MENGKAFIRKAN TANPA SADAR
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang ciri-ciri Khawarij : “Akan muncul di akhir zaman sekelompok orang yang masih ingusan dan bodoh. Mereka membaca al-Qur’an, namun iman mereka tidak sampai kepada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya anak panah dari sasarannya. Dimana saja kalian bertemu mereka, maka bunuhlah mereka karena dalam pembunuhan tersebut ada pahala bagi orang yang membunuhnya pada hari kiamat”. [HR. Bukhari 6930]
Diantara ciri Khawarij juga, adalah apa yang disebutkan oleh para ulama, bahwa mereka sering membawakan sebuah ayat al-Qur’an dan ditafsirkan menurut hawa nafsu dan kebodohan mereka, ayat itu adalah “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah : 44]
Inilah ucapan para ulama tentang hal diatas :
1. Imam
al-Hafiz Abu Bakar Muhammad bin al-Husein al-Ajurri Radhiyallahu ‘anhum
berkata : “Diantara syubhat Khawarij adalah firman Allah Azza wa Jalla :
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah : 44] Mereka membacanya bersama firman Allah : “..namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka”.(QS. Al-An’am : 1). Apabila mereka melihat seorang penguasa yang
tidak berhukum dengan kebenaran, mereka berkata : Orang ini telah
kafir, maka dia telah mempersekutukan Tuhannya. Oleh karenanya, para
pemimpin-pemimpin itu adalah orang-orang musyrik (Asy-Syariah. 1/342).
2. Abu Umar Ibnu Abdil Barr berkata: “Telah tersesat sekelompok ahli bidah dari golongan khawarij dan Mutazilah dalam bab ini. Mereka
berdalil dengan atsar-atsar ini dan yang semisalnya untuk mengkafirkan
orang-orang yang berbuat dosa. Mereka berhujjah dengan ayat-ayat dalam
al-Qur’an bukan secara dzohirnya, seperti firman Allah ta’ala :
”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” QS.Al-Maidah:44,
(At-Tamhid, 17/16).
3. Al-Jashshash berkata : ”Khawarij telah menakwilkan ayat ini untuk mengkafirkan orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, meski tanpa adanya pengingkaran” (Ahkamul Quran, 2/534).
4. Syaikhul
Islam, Hujjatul ahlussunnah wal jama’ah, al-Imam al-Allamah Abu
Muzhoffar as-Samani berkata : ”Ketahuilah, bahwa khawarij berdalil
dengan ayat ini untuk mengatakan : Barangsiapa yang tidak berhukum
dengan hukum Allah maka dia kafir. Tapi ahlus sunnah berkata : Dia tidak
kafir dengan hanya meninggalkan hukum (Allah), (Tafsir Abi Muzhoffar
As-Sam’ani, 2/42).
5. Al-Imam
al-Qodhi Abu Ya’la berkata : ”khawarij berhyjjah dengan firman Allah
ta’ala : ”Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
(QS.Al-Maidah:44). Dzohirnya dalil mereka ini mengharuskan pengafiran
para pemimpin yang dzolim, dan ini adalah pendapat khawarij. Padahal
yang dimaksud oleh ayat ini adalah orang-orang yahudi”.(Masaaailil Iman,
340-341).
6. Abu
Hayyan berkata : ”Khawarij berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan
bahwa orang yang berbuat maksiat kepada Allah itu kafir. Mereka
mengatakan : Ayat ini adalah nash untuk setiap orang yang tidak berhukum
dengan hukum Allah, bahwa dia itu kafir. (Al-Bahrul Nuhith, 3/493).
7. Abdullah
al-Qurthubi menukil perkataan al-Qusyairi : ”Mahzabnya khawarij adalah,
barangsiapa yang mengambil uang suap dan berhukum dengan selain hukum
Allah maka dia kafir.” (Al-Jami’li ahkamil Quran, 6/191).
Sungguh benar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
kelompok Khawarij ini akan senantiasa muncul hingga akhir zaman nanti.
Dan tidak ada yang lebih membuktikan akan hal tersebut disaat ini
terutama di Indonesia, melainkan munculnya buku yang berjudul: ”Kafir tanpa Sadar” yang ditulis oleh Syaikh Abdul Qadir bin Abdul Aziz, yang masih misterius identitasnya. Siapakah dia sebenarnya.?!Penulis misterius ini mengatakan dalam (hal.16-19): ”Urgensi ini dapat kita pahami, jika kita pahami, jika kita memahami bahwa negeri-negeri yang diperintah berdasarkan undang-undang buatan manusia sebagaimana keadaan berbagai negeri kaum muslimin pada hari ini mempunyai dampak hukum yang sangat berbahaya, yang harus diketahui setiap muslim. Ini agar orang binasa, menjadi binasa karena ilmu; dan orang yang hidup, menjadi hidup karena ilmu. Diantara hukum-hukum tersebut ialah :
1. Sesungguhnya, para penguasa negeri-negeri tersebut kafir dengan kufur akbar, yang berarti keluar dari Islam.
2. Para
hakim di negeri tersebut adalah kafir dengan kufur akbar, yang dengan
demikian, haram hukumnya bekerja menjadi hakim. Dalil atas kafirnya para
penguasa dan hakim tersebut diatas adalah firman Allah : ”Barang siapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah: 44]
3. Sesungguhnya,
tidak boleh berhukum atau menyelesaikan perkara pada berbagai
pengadilan di negeri-negeri itu, juga tidak boleh melaksanakan
keputusan-keputusannya. Barangsiapa dengan sukarela, berhukum pada
undang-undang mereka maka dia juga kafir.
4. Sesungguhnya,
anggota lembaga perundang-undangan (dewan legislatif) di negeri-negeri
itu, seperti parlemen, dewan perwakilan rakyat, dan yang serupa
dengannya, mereka kafir kufur akbar. Sebab merekalah yang mengesahkan
berlakunya undang-undang kafir ini, merekalah yang membuat undang-undang
yang baru.
5. Sesungguhnya,
orang-orang yang ikut memilih anggota parlemen itu, mereka kafir secara
kufur akbar, sebab dengan memilih anggota parleman, mereka telah
menjadikan angota parleman itu sebagai rabb-rabb yang membuat
undang-undang selain Allh. Karena yang dijadikan dasar adalah hakikat
sesuatu, bukan namanya. Dan semua orang yang mengajak atau memberi
motivasi untuk mengikuti pemilihan itu pun kafir. Dalilnya atas kafirnya
para wakil rakyat (anggota parlemen) adalah firman Allah : ”Apakah
mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang menyariatkan untuk
mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?” [QS. Asy-Syuura: 21]…
6. Sesungguhnya, haram hukumnya membaiat para penguasa seperti itu….
7. Sesungguhnya, para tentara yang menjadi pembela negeri kafir tersebut adalah orang-orang kafir yang kufur akbar…
8. Sesungguhnya, tiada kewajiban bagi seorang muslim untuk mentaati para penguasa tersebut…
9. Sesungguhnya, negeri yang menggunakan undang-undang kafir adalah daru kufrin (negeri kafir)….
Sungguh
kejam dan kejinya ucapan ini ! Mungkin tidak ada seorang muslim yang
tersisa di muka bumi ini, melainkan dia saja. Mulai dari
penguasa/presiden sampai kepada tentaranya, mungkin juga pak hansip
tidak luput dari takfirnya ini.Dan yang sangat disayangkan lagi, buku yang bernuansa dan berciri khas Khawarij yang kejam ini diberi kata penghantar dan rekomendasi oleh seorang ketua MMI Majelis Mujahidin Indonesia (saat buku ini diterbitkan), Ustadz Abu Bakar Ba’asyir semoga Allah memberinya hidayah.
Beliau mengatakan dalam kata pengantar ( hal. 8 ) : ”Oleh karena itu, saya sangat mendukung kalau kitab al-Jami’ kaya Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz itu diterjemahkan dan diterbitkan, terutama Bab Imam (mungkin yang benar Bab Iman) dan Kufur yang akan diterbitkan ini. Saya menganjurkan pada umat Islam, agar membaca buku ini dengan benar, terutama para pelajar dan mahasiswa, baik pesantren, madrasah dan sekolah umum, sehingga mereka memahami benar perbedaan antara iman dan kafur. Sebab ini merupakan persoalan yang sangat penting dan mendesak. Sehingga kami pun menjadikan buku ini sebagai kajian rutin di pondok”.
Ina lillahi wa inna ilaihi raji’un, buku yang penuh dengan bala’/bencana ini dijadikan kajian rutin di pondok?! Jadi apakah para santrinya nanti?! Pengibar bendera khawarij ataukah para takfiriyun (tukang vonis kafir)?!
Tidakkah pak Ustadz sadari, bahwa dengan merekomendasikan buku ini, justru menjadi boomerang bagi pa Ustadz sendiri. Bukankah pak Ustadz pernah berhukum atau menyelesaikan perkara pada pengadilan di negeri ini, yang tidak berhukum dengan hukum Allah?! Bukankah pak Ustadz ketika menjadi warga Indonesia, minimal pernah mematuhi peraturan negara atau membayar pajak negara, atau yang lainnya?! Berarti pak Ustadz menjalankan selain hukum Allah?! Bukankah semua ini berarti, mengkafirkan (diri sendiri) tanpa sadar?!
”Jika engkau tidak tau maka ini musibah. Dan apabila engkau sudah tahu maka musibahnya lebih parah”
Terlebih lagi diantara konsekwensi hal di atas dari sisi hukum hijrah, seperti yang dikatakan dalam (hal 24) : ”Orang beriman wajib berhijrah dari lingkungan orang-orang kafir dengan sekuat kemampuan yang dimiliki..”. Kenapa pak Ustadz tidak hijrah saja dari negeri ini, yang tidak berhukum dengan hukum Allah?! Bukankah negeri ini kafir dan dihuni oleh orang-orang kafir, menurut buku panduan pak Ustadz?!
”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. [QS. Ash-Shaf: 2-3]
Jika penulis berdalil dengan ayat 21 dari surat asy-Syuura, untuk mengjkafirkan orang-orang yang ikut memilih anggota parleman, dikarenakan mereka telah menjadikan anggota parlemen itu sebagai rabb-rabb yang membuat undang-undang selain Allah, seperti dalam point 5, maka selayaknya juga, dia mengkafirkan orang-orang yang berbuat bid’ah seperti orang-orang yang merayakan maulid Nabi, dzikir berjamaah, tahlilan, karena mereka juga menjadikan selain Allah sebagai sekutu-sekutu dalam membuat syariat.
Inti kesalahan dan kesesatan Khawarij serta yang lainnya adalah kekeliruan dalam memahami/menafsirkan ayat al-Quran. Imam Ibnu Abil Izzi mengatakan : ”Kejelekan/kekeliruan dalam memahami apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, merupakan sumber segala bentuk dalam agama Islam. Dan ini merupakan pangkal kesalahan dalam masalah ushul (prinsip) atau furu (cabang), terlebih lagi jika ditambah dengan adanya niat yang jelek. Wallahu al-Mustaan (Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, 2/580).
Penulis ”Kafir Tanpa Sadar” tidak sadar telah menyelisihi penafsiran para ulama salaf tentang ayat surat al-Maidah ayat 44 diatas, baik dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in serta ulama ahlussunnah setelah mereka. Inilah ucapan mereka tentang hal ini, dan silahkan para pembaca menghukumi sendiri, siapa yang salah dalam mentafsirkan, si penulis dan yang memberi rekomendasi atau para ulama salaf ?! :
1. Ali
bin Abi Tholhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang tafsir firman
Allah ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.
(QS.Al-Maidah :44). Beliau berkata : ”Barangsiapa yang mengingkari hukum
Allah, maka dia kafir. Dan barang siapa yang mengingkarinya, tapi tidak
berhukum dengannya maka dia itu dzolim dan fasik” (Diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Jami’ul bayan, 6/166 dan selainnya).
2. Thawus
berkata dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya : ”Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah :44). Beliau berkata : ”Bukan
kekafiran yang mereka maksudkan”. Dan lafadz yang lain : ”Kekafiran yang
tidak mengeluarkan dari agama”. Dan dalam lafadz yang lain : ”Kufrun duuna kufrin, dzulmun duuna dzulmin dan fisqun duuna fisqin”.
Dan dalam lafadz yang lain juga : ”Itu menyebabkan kufur, tapi tidak
seperti orang yang kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan
Rasul-Rasul-Nya”. (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam sunannya
(4/1482/749), Ibnu Baththah dalam ”Al-Ibanah, 2/736/1419 dan lain-lain).
3. Thawus
berkata : ”Bukan kekafiran yang mengeluarkan dari agama” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir Ayh-Thabari dalam Jami’ul bayan, 6/166 dan selainnya).
4. Berkata
Ibnu Thawus : ”Bukan seperti orang yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab_Nya dan rasul-rasul-Nya.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ayh-Thabari dalam Jami’ul bayan, 6/166 dan
selainnya).
5. Atha
berkata : ”Kufur duuna kufrin, dzulmun duuna dzulmin dan fisqun duuna
fisqin.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ayh-Thabari dalam Jami’ul bayan,
6/166 dan selainnya).
6. Ali bin
Hasan berkata : ”Kekafiran, tapi tidak seperti kufur syirik. Dan
kefasikan, tapi bukan kefasikan syirik. Dan keszaliman, tapi bukan
kedzaliman syirik.” (HR.Abdun bin Humaid dalam ”Ad-durul Al mansur,
6/88-89).
7. Isma’il
bin Sa’id berkata : Aku bertanya kepada Imam Ahmad tentang ayat :
”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah :44). Aku
bertanya apa itu kekafiran ? Beliau menjawab : Kekafiran yang tidak
mengeluarkan dari agama.(Suaalaat Ibnu Hani, 2/192). Dan ketika Abu Daud
as-Sajistani (Dalam Suaalaat nya hal.209) bertanya kepada beliau
tentang firman Allah : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
(QS. Al-Maidah :44). Beliau menjawab dengan ucapan Thawus dan Atha’ yang
telah disebutkan diatas. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan di
dalam Majmu Fatawa (7/254) dan murid beliau Ibnul Qoyyim al-Jauziyah
dalam Hukmu Tarkish Sholat (59-60), bahwasanya Imam Ahmad ditanya
tentang kekafiran yang tercantum dalam surat al-Maidah tersebut, m aka
beliau mengatakan kekafiran yan g tidak mengeluarkan dari agama, seperti
keimanan tanpa sebagainya. Demikian pula dengan kekafiran hinggadatang
suatu hal yang tidak diperselisihkan lagi.
8. Mujahid
berkata tentang tiga ayat ini (Surat al-Maidah : 44, 45 dan 47) :
”Barangsiapa yang meninggalkan berhukum dengan hukum Allah dalam ke
adaan dia menolak al-Qur’an maka dia kafir, dzolim dan fasik.” (Lihat
Mukhtashar tafsir AL-khaazin, 1/310).
9. Ikrimah
berkata : ”barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah dalam
keadaan juhud/ingkar terhadapnya, maka dia telah kafir. Dan barangsiapa
yang mengikrarkan (akan wajibnya berhukum dengan hukum Allah-pent) tapi
dia tidak menjalankannya, maka dia dzolim dan fasik.” (Lihat Mukhtashar
tafsir AL-khaazin, 1/310).
10. Khzin
berkata dalam Tafsirnya (1/310-ringkasan) : ”Ini adalah perkataan Ibnu
Abbas, dan juga pilihannya az-Zujaj.” (Lihat Mukhtashar tafsir
AL-khaazin, 1/310).
11. Imam
Muhammad bin Jarir ath-Thobari (syaikhnya Ahli tafsir) berkata dalam
Jumi’il Bayan (6/166-167) : ”Yang lebih benar dari perkataan-perkataan
ini menurut-ku adalah, perkataan orang yang mengatakan bahwa ayat ini
turun pada orang-orang kafir dari ahli kitab, karena yang sebelum dan
sesudahnya bercerita tentang mereka. Merekalah yang dimaksudkan dalam
ayat ini, dan konteks ayat ini juga mengabarkan tentang mereka,
keberadaan ayat ini sebagai kabar tentang mereka lebih utama. Jika dikatakan
: Sesungguhnya Allah ta’ala menjadikan ayat ini umum bagi setiap yang
tidak berhukum dengan hukum Allah, bagaimana anda bisa menjadikannya
khusus ?. Maka dijawab : Sesungguhnya Allah
menjadikannya umum tentang suatu kaum yang mereka itu mengingkari hukum
Allah yang ada dalam kitab-Nya (al-Qur’an). Maka mengabarkan tentang
mereka, bahwa dengan sebab mereka meninggalkan hukum Allah mereka
menjadi kafir. Demikian juga, bagi mereka yang tidak berhukum dengan
hukum Allah dalam keadaan mengingkarinya maka dia kafir, sebagaimana
yang dikatakan Ibnu Abbas. Karena dia telah mengingkari hukum Allah
setelah dia mengetahui bahwa Allah telah menurunkan hukum tersebut, maka
hal ini sama dengan pengingkaran kepada kenabian Nabi Muhammad setelah pengetahuannya tentang beliau.”
12. As-Sam’ani
berkata dalam Tafsir Al-Qur’an (2/24) : ”Barangsiapa yang tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah :44). Al-Bara bin Azib
berkata (dan ini adalah ucapan al-Hasan) : ”Ayat ini untuk orang-orang
musyrikin”. Abdullah bin Abbas berkarta : ”Ayat ini untuk kaum
muslimin”. Yang beliau maksud adalah kufur duuna kufrin. Dan ketahuilah,
bahwa prang-orang khawarij berdalil dengan ayat ini, mereka mengatakan :
”Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka dia kafir.
Sedangkan ahlus sunnah berkata : ”Dia tidak kafir, hanya karena
meninggalkan hukum (Allah)”. Ayat ini ada dua penafsiran : Yang pertama
maknanya bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum
Allah dalam keadaan menolak dan juhud/mengingkari, maka dia kafir. Yang
kedua maknanya, orang yang tidak berhukum dengan semua hukum Allah maka
dia kafir. Orang kafir adalah yang me ninggalkan semua huku Allah,
berlainan dengan orang muslim”.
13. Ibnul
Jauzi berkata : ” Dalam Zaadul Masiir (2/366-367) : ”yang dimaksud
dengan kekafiran dalam ayat tersebut ada dua : Da kafir kepada Allah dan
dia kufur dengan hukum tersebut, tapi tidak sampai mengeluarkan dari
agama.
Kesimpulannya :
Barangsiapa
yang tidak berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan juhud/mengingkari
akan kewajiban (berhukum) dengannya, padahal dia mengetahui bahwa
Allahlah yang menurunkannya, seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi,
maka orang ini kafir.
Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Alah, karena hawa nafsu tanpa adanya pengingkaran maka dia dzolim dan fasik.
Dan
telah diriwayatkan oleh Ali bin Abi Tholib dari Ibnu Abbas, bahwa
beliau berkata : ”Barang siapa yang juhud/mengingkari hukum Allah, maka
dia kafir. Dan barangsiapa yang masih mengingkarinya, tapi tidak
berhukum dengnnya maka dia itu dzolim dan fasik”.
14. Al-Baghawi
berkata dalamMa’alimut Tanzil (2/41) : ”Para ulama berkata : ”Ini jika
dia membantah hukum Allah dalam keadaan terang-tarangan dan sengaja.
Adapun yang masih tersembunyi baginya atau salah dalam penafsiran, maka
dia tidak (kafir)”.
15. Abu
Bakr al-Jashshaash berkata dalam Ahkamul Qur’an (2/439) : ”Firman Allah
ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang
diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang kafir”, tidak
terlepas maksudnya dari kufur syirik dan juhud/pengingkaran, atau kufur
nikmat tanpa adanya pengingkaran. Bila maksudnya adalah pengingkaran
terhadap hukum Allah atai dia berhukum dengan selainnya dan telah
dijelaskan bahwa itu adalah hukum Allah, maka ini adalah kekafiran yang
mengeluarkan dari Islam, dan pelakunya mudtad jika sebelumnya dia
muslim.
Oleh
karena itulah, sebagian orang mengatakan bahwa ayat ini turun pada Bani
Israil dan berlaku untuk kita. Maksudnya adalah : ”Sesungguhnya orang
yang mengingkari (wajibnya) berhukum dengan hukum Allah, atau dia
berhukum dengan selain hukum Allah kemudian dia berkata : ”Ini adalah
hukum Allah”, maka dia kafir seperti kafirnya Bani Israil ketika mereka
berbuat hal itu. Dan jika meksudnya adalah kufur nikmat, maka hal itu
terjadi karena tidak adanya rasa syukur terhadapnya, tanpa adanya
pengingkaran maka pelakunya tidaklah keluar dari Islam. Tapi yang lebih
jelas adalah makna yang pertama, karena kemutlakkan nama kufur terhadap
orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah”.
Mengkafirkan
para penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah secara mutlak,
tanpa perincian adalah metode khawarij, sejak dahulu hingga sekarang,
seperti yang dilakukan oleh si penulis ”Kafir Tanpa Sadar”, yang tidak
sadar akan kesesatannya ini. Dan seperti yang dia dikatakan
sendiri pada (hal.68) : ”Adapun khawaraij, mereka menganggap kafir
sesuatu yang bukan kekafiran, seperti dosa besar yang tidak sampai
kepada tingkat kafir”. Ini adalah ucapan yang dia tujukan untuk dirinya
sendiri tanpa dia sadari. Allahul Musta’an.
BERSAMBUNG…….DAN NANTIKAN KELANJUTANNYA… INSYAALLAH.Dipublikasikan oleh : ibnuramadan.wordpress.com
Dikutip dari Majalah Adzakhirah Al-Islamiyyah Vo.5 No.6 Edisi 30 – Jumadil Awal 1428H
0 komentar:
Posting Komentar