TANYA JAWAB SEPUTAR HIZBUT TAHRIR
Oleh Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly
Alih Bahasa & catatan kaki : Abu salma bin at-Tirnaatiy as-Salafiy
Berkenaan dengan Hizbut Tahrir yang merupakan partai yang didirikan oleh Taqiyyudin an-Nabhany[1], kami memiliki sejumlah pandangan terhadap partai ini, sebagai berikut:
1. Bahwa mereka tidak menerima ‘khobarul ahad’[2] dalam permasalahan aqidah[3], hal inilah yang menyebabkan mereka keluar dari Ahlus Sunnah pada perkara aqidah[4]. Karena menerima hadits adalah suatu prinsip penting, sedangkan mereka tidak
menerima perkataan Rasulullah dalam perkara aqidah. Mereka tidak
mengimani, sebagai contohnya, adanya siksa kubur, mereka tidak mengimani
munculnya Dajjal, turunnya Isa al-Masih, dan banyak lagi yang tak
mereka imani yang tersebut dalam hadits.[5]
Hal ini tentunya adalah suatu hal yang bathil, karena hadits ahad yang
shohih, yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya, jujur, bersambung
sanadnya mulai dari awal sampai akhir, tidak menyelisihi sesuatu yang
lebih terpercaya (tsiqoh) dan tidak mengandung ‘illat (kelemahan yang
tersembunyi), maka hadits yang memenuhi kelima syarat ini adalah
(khobar) yang membuahkan ilmu (yakin), sedangkan mereka
menyatakan hadits ini hanya membuahkan dhon (dugaan/asumsi) belaka.
Bantahan terhadap mereka dalam masalah ini secara terperinci, bisa
ditemukan pada bukuku yang berjudul, al-Adillah wa asy-Syawaahid fi wujuubi al-akhdzi bi khobar al-wahid fi al-ahkam wa al-aqo^id. Dalam buku ini aku menyebutkan bukti-bukti pendapat mereka dari kitab mereka yang berjudul ad-Dusiyah dan
kubantah secara mendetail. Barang siapa yang menghendaki pembahasan
mendalam tentang hal ini, silakan merujuk ke kitabku tersebut. Semoga
Allah menjadikannya bermanfaat bagi kaum muslimin.
2. Partai ini, menuduh Ahlus Sunnah sebagai Jabbariyah yang mereka paparkan secara terang-terangan dalam kitab mereka, ad-Dusiyah, pada pembahasan al-Qodho’ wal Qodar[6], sebagai berikut: “..Jika
kita tilik Ahlus Sunnah, yang beranggapan bahwa merekalah yang memiliki
pandangan yang keluar dari antara kotoran dan darah, maka merekalah
jabariyyah.”[7]
Inilah
kejahilan mereka terhadap bagian penting dari aqidah, dimana Ahlus
Sunnah senantiasa menetapkan apa-apa yang telah Allah tetapkan dan
mengingkari apa-apa yang telah Allah ingkari. (Sedangkan) mereka
menetapkan bahwa seorang hamba memiliki kehendak yang bebas, kecuali
hal-hal yang tidak mungkin melainkan karena kehendak Allah, Yang Maha
Sempurna dan terbebas dari segala kekurangan, Yang Maha Tinggi. Ada
suatu bukti yang kuat tentang tuduhan ini, kami telah menyebutkannya
sebagian dalam bantahan kami terhadap mereka dalam buku ál-Jama’ah al-Islamiyyah.[8]
3.
Partai ini juga memiliki beberapa pendapat yang ganjil. Sebagai contoh,
mereka memperbolehkan fotografi telanjang dan mereka mengizinkan
melihat foto tersebut[9],
padahal hal ini mengandung bahaya yang besar terhadap perkara syari’ah.
Mengenai hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah seorang wanita menggambarkan wanita lain kepada suaminya seolah-olah ia dapat melihatnya.” Sabda Nabi “seolah-olah ia dapat melihatnya.”
adalah tidak langsung melihatnya, namun wanita tersebut tergambar dalam
imajinasinya, jadi letak pengharamannya adalah pada munculnya imajinasi
tersebut. Lantas, bagaimanakah dengan dengan gambar yang berada
langsung secara fisik di depan orang yang memandangnya?! Yang mana
gambar itu memperlihatkan hal yang menarik perhatian, mempertontonkan
tubuh wanita, bahkan membuka auratnya… tidakkah ini lebih haram?
Kedua,
walaupun foto atau gambar tersebut tidak bergerak dan tidak dapat
merasakan, namun tetap merupakan gambar yang nyata, dan kebugilan adalah
sesuatu yang diharamkan. Lantas, bagaimana bisa kita memperbolehkan
memandang sesuatu yang haram?!
Selanjutnya,
memandang gambar-gambar demikian ini akan membangkitkan naluri
kebinatangan dan kecenderungan syaithaniyyah pada seseorang. Sesuatu
yang menghantarkan kepada keharaman adalah haram. Bahkan perkara ini
telah melampaui batas di antara mereka hingga kepada tingkatan bolehnya
mencium wanita ajnabiyah[10], ini sesuatu yang sangat berbahaya!!!
4. Yang lebih berbahaya lagi, mereka telah mengarahkan seluruh perhatiannya untuk melawan hukkam (pemerintah)[11]. (Mereka sering berkoar-koar), “Pemerintahan ini adalah kaki tangan Amerika, pemerintahan ini adalah boneka Inggris”[12]
seolah-olah tak ada satupun (pemerintahan) di dunia ini melainkan (kaki
tangan) Amerika dan Inggris. Dan seolah-olah hanya Amerika dan Inggris
yang mengatur (menguasai) permasalahan dunia. Hal ini menyebabkan ummat
menyimpang dari pemahaman yang benar tentang dien mereka dan jauh dari
manhaj Allah dalam merubah perkara ini. Mereka beranggapan, jika mereka
merubah pemerintah, mereka akan memperoleh apa yang mereka inginkan[13].
Hal ini berlawanan dengan sunnah kauniyah yang ditetapkan Allah tentang
(metode) perubahan yang terjadi diantara makhluk hidup.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum hingga kaum itu yang merubah keadaan mereka sendiri.” (ar-Ra’du 13:11)
Jika
kita berangan-angan bahwa pemerintahan akan berubah, sementara
masyarakatnya sendiri tidak beriman terhadap Dien mereka, yang akan
terjadi adalah masyarakatnya sendiri yang akan melakukan revolusi
(pemberontakan), sebagaimana yang telah terjadi. Sebagai contoh,
akhir-akhir ini di Rusia, Negara ini didirikan dengan cara kekuatan
tirani dan penindasan terhadap rakyatnya melalui pembunuhan, dan lain
sebagainya. Kita akan mendapatkan bahwa masyarakatnya tidak akan
mendukung pemerintahannya, bahkan melawannya. Memang, hukum Allah harus
ditegakkan di atas permukaan bumi, amanah ini harus diemban dan dijaga
oleh orang-orang mu’min. “Dialah Allah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu’minin”.
(al-Anfal 8:62). Kita tidak menunggu Timur maupun Barat menolong Dien
ini, namun ummat ini sendiri yang harus menjadi pengembannya dan
mempertahankan Dien ini.
Inilah
gambaran singkat tentang Hizbut Tahrir, dan tentunya mereka berdebat
tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, tanpa Kitab, dan tanpa cahaya.
Kita telah sering duduk dengan mereka, diantara yang pernah kami
utarakan kepada salah seorang dari mereka ketika mendikusikan khobarul
ahad adalah, kita mengatakan “Telah jelas atasmu bahwa yang haq adalah wajib menerima khobarul ahad, jadi apakah kau akan menerimanya?”, dia menjawab, “Tidak, karena aku harus tetap berpegang dengan pandangan partai.”
Mereka membuat peraturan, bahwa jika pandangan partai berlawanan dengan
pandanganmu, kamu harus berpegang dengan pandangan partai, tidak dengan
pandanganmu sendiri[14].
Maka kami katakan, lantas, apa hasil dari diskusi denganmu ini? Jika
engkau tidak mau menyerahkan pandangan partai secara pasrah kepada
hujjah yang nyata. Mereka menetapkan suatu peraturan, yakni seseorang
harus mempertahankan pendapat Imam atau negerinya. Adapun jika
menyangkut masalah dosa, dimana pemerintah, kholifah ataupun kelompok
bisa berlaku benar bisa juga salah, maka jika suatu kesalahan yang
dilakukan, bagaimana bisa ia tetap bertahan dengannya padahal ia
mengetahui bahwa hal itu haram?!.
Bayangkan,
sebagai contoh, bahwa ada suatu pemerintah yang bermadzhab Hanafiyyah
yang berpendapat bahwa meminum sedikit alkohol atau dalam jumlah yang
tidak sampai memabukkan adalah boleh, namun yang dilarang adalah jika
berlebihan sehingga memabukkan. Apakah seseorang dalam hal ini harus
berpegang dengan pendapat imamnya? Atau, contoh lain, Imamnya
berpendapat bahwa al-Qur’an adalah makhluk sebagaimana menimpa Imam
Ahmad, apakah lantas ia kemudian harus menerima pendapat imamnya?? Dan
praktek beliau (Imam Ahmad) adalah berlawanan dengan hal ini.
Demikianlah
ulasan singkat tentang Hizbut Tahrir, mereka tidaklah mengikuti islam
(secara kaafah) namun hanya mengemban ide-ide islam saja, mereka
memiliki pendapat-pendapat yang aneh (dan bathil)[15], sebagai contoh, mereka tidak memerintahkan isteri-isteri mereka untuk berpakaian secara islami[16],
dikarenakan mereka berpandangan bahwa kaum pria tidak memiliki otoritas
terhadap wanita sampai tegaknya khilafah. Tentu saja hal ini
menyelisihi hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala, dimana seorang lelaki harus
berupaya keras menyelamatkan keluarganya dari api neraka, “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (at-Tahrim 66:6).
Disalin dari : “Tanya Jawab Seputar Hizbut Tahrir”
_____________________________________________________________
[1]
Beliau adalah Syaikh Taqiyyuddin bin Ibrahim bin Ismail an-Nabhany
Rahimahullah, seorang pemikir Islam yang aqidahnya terpengaruh oleh
Asy’ariyyah, Maturidiyah dan Mu’tazilah. Beliau adalah cucu dari seorang
shufi ghulat (sufi ekstrim) yang terkenal, Yusuf bin Ismail an-Nabhany, penulis kitab Jami’ Karomaat al-Awliyaa’ dan Syawahidul Haqq fil istighotsah bi sayyidil kholqi
yang penuh dengan keganjilan-keganjilan shufiyyah yang banyak diadopsi
kesultanan Utsmaniyyah. Syaikh Mahmud Syukri al-Alusi telah membantahnya
dalam Ghoyatul amaaniy fi roddi ‘alan Nabhany. Beliau
dilahirkan tahun 1905 di desa Ijzim, dekat kota Hifa. Beliau menghafal
al-Qur’an dan belajar fiqh pada ayahnya, Syaikh Ibrahim an-Nabhany
Rahimahullah. Beliau alumnus al-Azhar Mesir dan pernah menjabat sebagai
Qodhi di Mahkamah Syari’ah, dan pada tahun 1950 beliau menjadi anggota Mahkamah Isti’naf asy-Syari’ah.
Tanggal 10 Desember 1977 beliau wafat di Libanon dengan meninggalkan
karangan yang cukup banyak dan karyanya menjadi referensi acuan gerakan
dan pemikiran Hizbut Tahrir, diantaranya :
- Nidhomul Islam (Peraturan hidup dalam Islam)
- Nidhomul hukmi fil Islam (Sistem Pemerintahan Islam)
- Nidhomul Iqtishodi fil Islam (Sistem Ekonomi Islam)
- Nidhomul Ijtima’i fil Islam (Sistem Pergaulan dalam Islam)
- At-Takattul Hizby (Pembentukan Partai)
- Asy-Syakhshiyah al-Islamiyyah 3 jilid (Kepribadian Islam)
- Nida’ul haar ila aalamil Islamy (Seruan kepada dunia Islam)
Dan
beberapa kitab lainnya. Kitab-kitab di atas banyak sekali menyelisihi
pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan terpengaruh oleh filsafat
mu’tazilah. Sebagian besar kitab-kitab di atas telah diterjemahkan oleh
penerbit Pustaka Thoriqul Izzah dan al-Izzah, penerbit yang menyebarkan
faham Hizbut Tahrir.
[baca : al-Jama’at al-Islamiyyah hal. 287, Hizbut Tahrir Munaqosyah Ilmiyyah hal. 10 dan Hizbut Tahrir hal 27-29), dan Mawsu’ah al-Muyassarah hal. 344]
[2] Dalam Taisir Mustholahul Hadits
karya DR. Mahmud Thohhan, dikatakan : Hadits dari sisi sampainya kepada
kita ada dua, yakni Mutawattir dan Ahad. Khobar Mutawattir adalah yang
diriwayatkan sekelompok perawi yang banyak (tiap thobaqot tidak kurang
dari 10 orang menurut pendapat yang terpilih) yang menurut adat tidak
mungkin mereka bersepakat untuk berdusta. Sedangkan khobar ahad adalah
khobar yang tidak sampai derajat mutawattir.
[3] Hizbut Tahrir menyatakan di dalam kitab ad-Dusiyah hal.
3 : “Terdapat perbedaan antara hukum-hukum syariat dan perkara-perkara
aqidah dari sisi dalil. Hukum-hukum syar’iyyah boleh ditetapkan dengan
dalil dhonniy dan boleh dengan dalil qoth’iy kecuali aqidah, karena
harus ditetapkan dengan dalil qoth’iy, tidak boleh ditetapkan dengan
dalil dhonniy sedikitpun. Aqidah tidak boleh diambil melainkan harus
dengan dalil yakin, apabila dalilnya qoth’iy maka wajib
diimani dan mengingkarinya adalah kafir, namun jika dalilnya dhonniy
maka haram bagi tiap muslim mengimaninya…, maka wajib menetapkan aqidah
dengan dalil qoyh’iy…”
Hizbut
Tahrir berpendapat bahwa aqidah adalah “Pembenaran secara pasti sesuai
dengan kenyataan menurut dalil”, maka menetapkan aqidah haruslah dengan
dalil qoth’iy dan tidak boleh dengan dalil dhonniy. Mereka mensyaratkan
dua sisi dalam menerima suatu berita keimanan atau aqoid, yakni :
- Ats-Tsubut
(ketetapan asalnya) harus qoth’iy tidak boleh dhonniy. Menurut mereka
khobar mutawattir adalah qoth’iy ats-tsubut sedangkan khobar ahad adalah
dhonniy ats-tsubut, sehingga khobar ahad tak boleh dijadikan dasar
dalam aqidah.
- Ad-Dilalah
(penunjukan lafadh nash) harus qoth’iy tidak boleh dhonniy. Menurut
mereka, nash-nash dalil walaupun dari al-Qur’an atau hadits mutawattir
yang qoth’iy ats-tsubut belum tentu qoth’iy ad-dilalah, jika menimbulkan
interpretasi yang berbeda dari lafadh yang sama, maka dikatakan lafadh
tersebut dhonniy ad-dilalah dan tidak boleh dijadikan hujjah dalam
perkara aqidah. Sehingga masalah sifat-sifat Allah menurut mereka adalah
dhonniy ad-dilalah dan tidak bisa dijadikan perkara aqoid.
Mereka
berargumentasi bahwa dhon itu adalah persangkaan belaka dan kebathilan,
berangkat dari QS an-Najm : 23, 27 dan 28, Yunus : 36 dan 68, an-Nisa’
157, al-An’am : 116 dan 148, Shod : 27, al-Jatsiyah : 32, Fushshilat :
22-23, Jin : 5 dan al-Baqoroh : 78. Namun pendapat mereka ini sangat
lemah, dan al-Imam al-Albany telah membantahnya dalam artikel yang
berjudul Hizbut Tahrir al-Mu’tazilah al-Judud yang dimuat dalam majalah as-Salafiyyah no
2 tahun 1417 hal. 17-23 dan telah diterjemahkan dalam majalah as-Sunnah
edisi 3, tahun III 1428/1998 M. dengan judul Hizbut Tahrir Neo
Mu’tazilah hal. 43-55. demikian pula dalam al-Hadits hujjah binafsiha, dan lain-lain. [baca : al-Jamaa’at al-Islamiyyah hal. 295, al-Istidlal bidh dhonni fil aqidah]
[4] Ada tiga pendapat tentang apakah khobar ahad bisa dijadikan rujukan ‘ilmu ataukah tidak, yaitu :
Pendapat
pertama, menyatakan khobarul wahid bisa membuahkan faidah ilmu
sepenuhnya tanpa ada pembatasan dan berlaku pada setiap riwayat yang
dibawakan. Pendapat ini dinisbatkan kepada sebagian ulama’ bermadzhab
Dhahiri. Pendapat ini lemah dan tertolak.
Pendapat
kedua, menyatakan khobarul ahad tidak bisa membuahkan faidah ilmu sama
sekali, walaupun disertai dengan qorinah ataupun tidak. Ini pendapat
dari kalangan ahlul kalam (mu’tazilah) dan ushuliyyun. Pendapat inipun
juga tertolak dan lemah.
Pendapat
ketiga, menyatakan khobarul ahad bisa membuahkan ilmu jika disertai
dengan qorinah-qorinah. Inilah pendapat sebagiam madzhab Dhohiri (lihat al-Ihkam fi ushulil ahkam I/14 karya Imam Ibnu Hazm adh-Dhahiri), para Muhadditsin dan Imam Madzhab, serta jumhur ahlus sunnah wal jama’ah.
Baca : Manhajul Istidlal ‘ala masaaill I’tiqod ‘inda ahlis sunnah wal Jama’ah, dan Asyratus sa’ah (Tanda-tanda hari kiamat, Yusuf bin Abdullah al-Wabil, Pustaka Mantiq, hal 38-45)
[5] Baca majalah al-Furqon
edisi 8 tahun II hal 4-8 dan edisi 9 tahun II hal. 4-9 yang berjudul
Mu’tazilah mengguncang aqidah. Dalam artikel ini dijelaskan bahwa,
hadits tentang siksa kubur, pertanyaan Munkar-Nakir, keluarnya Dajjal,
turunnya Isa bin Maryam dan munculnya Imam Mahdi adalah hadits
mutawattir ma’nawy.
[6] Mengenai perkara al-Qodho’ wal Qodar, Hizbut Tahrir memiliki pandangan tersendiri yang mereka klaim berbeda dengan pemahaman Ahlus Sunnah, Qodariyah maupun Jabariyyah. Taqiyuddin an-Nabhany berkata dalam Nidhomil Islam hal.
15, “Masalah Qodho’ dan Qodar sungguh telah memainkan peranan penting
dalam madzhab-madzhab Islam. Ahlus Sunnah berpendapat yang ringkasnya
mengatakan bahwa manusia itu memiliki kasb ikhtiary di dalam perbuatannya, yang mana mereka dihisab karena kasb ikhtiary tersebut.
Sedangkan mu’tazilah berpandangan yang ringkasnya adalah manusia
sendiri yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan
perbuatannya karena ia sendiri yang menciptakannya. Adapun jabariyyah
memiliki pendapat sendiri yang ringkasnya adalah Allahlah yang
menciptakan hamba beserta perbuatannya. Ia dipaksa melakukan
perbuatannya dan tidak mampu berikhtiar bagaikan bulu yang diterbangkan
angin ke mana saja.” Beliau melanjutkan dalam paragraf berikutnya,
“…Ternyata asas ini tidak berkaitan dengan perbuatan manusia dilihat
dari apakah diciptakan oleh Allah atau oleh manusia itu sendiri, juga
tidak berkaitan dengan Ilmu Allah dipandang dari sisi kenyataan bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui apa yang akan dilakukan oleh
hamba-Nya, dimana ilmunya meliputi segala perbuatan hamba, dan tidak
pula terkait dengan irodah Allah yang iradah-Nya berkaitan dengan
perbuatan hamba sehingga perbuatan tersebut terjadi dengan adanya irodah
Allah, juga tidak berhubungan dengan perbuatan hamba dalam lauhul mahfudz,
sehingga mau tidak mau ia harus melakukan sesuai dengan apa yang
tertulis… Memang benar!!! Semua perkara di atas bukanlah dasar dalam
pembahasan al-Qodho’ wal Qodar.”
Bandingkanlah
pembahasan Qodho’ wal Qodar metodenya HT dengan metode para ulama ahlus
sunnah dalam kitab-kitab mereka, yang membahas masalah Qodho’ wal Qodar
ini secara tafshil (terperinci) dan ilmiyah serta lebih
rasional dibandingkan metodenya HT maupun kelompok lainnya. Ahlus sunnah
berpendapat bahwa Allah memiliki dua macam irodah, yakni irodah kauniyah dan irodah syar’iyyah.
Adapun kelompok Mu’tazilah dan Qodariyah, mereka menolak adanya irodah
kauniyah, karena jika demikian,menurut pendapat mereka Allah itu dhalim.
Mereka bertujuan tanzih (mensucikan) Allah namun mereka terjebak dalam
filsafat rasionalis.
[7] Teksnya dalam ad-Dusiyah
hal 21-22 sebagai berikut, “Mereka (Ahlus Sunnah) menganggap bahwa
pandangan mereka adalah pandangan yang baru, bukan pandangan mu’tazilah
dan bukan pula jabariyah. Mereka (Ahlus Sunnah) berkata tentang
pandangan mereka (yakni al-Kasb) bahwa pandangan mereka tersebut bagaikan susu yang bersih yang keluar diantara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya.”
Kalimat yang diitalickan
di atas mengacu pada QS an-Nahl (16) : 66, yang merupakan kinayah.
Maksudkan adalah mereka (HT) beranggapan bahwa ahlus sunnah mengklaim
pendapatnya bagaikan susu murni, yakni pendapat yang benar, yang keluar
diantara kotoran (kinayah bagi pendapatnya mu’tazilah) dan darah
(kinayah bagi pendapatnya jabbariyah). Tuduhan mereka ini dimentahkan
dan dibantah secara mendetail oleh Syaikh Salim dalam al-Jamaa’at al-Islamiyyah hal. 329-342.
[8] Al-Jamaa’at al-Islamiyyah fii dhou’il Kitaabi wa Sunnah, tentang Hizbut Tahrir, hal. 325-389.
[9] Hizbut Tahrir memperbolehkan memandang gambar wanita bukan mahram, walaupun dengan syahwat sebagaimana dalam nusyrah (selebaran
resmi Hizbut Tahrir) no 16/Syawwal/1388H atau 4/1/1969M. yang berisi.
“Memikirkan dengan syahwat, berkhayal dengan syahwat ataupun memandangi
foto wanita dengan syahwat tidak haram, demikian pula pergi menonton
bioskop adalah tidak haram, dikarenakan yang ditonton hanyalah gambar
(benda mati) yang bergerak.”. Demikian pula dalam nusyrah no
21/Jumadil awwal/1390 atau 24/7/1970M, dikatakan, “Sesungguhnya
memandang gambar wanita baik dari cermin, di kartu, di surat kabar
ataupun yang semisalnya tidaklah haram”.
Jika
ada yang membantah hal ini dengan alasan bahwa nusyroh tersebut sudah
lama, dan telah dianulir, maka kita jawab, dimanakah bantahan (anulir)
dan revisi tersebut??? Jika memang benar pendapat HT ini direvisi kenapa
tidak diterangkan ke ummat secara nyata bahwa HT (secara internasional)
mengharamkan foto wanita???. Maka kita tidak heran melihat publikasi,
majalah atau selebaran mereka penuh dengan gambar-gambar wanita, sebab
menurut madzhab mereka hal ini tidak haram.
[10] Hizbut Tahrir berpendapat bahwa mencium wanita ajnabiyah (bukan mahram) adalah mubah tidak haram, sebagaimana dalam nusyrah jawab wa su’al
no 24/Rabi’ul Awwal/1390 atau 29/5/1970M. Beberapa syabab yang pernah
saya konfirmasi, termasuk mantan murabbi saya juga pernah menjelaskan
bahwa isu tentang bolehnya mencium wanita ajnabiyah ini adalah suatu kesalahfahaman. Karena isu ini muncul ketika seorang musyrif Hizbut Tahrir di bandara terlihat mencium mutarobbiah (santri binaan wanita)-nya, yang menurut mereka mutarobbiah yang dicium tersebut adalah saudara perempuan kandung sang musyrif. Wallahu a’lam tentang benar atau tidaknya klarifikasi ini, namun yang pasti Hizbut Tahrir memperbolehkannya dalam nusyrahnya.
[11] Hal ini diantara yang membedakan antara ahlus sunnah dengan mereka dalam mensikapi ‘umara’ dan hukkam. Di dalam Manhaj Hizbit Tahrir fit Taghyir
hal. 36 dikatakan, “Hizb tidak berkompromi dengan para penguasa dan
tidak memberikan loyalitas kepada mereka, termasuk konstitusi dan
perundang-undangan mereka walau dengan alasan kelancaran da’wah. Sebab
syara’ mengharamkan mempergunakan sarana yang haram untuk memenuhi suatu
kewajiban. Sebaliknya hizb mengoreksi dan mengkritik penguasa dengan
tegas. Hizb menganggap bahwa peraturan yang mereka terapkan itu adalah
peraturan kufur sehingga harus dimusnahkan dan diganti dengan hukum
Islam. Hizb juga menganggap bahwa mereka pada hakikatnya adalah
orang-orang yang fasik dan dhalim…”
Dalam
hal 37, “…Hizb juga menolak membantu mereka melakukan ishlah baik di
bidang ekonomi, pendidikan, sosial kemasyarakatan maupun di bidang
moral…”
Dalam
hal 42, “Aktivitas hizb adalah menentang para penguasa di negara-negara
Arab maupun negeri-negeri Islam lainnya. Mengungkapkan makar-makar
jahat mereka, mengoreksi dan mengkritik mereka…”
[12]
Bukan hanya dengungan-dengungan ini saja yang mereka gembar-gemborkan
terhadap hukkam atau penguasa kaum muslimin, mereka juga mengatakan
bahwa seluruh negri Islam saat ini adalah Darul kufur wal Harb,
sebagaimana dalam buku mereka, Manhaj Hizbit Tahrir fit Taghyir hal
5, “Adapun kondisi negeri-negeri yang hidup di dalamnya kaum muslimin
saat ini di seluruh negeri, adalah darul kufr bukan darul islam.”
Asy-Syaikh Abdurrahman ad-Dimasyqy berkata dalam kitabnya, Hizbut Tahrir Munaqosyah Ilmiyyah li ahammi mabadi^il hizbi wa roddu ‘ilmiy mufashshsal hawla khobari wahid hal
47, “Aku bertanya dengan salah seorang diantara mereka (Hizbut Tahrir) :
“Bagaimanakah (menurutmu) dengan Makkah dan Madinah? Apakah termasuk
Darul Iman ataukah Darul Kufur wa Harb??”, Dia menjawab, “Termasuk darul
Kufur dan Harb!”, aku berkata lagi, “Lantas apakah boleh aku berhaji ke
darul Kufur??? Lantas dimanakah Darul Iman jika Makkah dan Madinah
termasuk darul Kufur!!” Diapun kebingungan… Ada Seorang juga bertanya
kepada mereka (Hizbut Tahrir), “Apakah ada Darul Islam di dunia saat
ini?” mereka menjawab, “Tidak ada!!!”, ia bertanya lagi, “Saya ingin
berhijrah, kemanakah gerangan aku harus berhijrah (jika tidak ada darul
Islam)???” Mereka kebingungan menjawabnya. [Padahal Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, “Hijrah akan senantiasa ada
hingga hari kiamat”]
[13]
Inilah manhaj Hizbut Tahrir yang sangat kentara sekali. Mereka lebih
memprioritaskan penegakkan Daulah Islamiyyah dan kekuasaan ketimbang
perbaikan aqidah dan tauhid. Mereka telah menjadikan penegakkan daulah
saat ini hukumnya paling wajib dan paling urgen serta mendesak. Mereka
berpandangan bahwa segala kemerosotan, kehancuran dan kekacauan yang
melanda ummat saat ini dikarenakan tidak adanya payung yang melindungi
ummat dari kaum kuffar, yakni daulah khilafah. Maka semenjak kesultanan
Utsmani runtuh, pada tahun 1924 di Turki, maka ummat islam semuanya
dalam keadaan berdosa dan ummat wajib ‘ain mengembalikannya. Mereka
mengkonsentrasikan segala daya dan upaya untuk meraih kembali kekuasaan,
namun mereka lupa…atau mereka sengaja melupakan… bahwa segala bentuk
musibah dan bencana yang menimpa ummat islam ini dikarenakan kelalaian
dan kejahilan ummat ini sendiri terhadap diennya. Bagaimana mungkin
Allah akan menghancurkan ummat ini dan mencabut kekuasaan mereka jika
tidak karena ummat manusia ini sendiri yang melupakan dan melalaikan
Allah. Dengan jelas Allah telah menjanjikan kepada ummat ini
kekhilafahan dan memperteguh kekuasaan mereka, sebagaimana dalam QS
an-Nur ayat 55, “Allah telah berjanji terhadap orang-orang yang
beriman diantara kalian dan beramal sholih, Dia sungguh benar-benar akan
meneguhkanmu dengan kekhalifahan di muka bumi sebagaimana Allah
memberikan kekhalifahan kepada orang-orang sebelummu, Allah juga akan
memperteguh agamamu yang Ia ridha sebagai agama kalian, dan Ia sungguh
akan mengganti bagi kalian, rasa takut kalian dengan keamanan sentausa.” namun dengan syarat, “Ya’buduwnaniy laa yusyrikuuna biy syai^aa” yang artinya, “Mereka menyembah-Ku semata dan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun.” (baca QS an-Nur (24) : 55). Inilah kuncinya, menegakkan Tauhid dan memerangi kesyirikan, atau dengan kata lain ’Tarbiyah’ (pembinaan) wa Tashifiyah (pemurnian). Inilah perbedaan manhaj Hizbut Tahrir yang juz’iy (parsial) dengan manhaj salaf yang kulliyat (integral). Bandingkan manhaj mereka dengan manhaj salaf dengan membaca at-Tashfiyah wa Tarbiyah karya Syaikh Ali bin Hasan al-Halaby (telah diterjemahkan oleh Pustaka Imam Bukhori Solo), dan Manhajul Anbiya’ fid Da’wati ila Allah karya
Syaikh DR. Rabi’ bin Hadi al-Madkholi (beliau adalah Imam Jarh wa
Ta’dil, telah diterjemahkan oleh Maktabah Salafy Press) dan kitab-kitab
lainnya.
[14]
Dalam buku Mengenal Hizbut Tahrir, terbitan Pustakah Thoriqul Izzah,
hal 21 dikatakan tentang keanggotaan Hizbut Tahrir, “Cara mengikat
individu-individu di dalam hizb adalah dengan memeluk aqidah islam,
matang dalam tsaqofah hizb dan mengambil serta menetapkan ide-ide dan pendapat hizb”
[15]
Sesungguhnya pendapat-pendapat Hizbut Tahrir yang ganjil amatlah banyak
sekali dan bertebaran di dalam kitab-kitab mereka. Di sini saya
sebutkan beberapa diantaranya :
- Hizbut Tahrir memperbolehkan berjabat tangan lelaki dan perempuan yang bukan mahram. Taqiyuddin berkata dalam Nidhomul Ijtima’iy fil islam
(Sistem pergaulan dalam Islam, Pustaka Thoriqul Izzah, hal. 67),
“Seorang pria pada dasarnya boleh menjabat tangan seorang wanita,
demikian pula sebaliknya, seorang wanita boleh menjabat tangan seorang
pria tanpa ada penghalang di antara keduanya.” Hal ini juga diperkuat
dengan nusyrah su’al jawab mereka no 24/Rabi’ul Awwal/1390 atau 29/5/1970, no 8/Muharam/1390 atau 16/3/1970 dan nusyroh al-ajwibah wal as^ilah tanggal 26/4/1970.
- Hizbut Tahrir memperbolehkan memandang wajah wanita, karena menurut mereka wajah tidak termasuk aurot. Taqiyuddin berkata
dalam Sistem pergaulan dalam Islam hal 61, “Allah Ta’ala berfirman :
‘Katakanlah kepada mukmin laki-laki hendaklah mereka menundukkan
pandangan mereka.’ (an-Nur (24) : 30), maksudnya tentu adalah
menundukkan pandangan terhadap wanita pada selain wajah dan kedua
telapak tangan, sebab memandang wajah dan telapak tangan adalah mubah.”
- Hizbut Tahrir menghalalkan musik dan nyanyian (walau diiringi alat musik) sebagaimana dalam Nusyrah jawab wa su’al
no 9 (20/Safar/1390 atau 26/4/1970), “Suara wanita tidak termasuk aurot
dan nyanyian mubah hukumnya serta mendengarkannya mubah. Adapun
hadits-hadits yang warid mengenai larangan musik adalah tidak shohih
haditsnya. Yang benar adalah musik tidak haram dan hadits-hadits yang
memperbolehkan musik adalah shohih”.
Dan
masih banyak lagi pendapat-pendapat aneh Hizbut Tahrir lainnya. Sungguh
suatu musibah besar bagi syabab islam yang tersamarkan dengan
keganjilan-keganjilan fiqhiyyah seperti ini…
[16] Contohnya adalah Hizbut Tahrir memperbolehkan wanita berpakaian dengan celana, sebagaimana dalam nusyrah jawab wa su’al (2/Muharam/1392
atau 27/2/1972M). Akhowat Hizbut Tahrir juga terkenal dengan pakaiannya
yang bercorak dan bermotif serta berwarna-warni menarik perhatian, hal
ini jelas menyelisihi hikmah disyariatkannya jilbab muslimah.
0 komentar:
Posting Komentar