-->

17 Agustus 2012

MENGKAFIRKAN TANPA SADAR (1)

kafir-tanpa-sadar3

MENGKAFIRKAN TANPA SADAR
Oleh : Abu Abdurrahman bin Thoyib As-Salafi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang ciri-ciri Khawarij : “Akan muncul di akhir  zaman sekelompok orang  yang masih ingusan dan bodoh. Mereka membaca al-Qur’an, namun iman  mereka tidak sampai kepada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya anak panah dari sasarannya. Dimana saja kalian bertemu mereka, maka bunuhlah mereka karena dalam pembunuhan tersebut ada pahala bagi orang yang membunuhnya pada hari kiamat”. [HR. Bukhari 6930]
Diantara ciri Khawarij juga, adalah apa yang disebutkan oleh para ulama, bahwa mereka sering membawakan sebuah ayat al-Qur’an dan ditafsirkan menurut hawa nafsu dan kebodohan mereka, ayat itu adalah “Barang siapa  yang  tidak memutuskan  menurut apa  yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah : 44]
Inilah ucapan para ulama tentang hal diatas :
1.      Imam al-Hafiz Abu Bakar Muhammad bin al-Husein al-Ajurri Radhiyallahu ‘anhum berkata : “Diantara syubhat Khawarij adalah firman Allah Azza wa Jalla : “Barang siapa  yang  tidak memutuskan  menurut apa  yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah : 44] Mereka membacanya bersama firman Allah : “..namun orang-orang yang kafir  mempersekutukan  (sesuatu)  dengan Tuhan mereka”.(QS. Al-An’am : 1). Apabila mereka melihat seorang penguasa  yang tidak berhukum dengan kebenaran, mereka berkata : Orang ini telah kafir, maka dia telah mempersekutukan Tuhannya. Oleh karenanya, para pemimpin-pemimpin itu adalah orang-orang musyrik (Asy-Syariah. 1/342).
2.      Abu Umar Ibnu Abdil Barr berkata: “Telah tersesat sekelompok ahli bidah dari golongan khawarij dan Mutazilah dalam bab ini. Mereka berdalil dengan atsar-atsar ini dan yang semisalnya untuk mengkafirkan orang-orang yang berbuat dosa. Mereka berhujjah dengan ayat-ayat dalam al-Qur’an bukan secara dzohirnya, seperti firman Allah ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” QS.Al-Maidah:44, (At-Tamhid, 17/16).
3.      Al-Jashshash berkata : ”Khawarij telah menakwilkan ayat ini  untuk mengkafirkan orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, meski tanpa adanya pengingkaran” (Ahkamul Quran, 2/534).
4.      Syaikhul Islam, Hujjatul ahlussunnah wal jama’ah, al-Imam al-Allamah Abu Muzhoffar as-Samani berkata : ”Ketahuilah, bahwa khawarij berdalil dengan ayat ini untuk mengatakan : Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia kafir. Tapi ahlus sunnah berkata : Dia tidak kafir dengan hanya meninggalkan hukum (Allah), (Tafsir Abi Muzhoffar As-Sam’ani, 2/42).
5.      Al-Imam al-Qodhi Abu Ya’la berkata : ”khawarij berhyjjah dengan firman Allah ta’ala : ”Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS.Al-Maidah:44). Dzohirnya dalil mereka ini mengharuskan pengafiran para pemimpin yang dzolim, dan ini adalah pendapat khawarij. Padahal yang dimaksud oleh ayat ini adalah orang-orang yahudi”.(Masaaailil Iman, 340-341).
6.      Abu Hayyan berkata : ”Khawarij berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan bahwa orang yang berbuat maksiat kepada Allah itu kafir. Mereka mengatakan : Ayat ini adalah nash untuk setiap orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, bahwa dia itu kafir. (Al-Bahrul Nuhith, 3/493).
7.      Abdullah al-Qurthubi menukil perkataan al-Qusyairi : ”Mahzabnya khawarij adalah, barangsiapa yang mengambil uang suap dan berhukum dengan selain hukum Allah maka dia kafir.” (Al-Jami’li ahkamil Quran, 6/191).
Sungguh benar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bahwa kelompok Khawarij ini akan senantiasa muncul hingga akhir zaman nanti. Dan tidak ada yang lebih membuktikan akan hal tersebut disaat ini terutama di Indonesia, melainkan munculnya buku yang berjudul: ”Kafir tanpa Sadaryang ditulis oleh Syaikh Abdul Qadir bin  Abdul Aziz, yang masih misterius identitasnya. Siapakah dia sebenarnya.?!
Penulis misterius ini mengatakan dalam (hal.16-19): ”Urgensi ini dapat kita pahami, jika kita pahami, jika kita memahami bahwa negeri-negeri yang diperintah berdasarkan undang-undang buatan manusia sebagaimana keadaan berbagai negeri kaum muslimin pada hari ini mempunyai dampak hukum yang sangat berbahaya, yang harus diketahui setiap muslim. Ini agar orang binasa, menjadi binasa karena ilmu; dan orang yang hidup, menjadi hidup karena ilmu. Diantara hukum-hukum tersebut ialah :
1.        Sesungguhnya, para penguasa negeri-negeri tersebut kafir dengan kufur akbar, yang berarti keluar dari Islam.
2.        Para hakim di negeri tersebut adalah kafir dengan kufur akbar, yang dengan demikian, haram hukumnya bekerja menjadi hakim. Dalil atas kafirnya para penguasa dan hakim tersebut diatas adalah firman Allah : ”Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah: 44]
3.        Sesungguhnya, tidak boleh berhukum atau menyelesaikan perkara pada berbagai pengadilan di negeri-negeri itu, juga tidak boleh melaksanakan keputusan-keputusannya. Barangsiapa dengan sukarela, berhukum pada undang-undang mereka maka dia juga kafir.
4.        Sesungguhnya, anggota lembaga perundang-undangan (dewan legislatif) di negeri-negeri itu, seperti parlemen, dewan perwakilan rakyat, dan yang serupa dengannya, mereka kafir kufur akbar. Sebab merekalah yang mengesahkan berlakunya undang-undang kafir ini, merekalah yang membuat undang-undang yang baru.
5.        Sesungguhnya, orang-orang yang ikut memilih anggota parlemen itu, mereka kafir secara kufur akbar, sebab dengan memilih anggota parleman, mereka telah menjadikan angota parleman itu sebagai rabb-rabb yang membuat undang-undang selain Allh. Karena yang dijadikan dasar adalah hakikat sesuatu, bukan namanya. Dan semua orang yang mengajak atau memberi motivasi untuk mengikuti pemilihan itu pun kafir. Dalilnya atas kafirnya para wakil rakyat (anggota parlemen) adalah firman Allah : ”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang menyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?” [QS. Asy-Syuura: 21]…
6.        Sesungguhnya, haram hukumnya membaiat para penguasa seperti itu….
7.        Sesungguhnya, para tentara yang menjadi pembela negeri kafir tersebut adalah orang-orang kafir yang kufur akbar…
8.        Sesungguhnya, tiada kewajiban bagi seorang muslim untuk mentaati para penguasa tersebut…
9.        Sesungguhnya, negeri yang menggunakan undang-undang kafir adalah daru kufrin (negeri kafir)….
Sungguh kejam dan kejinya ucapan ini ! Mungkin tidak ada seorang muslim yang tersisa di muka bumi ini, melainkan dia saja. Mulai dari penguasa/presiden sampai kepada tentaranya, mungkin juga pak hansip tidak luput dari takfirnya ini.
Dan yang sangat disayangkan lagi, buku yang bernuansa dan berciri khas Khawarij yang kejam ini diberi kata penghantar dan rekomendasi oleh seorang ketua MMI Majelis Mujahidin Indonesia (saat buku ini diterbitkan), Ustadz Abu Bakar Ba’asyir semoga Allah memberinya hidayah.

Beliau mengatakan dalam kata pengantar ( hal. 8 ) : ”Oleh karena itu, saya sangat mendukung kalau kitab al-Jami’ kaya Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz itu  diterjemahkan dan diterbitkan, terutama Bab Imam (mungkin yang benar Bab Iman) dan Kufur yang akan diterbitkan ini. Saya menganjurkan pada umat Islam, agar membaca buku ini dengan benar, terutama para pelajar dan mahasiswa, baik pesantren, madrasah dan sekolah umum, sehingga mereka memahami benar perbedaan antara iman dan kafur. Sebab ini merupakan persoalan yang sangat penting dan mendesak. Sehingga kami pun menjadikan buku ini sebagai kajian rutin di pondok”. 
Ina lillahi wa inna ilaihi raji’un, buku yang penuh dengan bala’/bencana ini dijadikan kajian rutin di pondok?! Jadi apakah para santrinya nanti?! Pengibar bendera khawarij ataukah para takfiriyun (tukang vonis kafir)?!
Tidakkah pak Ustadz sadari, bahwa dengan merekomendasikan buku ini, justru menjadi boomerang bagi pa Ustadz sendiri. Bukankah pak Ustadz pernah berhukum atau menyelesaikan perkara pada pengadilan di negeri ini, yang tidak berhukum dengan hukum Allah?! Bukankah pak Ustadz ketika menjadi warga Indonesia, minimal pernah mematuhi peraturan negara atau membayar pajak negara, atau yang lainnya?! Berarti pak Ustadz menjalankan selain hukum Allah?! Bukankah semua ini berarti, mengkafirkan (diri sendiri) tanpa sadar?!
”Jika engkau tidak tau maka ini musibah. Dan apabila engkau sudah tahu maka musibahnya lebih parah”
Terlebih lagi diantara konsekwensi hal di atas dari sisi hukum hijrah, seperti yang dikatakan dalam (hal 24) : ”Orang beriman wajib berhijrah dari lingkungan orang-orang kafir dengan sekuat kemampuan yang dimiliki..”. Kenapa pak Ustadz tidak hijrah saja dari negeri ini, yang tidak berhukum dengan hukum Allah?! Bukankah negeri ini kafir dan dihuni oleh orang-orang kafir, menurut buku panduan pak Ustadz?!
”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. [QS. Ash-Shaf: 2-3]
Jika penulis berdalil dengan ayat 21 dari surat asy-Syuura, untuk mengjkafirkan orang-orang yang ikut memilih anggota parleman, dikarenakan mereka telah menjadikan anggota parlemen itu sebagai rabb-rabb yang membuat undang-undang selain Allah, seperti dalam point 5, maka selayaknya juga, dia mengkafirkan orang-orang yang berbuat bid’ah seperti orang-orang yang merayakan maulid Nabi, dzikir berjamaah, tahlilan, karena mereka juga menjadikan selain Allah sebagai sekutu-sekutu dalam membuat syariat.
Inti kesalahan dan kesesatan Khawarij serta yang lainnya adalah kekeliruan dalam memahami/menafsirkan ayat al-Quran. Imam Ibnu Abil Izzi mengatakan : ”Kejelekan/kekeliruan dalam memahami apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, merupakan sumber segala bentuk dalam agama Islam. Dan ini merupakan pangkal kesalahan dalam masalah ushul (prinsip) atau furu (cabang), terlebih lagi jika ditambah dengan adanya niat yang jelek. Wallahu al-Mustaan (Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, 2/580).

Penulis ”Kafir Tanpa Sadar” tidak sadar telah menyelisihi penafsiran para ulama salaf tentang ayat surat al-Maidah ayat 44 diatas, baik dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in serta ulama ahlussunnah setelah mereka. Inilah ucapan mereka tentang hal ini, dan silahkan para pembaca menghukumi sendiri, siapa yang salah dalam mentafsirkan, si penulis dan yang memberi rekomendasi atau para ulama salaf ?! :
1.      Ali bin Abi Tholhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang tafsir firman Allah ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS.Al-Maidah :44). Beliau berkata : ”Barangsiapa yang mengingkari hukum Allah, maka dia kafir. Dan barang siapa yang mengingkarinya, tapi tidak berhukum dengannya maka dia itu dzolim dan fasik” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Jami’ul bayan, 6/166 dan selainnya).
2.      Thawus berkata dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah :44). Beliau berkata : ”Bukan kekafiran yang mereka maksudkan”. Dan lafadz yang lain : ”Kekafiran yang tidak mengeluarkan dari agama”. Dan dalam lafadz yang lain : ”Kufrun duuna kufrin, dzulmun duuna dzulmin dan fisqun duuna fisqin”. Dan dalam lafadz yang lain juga : ”Itu menyebabkan kufur, tapi tidak seperti orang yang kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan Rasul-Rasul-Nya”. (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam sunannya (4/1482/749), Ibnu Baththah dalam ”Al-Ibanah, 2/736/1419 dan lain-lain).
3.      Thawus berkata : ”Bukan kekafiran yang mengeluarkan dari agama” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ayh-Thabari dalam Jami’ul bayan, 6/166 dan selainnya).
4.      Berkata Ibnu Thawus : ”Bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab_Nya dan rasul-rasul-Nya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ayh-Thabari dalam Jami’ul bayan, 6/166 dan selainnya).
5.      Atha berkata : ”Kufur duuna kufrin, dzulmun duuna dzulmin dan fisqun duuna fisqin.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ayh-Thabari dalam Jami’ul bayan, 6/166 dan selainnya).
6.      Ali  bin Hasan berkata : ”Kekafiran, tapi tidak seperti kufur syirik. Dan kefasikan, tapi bukan kefasikan syirik. Dan keszaliman, tapi bukan kedzaliman syirik.” (HR.Abdun bin Humaid dalam ”Ad-durul Al mansur, 6/88-89).
7.      Isma’il bin Sa’id berkata : Aku bertanya kepada Imam Ahmad tentang ayat : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah :44). Aku bertanya apa itu kekafiran ? Beliau menjawab : Kekafiran yang tidak mengeluarkan dari agama.(Suaalaat Ibnu Hani, 2/192). Dan ketika Abu Daud as-Sajistani (Dalam Suaalaat nya hal.209) bertanya kepada beliau tentang firman Allah : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah :44). Beliau menjawab dengan ucapan Thawus dan Atha’ yang telah disebutkan diatas. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan di dalam Majmu Fatawa (7/254) dan murid beliau Ibnul Qoyyim al-Jauziyah dalam Hukmu Tarkish Sholat (59-60), bahwasanya Imam Ahmad ditanya tentang kekafiran yang tercantum dalam surat al-Maidah tersebut, m aka beliau mengatakan kekafiran yan g tidak mengeluarkan dari agama, seperti keimanan tanpa sebagainya. Demikian pula dengan kekafiran hinggadatang suatu hal yang tidak diperselisihkan lagi.
8.      Mujahid berkata tentang tiga ayat ini (Surat al-Maidah : 44, 45 dan 47) : ”Barangsiapa yang meninggalkan berhukum dengan hukum Allah dalam ke adaan dia menolak al-Qur’an maka dia kafir, dzolim dan fasik.” (Lihat Mukhtashar tafsir AL-khaazin, 1/310).
9.      Ikrimah berkata : ”barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan juhud/ingkar terhadapnya, maka dia telah kafir. Dan barangsiapa yang mengikrarkan (akan wajibnya berhukum dengan hukum Allah-pent) tapi dia tidak menjalankannya, maka dia dzolim dan fasik.” (Lihat Mukhtashar tafsir AL-khaazin, 1/310).
10.  Khzin berkata dalam Tafsirnya (1/310-ringkasan) : ”Ini adalah perkataan Ibnu Abbas, dan juga pilihannya az-Zujaj.” (Lihat Mukhtashar tafsir AL-khaazin, 1/310).
11.  Imam Muhammad bin Jarir ath-Thobari (syaikhnya Ahli tafsir) berkata dalam Jumi’il Bayan (6/166-167) : ”Yang lebih benar dari perkataan-perkataan ini menurut-ku adalah, perkataan orang yang mengatakan bahwa ayat ini turun pada orang-orang kafir dari ahli kitab, karena yang sebelum dan sesudahnya bercerita tentang mereka. Merekalah yang dimaksudkan dalam ayat ini, dan konteks ayat ini juga mengabarkan tentang mereka, keberadaan ayat ini sebagai kabar tentang mereka lebih utama. Jika dikatakan : Sesungguhnya Allah ta’ala menjadikan ayat ini umum bagi setiap yang tidak berhukum dengan hukum Allah, bagaimana anda bisa menjadikannya khusus ?. Maka dijawab : Sesungguhnya Allah menjadikannya umum tentang suatu kaum yang mereka itu mengingkari hukum Allah yang ada dalam kitab-Nya (al-Qur’an). Maka mengabarkan tentang mereka, bahwa dengan sebab mereka meninggalkan hukum Allah mereka menjadi kafir. Demikian juga, bagi mereka yang tidak berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan mengingkarinya maka dia kafir, sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas. Karena dia telah mengingkari hukum Allah setelah dia mengetahui bahwa Allah telah menurunkan hukum tersebut, maka hal ini sama dengan pengingkaran kepada kenabian Nabi Muhammad  setelah pengetahuannya tentang beliau.”
12.  As-Sam’ani berkata dalam Tafsir Al-Qur’an (2/24) : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah :44). Al-Bara bin Azib berkata (dan ini adalah ucapan al-Hasan) : ”Ayat ini untuk orang-orang musyrikin”. Abdullah bin Abbas berkarta : ”Ayat ini untuk kaum muslimin”. Yang beliau maksud adalah kufur duuna kufrin. Dan ketahuilah, bahwa prang-orang khawarij berdalil dengan ayat ini, mereka mengatakan : ”Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka dia kafir. Sedangkan ahlus sunnah berkata : ”Dia tidak kafir, hanya karena meninggalkan hukum (Allah)”. Ayat ini ada dua penafsiran : Yang pertama maknanya bahwa orang yang tidak  berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan menolak dan juhud/mengingkari, maka dia kafir. Yang kedua maknanya, orang yang tidak berhukum dengan semua hukum Allah maka dia kafir. Orang kafir adalah yang me ninggalkan semua huku Allah, berlainan dengan orang muslim”.
13.  Ibnul Jauzi berkata : ” Dalam Zaadul Masiir (2/366-367) : ”yang dimaksud dengan kekafiran dalam ayat tersebut ada dua : Da kafir kepada Allah dan dia kufur dengan hukum tersebut, tapi tidak sampai mengeluarkan dari agama.
Kesimpulannya :
Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan juhud/mengingkari akan kewajiban (berhukum) dengannya, padahal dia mengetahui bahwa Allahlah yang menurunkannya, seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi, maka orang ini kafir.
Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Alah, karena hawa nafsu tanpa adanya pengingkaran maka dia dzolim dan fasik.
Dan telah diriwayatkan oleh Ali bin Abi Tholib dari Ibnu Abbas, bahwa beliau berkata : ”Barang siapa yang juhud/mengingkari hukum Allah, maka dia kafir. Dan barangsiapa yang masih mengingkarinya, tapi tidak berhukum dengnnya maka dia itu dzolim dan fasik”.
14.  Al-Baghawi berkata dalamMa’alimut Tanzil (2/41) : ”Para ulama berkata : ”Ini jika dia membantah hukum Allah dalam keadaan terang-tarangan dan sengaja. Adapun yang masih tersembunyi baginya atau salah dalam penafsiran, maka dia tidak (kafir)”.
15.  Abu Bakr al-Jashshaash berkata dalam Ahkamul Qur’an (2/439) : ”Firman Allah ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang kafir”, tidak terlepas maksudnya dari kufur syirik dan juhud/pengingkaran, atau kufur nikmat tanpa adanya pengingkaran. Bila maksudnya adalah pengingkaran terhadap hukum Allah atai dia berhukum dengan selainnya dan telah dijelaskan bahwa itu adalah hukum Allah, maka ini adalah kekafiran yang mengeluarkan dari Islam, dan pelakunya mudtad jika sebelumnya dia muslim.

Oleh karena itulah, sebagian orang mengatakan bahwa ayat ini turun pada Bani Israil dan berlaku untuk kita. Maksudnya adalah : ”Sesungguhnya orang yang mengingkari (wajibnya) berhukum dengan hukum Allah, atau dia berhukum dengan selain hukum Allah kemudian dia berkata : ”Ini adalah hukum Allah”, maka dia kafir seperti kafirnya Bani Israil ketika mereka berbuat hal itu. Dan jika meksudnya adalah kufur nikmat, maka hal itu terjadi karena tidak adanya rasa syukur terhadapnya, tanpa adanya pengingkaran maka pelakunya tidaklah keluar dari Islam. Tapi yang lebih jelas adalah makna yang pertama, karena kemutlakkan nama kufur terhadap orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah”.
Mengkafirkan para penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah secara mutlak, tanpa perincian adalah metode khawarij, sejak dahulu hingga sekarang, seperti yang dilakukan oleh si penulis ”Kafir Tanpa Sadar”, yang tidak sadar akan kesesatannya ini. Dan seperti yang dia dikatakan sendiri pada (hal.68) : ”Adapun khawaraij, mereka menganggap kafir sesuatu yang bukan kekafiran, seperti dosa besar yang tidak sampai kepada tingkat kafir”. Ini adalah ucapan yang dia tujukan untuk dirinya sendiri tanpa dia sadari. Allahul Musta’an. 
BERSAMBUNG…….DAN NANTIKAN KELANJUTANNYA… INSYAALLAH.
Dipublikasikan oleh : ibnuramadan.wordpress.com
Dikutip dari Majalah Adzakhirah Al-Islamiyyah Vo.5 No.6 Edisi 30 – Jumadil Awal 1428H

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.