata: “Kelompok
kedua: Orang-orang yang ingin menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar dengan
lisan ataupun dengan tangan (kekuatan) secara membabi buta tanpa
bimbingan ilmu, sikap santun, kesabaran dan tanpa mempertimbangkan mana
yang mendatangkan maslahat dan mana yang tidak, mana yang sanggup
dilakukan dan mana yang tidak. ia melakukan amar ma’ruf atau nahi
mungkar dengan anggapan bahwa ia sanggup melakukannya demi membela agama
Allah dan sunnah rasul-Nya, sayangnya ia malah melanggar
batasan-batasan syariat. Sebagaimana hal ini banyak dilakukan oleh ahli
bid’ah dan pengikut hawa nafsu, seperti kaum Khawarij, Mu’tazilah,
Rafidhah serta kelompok-kelompok bid’ah lainnya yang keliru dalam
menegakkan jihad beramar ma’ruf nahi mungkar. Akibatnya kerusakan yang
ditimbulkan lebih besar daripada maslahatnya. Oleh sebab itulah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
kita agar bersabar terhadap kezhaliman para penguasa dan melarang
memerangi mereka selama mereka masih menegakkan shalat. Beliau bersabda:
Tunaikanlah hak-hak mereka dan mintalah kepada Allah hak-hak kalian”
Kami telah beberapa kali menjelaskan – hal ini panjang lebar di tempat lain.
5. Kesalahan dalam menempatkan dalil dan kandungan dalil tersebut.
Kaum
Khawarij ini biasanya meyakini sebuah pendapat terlebih dahulu barn
mencaricari ayat Al-Qur’an yang dikira mendukung pendapat tersebut.
Sementara tidak ada pendahulu bagi mereka dari kalangan sahabat maupun
generasi yang mengikuti mereka dengan baik. Dan tidak pula dari kalangan
para imam yang mendukung pendapat atau penafsiran mereka tersebut. Dalam hal ini mereka memakai dua metodologi:
a. Mementahkan kandungan nash-nash Al Qur’an.
b. Menempatkan nash-nash tersebut tidak pada tempatnya.
Maka kesalahan mereka terpulang kepada dua perkara: kesalahan mereka dalam
meyakini keyakinan-keyakinan batil dan kesalahan mereka dalam cara menetapkan
keyakinankeyakinan batil tersebut.
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitab Majmu’ Fatawa
(XIII/356): “Orang-orang yang keliru dalam menetapkan dalil dan
kandungan yang terdapat dalam dalil – seperti kelompok-kelompok ahli
bid’ah- meyakini sebuah pendapat yang menyelisihi kebenaran yang
diyakini oleh umat ini yang tidak akan bersepakat di atas kesesatan,
dari kalangan Salaful Ummah dan para imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka membawakan ayat-ayat Al Qur’an namun memahaminya
dengan pendapat akal mereka.
Kadang kala mereka membawakan beberapa ayat Al-Qur’an untuk mendukung
keyakinan mereka padahal ayat tersebut bukanlah dalil yang mendukungnya. Dan
kadang kala mereka mentakwil dalil-dalil yang menyelisihi pendapat mereka dengan
memalingkan
dalil tersebut dari makna yang sebenarnya. Diantara kelompok itu adalah
Khawarij, Rafidhah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Qadariyah, Murjiah dan
lainnya.”
PEMBAHASAN KELIMA: EKSES-EKSES NEGATIF BID’AH KHAWARIJ
Ekses
negatif yang ditimbulkan bid’ah Khawarij tidak hanya menyentuh
persoalan aqidah saja, bahkan juga menyentuh persoalan ibadah dan
mua’malah yang berakibat langsung kepada kehidupan dan aktifitas kaum
muslimin. Ekses-ekses negatif tersebut dapat kita simpulkan sebagai
berikut:
Pertama: Pemberontakan bersenjata terhadap imam-imam yang berada di atas petunjuk dan jama’ah kaum muslimin serta penguasa mereka.
Ini merupakan ekses negatif yang paling berbahaya yang ditimbulkan oleh bid’ah
Khawarij. Yang juga dapat mengakibatkan kerusakan dien dan dunia.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (XIII/35):
“Kedua
kelompok tersebut (yaitu Rafidhah dan Khawarij) menghujat bahkan
mengkafirkan penguasa kaum muslimin. Mayoritas Khawarij mengkafirkan
Utsman dan Ali Radhiyallahu anhuma serta orang-orang yang mendukung mereka berdua. Kaum Rafidhah melaknat Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu anhum serta
orang-orang yang mendukung mereka. Akan tetapi kerusakan yang
ditimbulkan oleh Khawarij lebih nyata lagi, berupa pertumpahan darah,
perampasan harta, pemberontakan bersenjata, oleh sebab itu dalam
beberapa hadits shahih disebutkan perintah untuk memerani mereka.
Hadits-hadits yang berisi celaan dan perintah memerangi mereka sangat
banyak sekali. Hadits-hadits tersebut mutawatir menurut Ahli Hadits,
seperti halnya hadits ruyah, azab kubur, haditshadits yang menjelaskan tentang adanya syafaat dan haudh (telaga Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam). “
Kedua: Kebencian
mereka terhadap kaum muslimin, pengkafiran, hujatan dan laknat serta
penghalalan darah dan harta kaum muslimin. Setelah menyebutkan dua
perkara di atas Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Oleh
sebab itu setiap muslim harus berhati-hati terhadap dua perkara di
atas, dan juga seluruh perkara yang dapat menimbulkan kebencian terhadap
kaum muslimin, hujatan, laknat dan penghalalan darah serta harta
mereka….”
Ketiga: Menganggap
negeri kaum muslimin sebagai darul kufur dan harb (negeri kafir dan
boleh diperangi). Dan menganggap negeri merekalah Darul Hijrah.
Sikap seperti ini merupakan akibat dari bid’ah mereka. Hingga mereka anggap halal
menumpahkan
darah kaum muslimin dan merampas harta mereka. Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah dalam Kitab Majmu’ Fatawa (XIX/73) berkata:
“Perbedaan kedua antara Khawarij dengan ahlu bid’ah yang lain adalah:
Kaum Khawarij ini mengkafirkan orang yang berbuat dosa dan kesalahan.
Dan atas dasar itu mereka menghalalkan darah kaum muslimin dan harta
mereka. Dan menganggap negeri kaum muslimin sebagai darul harb sementara
negeri mereka adalah darul iman….”
Dalam
bagian lain ketika membahas perbedaan antara Khawarij dengan Mu’tazilah
(Majmu’ Fatawa XIII/98) beliau menambahkan: “Mereka sangat menjaga
kejujuran, seperti
halnya
Khawarij. Mereka tidak membuat-buat dusta seperti halnya kaum Rafidhah.
Dan mereka juga berpendapat bahwa tidak boleh bernaung kecuali di
negeri Islam,
sebagimana halnya kaum Khawarij…”
Catatan:
Lebih parah lagi, kaum Khawarij ini sengaja berhijrah ke Darul Kufur dan menetap di sana dengan dalih:
1. Mereka tidak bisa sabar terhadap kezhaliman para penguasa muslim.
2.
Mereka lebih banyak menyerang negeri Islam daripada negeri kufur.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.berkata dalam Majmu’ Fatawa
(111/355): “Kaum Khawarij ini mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi
mereka. Menghalalkan darah orang yang tidak sepaham dengan mereka dengan
tuduhan telah murtad menurut mereka. Suatu hal yang justru tidak mereka
terapkan terhadap orang yang benar-benar kafir. Sebagaimana disebutkan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits: “Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala”
Keempat: Mereka mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka dan memaksa orang lain untuk mengikuti bid’ah mereka.
Ini
merupakan perkara yang hampir dapat ditemui pada selurh
kelompok-kelompok yang menyelisihi sunnah, ahli bid’ah dan para pengikut
hawa nafsu. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’ Fatawa
(111/279): “Kaum Khawarij merupakan kelompok bid’ah pertama yang
mengkafirkan kaum muslimin, mengkafirkan orang karena berbuat dosa
besar, mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi mereka, dan
menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.”
Itulah
keadaan ahli bid’ah yang mengadaadakan bid’ah dan mengkafirkan orang
yang menyelisihi bid’ah tersebut. Sementara Ahlu Sunnah wal Jama’ah
mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, mentaati Allah dan rasul-Nya,
mengikuti kebenaran dan berlaku belas kasih terhadap manusia.” Kaum
Khawarij mendasari bid’ah mereka dengan prinsip-prinsip bid’ah,
persatuan ala hizbiyah serta pemikiran-pemikiran sesat.
Disamping
itu mereka juga selalu mengamat-amati situasi dan kondisi yang
berkembang dan peristiwa-peristiwa yang terjadi guna mempersiapkan
tempat yang layak mereka jadikan pangkalan demi mewujudkan tujuan
mereka. Oleh sebab itu aksi mereka tersebut terpusat pada point-point
berikut ini:
1.
Menisbatkan diri kepada nama dan identitas yang bersifat umum, bukan
kepada nama dan identitas yang bersifat khusus yang mengacu kepada
manhaj Salafus Shalih.
Ketika membahas salah satu kebiasaan ahli bid’ah yang bersembunyi dibalik manhaj
Salaf, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa
(IV/153): “Kelompok yang terkenal dengan bid’ahnya seperti kelompok Khawarij dan
Rafidhah tidak mengaku berada di atas manhaj salaf. Bahkan mereka mengkafirkan
Salafus Shalih. Demikian pula kaum Khawarij yang telah mengkafirkan Utsman dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhuma dan jumhur kaum muslimin dari kalangan sahabat dan tabi’in. Bagaimana mungkin mereka mengaku berada di atas manhaj salaf ?”
Catatan:
Bahkan
kaum mukminin yang lemah yang berdomisili di negeri ahli bid’ah,
seperti Khawarij dan lainnya, terpaksa menyembunyikan keimanan dan
manhaj mereka. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’ Fatawa
(IV/149):
“Tidak
ada satupun manhaj salaf yangharus disembunyikan kecuali bila berada di
negeri ahli bid ah, seperti di daerah kekuasaan Rafidhah dan Khawarij.
Orang-orang m ukmin yang lemah terpaksa menyembunyikan keimanan dan
manhaj mereka. Sebagaimana banyak diantara kaum mukminin yang
menyembunyikan keimanan mereka di darul harb. “
2. Mencari-cari kesalahan ahlus sunnah wal jama’ah hingga dalam masalah
ijtihadiyah.
Ketika membahas kelompok-kelompok ahli bid’ah yang terkenal dan sikap mereka
yang menolak mengikuti manhaj salaf Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam
Majmu’ Fatawa (IV/155): “Diantara sebab hujatan yang ditujukan oleh ahli bid’ah
kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah beberapa kesalahan dan pelanggaran yang
dilakukan oleh individu Ahlu Sunnah dan kesalahan ijtihad sebagian ulama Ahlu
Sunnah. Kesalahan dan pelanggaran itu menjadi fitnah bagi orang-orang yang
menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sehingga mereka jatuh dalam kesesatan yang jauh.”
3. Menurut Khawarij Ahlu Hadits adalah musuh bebuyutan yang harus ditumpas dengan segala cara.
Dalam Majmu’ Fatawa (XX/161) Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Setiap ahli
bid’ah
pasti berusaha menyembunyikan nash-nash yang bertentangan dengan
prinsip mereka dan nash-nash yang tidak mereka sukai. Mereka tidak suka
nash-nash tersebut dipublikasikan, diriwayatkan dan dibicarakan. Dan
juga membenci orangorang yang melakukan
hal itu. Sebagaimana dikatakan oleh Salafus Shalih: Tidaklah seseorang
jatuh ke dalam sebuah bid’ah melainkan akan dicabut kenikmatan hadits
dari hatinya.”
4.
Mencari-cari kesalahan penguasa dan memprovokasi massa untuk melawan
penguasa. Kemudian juga menghujat dan mengkafirkan penguasa.
PEMBAHASAN KEENAM:
WAKTU DAN TEMPAT KAUM KHAWARIJ MEMULAI AKSI MEREKA
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah tidak hanya membahas dasar-dasar bid’ah Khawarij,
sebab-sebab munculnya dan ekses-ekses negatifnya saja, bahkan beliau
juga mengungkap masalah yang lebih khusus lagi, yaitu masalah waktu dan
tempat kaum Khawarij memulai aksi mereka. Perlu diketahui bahwa kaum
Khawarij ini telah menetapkan waktu dan tempat mereka memulai aksi jihad
-demikian anggapan mereka-, didukung beberapa unsur yang saling
menguatkan sebagai mukaddimah berlangsungnya ‘pesta besar’ mereka.
1. Tempat dan waktu memulai aksi.
Kaum Khawarij harus mendapatkan tempat yang cocok untuk memulai aksi. Setelah
melakukan persiapan dan saling bahu-membahu untuk menyukseskan aksi mereka.
Biasanya mereka memulai aksi selepas terjadinya peristiwa besar! Syeikhul Islam
rahimahullah mengungkap gerakan politik terselubung ini dalam Majmu’ Fatawa
(XXVIII/ 489), ketika beliau membahas kerusakan yang ditimbulkan oleh madzhab
Rafidhah dan Khawarij: “Faktor penyebab nya adalah kaum Khawarij ini merupakan
kelompok
bid’ah pengikut hawa nafsu yang pertama kali menyempal dari Ahlu Sunnah
wal Jama’ah, padahal eksistensi Khulafaur Rasyidin serta kaum Muhajirin
dan Anshar, pelita ilmu dan iman, keadilan dan cahaya nubuwat serta
kekuatan hujjah dan kekuasaan masih ada. Saat itu Allah menegakkan dien
ini atas agama yang lainnya dengan kekuatan hujjah dan kekuasaan.
Sebab munculnya aksi mereka adalah kebijaksanaan Amirul Mukminin Utsman bin
Affan Radhiyallahu anhu dan All bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu serta orang-orang
yang mendukung mereka yang bersumber dari penakwilan mereka. Rupanya hal itu
tidak dapat diterima oleh kaum Khawarij. Mereka anggap perkara ijtihad itu sebagai
sebuah dosa. Bahkan menggolongkannya sebagai dosa besar! Oleh sebab itu mereka
tidak memberontak pada zaman kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, karena
penakwilan seperti itu tidak terjadi pada zaman kekhalifahan mereka berdua dan juga ketika itu kaum Khawarij ini masih lemah.
Jadi, mereka akan muncul pada dua kondisi:
a. Peristiwa-peristiwa dan fitnah-fitnah yang terjadi bertepatan dengan takwil-takwil
bid’ah mereka.
b. Jumlah mereka yang memadai dan banyak.
2. Unsur-unsur pendukung munculnya aksi Khawarij.
Salah satu ciri khas Khawarij ini adalah mereka memiliki imam, jama’ah dan negeri
(daerah kekuasaan/tempat berlindung).
Pertama: Mereka menyempal dari kaum muslimin.
Kedua: Mereka menyimpulkan ikatan wala’ dan bara’ (loyalitas dan permusuhan) atas dasar bid’ah mereka tersebut.
Kemudian
imam mereka adalah imam tandingan bagi imam kaum muslimin yang sah.
Oleh sebab itu bid’ah Khawarij dan bid’ah Rafidhah bertemu pada satu
titik yang sama, yaitu masalah imamah dan khilafah! Berikut merembet
kepada seluruh perkara ibadah dan hukum-hukum syar’i.”
Mereka menganggap negeri mereka yang layak disebut sebagai darul hijrah dan darul iman. Sementara negeri kaum muslimin lainnya adalah darul kufur dan harb. Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan unsur-unsur tersebut dalam Majmu’
fatawa (XIII/35): “Kaum Syi’ah ketika itu tidak memiliki jama’ah dan
imam, tidak pula memiliki negeri dan kekuatan untuk memerangi kaum
muslimin. Yang memiliki semua itu pada saat itu hanyalah kaum Khawarij!
Ciri khas mereka adalah memiliki imam, jama’ah dan negeri. Mereka anggap negeri
mereka sebagai darul hijrah, adapun negeri kaum muslimin lainnya adalah darul
kufurdan harb.”
KAPAN KHAWARIJ AKAN MUNCUL?
Jika
bid’ah takfir dan bid’ah pembangkangan terhadap penguasa dan kaum
muslimin telah saling berpadu, maka telah bersatulah pasangan serasi
dalam sebuah pesta besar! Para pelayan yang dungu telah mengatur segala
sesuatunya. Berjalan kesana kemari mengurus pesta besar tersebut!
Menghidangkan kepada para undangan -kaum militanberaneka ragam kesesatan
dan penyimpangan dari agidah dan manhaj dalam bentuk perbaikan dan
penjelasan. Dihidangkan di atas meja yang berlapiskan kezuhudan dan
kewaraan semu, sementara hakikatnya adalah kehancuran dan kebinasaan.
Kemahkemah telah dipancangkan, para kekasih telah saling berpasangan,
rekan-rekan telah saling bersatu, harta telah dihamburkan, peran
masing-masing telah dibagi-bagikan, mereka anggapgenderangjihad telah
bergema!
Jangan terkicuh! Sebenarnya itulah genderang setan Khawarij, yang ditabuh pada saat Ahlus Sunnah terlelap dan tercerai berai!
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (XIX/ 89):
“Orang yang mencela hukum yang diputuskan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam atau
pembagian yang beliau tetapkan – seperti yang dilakukan oleh Khawarijpada
dasarnya telah mencela Kitabullah dan telah menyelisihi sunnah Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, telah menyempal dari kaum muslimin. Kekuatan setan
Khawarij ini dapat diredam pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman
Radhiyallahu anhum ketika kaum muslimin masih bersatu padu. Ketika umat ini telah
terpecah belah pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, setan
Khawarij ini merasa mendapat angin untuk melancarkan aksinya! Merekapun bergerak,
mengkafirkan Ali dan Mu’awiyah Radhiyallahu anhuma serta orang-orang yang
mendukung mereka berdua. Akhirnya mereka diperangi oleh kelompok yang paling
mendekati kebenaran, yaitu kelompok Ali bin Abi Thalib, sebagimana disebutkan dalam
kitab Ash-Shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
Akan
muncul nanti satu kelompok yang menyempal dari kaum muslimin ketika
mereka terpecah menjadi duagolongan. Kelompokitu akan diperangi oleh
golongan yang paling mendekati kebenaran.
Semoga Allah merahmati Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah yang telah mengungkap rahasia yang tersembunyi
dibalik jubah Khawarij. Membeberkan asas dasar mereka, ekses-ekses
negatifnya dan akibatnya yang sangat berbahaya terhadap umat, terutama
ketika umat ini dalam kondisi terpecah belah dan lemah.
Tentunya
kita sangat membutuhkan buku-buku karangan beliau, dan juga buku-buku
seluruh ulama Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dalam memahami kaidah-kaidah agama
dan ushuluddin dan syariat. Hanya Allah sajalah yang kuasa memberi
petunjuk kepada jalan yang benar, khususnya dalam kondisi umat yang
dirundung fitnah dan lemah sekarang ini.
Disalin dari : Majalah As-Sunnah Edisi 08 dan 09/V/1422 H-2001 M
Dipublikasikan oleh : ibnuramadan.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar